iklan banner

Perkembangan Hindu Buddha Di Kerajaan Tarumanegara



Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan ialah kerajaan yang pernah mengalami kejayaan pada masanya, sehingga tak mengherankan kalau mempunyai peninggalan yang mempunyai catatan sejarah kerajaan tersebut. Di bawah ini ialah 5 peninggalan Tarumanegara berupa prasasti yang patut kita ketahui.

1. Prasasti Ciaruteun

Ditemukan di pinggir sungai Ciaruteun, anak sungai Cisadane di kawasan Ciampea, Bogor, Jawa Barat.

Prasasti tersebut ditulis pada sebuah kerikil besar, mempergunakan abjad Pallawa dan bahasa Sansekerta. Yang menarik perhatian para ilmuwan ialah lukisan dan tapak kaki yang dipahatkan di atas hurufnya,

Isi prasasti tersebut dalam bahasa Indonesia ialah sebagai berikut :
"Ini (bekas) dua kaki yang menyerupai kaki Dewa Wishnu, ialah kaki yang mulia Sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia".

Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara Perkembangan Hindu Buddha di Kerajaan Tarumanegara
Prasasti Ciaruteun Kerajaan Tarumanegara

2. Prasasti Pasir Koleangkak

Prasasti ini terletak di kawasan perkebunan jambu kira-kira 30 km sebelah barat Bogor, Jawa Barat.

Bunyi terjemahan dalam prasasti tersebut sebagai berikut :
"Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya ialah pemimpin insan yang tiada taranya yang termasyhur Sri Purnawarman yang sekali waktu (memerintah) di Taruma dan yang baju zirahnya yang populer (warman) tidak sanggup ditembus senjata musuh. Ini ialah sepasang tapak kakinya yang senantiasa menggempur kota-kota musuh, hormat kepada para pangeran, tapi merupakan duri dalam daging bagi musuh-musuhnya".

Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara Perkembangan Hindu Buddha di Kerajaan Tarumanegara
Prasasti Pasir Koleangkak Kerajaan Tarumanegara

3. Prasasti Kebon Kopi

Prasasti ini terletak di kampung Muara Hilir, Cibungbulang. Yang menarik dari prasasti ini ialah adanya dua tapak kaki gajah. Adapun suara terjemahan dalam prasasti Kebon Kopi ialah sebagai berikut :
"Di sini nampak sepasang tapak kaki ... yang menyerupai Airwata, gajah penguasa Taruma yang agung dalam ... dan (?) kejayaan".

Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara Perkembangan Hindu Buddha di Kerajaan Tarumanegara
Prasasti Kebon Kopi Kerajaan Tarumanegara

4. Prasasti Tugu

Prasasti Tugu ditemukan di Tugu, Jakarta, merupakan prasasti terpanjang dari semua peninggalan raja Purnawarman.

Terjemahan prasasti Tugu ialah sebagai berikut

"Dulu kali (yang bernama) - Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan mempunyai lengan kencang dan kuat, buat mengalirkannya ke laut, sehabis (kali ini) hingga di istana kerajaan yang termasyhur. Di dalam tahun keduapuluh dua dari tahta yang mulia raja Purnawarman yang berkilau-kilau lantaran kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji segala raja (maka sekarang) dia menitahkan menggali kali yang permai dan basah jernih, Gomati namanya, sehabis sungai itu mengalir di tengah-tengah tanah kediaman yang mulia Sang Pendeta nenek-da (Sang Purnawarman).

Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, tanggal 9 paro petang bulan Phalguna dan disudahi pada hari tanggal 13 paro - tiang bulan Caltra, jadi hanya 21 hari saja, sedang galian itu panjangnya 6.122 tumbak. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1.000 ekor sapi yang dihadiahkan".

Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara Perkembangan Hindu Buddha di Kerajaan Tarumanegara
Prasasti Tugu Kerajaan Tarumanegara

5. Prasasti Cidanghiang

Prasasti ini ditemukan di kampung Lebak, di pinggir sungai Cidanghiang, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat.

Bunyi terjemahan Prasasti Cidanghiang ialah sebagai berikut :
"Inilah (tanda) keperwiraan, keagungan dan keberanian yang sesungguh-sungguhnya dari raja dunia, yang mulai Purnawarman, yang menjadi panji sekalian raja".

Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara Perkembangan Hindu Buddha di Kerajaan Tarumanegara
Prasasti Cidanghiyang Kerajaan Tarumanegara

Kekuasaan Kerajaan Tarumanegara

Menurut analisa Prof. Poerbatjaraka, sentra istana Kerajaan Tarumanegara terletak di kawasan Bekasi. Hal tersebut didasarkan pada prasasti Tugu yang menyebutkan sungai Candrabhaga yang digali di Tarumanegara.

Candrabhaga berdasarkan aturan M-D (Menerangkan-Diterangkan), berarti Candra menunjukan bhaga, menyerupai pada kata Perdana Menteri bukan Menteri Perdana.

Kata Candrabhaga berdasarkan aturan MD harus ditulis bhaga terlebih dahulu, yakni bhagacandra (candra = sasih). Kata bhagacandra sanggup menjelma bhagasasih. Kata Bhagasasih lambat laun berubah bunyinya menjadi Bhagast, yang lalu menjadi Bekasi.

Dengan ditemukannya prasasti-prasasti Tugu dan Lebak di kawasan Jakarta, maka sanggup diperkirakan wilayah kerajaan Tarumanegara mencakup kawasan Bogor, Jakarta, dan Banten.

Pada prasasti-prasasti, raja Purnawarman diagung-agungkan sebagai raja yang gagah perkasa melebihi kegagahan raja-raja lainnya, sehingga disebut sebagai panji raja-raja.

Menurut prasasti Tugu, ayah Purnawarman berkedudukan sebagai rajadhiraja, yang telah menggali terusan Candrabhaga, sedangkan Purnawarman sendiri menggali terusan Gomati.

Pada prasasti Jambu, Purnawarman disamakan dengan Dewa Indra, yang selain dikenal sebagai Dewa Perang, mempunyai sifat-sifat Dewa Matahari. Disebutkan pula bahwa perlengkapan Purnawarman berupa baju zirah (warman). Menurut kisah India, yang kuasa yang mengenakan baju zirah hanyalah Dewa Surya.

Agama di Kerajaan Tarumanegara

Menurut catatan seorang Bhiksu Buddha bangsa Cina, Fa-hien, di Tarumanegara pada era ke-5 Masehi sedikit sekali dijumpai orang yang beragama Buddha, tetapi banyak dijumpai orang-orang Brahmana dan mereka yang agamanya buruk.

Mengenai agama jelek yang disebut Fa-hien, ditafsirkan oleh para ilmuwan sebagai agama rakyat Tarumanegara. Oleh lantaran agama itu mempuyai upacara-upacara yang berbeda dengan kedua agama yang dikenal oleh Fa-hien, yakni agama Hindu dan Buddha, makadisebabkan ketidak tahuan Fa-hien, ia menyebutnya dengan agama buruk.

Agama itu ialah agama orisinil masyarakat Indonesia, yang masih dianut oleh sebagian besar penduduk Tarumanegara.

Ada dua golongan masyarakat di kerajaan Tarumanegara, yakni golongan masyarakat yang berbudaya Hindu dan golongan masyarakat yang berbudaya asli. Mengingat pada masa itu dampak agama Hindu gres pada taraf permulaan penyebarannya, dapatlah dikatakan bahwa golongan pertama itu hanya terbatas pada lingkungan istana raja-raja, sedangkan kedua mencakup penggalan terbesar penduduk Tarumanegara. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari, kedua golongan itu tidak bertentangan, bahkan dalam beberapa hal mereka menjalin kerjasama.

Sebagian kecil dari golongan pertama ialah kaum Brahmana, yang menguasai upacara-upacara keagamaan Hindu. Mereka pun menguasai bahasa Sansekerta yang merupakan bahasa agama, sedangkan golongan yang bukan Brahmana mempergunakan bahasa lain yang oleh orang Cina disebut bahasa kun-lun. Bahasa itu ialah dasar bahasa Melayu (Indonesia) yang tercampur dengan bahasa Sansekerta dan dipakai baik di Jawa maupun di Sumatra.

Kehidupan masyarakat Kerajaan Tarumanegara

Menurut isu Cina, para pedagang Tarumanegara memperdagangkan kulit penyu, cula badak, gading gajah, emas, dan perak. Kalau isu itu benar, maka sanggup dikemukakan bahwa perjuangan masyarakat Tarumanegara terdiri atas beberapa kegiatan, menyerupai : perburuan, pertambangan, perikanan, dan pertanian.

Dengan adanya isu terdapat perdagangan cula rino dan gading gajah sanggup disimpulkan bahwa barang-barang dagangan tersebut ialah hasil perburuan. Sementara kita tahu bahwa rino dan gajah ialah hewan liar dan ganas, maka pemburu Tarumanegara tentu merupakan pemburu-pemburu yang terampil dan berani.

Usaha perikanan sanggup disimpulkan dari isu adanya perdagangan kulit penyu, yang banyak diminta oleh saudagar-saudagar Cina. Adanya pertambangan dihubungkan dengan adanya perdagangan emas dan perak. Mengenai pertanian, merupakan selesai dari sisi prasasti Tugu yang menceritakan ihwal penggalian akses Candrabhaga dan Gomati yang diselesaikan antara bulan Phalguna hingga bulan Caltra, yang bertepatan dengan bulan Pebruari dan April.

Di Jawa Barat terutama kawasan Bogor, bulan Januari dan Pebruari ialah waktu animo hujan turun dengan lebatnya. Makara sanggup diduga penggalian dua akses tersebut untuk mengatasi banjir yang melanda kawasan pertanian.

Dari isu Cina dikatakan bahwa orang-orang Tarumanegara makan dengan mempergunakan tangan saja, tidak mempergunakan sumpit. Hal itu sanggup disimpulkan bahwa orang-orang Tarumanegara makan nasi. Maka kegiatan pertanian pun ialah kegiatan bersawah, yaitu menanam padi.

Hubungan Tarumanegara dengan Cina

Berita Cina mengatakan, bahwa pada tahun 528 dan tahun 535 Masehi tiba utusan dari To-lo-mo yang terletak di selatan ke istana Cina. Demikian pula terjadi hal yang sama pada tahun 666 dan tahun 669 Masehi. Dari isu tersebut sanggup dinyatakan bahwa Tarumanegara masih bangun pada era ke-7 dan masih aktif dalam kegiatan perniagaan dan berafiliasi dengan kerajaan Cina.

Tetapi semenjak era ke-7, utusan-utusan itu tidak ada lagi. Hal itu mungkin disebabkan kawasan pantai Tarumanegara diserang dan dikuasai oleh Sriwijaya. Kemudian sentra kerajaan Tarumanegara pindah ke kawasan pedalaman dan tidak lagi mengadakan relasi dengan luar negeri.

Mengenai Tarumanegara selengkapnya silahkan kunjungi: Tentang Kerajaan Tarumanegara

Demikian Perkembangan Hindu Buddha di Kerajaan Tarumanegara, terima kasih atas kunjungan anda para pecinta sejarah.

Sumber http://sejarahnasionaldandunia.blogspot.com

0 Response to "Perkembangan Hindu Buddha Di Kerajaan Tarumanegara"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel