✔ Mengkritisi Sekolah Favorit
Oleh : Asep Sapa'at
(Praktisi Pendidikan, Direktur Sekolah Guru Indonesia)
Kata ‘favorit’ meninggalkan kesan berbeda jikalau disematkan mengiringi kata sekolah. Ya, sekolah favorit, materi diskusi yang menarik untuk diperbincangkan. Kata ‘sekolah favorit’ mencitrakan sesuatu yang hebat, elegan, mewah, dan sempurna.
Kesuksesan dan prestasi gemilang menjadi jaminan mutu dan seolah menempel dalam status favorit yang disandang suatu sekolah. Namun di balik itu semua, saya tertarik menelisik apa makna dibalik kata sekolah favorit. Sekolah menyerupai apa yang layak difavoritkan masyarakat?
Kadang kita selalu terjebak dalam menilai reputasi sekolah. Semua itu terjadi alasannya ukuran keberhasilan hanya bersifat terkenal di mata masyarakat, contohnya persentase kelulusan murid dalam Ujian Nasional, peringkat ratifikasi sekolah, jumlah calon murid gres yang mendaftar, keberhasilan para murid dalam olimpiade matematika dan sains, jumlah piala yang dipajang di sekolah, dan akomodasi yang super fantastis.
Sedangkan pencapaian hasil berbobot edukasi masih jarang dievaluasi, menyerupai berapa banyak murid yang awalnya malas mencar ilmu berubah jadi rajin belajar, berapa banyak murid yang mengalami perubahan sikap menjadi lebih baik, berapa banyak murid yang bisa berpikir kritis dan kreatif, serta berapa banyak murid yang mempunyai kecakapan memecahkan masalah yang bermanfaat dalam kehidupan keseharian mereka. Tragisnya, kata ‘favorit’ masih cukup ampuh mengecoh sebagian besar masyarakat yang hendak mengirimkan anak-anaknya untuk mencar ilmu di sekolah.
Saya mesti berterima kasih kepada Reeves (2006). Siapakah dia? Reeves mempunyai sebuah konsep pemetaan kondisi dan posisi sekolah dengan melaksanakan analisis terhadap 2 hal utama, yaitu analisis terhadap seni administrasi dan tindakan penentu hasil yang sengaja dilakukan sekolah dan tingkat pencapaian hasil yang diraih sekolah.
Strategi dan hasil pencapaian menjadi fokus utama sekolah dalam membangun reputasinya. Maka segera tanggalkan status ‘favorit’ jikalau suatu sekolah merasa punya prestasi tapi ternyata tidak melalui proses sanksi seni administrasi manajemen yang terpola baik.
Ada sekolah yang tampak baik dan punya pencapaian keberhasilan. Tapi jikalau ditelaah lebih jauh, sekolah menyerupai ini masih mengabaikan pentingnya kesadaran dan pemahaman atas seni administrasi dan planning tindakan penentu hasil yang efektif. Sekolah banyak diuntungkan alasannya memeroleh input siswa yang sangat berkualitas dengan orangtua berstatus sosial ekonomi menengah-atas. Tanpa seni administrasi atau tindakan tertentu yang dirancang secara ‘sengaja’, sekolah sudah tampak berhasil dengan raihan prestasi yang ditorehkan murid dalam banyak sekali bidang.
Sebagai contoh, sekolah bisa berbangga alasannya cukup banyak muridnya yang berbahasa Inggris. Inti persoalannya, apakah murid mahir berbahasa Inggris alasannya hasil proses pembelajaran bahasa yang dirancang sekolah atau faktor les di luar sekolah? Sekolah boleh tercatat sebagai sekolah dengan tingkat kelulusan 100% pada Ujian Nasional. Lantas, apakah capaian itu merupakan hasil proses pembelajaran yang berkualitas? Ataukah alasannya sebagian besar para muridnya dipersiapkan forum bimbingan mencar ilmu di luar sekolah?
Inilah ‘sekolah beruntung’. Walau tanpa seni administrasi dan tindakan efektif yang terencana, sekolah masih cukup sering memeroleh prestasi. Bolehlah sewaktu-waktu kita berharap keberuntungan. Tapi, hingga kapan kita terus mengandalkan keberuntungan? Jika tak mau ingkar proses, maka sekolah harus mulai menata seni administrasi manajemen untuk meraih pencapaian keberhasilan sekolah. Karena jikalau pun berhasil, kemungkinan sekolah mengulang keberhasilan semakin kecil jikalau masih selalu berharap keberuntungan.
Lebih tragis dibanding ‘sekolah beruntung’, ‘sekolah kalah’ mengalami tingkat pencapaian keberhasilan yang rendah. Kegagalan meraih prestasi turut disumbangkan oleh faktor rendahnya pemahaman sekolah atas pentingnya seni administrasi dan tindakan penentu hasil. Kegagalan demi kegagalan sering dialami sekolah. Sikap menyalahkan aspek eksternal sekolah tampak lebih bersahabat dijumpai di sekolah ini.
Mereka lebih fokus mengeluhkan masalah---Misal, kualitas murid-murid barunya yang semakin rendah, jumlah murid semakin berkurang, sulitnya merekrut guru berkualitas, sarana dan prasarana sekolah serba terbatas, banyak muridnya yang bermasalah dalam perilaku-- daripada mulai menata administrasi sekolah yang tanggap mengatasi duduk masalah yang tengah terjadi.
Sekolah menyerupai ini belum mempunyai pemahaman dan keterampilan menyusun seni administrasi yang relevan dengan kondisi kekinian dan tuntutan zaman yang terus berubah dengan cepat. Lemahnya akad dan konsistensi dalam memperbaiki sistem jadi masalah utama ‘sekolah kalah’. Karena itu pula mereka layak digelari sekolah ‘madesur’, masa depan suram.
Beda lagi dengan situasi yang terjadi di sekolah berstatus ‘belajar’. Mereka lebih menentukan sikap untuk keluar dari keterbatasan yang menimpa sekolah. Sebanyak apapun duduk masalah yang menimpa sekolah, sebanyak itulah tantangan yang bisa dikelola untuk melahirkan perubahan menuju sekolah yang lebih baik. Sikap mental pemenang yang luar biasa.
Karena jikalau pun sekolah lebih memercayai hal-hal negatif yang menimpa, bukankah kita hanya menambah beban dalam kehidupan sekolah? Maka, mulailah melangkah untuk menciptakan perubahan di sekolah.
Sekolah di kuadran ‘belajar’ mempunyai pemahaman ihwal pentingnya seni administrasi yang tepat dan planning tindakan yang disusun menurut data dan fakta, bukan sekedar intuisi tak berdasar. Semua elemen sekolah—Pengurus yayasan, kepala sekolah, guru, orangtua murid—benar – benar sadar untuk melaksanakan proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan perbaikan yang berkelanjutan.
Karena hanya dengan cara itu, harapan perubahan yang diidamkan sekolah bisa terwujud. Walau tingkat pencapaian keberhasilan belum optimal, namun tingkat pemahaman sekolah atas pentingnya seni administrasi dan tindakan penentu hasil sangat tinggi. Konsekuensinya, kemungkinan sekolah mengulang keberhasilan sangat besar.
Mungkinkah sekolah sederhana berlokasi di pelosok desa berpeluang menjadi sekolah nasional terbaik? Sangat mungkin. Syaratnya, konsisten menerapkan standar administrasi mutu yang memastikan pencapaian keberhasilan sekolah bisa diukur dan dievaluasi setiap waktu. Tak ada pihak yang mencurigai prestasi dan reputasi sekolah alasannya semua sudah direncanakan dengan sangat baik.
Apa yang terjadi di kemudian hari? Sekolah di kuadran ‘memimpin’ mengalami tingkat pencapaian hasil yang tinggi serta mempunyai pemahaman yang tinggi pula terhadap pentingnya seni administrasi dan tindakan penentu hasil yang efektif. Sama persis dengan sekolah di kuadran ‘belajar’, kemungkinan sekolah mengulang keberhasilan semakin besar.
Sekolah favorit perlu merenungi kembali sebuah pemikiran hebat bahwa kesuksesan yakni kegagalan. Mengapa demikian? Karena kita menjadi lebih gampang lupa diri ketika berada dalam kondisi sangat sukses. Kesuksesan pada kenyataannya menyebarkan rasa puas diri. Yang paling berbahaya sanggup menjadikan sikap arogansi. Ketika kita benar-benar sukses, sering kali kita jatuh cinta pada diri sendiri.
Hal yang sama berlaku pada institusi berjulukan sekolah. Sekolah berhenti berinovasi, bekerja keras, mengambil resiko, dan mulai bersandar pada kesuksesan yang sudah diraih. Sekolah bisa jadi lebih defensif dan menghabiskan banyak energi untuk melindungi kesuksesan mereka, alih-alih mempertahankan hal-hal baik yang mengantarkan sekolah menuju puncak kesuksesan.
Sekolah yakni institusi terhormat yang musti mengedukasi masyarakat. Bukan menipu dan mengaburkan makna ‘favorit’ yang cenderung mengedepankan pencitraan secara sepihak. Jangan gunakan istilah ‘favorit’ untuk sekadar mengeruk laba dari orangtua murid yang awam ihwal makna tersebut.
Berjuanglah menjadi sekolah di kuadran ‘belajar’ dan ‘memimpin’. Itulah cara terbaik membangun reputasi sebagai sekolah yang bisa melayani pendidikan formal bagi masyarakat. Ingatlah, kesuksesan yakni kegagalan. Agar tak merasa sudah di puncak kesuksesan, bertanyalah setiap saat, seberapa pantas sekolah kita digelari sukses dan terfavorit?
---
Sumber: [ROL/berita/pendidikan]
Sumber http://magister-pendidikan.blogspot.com
0 Response to "✔ Mengkritisi Sekolah Favorit"
Posting Komentar