iklan banner

Penyelesaian Sengketa Lingkungan


Resolving environmental dispute through court litigation often ends up with failure. As a consequence, society in cooperation with Non-Governmental Organization (NGO) and environmental organization prefer to use Alternative Dispute resolution (ADR) to resolve environmental dispute. In this regard, mediation is often chosen by the - and fast dispute resolution process. However, Indonesian law has not adequately accommodated the use of ADR in environmental dispute. As a consequence, the problem of legal certainty often comes up. In order to overcome this situation, it is important to develop a mediation process that ensures the legal certainty for both of the disputants. This can be done by developing a mediation lembaga which is legalized by court.


Prosedur penyelesaian sengketa lingkungan yang dimungkinkan oleh perangkat hukum, yaitu: 1) Preventif, yang dilakukan sebelum pencemaran terjadi (PP No. 27/1999 Tentang Amdal); 2) Represif, yang gres dilakukan sehabis pencemaran atau perusakan terjadi (Pasal 30 (1) UU No.23/1997).

Penyelesaian sengketa lingkungan masih tunduk pada 2 jenis dasar hukum, yaitu berperkara di pengadilan (Pasal 20(1), Pasal 34-39 UU No. 23/1997 jo. Pasal 1365 BW) dan musyawarah di luar pengadilan (Pasal 20(2), Pasal 31-33 UU No. 23/1997), yaitu penyelesaian sengketa lingkungan alternatif.

Penyelesaian sengketa LH melalui pengadilan yaitu dimana salah satu pihak yang sedang bersengketa mengajukan somasi melalui pengadilan, dan meminta hakim untuk menyidik dan memberi keputusan wacana siapa yang harus bertanggungjawab dalam sengketa tersebut. Proses ini merupakan suatu proses panjang, dan dalam sengketa lingkungan memerlukan cara pembuktian yang sangat rumit.

Kesulitan utama bagi korban pencemaran sebagai penggugat: Pertama, menerangkan unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 1365 BW, terutama unsur kesalahan (schuld) dan unsur relasi kausal. Terlebih menerangkan pencemaran lingkungan secara ilmiah. Kedua, persoalan beban pembuktian yang berdasarkan Pasal 1865 BW/Pasal 163 HIR-Pasal 283 R.Bg. merupakan kewajiban penggugat, sedangkan korban pencemaran pada umumnya awam soal aturan dan berada pada posisi ekonomi lemah.

Kesulitan tersebut dijawab oleh pasal 35 UU No. 23/1997 melalui asas tanggungjawab mutlak (strict liability) sehingga unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian. Pasal ini menerapkan asas tanggung jawab mutlak terbatas pada sengketa lingkungan akhir acara perjuangan yang: a. Menimbulkan efek besar dan penting terhadap lingkungan hidup; b. Menggunakan materi berbahaya dan beracun (B-3), dan/atau c. Menghasilkan B-3.

Sesuai pasal 30-33 UU PLH, penyelesaian sengketa lingkungan hidup sanggup di luar pengadilan dengan mediasi memakai jasa pihak ketiga, dan outputnya yaitu ganti rugi ataupun tindakan pemulihan kerusakan lingkungan yang terjadi. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup. Apabila upaya penyelesaian di luar pengadilan tidak berhasil, gres sanggup melaksanakan somasi melalui pengadilan.

Gugatan legal standing merupakan somasi dimana penggugat tidak tampil di pengadilan sebagai penderita, tetapi sebagai organisasi mewakili kepentingan publik yaitu mengupayakan derma daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan hidup. Legal Standing pertama kali diakui oleh pengadilan Indonesia pada 1988 saat PN Jakarta Pusat mendapatkan somasi Yayasan WALHI terhadap 5 instansi pemerintah dan PT. Inti Indorayon Utama (PT. IIU). Kriteria organisasi untuk mengajukan somasi Legal Standing, yaitu: a) Berbentuk tubuh aturan atau yayasan; b) Dalam anggaran dasar organisasi disebutkan dengan tegas tujuan didirikannya organisasi tersebut yaitu untuk kepentingan publik; c) Melaksanakan acara sesuai dengan Anggaran Dasar-nya.

Gugatan class action yang dalam PERMA No. 1/2002 disebut sebagai somasi perwakilan kelompok yaitu suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan somasi untuk diri atau diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang mempunyai kesamaan fakta atau dasar aturan antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud. Jika dalam legal standing tuntutan ganti rugi bukan merupakan lingkup penggugat, dalam Class Action hal itu yaitu tuntutan dari penggugat.

Citizen Law Suit yaitu saluran orang perorangan warga negara untuk kepentingan keseluruhan warga negara atau kepentingan publik termasuk kepentingan lingkungan mengajukan somasi di pengadilan guna menuntut biar pemerintah melaksanakan penegakan aturan yang diwajibkan kepadanya atau untuk memulihkan kerugian publik yang terjadi.

Sumber http://jubahhukum.blogspot.com

0 Response to "Penyelesaian Sengketa Lingkungan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel