iklan banner

Tahap Pembungaan

Pembungaan (flowering)

Proses pembungaan mengandung sejumlah tahap penting, yang semuanya harus berhasil dilangsungkan untuk memperoleh hasil simpulan yaitu biji. Masing-masing tahap tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal yang berbeda.

1. Induksi bunga (evokasi)
Adalah tahap pertama dari proses pembungaan, yaitu suatu tahap ketika meristem vegetatif diprogram untuk mulai berkembang menjadi meristem reproduktif.
Terjadi di dalam sel.
Dapat dideteksi secara kimiawi dari peningkatan sintesis asam nukleat dan protein, yang diharapkan dalam pembelahan dan diferensiasi sel.
2. Inisiasi bunga
Adalah tahap ketika perubahan morfologis menjadi bentuk kuncup reproduktif mulai sanggup terdeteksi secara makroskopis untuk pertama kalinya.
Transisi dari tunas vegetatif menjadi kuncup reproduktif ini sanggup dideteksi dari perubahan bentuk maupun ukuran kuncup, serta proses-proses selanjutnya yang mulai membentuk organ-organ reproduktif.
3. Perkembangan kuncup bunga menuju anthesis (bunga mekar)
Ditandai dengan terjadinya diferensiasi bagian-bagian bunga.
Pada tahap ini terjadi proses megasporogenesis dan mikrosporogenesis untuk penyempurnaan dan pematangan organ-organ reproduksi jantan dan betina.
4. Anthesis
Merupakan tahap ketika terjadi pemekaran bunga.
Biasanya anthesis terjadi bersamaan dengan masaknya organ reproduksi jantan dan betina, walaupun dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Ada kalanya organ reproduksi, baik jantan maupun betina, masak sebelum terjadi anthesis, atau bahkan jauh sehabis terjadinya anthesis.
Bunga-bunga bertipe dichogamy mencapai kemasakan organ reproduktif jantan dan betinanya dalam waktu yang tidak bersamaan.
5. Penyerbukan dan pembuahan
Tahap ini menunjukkan hasil terbentuknya buah muda. Detil dari proses penyerbukan dan pembuahan akan dijelaskan pada cuilan tersendiri.
6. Perkembangan buah muda menuju kemasakan buah dan biji
Tahap ini diawali dengan pembesaran bakal buah (ovarium), yang diikuti oleh perkembangan cadangan masakan (endosperm), dan selanjutnya terjadi perkembangan embryo.
Pembesaran buah merupakan imbas dari pembelahan dan pembesaran sel, yang mencakup tiga tahap:
Tahap pertama :
Terjadi peningkatan penebalan pada pericarp oleh adanya pembelahan sel.
Tahap kedua :
Terjadi pembentukan dan pembesaran vesikel lembap (juice vesicle); biasanya terjadi pada buah-buah fleshy
Tahap ketiga :
Tahap pematangan, biasanya terjadi pengkerutan jaringan dan pengerasan endocarp pada buah-buah dry
Selama tahap-tahap ini terjadi pula akumulasi air dan gula, hingga pada tahap ketiga buah telah mengandung 80-90% air dan 2-10-20% gula.


Contoh : Tahap perkembangan organ reproduksi E. pellita (Ratnaningrum, 2001)

Tahap perkembangan Waktu
Phase 1: Inisiasi bunga dan perkembangan kuncup bunga
Tahap 1 Diferensiasi tunas reproduktif membentuk tangkai dan kuncup perbungaan 29 hari
Tahap 2 Pembesaran dan pembengkakan kuncup ke ukuran maksimal 17 hari
Tahap 3 Gugurnya selubung kuncup, sehingga terbentuklan perbungaan dengan 7 bunga tunggal 12 hari

Phase 2: Perkembangan bunga menuju anthesis
Tahap 1 Gugurnya selubung outer operculum 39 hari
Tahap 2 Pembengkakan bunga menuju ukuran maksimal 25 hari
Tahap 3 Perubahan warna dari hijau menjadi kuning terang 23 hari
Tahap 4 Anthesis terjadi lantaran terbukanya outer operculum 5 jam

Phase 3: Penyerbukan dan pembuahan
Tahap 1 Proses perkembangan dari anthesis menuju bunga terserbuki 5 hari
Tahap 2 Perubahan morfologis dari struktur bunga menjadi buah muda 19 hari

Phase 4: Perkembangan buah muda menuju kemasakan buah dan biji
Tahap 1 Pembesaran buah muda menuju ukuran maksimal 65 hari
Tahap 2 Perkembangan buah menuju kemasakan dan penyebaran biji 63 hari

T O T A L 302 hari

 
1a 1b 1c 1d

 
1e 1f 1g 1h

Phase 1: Inisiasi bunga dan perkembangan kuncup bunga
 
2a 2b 2c
 
2d 2e
 
2f 2g
 
2h 2I
 
2j 2k

Phase 2 : perkembangan bunga menuju anthesis
 
3a 3b 3c 3d

Phase 3 : Penyerbukan dan pembuahan

 
4a 4b

 
4c 4d 4e

Phase 4: Perkembangan buah muda menuju kemasakan buah dan biji


f. Faktor yang besar lengan berkuasa pada fase reproduktif
Pembungaan pada tumbuhan berkayu yaitu proses sangat kompleks yang mencakup banyak tahapan perkembangan. Karena sifatnya yang perenial (berumur panjang/menahun), pohon harus berinteraksi dengan kondisi lingkungan setiap waktu sepanjang tahun, dan pembungaan biasanya dihubungkan dengan perubahan iklim.
Proses pembungaan intinya merupakan interaksi dari imbas dua faktor besar, yaitu faktor eksternal (lingkungan) dan internal.



1. Faktor eksternal (lingkungan)
Suhu
Cahaya
Kelembaban
Unsur hara

2. Faktor internal
Fitohormon
Genetik

1. Faktor eksternal

Suhu
Pada spesies temperate dingin, suhu yang relatif tinggi pada animo panas dan awal animo gugur sepertinya sanggup merangsang inisiasi bunga. Fungsi suhu di sini yaitu mematahkan dormansi kuncup.
Pada spesies temperate hangat, subtropis dan tropis, pengurangan relatif pada suhu justru lebih bermanfaat (Matthews, 1963; Jackson dan Sweet, 1972; Menzel, 1983; Owens dan Blake, 1985; Southwick dan Davenport, 1986). Pada apokat suhu optimal untuk perkembangan bunga yaitu 25oC. Jika tumbuhan ditempatkan pada suhu 33oC sepanjang siang hari, selanjutnya akan terjadi penghambatan perkembangan bunga pada tahap diferensiasi tepung sari (Sedgley dkk, 1985b). Pada Acacia pycnantha suhu di atas 19oC menghambat baik mikrosporogenesis maupun makrosporogenesis (Sedgley, 1985a). Pada jeruk, suhu di atas 30oC dilaporkan telah merusak perkembangan kuncup bunga (Moss, 1969).
Suhu rendah menstimulir terjadinya perubahan contoh pembelahan meristem, dari apikal menjadi lateral. Penempatan tumbuhan pada suhu rendah yaitu penting untuk induksi dan inisiasi bunga dengan kebutuhan sekitar 300 jam pada 1,2oC (Amling dan Amling, 1983).
Suhu tinggi hingga batas ambang tertentu diharapkan oleh meristem lateral (primordia bunga) untuk mulai membentuk kuncup-kuncup bunga dan melangsungkan proses pembungaan.
Selisih antara suhu max di siang hari dengan suhu min di malam hari akan mempengaruhi proses terbentuknya bunga: selisih yang besar akan mempercepat terjadinya pembungaan. Namun fluktuasi suhu yang terlalu besar sanggup mengacaukan meiosis pada kuncup yang sedang berkembang pada tumbuhan larch, yang berakibat pada penurunan fertilitas biji (Barner dan Christiansen, 1960).
Suhu tinggi akan meningkatkan acara metabolik dalam badan tanaman: fotosintesis, asimilasi, dan akumulasi masakan untuk mensuplai energi pembungaan.

Curah hujan/kelembaban
Stres air sanggup memacu inisiasi bunga, terutama pada tumbuhan pohon tropis dan subtropis menyerupai leci dan jeruk (Menzel, 1983; Southwick dan Davenport, 1986). Pembungaan melimpah pada tumbuhan kayu tropis genus Shorea juga telah dihubungkan dengan terjadinya kekeringan pada periode sebelumnya (Burgess, 1972). Namun, hasil yang berlawanan telah teramati pada spesies iklim-sedang menyerupai pinus, apel dan zaitun.
Kebanyakan pembungaan di kawasan tropis terjadi dikala transisi dari animo hujan menuju kemarau
Pada animo hujan tumbuhan melaksanakan acara maksimal untuk menyerap hara dan air, biar sanggup mengakumulasikan cadangan masakan dan menyimpan energi sebanyak-banyaknya  → pertumbuhan vegetatif lebih dominan
Transisi menuju kemarau bekerjasama dengan meningkatnya intensitas cahaya, usang penyinaran dan suhu udara  → meningkatnya acara metabolik pada tanaman
Pembungaan di kawasan tropis merupakan respon terhadap turunnya status air dalam tanah
Air dan nitrogen melimpah  → titik tumbuh apikal aktif → pertumbuhan vegetatif dominan
Kandungan air menurun → suhu dalam tanah meningkat → acara meristem apikal menurun → terjadi mobilisasi energi dan cadangan masakan untuk membentuk meristem lateral

Cahaya
Cahaya mempengaruhi pembungaan melalui dua cara, yaitu intensitas cahaya dan fotoperiodisitas (panjang hari).
1. Intensitas Cahaya
Berhubungan dengan tingkat fotosintesis: sumber energi bagi proses pembungaan
Intensitas cahaya memiliki imbas yang lebih besar dan efeknya lebih konsisten dari pada panjang hari. Pengurangan intensitas cahaya akan mengurangi inisiasi bunga pada banyak spesies pohon (Matthews, 1963; Cain, 1971; Jackson dan Sweet, 1972; Puritch dan Vyse, 1972; Tromp, 1984; Sedgley, 1985a).
Peningkatan cahaya harian rata-rata telah dihubungkan dengan pembungaan yang melimpah pada dipterokarpa di Malaysia (Ng, 1977), dan menejemen kanopi pada pohon apel untuk memaksimalkan penetrasi cahaya sanggup menunjukkan imbas yang serupa (Barritt dkk, 1987). Kuncup bunga lebih banyak terbentuk pada ujung cabang/ranting yang mendapat cahaya matahari penuh.
Pada spesies monoesi dan dioesi, yang hanya memiliki bunga-bunga berkelamin-satu (single-sec), intensitas cahaya sanggup menunjukkan imbas yang berbeda pada inisiasi bunga betina dan jantan. Intensitas cahaya yang tinggi merangsang inisiasi bunga betina pada walnut dan pinus, sedangkan intensitas cahaya yang rendah, yang biasanya disebabkan oleh naungan kanopi, lebih merangsang terbentuknya bunga jantan (Matthews, 1963; Giertych, 1977; Ryugo dkk, 1980, 1985).
Giertych (1977) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang tinggi sanggup memacu pembungaan pada pinus dengan cara meningkatkan suhu dalam primordia.
2. Fotoperiodisitas (panjang hari)
Merupakan perbandingan antara lamanya waktu siang dan malam hari
Di kawasan tropis panjang siang dan malam hampir sama. Makin jauh dari equator (garis lintang besar), perbedaan antara panjang siang dan malam hari juga makin besar
Misalnya pada garis 60o LU:
Musim panas: siang hari hampir 19 jam, malam hari 5 jam
Musim dingin: siang hari hanya 6 jam, malam hari 18 jam
Sehubungan dengan fotoperiodisitas tersebut, pada daerah-daerah 4 musim, tumbuhan sanggup dibedakan menjadi:
Tanaman berhari pendek
Tanaman berhari panjang
Tanaman yang butuh hari pendek untuk mengawali pembungaannya, namun selanjutnya butuh hari panjang untuk melanjutkan proses pembungaan itu
Tanaman yang sanggup berbunga setiap waktu
Pada Picea glauca, pematahan sinar infra merah pada malam hari akan menghambat pembentukan kon betina, yang mengindikasikan bahwa pembungaan merupakan imbas dari hari-pendek (short-day) (Durzan dkk, 1979), dan imbas serupa telah teramati pada sejumlah spesies Pinus (Longman, 1961; Matthews, 1963; Puritch dan Vyse, 1972; Slee, 1977; Greenwood, 1978).
Aplikasi hari-pendek dengan penyinaran selama 8 jam akan meningkatkan inisiasi bunga pada Rhododendron (Criley, 1969). Pengaruh hari-pendek direncanakan untuk diaplikasikan pada spesies pohon temperate, mengingat bahwa inisiasi bunga secara normal terjadi pada animo gugur seiring dengan berkurangnya panjang hari.
Namun demikian, pembentukan kuncup bunga pada apel lebih berhasil dilakukan pada 14 jam penyinaran dibandingkan dengan 8 jam, yang mengindikasikan bahwa pada tumbuhan ini panjang hari di animo panas menunjukkan hasil yang berbeda konkret (Tromp, 1984). Pada Hibiscus syriacus subtropis, pembungaan sepertinya juga merupakan imbas hari-panjang (long-day) (Salisbury, 1982).

Unsur hara
Keberadaan unsur hara dalam tanah bekerjasama dengan ketersediaan suplai energi dan materi pembangun bagi proses pembentukan dan perkembangan bunga.
1. Carbon/protein ratio
Kuncup bunga terbentuk sehabis tumbuhan mencapai keseimbangan carbon/protein
Hal ini bekerjasama dengan kemampuan tumbuhan untuk melaksanakan asimilasi, akumulasi makanan, dan alokasi/distribusi hasil asimilasi
Panjang tunas merupakan faktor penting pada inisiasi bunga pecan. Tunas yang lebih panjang bisa memproduksi lebih banyak bunga secara konsisten dan membentuk lebih banyak polong, dibanding tunas yang lebih pendek yang telah berbunga dan berbuah pada tahun sebelumnya (Malstrom dan McMeans, 1982). Efek ini mungkin bekerjasama dengan peningkatan cadangan masakan pada tunas yang lebih panjang.
2. carbon/nitrogen ratio
Carbon sebagian besar diperoleh dari mobilisasi cadangan masakan dan hasil fotosintesis
Konsentrasi carbon yang tinggi memilih ketersediaan energi dan akumulasi masakan untuk pembentukan bunga
Nitrogen → Dampak positif: perluasan percabangan,
Dampak negatif: memacu pertumbuhan vegetatif
Secara umum, aplikasi pupuk terutama nitrogen meningkatkan pembungaan pada sebagian besar tumbuhan pohon (Sarvas, 1962; Matthews, 1963; Puritch dan Vyse, 1972; Pederick dan Brown, 1976; Weinbaum dkk, 1980; Edwards, 1986).

2. Faktor Internal

Fitohormon
Auxin
Merupakan respon terhadap cahaya
Disintesis di jaringan meristematik apikal (ujung)
Menstimulir terjadinya pembelahan pada meristem apikal  →  mempengaruhi proses perpanjangan ujung tanaman
Ethylene
Disintesis oleh daun
Diransfer ke tunas lateral → memulai proses induksi bunga
Cytokinin
Disintesis pada jaringan endosperm, ujung akar, dan xylem
Ditransfer ke daun melalui jaringan xylem
Berfungsi untuk meningkatkan energi metabolisme → ditransfer untuk membentuk kuncup-kuncup bunga
Mengendalikan proses translokasi → menjamin ketersediaan energi untuk pembungaan
Mematahkan dominansi apikal.
Berperan dalam memacu inisiasi bunga (Ramirez dan Hoad, 1978; Oslund dan Davenport, 1987) dan dijumpai pada level lebih tinggi pada akar Douglas-fir yang sedang berbunga, dibanding pohon yang tidak berbunga (Bonnett-Massimbert dan Zaerr, 1987).
Gibberellin
Disintesis pada primordia akar dan batang
Ditranslokasikan pada xylem dan floem
Menstimulir proses perpanjangan internodia dan buku-buku pada batang
Asam giberelik memiliki imbas penghambatan yang sangat kuat terhadap pembungaan aneka macam pohon angisperma termasuk tanaman-tanaman buah temperate, rhododendron, jeruk dan mangga (Criley, 1969; Jackson dan Sweet, 1972; Luckwill dan Silva, 1979; Guardiola dkk, 1982; Tomer, 1984). Pada Citrus sinensis, GA3 sanggup menyebabkan kuncup-kuncup dorman yang sebenarnya potensial berbunga kembali sepenuhnya ke tingkat vegetatif, hingga datang waktunya pembentukan kelopak bunga (Lord dan Eckard, 1987). Luckwill (1980) telah memperkenalkan sebuah model yang melibatkan giberelin pada pengendalian inisiasi bunga apel secara hormonal. Giberelin yang dihasilkan oleh biji-biji yang sedang berkembang dalam buah muda diduga telah menghambat pembentukan bunga, dan dengan demikian mengurangi pembungaan pada animo semi berikutnya.
Pada umumnya, zat penghambat-tumbuh, menyerupai Chlormequat Cycocel; (2-cloroethyl)trimethylammonium chloride, Alar dan TIBA (tri-iodobenzoic acid), mengurangi pertumbuhan vegetatif dan memacu pembungaan pada spesies pohon angiosperma (Cathey, 1964; Criley, 1969; Jackson dan Sweet, 1972; Luckwill dan Silva, 1979; Ramirez dan Hoad, 1984; Embree dkk, 1987).
Paclobutrazol yaitu salah satu penghambat biosistesis giberelin, yang dipakai pada pengurangan ukuran pohon, peningkatan produksi kuncup bunga, dan peningkatan panenan buah (Edgerton, 1985; Steffens dan Wang, 1985; Tukey, 1985; Bargioni dkk, 1986; Webster dkk, 1986; Embree dkk, 1987).
Gimnosperma sepertinya menunjukkan reaksi yang berbeda. Penghambat pertumbuhan telah meningkatkan pembungaan pada spruce Norwegia, namun hal ini tidak berlaku pada spesies konifer (Owens dan Blake, 1985; Bonnet-Massimbert dan Zaerr, 1987). Sebaliknya, Giberelin akan memacu pembungaan pada banyak gimnosperma termasuk Cryptomeria, Cupressus, Thuja, Thujopsis, Juniperus, Metasequoia, Taxodium, Chamaecyparis, Sequoia, Larix, Picea, Pinus, Pseudotsuga dan Tsuga (Hashizume, 1959; Matthews, 1963; Greenwood, 1977; Pharis dan Kuo, 1977; Owens dan Blake, 1985).
Penelitian terbaru telah memunculkan dugaan bahwa tipe giberelin mungkin merupakan faktor penting dalam respon fisiologis pada tanaman. Dengan demikian aspek imbas giberelin pada pembungaan tumbuhan berkayu menahun atau perenial membutuhkan pengamatan lebih lanjut, mengingat minimnya metode deteksi dan produksi giberelin dikala ini.


Genetik
Fase besar dalam siklus hidup tanaman, yaitu fase vegetatif dan fase reproduktif, banyak dipengaruhi oleh aneka macam prosedur yang merupakan kontrol genetik.

Fase vegetatif atau juvenil yaitu interval waktu selama tumbuhan tersebut belum bisa bereproduksi (membentuk biji). Secara alami periode ini berakhir sehabis 1 hingga 45 tahun tergantung pada spesies dan kondisi lingkungannya (Ng, 1977; Hackett, 1985 dalam Griffin dan Sedgley, 1989). Lamanya periode juvenil lebih dipengaruhi oleh kontrol genetik. Inheritance pada Betula telah teramati sebagai imbas poligen (Eriksson dan Johnsson, 1986 dalam Griffin dan Sedgley, 1989) dan kontrol gen mayor (Johnsson, 1949 dalam Griffin dan Sedgley, 1989), sedangkan pada pohon apel dan pir, faktor poligen memilih inheritance secara akumulatif (Visser, 1976 dalam Griffin dan Sedgley, 1989). Sejumlah huruf morfologis dan fisiologis mungkin sanggup dihubungkan dengan fase juvenil ini; menyerupai pembentukan duri pada jeruk, pesatnya pertumbuhan meninggi pada larch dan jeruk, susunan daun pada pistachio, bulu-bulu daun pada pecan, perbedaan bentuk, warna, kelekatan atau filotaksis dedaunan pada beberapa jenis ekaliptus dan pinus, dan kemampuan untuk memproduksi akar dan kuncup adventif (Longman, 1961; Soost dan Cameron, 1975; Crane dan Iwakiri, 1981; Hackett, 1985; Wetzstein dan Sparks, 1986; Greenwood, 1987 dalam Griffin dan Sedgley, 1989).
Fase juvenil diawali dengan pembukaan tunas dan perluasan sel meristem apikal. Semua proses yang berlangsung dalam badan tumbuhan ditujukan untuk pertambahan jumlah dan volume sel meristem pada titik-titik tumbuh tanaman. Pertumbuhan meninggi dan pembentukan tunas-tunas pucuk mendominasi proses pertumbuhan.
Transisi menuju tingkat remaja pada umumnya berlangsung secara bertahap, dan dalam satu pohon tertentu, tidak semua huruf juvenil berubah pada tahap yang sama. Beberapa jenis ekaliptus, menyerupai Eucalyptus pulverulenta, mempertahankan contoh daun juvenilnya sementara memasuki masa remaja yang bekerjasama dengan kemampuan pembentukan bunga.
Fase reproduktif yaitu masa ketika tumbuhan telah bisa membentuk organ-organ reproduksi dan melangsungkan proses reproduksi untuk membentuk biji. Fase ini terjadi sehabis pertambahan jumlah dan volume sel memadai (tanaman mencapai jumlah primordia tertentu yang memungkinkan tumbuhan untuk mulai berbunga), yang ditandai dengan stabilnya pembelahan sel: contoh pembelahan berubah untuk mulai membentuk meristem lateral. Tanaman memasuki fase reproduktif sehabis tercapainya suatu huruf genetik yang disebut size effect dan endogenous timing. Size effect yaitu ukuran tertentu yang bekerjasama dengan kemampuan tumbuhan mengatur penyerapan, suplai dan alokasi makanan. Endogenous timing yaitu umur tertentu yang secara genetis bekerjasama dengan kesiapannya untuk berbunga.



Terimakasih Sobat,, sudah berkunjung, jangan lupa di like yah atau tinggalkan pesan anda di kolom facebook paling bawah.
Sumber http://agronomiunhas.blogspot.com

0 Response to "Tahap Pembungaan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel