iklan banner

Skripsi Model Penyelesaian Masalah Perceraian Di Kalangan Tokoh Masyarakat (Studi Kasus)

(KODE : HKM-ISLM-00012) : SKRIPSI MODEL PENYELESAIAN PERKARA PERCERAIAN DI KALANGAN TOKOH MASYARAKAT (STUDI KASUS)

 SKRIPSI MODEL PENYELESAIAN PERKARA PERCERAIAN DI KALANGAN TOKOH MASYARAKAT  SKRIPSI MODEL PENYELESAIAN PERKARA PERCERAIAN DI KALANGAN TOKOH MASYARAKAT (STUDI KASUS)

BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang
Perkara perceraian yaitu sebuah masalah yang lazim terjadi di masyarakat. Perkara perceraian bukan permasalahan yang gres akan tetapi permasalahan yang terus menerus terjadi di kalangan masyarakat secara luas. Dari perspektif manapun baik normative maupun sosiologis masalah perceraian bukan suatu masalah yang di kehendaki dan bahkan di benci. Secara normative di benci oleh Allah SWT tapi secara sosiologis menjadi model yang kurang positif dalam proses pendidikan keluarga.
Namun persoalan-persoalan problematik yang terjadi di kalangan masyarakat menyangkut problem ihwal perceraian hingga kini tidak pernah ada solusi yang efektif, efisien dan solutif. Selalu saja problem perceraian ini menjadi berkembang secara dinamis dan progresif.
Beberapa langkah strategis teoretik yang ditawarkan oleh perantara acap kali data yang kami peroleh mereka hanya berhasil mendamaikan tapi tidak berhasil untuk mencegah dan merujukkan, sementara ada beberapa empiris di lapangan pemecahan sengketa atau penyelesaian masalah perceraian itu dengan gampang dilakukan secara efektif oleh para tokoh elit agama dan ini tentu secara normative mungkin sanggup juga di anggap sebagai perantara lantaran tokoh agama berfungsi untuk memediasi antara orang-orang yang bermasalah dalam hal ini yaitu masalah perceraian dan solusi yang dilakukan oleh para tokoh agama yaitu solusi yang jauh dari perhitungan bahan dan perhitungan matematis akan tetapi betul-betul suatu solusi yang sekilas sanggup diambil dan diasumsikan dengan cara yang lapang dada tetapi ini jauh dari sebuah asumsi, tapi ini kebenarannya. Apa kira-kira faktor yang melatarbelakangi kesuksesan para tokoh agama melaksanakan penyelesaian masalah inilah yang setidaknya menjadi problem yang cukup menarik untuk digagas dan diungkap di dalam penelitian ini. Bisa jadi lantaran adanya faktor-faktor x dalam hal ini yaitu sangat irasional, sanggup jadi yaitu faktor keikhlasan atau faktor iktikad sosial tetapi dari sekian kemungkinan-kemungkinan dalam penelitian ini akan diungkap kira-kira faktor apa yang menciptakan tokoh agama secara besar lengan berkuasa sanggup dianggap sukses menyukseskan problema-problema masalah rumah tangga.
Fenomena perceraian cukup marak akhir-akhir ini dalam masyarakat, sama-sama berada dalam bahaya perbuatan halal namun dibenci Allah SWT. Dalam sebuah rumah tangga pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah dalam rumah tangga itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak sanggup didamaikan lagi secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang ibarat adanya perselingkuhan antara suami istri.
Penanganan dan penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga atau istilah kini ini disebut mediator, sudah sangat umum. Karena sebenarnya praktek tersebut sudah berlangsung pada masa Nabi dahulu. Dalam masyarakat indonesia dahulu proses pendamaian itu dinamakan musyawarah atau mufakat, bahkan hingga ketika ini masih aneka macam masyarakat Indonesia yang tinggal di wilayah perdesaan yang jauh dari sentra perkotaan masih menggunakan mediasi dalam aturan adab yang sesuai dengan adatnya masing-masing.
Masyarakat Indonesia dalam penyelesaian kasus masih menggunakan tokoh masyarakat yang dianggap sanggup menjadi pengayom umat. Seorang tokoh masyarakat juga dibutuhkan sanggup menjadi perantara untuk mendamaikan pihak-pihak yang berperkara sangatlah sejalan dengan fatwa moral islam. Dalam hal ini seorang tokoh masyarakat memposisikan dirinya sebagai pendamai antara kedua belah pihak yang mana setiap ucapan tokoh masyarakat sanggup dijadikan panutan oleh kedua belah pihak tersebut. Sebagian besar masyarakat dan lebih banyak didominasi masyarakat lebih ta'dzim dan tawadhu' dengan apa yang disampaikan seorang tokoh masyarakat tersebut. Tindakan masyarakat tersebut bukan tanpa alasan, melainkan lantaran sosok tokoh masyarakat dipandang mempunyai pemahaman yang lebih di bidang ilmu agama dan mempunyai kearifan dalam berinteraksi setiap hari dalam masyarakat. Mungkin ini menjadi faktor yang melatarbelakangi masyarakat menentukan seorang tokoh masyarakat sebagai penengah dalam permasalahannya.
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri untuk membentuk keluarga yang senang dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ikatan lahir yaitu kekerabatan formal yang sanggup dilihat lantaran dibuat berdasarkan undang-undang, yang mengikat kedua pihak dan pihak lain dalam masyarakat sedangkan Ikatan batin yaitu kekerabatan tidak formal yang dibuat dengan kemauan bersama yang sungguh-sungguh mengikat kedua pihak.
Hukum Islam dan aturan positif secara tegas menyebutkan bahwa ijab kabul bagi umat insan hendaknya menjadi ikatan yang bahagia, tentram, dan abadi. Perselisihan dan persengketaan rumah tangga bukanlah sebuah penghalang seseorang untuk mewujudkan hal tersebut, lantaran intinya setiap permasalahan ada jalan keluar dan cara untuk menyelesaikannya.
Ikatan perkawinan merupakan ikatan suci yang berdasarkan nilai-nilai ketuhanan untuk membentuk keluarga sakinah dan mawaddah. Ikatan perkawinan bukan saja ikatan perdata tetapi ikatan lahir batin antara seorang suami dengan seorang isteri. Perkawinan tidak lagi hanya sebagai kekerabatan jasmani tetapi juga merupakan kekerabatan batin. Pergeseran ini mengesankan perkawinan selama ini hanya sebatas ikatan jasmani ternyata juga mengandung aspek yang lebih substantif dan berdimensi jangka panjang. Ikatan yang didasarkan pada kekerabatan jasmani itu berdampak pada masa yang pendek sedangkan ikatan lahir batin itu lebih jauh. Dimensi masa dalam ini dieksplisitkan dengan tujuan sebuah perkawinan yakni untuk membangun sebuah keluarga senang dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Bila perkawinan telah dilangsungkan, maka mereka telah berjanji dan bersedia akan membangun suatu rumah tangga yang tenang dan teratur, akan sehidup semati, sesakit dan sesenang, merunduk sama bungkuk, melompat sama tinggi, ke bukit sama mendaki, kelereng sama menurun, berenang sama basah, terampai sama kering, terapung sama hanyut sehingga mereka menjadi suatu keluarga. Sesaat perkawinan sedang berlangsung, kedua pihak kedudukannya akan berubah. Pihak laki-laki menjadi kepala keluarga dan pihak perempuan sebagai ibu rumah tangga. Pada ketika itulah timbul hak dan kewajiban masing-masing.
Dalam kenyataannya, tujuan perkawinan itu banyak tercapai secara tidak utuh. Tercapainya itu gres mengenai pembentukan keluarga atau pembentukan rumah tangga, lantaran sanggup diukur secara kuantitatif. Sedangkan predikat senang dan kekal belum, bahkan tidak tercapai sama sekali. Akan tetapi, kekerabatan lahir itu ada kemungkinan tidak sanggup kekal. Pada suatu waktu sanggup terjadi putusnya hubungan, baik tidak sengaja maupun sengaja dilakukan lantaran suatu alasannya yaitu yang mengganggu berlanjutnya kekerabatan itu. Perkawinan sanggup putus, lantaran : 
a. Kematian
b. Perceraian
c. Atas keputusan pengadilan.
Putus lantaran janjkematian merupakan suatu proses terakhir dalam melaksanakan kodrat manusia. Namun, putus lantaran perceraian dan atau atas keputusan pengadilan merupakan alasannya yaitu yang dicari-cari. Putusnya kekerabatan perkawinan yang mengakibatkan kasus yaitu putusnya kekerabatan perkawinan lantaran perceraian dan lantaran putusan pengadilan.
Pasangan yang sudah menikah (dipersatukan) tidak menutup kemungkinan masih mempunyai perbedaan pendapat yang sangat tajam dan menjadi penyebab kerusakan kekerabatan pernikahannya, namun banyak juga yang mau mencar ilmu untuk mengatasi perselisihan dengan cara yang terkendali dan saling menghargai. Namun banyak juga pasangan yang secara terencana mengalami masa-masa di mana mereka menyalahgunakan kata-kata sebagai senjata di tengah-tengah konfliknya. Bila sudah ibarat ini kata "cerai" menjadi sebuah solusi. Namun untuk hingga pada tahap perceraian harus menjalani proses litigasi. Undang-undang sendiri selain menganut prinsip mempersulit perceraian juga mewajibkan perceraian hanya dilakukan di depan sidang pengadilan sesudah keduanya tidak sanggup didamaikan. Walaupun kita semua tahu bergotong-royong perceraian itu dalam islam boleh dilakukan, tapi hal tersebut merupakan suatu hal yang di benci oleh Allah SWT. Seperti halnya yang tercantum dalam Al-Hadist yakni : 
“Perbuatan halal yang paling dibenci Allah yaitu talak.” (H.R. Abu Daud, Ibn Majah, Al-Baihaqi dan Hakim).
Perdamaian dengan menunjuk perantara sebagai pihak ketiga yang bersifat netral juga menjadi hal yang wajib dalam sebuah permasalahan. Hal ini juga sejalan dengan tawaran islam, yakni bila ada orang yang berselisih maka wajib menunjuk perantara dari masing-masing keluarga suami istri untuk melaksanakan upaya perdamaian. Tercantum dalam Al-Qur'an Q.S. An-Nisa' 35 : 
“Dan jikalau kau khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, pasti Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q.S. An-Nisa' 35).
Mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta sanggup menunjukkan terusan yang lebih besar kepada para pihak penemu penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. Mediasi yaitu cara penyelesaian sengketa melalui proses negosiasi untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
Mediator sendiri sebenarnya ada 2 yakni perantara litigasi (pengadilan) dan nonlitigasi (non pengadilan), jikalau perantara litigasi biasa dilakukan oleh para perantara atau hakim perantara yang bekerja di Pengadilan Agama yang tentunya mempunyai akta resmi dari Mahkamah Agung berbeda dengan Nonlitigasi yakni yang dilakukan oleh orang-orang yang dianggap mempunyai karismatik dalam dirinya, ibarat Kyai, tokoh masyarakat, ketua adab dan sebagainya.
Berangkat dari pemaparan di atas penulis tertarik untuk meneliti ihwal "MODEL PENYELESAIAN PERKARA PERCERAIAN DI KALANGAN TOKOH MASYARAKAT (STUDI KASUS)". Yang diteliti disini yakni metode penyelesaian yang dipakai dalam mengurangi angka perceraian. Penulis merasa bahwa permasalahan ini menarik untuk dibahas dan dikaji.


Sumber http://gudangmakalah.blogspot.com

0 Response to "Skripsi Model Penyelesaian Masalah Perceraian Di Kalangan Tokoh Masyarakat (Studi Kasus)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel