Mengenal Kebijakan Proteksionisme Dalam Perekonomian Dan Perdagangan
Terpilihnya Donald J. Trump sebagai Presiden Amerika Serikat ke-45 dalam pemilihan umum yang berlangsung pada Nopember 2016 melahirkan diskusi yang menarik, khususnya di bidang perekonomian. Selain menyatakan akan keluar dari pakta kerjasama the Trans-Pacific Partnership (TPP) dimana Amerika Serikat merupakan lokomotif utamanya, Trump juga berjanji untuk lebih mengedepankan kepentingan Amerika Serikat dalam hal perdagangan dan perekonomian.
Dengan kata lain, kebijakan ekonomi yang bersifat proteksionisme akan menjadi fokus utama pemerintahan Amerika Serikat beberapa tahun kedepan.
Melihat besarnya efek Amerika Serikat di kancah perekonomian global, maka kebijakan yang diambil oleh Amerika Serikat tentu akan membawa dampak yang relatif besar bagi perekonomian negara-negara lain.
Oleh karenanya, pada artikel ini kita akan mempelajari perihal sistem proteksionisme dalam perekonomian, serta implikasinya terhadap kerjasama perdagangan antar negara.
Pada prinsipnya, sistem proteksionisme dalam kebijakan ekonomi dan perdagangan didasarkan pada sudut pandang yang menyatakan bahwa produsen dalam negeri harus diutamakan terlebih dahulu dikala berkompetisi dengan produsen asing.
Adapun aturan-aturan dalam proteksionisme mencakup pemberlakuan tarif dan bea masuk, pembatasan kuota barang dan/atau jasa dari luar negeri, subsidi bagi produk dalam negeri, serta pemberlakuan standar-standar tertentu untuk produk absurd (Rothbard, Murray, Protectionism and the Destruction of Prosperity, 1986).
Menurut catatan, Perancis merupakan negara pertama yang menerapkan sistem proteksionisme pada abad 1560’an. Pada saaat itu pemerintah Perancis berupaya untuk melindungi produk sutera domestik dari persaingan dengan produsen luar negeri.
Secara konseptual, terdapat beberapa alasan terkait penerapan kebijakan proteksionisme, diantaranya:
Selain faktor-faktor diatas, ada pula faktor non-ekonomi yang menjadi alasan suatu pemerintah menerapkan kebijakan proteksionisme, terutama dari perspektif politik. Dalam hal ini kebijakan proteksionisme semata-mata digunakan sebagai alat untuk memenangkan bunyi rakyat dalam suatu pemilihan umum atau dikala suatu pemerintah mulai goyah akhir kebijakan-kebijakan yang tidak sempurna sasaran.
Karena alasan yang digunakan bersifat politis, maka seringkali hal tersebut tidak dilandasi dengan analisa-analisa ekonomi yang kuat.
Lebih lanjut, sistem proteksionisme sering dikait-kaitkan sebagai kutub berlawanan dari sistem perdagangan bebas (free-trade regime). Tidak sanggup dipungkiri bahwa kampanye perdagangan bebas mengakibatkan banyak kontradiksi dari sebagian masyarakat, baik terkait dengan keadilan dan distribusi pendapatan (income distribution and equality), duduk kasus imigrasi, pengukuhan hak atas kekayaan intelektual (intellectual property rights), dan sebagainya.
Mengingat bahwa kebijakan proteksionisme merupakan wewenang suatu pemerintahan negara, maka tidak ada bentuk baku atau standar yang menjadi teladan (benchmark) dalam implementasinya. Kebijakan tersebut hanya akan terlihat dikala sudah ada pemberlakukan peraturan tertulis yang membatasi terjadinya persaingan produk domestik dengan produk impor melalui instrumen kebijakan tertentu.
Tidak sedikit studi yang menyebutkan bahwa penerapan kebijakan proteksionisme tidak akan efektif dalam jangka panjang dan justru berpotensi membahayakan perekonomian domestik. Salah satu studi tersebut menyatakan bahwa inefisensi ekonomi sanggup terjadi akhir adanya pembatasan persaingan.
Disamping itu, jikalau pelaksanaan kebijakan proteksionisme dilakukan melalui subsidi, maka akan terjadi penambahan pengeluaran pemerintah yang diambil dari anggaran negara (Coughlin Cletus, Alec Chrystal, and Geoffrey Wood, Protectionist Trade Policies: A Survey of Theory, Evidence and Rationale, Federal Reserve Bank of St. Louis, January/February, 1988).
Sebagai penutup, penerapan kebijakan proteksionisme dilandasi oleh bermacam alasan, baik yang bersifat ekonomi maupun non-ekonomi; dan ibarat kebijakan ekonomi lainnya, kebijakan proteksionisme juga membawa konsekuensi yang beragam. **
ARTIKEL TERKAIT :
Kartel, Struktur Pasar Monopolistik, dan Inefisiensi Ekonomi
Konsep Purchasing Power Parity dan Pemanfaatannya dalam Perdagangan dan Pasar Uang
Sekilas perihal the Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)
Menelisik Hubungan Kerjasama ASEAN-Amerika Serikat Sumber http://www.ajarekonomi.com
Dengan kata lain, kebijakan ekonomi yang bersifat proteksionisme akan menjadi fokus utama pemerintahan Amerika Serikat beberapa tahun kedepan.
Melihat besarnya efek Amerika Serikat di kancah perekonomian global, maka kebijakan yang diambil oleh Amerika Serikat tentu akan membawa dampak yang relatif besar bagi perekonomian negara-negara lain.
Oleh karenanya, pada artikel ini kita akan mempelajari perihal sistem proteksionisme dalam perekonomian, serta implikasinya terhadap kerjasama perdagangan antar negara.
Pada prinsipnya, sistem proteksionisme dalam kebijakan ekonomi dan perdagangan didasarkan pada sudut pandang yang menyatakan bahwa produsen dalam negeri harus diutamakan terlebih dahulu dikala berkompetisi dengan produsen asing.
Adapun aturan-aturan dalam proteksionisme mencakup pemberlakuan tarif dan bea masuk, pembatasan kuota barang dan/atau jasa dari luar negeri, subsidi bagi produk dalam negeri, serta pemberlakuan standar-standar tertentu untuk produk absurd (Rothbard, Murray, Protectionism and the Destruction of Prosperity, 1986).
Menurut catatan, Perancis merupakan negara pertama yang menerapkan sistem proteksionisme pada abad 1560’an. Pada saaat itu pemerintah Perancis berupaya untuk melindungi produk sutera domestik dari persaingan dengan produsen luar negeri.
Secara konseptual, terdapat beberapa alasan terkait penerapan kebijakan proteksionisme, diantaranya:
- Melindungi industri-industri kecil (UMKM/SMEs) dan industri gres (startup industries) dari persaingan dengan produk sejenis di pasar. Pada umumnya, untuk sanggup bersaing dengan produk-produk asing, maka industri kecil dan industri yang gres bangkit diberikan insentif dan dispensasi dalam hal pajak serta biaya produksi. Meski begitu, praktik proteksionisme ibarat ini sanggup membawa dampak negatif, adalah mereduksi penemuan dan efisiensi produksi. Selain itu, industri akan cenderung bergantung pada santunan pemerintah, sehingga tidak mempunyai daya saing.
- Proteksionisme juga dimanfaatkan sebagai alat tawar-menawar dengan kawan dagang, dengan tujuan untuk mengurangi margin laba kawan dagang tersebut. Metode yang diterapkan biasanya dengan menurunkan harga produk absurd yang masuk dalam wilayah suatu negara.
- Kebijakan proteksionisme diterapkan untuk mengantisipasi praktik-praktik dagang yang berlawanan, contohnya dumping (menjual produk yang sama dengan harga yang lebih murah di pasar ekspor dibandingkan dengan pasar domestik).
- Proteksionisme juga diberlakukan dengan maksud untuk mengurangi impor yang terlau besar pada produk-produk tertentu.
Selain faktor-faktor diatas, ada pula faktor non-ekonomi yang menjadi alasan suatu pemerintah menerapkan kebijakan proteksionisme, terutama dari perspektif politik. Dalam hal ini kebijakan proteksionisme semata-mata digunakan sebagai alat untuk memenangkan bunyi rakyat dalam suatu pemilihan umum atau dikala suatu pemerintah mulai goyah akhir kebijakan-kebijakan yang tidak sempurna sasaran.
Karena alasan yang digunakan bersifat politis, maka seringkali hal tersebut tidak dilandasi dengan analisa-analisa ekonomi yang kuat.
Lebih lanjut, sistem proteksionisme sering dikait-kaitkan sebagai kutub berlawanan dari sistem perdagangan bebas (free-trade regime). Tidak sanggup dipungkiri bahwa kampanye perdagangan bebas mengakibatkan banyak kontradiksi dari sebagian masyarakat, baik terkait dengan keadilan dan distribusi pendapatan (income distribution and equality), duduk kasus imigrasi, pengukuhan hak atas kekayaan intelektual (intellectual property rights), dan sebagainya.
Mengingat bahwa kebijakan proteksionisme merupakan wewenang suatu pemerintahan negara, maka tidak ada bentuk baku atau standar yang menjadi teladan (benchmark) dalam implementasinya. Kebijakan tersebut hanya akan terlihat dikala sudah ada pemberlakukan peraturan tertulis yang membatasi terjadinya persaingan produk domestik dengan produk impor melalui instrumen kebijakan tertentu.
Tidak sedikit studi yang menyebutkan bahwa penerapan kebijakan proteksionisme tidak akan efektif dalam jangka panjang dan justru berpotensi membahayakan perekonomian domestik. Salah satu studi tersebut menyatakan bahwa inefisensi ekonomi sanggup terjadi akhir adanya pembatasan persaingan.
Disamping itu, jikalau pelaksanaan kebijakan proteksionisme dilakukan melalui subsidi, maka akan terjadi penambahan pengeluaran pemerintah yang diambil dari anggaran negara (Coughlin Cletus, Alec Chrystal, and Geoffrey Wood, Protectionist Trade Policies: A Survey of Theory, Evidence and Rationale, Federal Reserve Bank of St. Louis, January/February, 1988).
Sebagai penutup, penerapan kebijakan proteksionisme dilandasi oleh bermacam alasan, baik yang bersifat ekonomi maupun non-ekonomi; dan ibarat kebijakan ekonomi lainnya, kebijakan proteksionisme juga membawa konsekuensi yang beragam. **
ARTIKEL TERKAIT :
Kartel, Struktur Pasar Monopolistik, dan Inefisiensi Ekonomi
Konsep Purchasing Power Parity dan Pemanfaatannya dalam Perdagangan dan Pasar Uang
Sekilas perihal the Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)
Menelisik Hubungan Kerjasama ASEAN-Amerika Serikat Sumber http://www.ajarekonomi.com
0 Response to "Mengenal Kebijakan Proteksionisme Dalam Perekonomian Dan Perdagangan"
Posting Komentar