Skripsi Tinjauan Aturan Islam Terhadap Implementasi Pembiayaan Ijarah
(KODE : HKM-ISLM-0004) : SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN IJARAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam ialah agama yang bersifat universal yang memuat banyak sekali dilema kehidupan manusia, baik diungkapkan secara global maupun secara rinci. Adapun substantif dari pemikiran Islam yang diturunkan Allah S.W.T. kepada Rasulullah S.A.W., terbagi kepada tiga pilihan, yakni aqidah, syariah dan akhlak.
Selain itu, pemikiran Islam juga mengatur sikap manusia, baik dalam kaitannya sebagai mahluk dengan Tuhannya maupun kaitannya sebagai sesama mahluk, maka sebagai konsekuensi logis dari hal ini ialah bahwa fiqih pun terbagi menjadi dua, yakni fiqih ibadah dan fiqih mu'amalah. Makara fiqih ibadah ialah tafsiran ulama atas perintah dan larangan dalam bidang ibadah, sedangkan fiqih mu'amalah ialah tafsiran ulama atas perintah dan larangan dalam bidang mu'amalah. Ibadah ialah syariah yang mengatur hubungan antara insan dengan Tuhannya, sedangkan mu'amalah ialah syariah yang mengatur hubungan antara antar sesama manusia.
Islam merupakan agama yang amat mengedepankan kemaslahatan. Sebagai al-din (way of life) yang tiba dari Allah, Pencipta manusia, tentunya syariah Islam yang diturunkan-Nya memperhatikan keperluan dan maslahat kehidupan insan dan seluruh makhluknya. Dalam merealisasikan pelaksanaan syariah Islam ini, para ulama dan cendekiawan muslim memainkan peranan yang amat penting semoga pemikiran Islam itu benar- benar sanggup dilaksanakan sebagaimana yang dikehendaki oleh pencipta syariah tersebut. Sebab semua tindakan insan dalam tujuannya mencapai kehidupan yang baik di dunia ini, harus tunduk kepada Allah dan RasulNya.
Dewasa ini masih terdapat anggapan bahwa Islam menghambat kemajuan. Beberapa kalangan meragukan Islam sebagai faktor penghambat pembangunan (an obstacle to economic growth). Pandangan ini berasal dari para pemikir Barat. Meskipun demikian, tidak sedikit intelektual muslim yang juga meyakininya.
Kesimpulan yang agak tergesa-gesa ini hampir sanggup dipastikan timbul lantaran kesalahan ritual, bukan sebagai suatu sistem yang komprehensif dan meliputi seluruh aspek kehidupan, termasuk perkara pembangunan ekonomi serta industri perbankan sebagai salah satu mayor penggerak roda perekonomian.
Manusia ialah khalifah dimuka bumi. Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah kepada sang khalifah semoga dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Oleh lantaran itu, syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir, mempunyai keunikan tersendiri. Syariah ini bukan saja menyeluruh atau komprehensif, tetapi juga universal. Karakter istimewa ini diharapkan lantaran tidak akan ada syariah lain yang tiba untuk menyempurnakannya.
Komprehensif berarti syariah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial (mu'amalah). Ibadah diharapkan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan insan dengan khaliq-Nya. Ibadah juga merupakan sarana untuk mengingatkan secara kontinu kiprah insan sebagai khalifah-NYA dimuka bumi ini. Adapun muamalah diturunkan untuk menjadi rules of the game atau aturan main insan dalam kehidupan sosial.
Universal bermakna syariah Islam sanggup diterapkan dalam setiap waktu dan daerah hingga masa yang akan datang. Universal ini tampak terang terutama pada bidang mu'amalah. Selain mempunyai cakupan luas dan fleksibel, mu'amalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan non muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali :
"Dalam bidang mu'amalah, kewajiban mereka ialah kewajiban kita dan mereka ialah hak kita".
Analisa yang dikemukakan oleh banyak pihak, terutama para pengamat ekonomi mengungkapkan bahwa krisis ekonomi yang mendera perekonomian nasional ialah tanggapan kegagalan sektor perjuangan besar yang selama ini banyak menerima perlindungan dari pemerintah. Perusahaan -perusahaan besar, tidak cukup untuk berpengaruh pondasinya untuk bertahan dari terpaan angin ribut krisis yang terjadi. Mereka mengalami kebangkrutan lantaran memang selama ini mereka menggantungkan sumber pendanaan pada faktor eksternal.
Dengan semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin meningkat pula permintaan/kebutuhan pendanaan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan. Namun, dana pemerintah yang bersumber dari APBN sangat terbatas untuk menutup kebutuhan dana diatas, risikonya pemerintah menggandeng dan mendorong pihak swasta untuk ikut serta berperan dalam membiayai pembangunan potensi ekonomi bangsa.
Indonesia, sebagai negara yang lebih banyak didominasi penduduknya bermacam-macam Islam, telah usang mendambakan kehadiran sistem forum keuangan yang sesuai tuntutan kebutuhan tidak sebatas finansial namun juga tuntutan moralitasnya.
Dikeluarkannya UU No. 10 Tahun 1998 wacana perubahan UU No. 7 Tahun 1992 wacana perbankan serta dikeluarkannya fatwa bunga bank haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2003 menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah. Baik dengan melaksanakan konversi system perbankan dari konsep konvensional menjadi syariah, ataupun pembukuan cabang syariah oleh bank-bank konvensional maupun pendirian BPRS. Hal ini dilakukan lantaran bank syariah terbukti mempunyai banyak sekali keunggulan dalam mengatasi dampak krisis ekonomi beberapa waktu yang lalu, serta mempunyai potensi pasar yang cukup besar, mengingat lebih banyak didominasi penduduk Indonesia ialah muslim dan masih banyaknya kalangan umat Islam yang enggan bekerjasama dengan perbankan yang memakai sistem ribawi.
Visi perbankan Islam umumnya ialah menjadi wadah terpercaya bagi masyarakat yang ingin melaksanakan investasi dengan sistem bagi hasil secara adil sesuai prinsip syariah. Memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak dan menawarkan maslahat bagi masyarakat luas ialah misi utama perbankan Islam.
Dalam ilmu ekonomi konvensional, motif acara ekonomi mengarah kepada pemenuhan harapan (wants) individu insan yang tak terbatas dengan memakai faktor faktor-produksi yang terbatas. Akibatnya, perkara utama ekonomi konvensional ialah kelangkaan (scarcity) dan pilihan (choices).
Dalam Islam, motif acara ekonomi lebih diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar (needs) yang tentu ada batasnya, meskipun bersifat dinamis sesuai tingkat ekonomi masyarakat pada ketika itu. Selain itu, kepuasan dalam Islam tidak hanya terbatas pada benda-benda faktual (materi), tetapi juga tergantung pada sesuatu yang bersifat abstrak, menyerupai amal saleh yang dilakukan manusia. Oleh lantaran itu, sikap ekonomi dalam Islam tidak didominasi oleh nilai alami yang dimiliki oleh setiap individu manusia, tetapi ada nilai di luar diri insan yang kemudian membentuk sikap ekonomi mereka, yaitu Islam itu sendiri yang diyakini sebagai tuntunan utama dalam hidup dan kehidupan manusia.
Para aktivis pemikiran ekonomi Islam membuatkan banyak sekali aturan untuk menjalankan perbankan dan keuangan berdasarkan prinsip syariah. Salah satu keistimewaan aturan Islam ialah bahwa ia menjadi manifestasi kehendak Tuhan yang pada waktu tertentu dalam sejarah, disampaikan kepada umat insan melalui Nabi Muhammad S.A.W., lantaran itu aturan Islam tidak bersandar pada otoritas pembuat aturan dunia manapun.
Definisi janji ijarah ialah pemanfaatan sesuatu yang dikehendaki dan diketahui, dengan memungut imbalan (uang sewa) yang ditentukan, dan penyewa boleh menggantikan pemanfaatan tersebut kepada orang lain. Ada beberapa ketentuan dalam ijarah, pemanfaatan yang berupa pengambilan/perusahaan bendanya ialah tidak termasuk ijarah yang sah, menyerupai menyewa kebun untuk diambil buahnya, menyewa kambing untuk diambil air susunya, dan lain sebagainya yang sepadan, juga menyewa kambing untuk diambil bulu dan anaknya, semua itu termasuk ijarah yang batal (tidak sah).
Disamping itu, lantaran ijarah itu merupakan suatu akad, maka segala hal yang disyaratkan yang menyangkut upah/uang sewa harus dipenuhi, apakah ditentukan dengan pembayaran kontan/ditentukan dengan pembayaran bertempo. Sebab orang-orang mukmin itu harus menepati syarat-syarat yang mereka tentukan sendiri.
Ijarah didefinisikan sebagai hak memanfaatkan asset dengan membayar imbalan tertentu. Hak kepemilikan tidak berubah, hanya hak guna saja yang berpindah dari yang menyewakan kepada penyewa.
Para ulama fiqih sepakat bahwa janji ijarah merupakan janji yang bersifat mengingat (lazim) lantaran ijarah merupakan janji tukar menukar (mu'awadlah) antara harta dengan manfaat. Sifat mengikat (luzum) tersebut berdasarkan para ulama fiqih merupakan prinsip dasar dari janji tukar menukar. Mereka mendasarkan pendapat tersebut pada firman Allah S.W.T : "Hai orang-orang yang beriman penuhilah atau laksanakan akad-akad kalian". Ayat ini memperlihatkan wajibnya memenuhi akad, risikonya apabila salah satu pihak membatalkan janji maka berarti tidak terlaksananya janji tersebut. Walaupun demikian para ulama beropini bahwa ijarah sanggup dibatalkan secara umum lantaran adanya cacat atau halangan-halangan (al-'adzar).
Dalam transaksi ijarah, bank menyewakan suatu asset yang sebelumnya telah dibeli oleh bank kepada nasabahnya untuk jangka waktu tertentu dengan jumlah sewa yang telah disetujui di muka.
Dalam konteks perbankan syariah, ijarah ialah lease contract dimana suatu bank/lembaga keuangan menyewakan peralatan (equipment) kepada salah satu nasabahnya berdasarkan pembebanan biaya yang sudah niscaya ditentukan secara niscaya sebelumnya (fixed charge).
Transaksi ijarah ditandai adanya pemindahan manfaat. Makara dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli. Namun perbedaan terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual-beli objek transaksinya ialah barang, maka pada ijarah objek transaksinya ialah jasa.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka topik ini jadi menarik dibahas, alasan inilah yang mendorong penulis untuk mengajukan penulisan skripsi dengan judul : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN IJARAH.
0 Response to "Skripsi Tinjauan Aturan Islam Terhadap Implementasi Pembiayaan Ijarah"
Posting Komentar