iklan banner

Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial Budaya Dan Agama Kerajaan Aceh

Memahami bagaimana kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan agama Kerajaan Aceh secara lengkap menurut bukti yang berhasil ditemukan. Kesultanan Aceh yaitu salah satu kerajaan Islam yang pernah berdiri di Nusantara dengan sentra pemerintahannya di Pulau Sumatera kepingan utara, tepatnya di Provinsi Aceh (sekarang). Berdasarkan sumber sejarah kesultanan Aceh, kerajaan Islam ini berdiri pada tahun 1496 hingga 1903 masehi.

Kehidupan politik kerajaan Aceh diawali dengan berdirinya kesultanan Islam ini pada tahun 1496 oleh tokoh bernama Sultan Ali Mughayat Syah. Pada awalnya letak kerajaan Aceh berdiri di wilayah kerajaan Lamuri, kemudian pada perkembangan selanjutnya sanggup menaklukkan wilayah di sekitarnya menyerupai Nakur, Daya, Lidie dan Pedir.

Masa kejayaan kerajaan Aceh berlangsung pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, tepatnya pada tahun 1607 hingga 1636. Pada masa pemerintahannya, kesultanan Aceh berhasil menaklukkan wilayah penghasil timah di Pahang. Pada masa ini juga armada kapal Aceh begitu banyak, dibuktikan dari serangan yang dilakukan terhadap Portugis dengan 500 kapal dan 60 ribu pasukan militer laut.
 secara lengkap menurut bukti yang berhasil ditemukan Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Agama Kerajaan Aceh

Kehidupan Politik Kerajaan Aceh

Kehidupan politik dan pemerintahan Kerajaan Aceh dipimpin oleh seorang sultan. Sultan atau raja awal mulanya berkedudukan di Gampong Pande, namun kemudian dipindahkan ke dalam Darud Dunia atau di sekitar Pendopo Gubernur Aceh (sekarang). Ibu kota kesultanan Aceh berada di Bandar Aceh Darussalam, namun pada tahun 1873 ibukota dipindahkan ke Keumala di pedalaman Pidie. 

Dari awal berdiri hingga runtuhnya, terdapat kurang lebih 35 Sultan di Kesultanan Aceh Darussalam. Berikut ini silsilah sultan Aceh menurut sumber Bustanus Salatin, karangan Nuruddin Ar-Raniri, mencakup :

1. Sultan Ali Mughayat Syah
Beliau merupakan pendiri kerajaan Aceh sekaligus sultan pertama. Ia memerintah dari tahun 1514 hingga 1528 masehi. Pada masa kekuasaannya, kesultanan Aceh berusaha untuk meluaskan kawasan kekuasaannya. Selain itu, pada masa kepemimpinan Sultan Ali Mugyat Suyah kerajaan Aceh melaksanakan serangan terhadap kedudukan Portugis di Malaka.

2. Sultan Salahuddin
Sultan Salahuddin merupakan putera Sultan Ali Mughayat. Ia menjadi sultan di Kerajaan Aceh pada tahun 1528 sesudah ayahnya wafat. Pada masa pemerintahannya, kesultanan Aceh mengalami kemerosotan, alasannya yaitu Sulatan tidak memperdulikan kerajaan. Masa pemerintahananya kemudian berakhir pada tahun 1537 masehi dan digantikan oleh saudaranya.

3. Sultan Alaudin Riayat Syah Al Kahar
Sultan ketiga ini merupakan saudara Sultan Salahuddin. Ia memerintah kesultanan Aceh dari tahun 1537 hingga 1568 masehi. Pada masa pemerintahan Alaudin Riayat, Kesultanan Aceh mengalami banyak perubahan. Terutama terhadap perbaikan bentuk pemerintahan Aceh dan ekspansi wilayah. Kesultanan Aceh pada masa ini sanggup menaklukkan kerajaan Aru. Selain itu, ia juga melaksanakan serangan terhadap kerajaan Malaka, namun gagal.

Pada masa sultan ketiga ini, kerajaan Aceh mengalami pergolakan, yaitu terdapat pemberontakan dan perebutan kekuasaan, sehingga masa pemerintahannya pun berakhir.

4. Sultan Iskandar Muda
Sultan keempat kesultanan Aceh berjulukan Sultan Iskandar Muda. Pada masa ini Aceh mengalami masa kejayaan. Kesultanan Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar dibidang perdagangan, bahkan menjadi penghubung antara pedagang-pedagang asing. Sebab letak kerajaan Aceh sangat strategis sebagai bandar transito. 

Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, ia juga melanjutkan serang terhadap Portugis dan Johor. Hal ini bertujuan untuk menguasai penuh jalur perdagangan di wilayah Selat Malaka. Selain itu, muncul juga ahli-ahli tasawwuf menyerupai Syech Ibrahim As Syamsi dan Syech Syamsuddin bin Abdullah As Samatrani.

Selain keempat sultan diatas, berikut ini daftar sultan-sultan lain di kesultanan Aceh Darussalam, mencakup :
  • Sultan Iskandar Thani
  • Sultan Sri Alam
  • Sultan Zain Al-Abidin
  • Sultan Ala Al-Din Masnyur Syah
  • Sultan Buyong

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Aceh

Kehidupan ekonomi di kerajaan Aceh bertumpu di bidang pelayaran dan perdagangan. Perekonomian Aceh tumbuh pesat, alasannya yaitu letaknya strategis di Selat Malaka. Selain itu, semakin meluasnya imbas kerajaan Aceh dan hubungan-hubungan dengan pihak absurd juga menjadi faktor perkembangan ekonomi yang semakin maju. 

Dibawah ini beberapa komoditas perdagangan Kerajaan Aceh, mencakup :
  • Lada
  • Emas
  • Minyak Tanah
  • Kapur
  • Sutera
  • Kapas
  • Kapur barus
  • Menyan
  • Belerang
Selain itu, perekonomian di Ibukota kerajaan juga tumbuh pesat, dibuktikan dengan sudah adanya pengolahan materi mentah menjadi barang jadi. Di bidang pertanian, kawasan Sedang Pidie yaitu lumbung bagi komoditas padi. Namun komoditas utama atau sanggup dikatakan unggulan di kesultanan Aceh yang diekspor ke luar yaitu lada.

Dengan kemakmuran dan kemajuan dibidang perekonomian, kesultanan Aceh kemudian tumbuh menjadi kerajaan Islam besar yang diperkuat oleh armada bersenjata yang besar dan kuat, terutama armada lautnya.

Baca Juga : Kerajaan Perlak

Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Aceh

Selain di bidang perekonomian, imbas letak yang strategis menciptakan kehidupan sosial budaya di kerajaan Aceh tumbuh pesat. Hal ini disebabkan lantaran interaksi dengan orang-orang luar menyerupai pedagang-pedagang dari Timur Tengah dan Eropa. 

Kehidupan sosial budaya sanggup dilihat landasan aturan yang berlaku yang didasari dari pedoman Islam. Hukum watak ini disebut aturan watak Makuta Alam. Berdasarkan aturan ini, pengangkatan seorang sultan diatur dengan sedemikian rupa dengan melibatkan ulama dan perdana menteri.

Sisa-sisa arsitektur bangunan peninggalan kesultanan Aceh keberadaannya tidak terlalu banyak, disebabkan lantaran sudah terbakar pada masa perang Aceh. Beberapa bangunan yang masih tersisa misalnya menyerupai Istana Dalam Darud Donya yang kini menjadi Pendopo Gubernur Aceh. 

Selain istana, beberapa peninggalan yang masih sanggup kita lihat hingga kini menyerupai Masjid Tua Indrapuri, Benteng Indra Patra, Gunongan, Pinto Khop, dan kompleks pemakaman keluarga kesultanan Aceh.

Kehidupan Agama Kerajaan Aceh

Mayoritas masyarakat di kesultanan Aceh beragama Islam. Perkembangan agama Islam di kerajaan ini disebabkan lantaran terjadi hubungan interaksi dengan pedagang Arab dan India. Peran kesultanan Aceh dalam membuatkan agama Islam sanggup dibuktikan dari karya-karya ulama Aceh yang di pakai di Asia Tenggara.

Contohnya menyerupai karangan Risalah Masailal Muhtadin li Ikhwanil Muhtadi yang diterbitkan oleh Syaikh Daud Rumy. Kemudian Syaikh Nuruddin Ar Raniry yang setidaknya telah menulis sebanyak 27 kitab dalam bahasa Arab dan Melayu. Karyanya yang paling terkenal yaitu Sirath al-Mustaqim.

Baca Juga : 
Demikian pembahasan Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial dan Agama Kerajaan Aceh secara singkat, biar ulasan kali ini bermanfaat dan mempunyai kegunaan bagi pembaca. Baca juga artikel menarik mengenai kehidupan masyarakat di kerajaan-kerajaan lainnya. Terimakasih.

Sumber Referensi :
  • Lombard, Denys. 2008. Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta:Gramedia.
  • Poesponegoro., M. D. & Notosusanto., N. 1993. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta : Balai Pustaka.
  • Wikipedia.

Sumber http://sumbersejarah1.blogspot.com

0 Response to "Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial Budaya Dan Agama Kerajaan Aceh"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel