iklan banner

Skripsi Pgsd Keefektifan Penggunaan Model Mind Mapping Dalam Pembelajaran Ips Kelas Iii

(KODE : PENDPGSD-0036) : SKRIPSI PGSD KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MODEL MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN IPS KELAS III

 SKRIPSI PGSD KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MODEL MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN IPS KELAS III SKRIPSI PGSD KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MODEL MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN IPS KELAS III

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Di masa globalisasi, perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang sudah semakin modern harus diimbangi dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). SDM yang berkualitas akan bisa memanfaatkan perkembangan IPTEK semaksimal mungkin. Pendidikan sebagai sarana dan wahana yang sangat baik dalam pelatihan SDM yang berkualitas perlu mendapat perhatian, penanganan, dan prioritas secara baik oleh pemerintah, pengelola pendidikan, dan masyarakat.
Pendidikan merupakan hak setiap manusia, dan merupakan kewajiban bagi insan untuk mengikuti pendidikan. Berkaitan dengan hak dan kewajiban pendidikan bagi setiap manusia, di Indonesia telah diatur dalam UUD 1945 (Amandemen) Pasal 31 Ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak mendapat pendidikan, selanjutnya dalam Ayat 2 juga disebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Manusia dengan adanya pendidikan, akan bisa menyebarkan tumpuan pikir, dan kemampuan yang dimiliki, sehingga bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, dan bangsa.
Hal tersebut sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 1 bahwa : “Pendidikan yakni perjuangan sadar dan terpola untuk mewujudkan suasana berguru dan proses pembelajaran biar penerima didik secara aktif menyebarkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, watak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Munib, dkk (2011 : 34) juga beropini : "Pendidikan yakni perjuangan sadar dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi penerima didik biar mempunyai sifat atau watak sesuai dengan keinginan pendidikan". Lebih lanjut, Rusman (2012 : 201) menyatakan bahwa pendidikan hendaknya bisa mengkondisikan, dan memperlihatkan dorongan untuk sanggup mengoptimalkan dan membangkitkan potensi siswa, menumbuhkan acara serta daya cipta atau kreativitas, sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses pembelajaran. Pendidikan di Indonesia sanggup ditempuh melalui 3 jalur, yakni pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan Bab I Pasal 1 Ayat 2, pendidikan formal yakni "jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi". Pendidikan formal tersebut sanggup diselenggarakan melalui sekolah.
Pada hakikatnya, sekolah merupakan forum pendidikan formal yang menyediakan banyak kegiatan belajar, sehingga siswa sanggup memperoleh pengalaman pendidikan. Pendidikan diharapkan tidak hanya membentuk insan yang bermartabat saja, tetapi juga bisa menjadi pilar peradaban bangsa yang bermartabat. Oleh sebab itu, pendidikan mempunyai peranan penting dalam mencapai tujuan nasional menyerupai yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab II Pasal 3 yaitu : 
Pendidikan nasional berfungsi menyebarkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi penerima didik biar menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Demi tercapainya fungsi dan tujuan pendidikan tersebut, maka pendidikan di Indonesia harus dilaksanakan sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan. Kurikulum dibuat biar tujuan pendidikan sanggup terealisasi dan tercapai sempurna sasaran. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 wacana Sisdiknas Bab I Pasal 1 Ayat 19 menyatakan bahwa : 
Kurikulum yakni seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan materi pelajaran, serta cara yang dipakai sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum pendidikan dasar (SD/MI/SLB) dan menengah berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 wacana Sisdiknas Bab X Pasal 37 Ayat 1, wajib memuat 10 mata pelajaran, salah satunya yakni Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Susanto (2013 : 137) menyatakan bahwa, IPS merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji aneka macam disiplin ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar insan yang dikemas secara ilmiah dalam rangka memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada siswa, khususnya di tingkat dasar dan menengah.
IPS dikenal sebagai mata pelajaran yang mempunyai cakupan materi yang luas, sehingga pembelajaran IPS harus dikemas dalam pembelajaran yang menarik. Proses pembelajaran IPS yang masih berpusat pada guru dan memonopoli tugas sebagai sumber informasi, sudah sepantasnya diubah dengan menerapkan metode atau model pembelajaran yang bervariasi. Hal ini sesuai dengan proses pembelajaran yang dimaksudkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 wacana Standar Proses yang menjelaskan bahwa : Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi penerima didik untuk berpartisipasi aktif, serta memperlihatkan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis penerima didik.
Kenyataannya, masih banyak guru yang melakukan pembelajaran IPS dengan memakai metode pembelajaran yang cenderung monoton, yaitu masih memakai pembelajaran konvensional berupa metode ceramah dan tanya jawab yang berpusat pada guru. Dalam situasi tersebut, maka tugas guru dan buku-buku teks masih merupakan sumber berguru yang sangat utama. Siswa hanya berperan sebagai objek berguru yang harus bisa menghafal semua materi yang telah disampaikan oleh guru. Cara-cara yang demikian cenderung membuat siswa lebih bersikap apatis, baik terhadap mata pelajaran itu sendiri maupun terhadap gejala-gejala sosial yang terjadi di dalam masyarakat.
Metode ceramah memang memudahkan guru dalam memberikan materi pelajaran, tetapi di sisi lain kurang sanggup mengaktifkan siswa dan sanggup membuat siswa cepat bosan terhadap proses pembelajaran. Terlebih lagi, pembelajaran yang memakai metode ceramah cenderung mengarahkan siswa untuk mencatat materi yang telah atau akan disampaikan oleh guru. 
Kegiatan pembelajaran yang demikian, berdasarkan Windura (2013 : 21-3) hanya melibatkan satu belahan otak saja, yaitu belahan otak kiri. Padahal pada kenyataannya, otak mempunyai sifat untuk selalu menyeimbangkan kedua belahannya. Sifat menyeimbangkan otak ini ditunjukkan ketika keadaan sedang jenuh. Ketika siswa yang sudah kelebihan beban otak kirinya ketika berguru di kelas, maka otak kanan juga akan menyeimbangkannya dengan beberapa hal, yaitu : (1) menggambar atau mencoret-coret apa saja yang sesuai dengan lamunannya; (2) melamunkan sesuatu, kemudian mengajak bercerita teman di sebelahnya mengenai lamunannya; (3) tidak konsentrasi; (4) bosan; (5) mengantuk; dan (6) tidur. Oleh sebab itu, guru perlu memakai metode atau model pembelajaran lain yang dalam proses pembelajaran bisa melibatkan kedua belahan otak dalam berpikir, sehingga sanggup mengingat gosip jauh lebih gampang dan pembelajaran menjadi lebih kondusif.
Permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran IPS juga dialami SD (SD) Negeri X khususnya kelas III. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas III SD Negeri X diperoleh gosip bahwa hasil berguru siswa pada Ulangan Akhir Semester (UAS) semester gasal kurang optimal, dari 27 siswa, 33% diantaranya masih mendapat nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan yaitu 70. Setelah dianalisis, keadaan demikian didasarkan oleh beberapa penyebab, yaitu : (1) model pembelajaran yang dipakai dalam proses pembelajaran IPS masih memakai metode konvensional, dan berpusat pada guru; (2) penggunaan metode pembelajaran lebih menitikberatkan pada aspek kognitif saja, sehingga pengembangan aspek afektif, dan psikomotorik siswa belum optimal; dan (3) pada pelaksanaan pembelajaran IPS, guru jarang menerapkan model pembelajaran yang inovatif, dan masih terfokus pada kegiatan siswa yang berupa mencatat, serta menghafal materi pelajaran.
Berdasarkan permasalahan yang ada pada kelas tersebut, guru dituntut harus mempunyai kombinasi metode atau model pembelajaran lainnya, biar suasana pembelajaran menjadi lebih baik. Hal tersebut dikarenakan guru merupakan subjek yang sangat kuat terhadap keberhasilan pendidikan. Rusman (2012 : 58) menyatakan bahwa pada umumnya guru merupakan faktor penentu yang sangat lebih banyak didominasi dalam proses pendidikan, sebab guru memegang peranan dalam proses pembelajaran yang merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan. Dengan demikian, guru dituntut untuk menguasai aneka macam kompetensi, salah satunya yaitu kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan mengelola pembelajaran yang mencakup pemahaman terhadap siswa, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya (Chatib, 2013 : 28). Guru harus mengerti dan bisa mempraktikkan konsep pedagogik yang efektif biar tujuan pendidikan tercapai.
Berdasarkan permasalahan dalam proses pembelajaran IPS yang terjadi pada kelas III SD Negeri X maka dibutuhkan suatu upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran IPS. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, yaitu dengan berinovasi memakai model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik perkembangan siswa, dan materi pembelajaran. Model pembelajaran tersebut tentunya yang bisa melibatkan kedua belahan otak selama proses pembelajaran berlangsung. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, akan diujicobakan dengan menerapkan model pembelajaran Mind Mapping.
Mind Mapping berdasarkan Buzan (2013 : 4) merupakan "cara termudah untuk menempatkan gosip ke dalam otak dan mengambil gosip ke luar dari otak". Melalui Mind Mapping, siswa memetakan konsep-konsep ilmu yang diperoleh dari buku pada selembar kertas dalam bentuk simbol-simbol, kata-kata, gambar, serta garis-garis dengan aneka macam warna sehingga dalam hal ini siswa membuat media berguru sendiri. 
Swadarma (2013 : 7) menyebutkan bahwa Mind Mapping bekerja dengan memadukan dan menyebarkan potensi kerja kedua belahan otak dalam proses belajar, sehingga menjadi gampang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik melalui goresan pena maupun lisan. Mind Mapping memadukan dan menyebarkan potensi kerja otak yang terdapat dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak, maka akan memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk, dan sebagainya, memudahkan otak dalam menyerap gosip yang diterima. Hal tersebut menjadikan siswa sanggup memahami materi pelajaran secara lebih mendalam dan mengingatnya lagi dengan mudah. Selain itu, melalui model pembelajaran Mind Mapping, siswa bisa berperan aktif dan berhubungan dalam membangun pengetahuannya. 
Dengan demikian, model pembelajaran Mind Mapping diharapkan bisa meningkatkan hasil berguru siswa. Oleh sebab itu, peneliti bermaksud untuk memakai model pembelajaran Mind Mapping pada pembelajaran IPS materi sejarah uang dan penggunaan uang sesuai kebutuhan biar sanggup membuat siswa bisa memahami materi serta mengingat materi pembelajaran dengan mudah. Melalui model pembelajaran Mind Mapping, diharapkan siswa sanggup membangun pengetahuan dan pemahaman terhadap materi sejarah uang dan penggunaan uang sesuai kebutuhan yang sebagian besar berisi wacana hafalan.
Keberhasilan penggunaan model pembelajaran Mind Mapping telah dibuktikan oleh penelitian terdahulu. Setyaningrum dari Universitas Negeri Yogyakarta telah menunjukan keefektifan Mind Mapping pada tahun 2012 dengan judul penelitian "Penerapan Metode Mind Map untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Tunarungu Kelas 3 di SLB As-Syifa Lombok Timur". Berdasarkan penelitian tersebut sanggup disimpulkan bahwa penerapan Mind Mapping terbukti efektif dalam meningkatkan hasil berguru siswa kelas 3 SLB As-Syifa Lombok Timur. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswi dari Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, Subiyati (2012) dengan judul "Perbedaan Pengaruh Penggunaan Metode Mind Map dan Metode Ceramah terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD Negeri Keputran A Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012", yang menyatakan bahwa penerapan Mind Mapping terbukti efektif dalam meningkatkan hasil berguru IPS siswa. Hasil tersebut menjadi bukti empiris terhadap penerapan model pembelajaran Mind Mapping di kelas untuk menuntaskan masalah-masalah pembelajaran.  
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul "KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MODEL MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN IPS PADA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI X". Dengan harapan, peneliti sanggup membandingkan hasil berguru siswa antara pembelajaran yang memakai model pembelajaran Mind Mapping dan pembelajaran konvensional.


Sumber http://gudangmakalah.blogspot.com

0 Response to "Skripsi Pgsd Keefektifan Penggunaan Model Mind Mapping Dalam Pembelajaran Ips Kelas Iii"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel