Kurva Zignoid
BAB I
PENDAHULUAN
Proses pertumbuhan merupakan hal yang lazim bagi setiap tumbuhan. Dalam proses pertumbuhan terjadi penambahan volume yang signifikan. Seiring berjalannya waktu pertumbuhan suatu tumbuhan terus bertambah. Proses tumbuh sendiri sanggup dilihat pada selang waktu tertentu, di mana setiap pertumbuhan tumbuhan akan menawarkan suatu perubahan dan sanggup dinyatakan dalam bentuk kurva/diagram pertumbuhan.
Laju pertumbuhan suatu tumbuhan atau bagiannya berubah berdasarkan waktu. Oleh lantaran itu, bila laju tumbuh digambarkan dengan suatu grafik, dengan laju tumbuh ordinat dan waktu pada absisi, maka grafik itu merupakan suatu kurva berbentuk aksara s atau kurva sigmoid. Kurva sigmoid ini berlaku bagi tumbuhan lengkap, bagian-bagiannya ataupun sel-selnya (Latunra, dkk., 2009).
Percobaan ini diadakan dengan melihat berapa rata-rata pertumbuhan daun dengan memakai kurva sigmoid tersebut. Tujuan diadakannya percobaan ini yakni untuk mengamati laju tumbuh daun semenjak dari embrio dalam biji hingga daun mencapai ukuran tetap pada tumbuhan kacang merah Phaseolus vulgaris.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan yang tidak sanggup dibalikkan dalam ukuran pada sistem biologi. Secara umum pertumbuhan berarti pertambahan ukuran lantaran organisme multisel tumbuh dari zigot, pertumbuhan itu bukan hanya dalam volume, tapi juga dalam bobot, jumlah sel, banyaknya protoplasma, dan tingkat kerumitan. Pertumbuhan biologis terjadi dengan dua fenomena yang berbeda antara satu sama lain. Pertambahan volume sel dan pertambahan jumlah sel. Pertambahan volume sel merupakan hasil sintesa dan akumulasi protein, sedangkan pertambahan jumlah sel terjadi dengan pembelahan sel (Kaufman, 1975).
Pada setiap tahap dalam kehidupan suatu tumbuhan, sensitivitas terhadap lingkungan dan koordinasi respons sangat terang terlihat. Tumbuhan sanggup mengindera gravitasi dan arah cahaya dan menanggapi stimulus-stimulus ini dengan cara yang kelihatannya sangat masuk akal bagi kita. Seleksi alam lebih menyukai mekanisme respons tumbuhan yang meningkatkan keberhasilan reproduktif, namun ini mengimplikasikan tidak adanya perencanaan yang disengaja pada penggalan dari tumbuhan tersebut (Campbell, 2002).
Pada batang yang sedang tumbuh, kawasan pembelahan sel batang lebih jauh letaknya dari ujung daripada kawasan pembelahan akar, terletak beberapa sentimeter dibawah ujung (tunas). Sedangkan pertambahan panjang tiap lokus pada akar tidak diketahui pertambahan panjang terbesar dikarenakan kecambah mati (Salisbury, 1995).
Teorinya, semua ciri pertumbuhan sanggup diukur, tapi ada dua macam pengukuran yang lazim dipakai untuk mengukur pertambahan volume atau massa. Yang paling umum, pertumbuhan berarti pertambahan ukuran. Karena organisme multisel tumbuh dari zigot, pertambahan itu bukan hanya dalam volume, tapi juga dalam bobot, jumlah sel, banyaknya protoplasma, dan tingkat kerumitan. Pada banyak kajian, pertumbuhan perlu diukur. Pertambahan volume (ukuran) sering ditentukan denagn cara mengukur perbesaran ke satu atau dua arah, menyerupai panjang (misalnya, tinggi batang) atau luas (misalnya, diameter batang), atau luas (misalnya, luas daun). Pengukuran volume, contohnya dengan cara pemindahan air, bersifat tidak merusak, sehingga tumbuhan yang sama sanggup diukur berulang-ulang pada waktu yang berbeda (Salisbury, 1995).
Kurva sigmoid yaitu pertumbuhan cepat pada fase vegetatif hingga titik tertentu jawaban pertambahan sel tumbuhan kemudian melambat dan hasilnya menurun pada fase senesen (Anonim, 2008).
Pengukuran daun tumbuhan mulai dari waktu embrio dengan memakai kurva sigmoid juga mempunyai hubungan bersahabat dengan perkecambahan biji tersebut yang otomatis juga dipengaruhi oleh waktu dormansi lantaran periode dormansi juga merupakan persyaratan bagi perkecambahan banyak biji. Ada bukti bahwa pencegah kimia terdapat di dalam biji ketika terbentuk. Pencegah ini lambat laun dipecah pada suhu rendah hingga tidak lagi memadai untuk menghalangi perkecambahan ketika kondisi lainnya menjadi baik. Waktu dormansi berakhir umumnya didasarkan atas suatu ukuran yang bersifat kuantitatif. Untuk tunas dan biji dormansi dinyatakan berhasil dipecahkan jikalau 50 % atau lebih dari populasi biji tersebut telah berkecambah atau 50% dari tunas yang diuji telah menawarkan pertumbuhan. Bagi banyak tumbuhan angiospermae di gurun pasir mempunyai pencegah yang telah terkikis oleh air di dalam tanah. Dalam proses ini lebih banyak air diharapkan daripada yang harus ada untuk perkecambahan itu sendiri. (Kimball, 1992).
Pada fase logaritmik ukuran (V) bertambah secara eksponensial sejalan dengan waktu (t). Ini berarti bahwa laju pertumbuhan (dv/dt) lambat pada awalnya, tapi kemudian meningkat terus. Laju berbanding lurus dengan organisme, semakin besar organisme, semakin cepat pula ia tumbuh. Pada fase linier, pertambahan ukuran berlangsung secara konstan, biasanya pada laju maksimum selama beberapa waktu lamanya. Tidak begitu terang mengapa laju pertumbuhan pada fase ini harus konstan, dna bukan sebanding dengan peningkatan ukuran organisme. Tapi, pada batang tak bercabang, fase linier tersebut disebabkan hanya oleh acara yang konstan dari meristem apikalnya. Fase penuaan dicirikan oleh pertumbuhan yang menurun dikala tumbuhan sudah mencapai kematangan dan mulai menua (Salisbury, 1995).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini yaitu diadakan pada:
Hari/tanggal : Selasa/16 Juni 2009
Waktu : Pukul 14.00 s.d. 16.00 WITA
Tempat : Laboratorium Biologi Gedung B Lt. III
Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Alauddin Makassar
Samata Gowa.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Adapun alat-alat yang dipakai dalam percobaan ini yakni penggaris milimeter, pisau, toples/wadah dan kayu kecil
2. Bahan
Adapun bahan-bahan yang dipakai dalam percobaan ini yakni biji kacang merah Phaseolus vulgaris, adonan tanah dan pasir dengan perbandingan 1:1, dan air.
C. Cara Kerja
Adapun mekanisme kerja dari percobaan ini yakni :
1. Merendam biji kacang merah selama 2-3 jam di dalam nampan/toples yang berisi air.
2. Memilih biji yang baik sebanyak 30 biji yang baik.
3. Setelah 2 jam merendam, mengupas 3 biji dan membuka kotiledonnya mengukur panjang pada embrionya dengan penggaris, kemudian menghitung nilai rata-ratanya.
4. Menanan 25 biji dalam pot, menyiram dengan air secukupnya dan memelihara selama 2 minggu.
5. Mengadakan pengamatan sebagai berikut :
a) Mengukur panjang daun pertamanya pada umur 3, 5, 7, 10, dan 14 hari.
b) Melakukan pengukuran daun pada umur 3 dan 5 hari yang dengan menggali tanah.
c) Melakukan pengukuran selanjutnya tanpa memotong kecambah tanaman. Selalu memakai 3 tumbuhan yang sama untuk pengukuran selanjutnya.
d) Menentukan rata-rata panjang daun dari tiap-tiap seri pengukuran.
6. Membuat grafik dengan panjang rata-rata daun sebagai ordinat dan waktu pengukuran.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan dari percobaan ini ditunjukkan oleh tabel berikut :
Hari ke- Panjang rata-rata daun (mm)
0 6
3 18
5 32
7 48
10 56
14 63
B. Grafik
C. Pembahasan
Pada percobaan ini memakai kacang merah Phaseolus vulgaris yang bertujuan untuk mengamati daun dari embrio dalam biji hingga mencapai ukuran tetap pada tumbuhan tersebut. Biji yang dipakai yakni sebanyak 30 biji di mana 3 biji dikupas kulitnya dan dibuka kotiledonnya, kemudian diukur panjang embrionya. Lalu dihitung panjang rata-ratanya. Hal ini dilakukan sesuai dengan tujuan yaitu untuk mengamati daun dari embrio. Dari hasil pengukuran diperoleh panjang rata-rata embrio yaitu 6 mm.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka sanggup diperoleh hasil pengamatan sebanyak 5 kali dengan pengukuran pada kedua helai daunnya, dimana titik awal pengukuran dari daun tersebut diawali pada tangkai dasar induk daun.
Pada pengamatan I, didapatkan rata-rata panjang daun yaitu 18 mm sehabis penanaman hari ke 3. Selanjutnya pada penanaman hari ke 5, rata-rata panjang daun mengalami kenaikan menjadi 32 mm. Pada pengamatan III, didapatkan rata-rata panjang daun menjadi 48 mm. Selanjutnya yaitu rata-rata panjang daun pada pengamatan IV yaitu sehabis penanaman selama 10 hari yakni 56 mm dan terakhir yaitu penanaman pada hari ke 14, didapatkan rata-rata panjang daun yaitu 63 mm.
Setelah melaksanakan pengamatan tersebut didapatkan kurva yang berbentuk aksara S yang berarti bahwa pengamatan sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pertumbuhan tumbuhan jikalau dibuatkan kurva akan berbentuk aksara S. Hal ini disebabkan lantaran pada pengamatan terakhir daunnya mencapai ukuran tetap (belum mengalami fase penuaan) walaupun laju pertumbuhan tumbuhan meningkat sehingga kurvanya menawarkan kurva berbentuk S. Tumbuhan dalam pertumbuhannya mengalami tiga fase pertumbuhan yaitu fase logaritmik, fase linier, dan fase penuaan. Proses pertumbuhan ini dipengaruhi bebrapa faktor internal menyerupai gen dan hormon pertumbuhan dan faktor eksternal menyerupai cahaya, nutrisi, air, kelembaban, dan sebagainya.
Adanya perbedaan panjang daun dari masing-masing tumbuhan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Kualitas biji Kacang merah Phaseolus vulgaris
2. Sulitnya pematahan dormansi
3. Kurangnya unsur hara dalam tanah
4. Kurangnya penyiraman atau dukungan air terhadap tanaman
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang diperoleh pada percobaan ini sanggup disimpulkan bahwa laju tumbuh daun semenjak embrio dalam biji kacang merah Phaseolus vulgaris, samapai mencapai mencapai ukuran tetap didapatkan kurva yang berbentuk S yang menawarkan kesesuaian dengan teori yang menyatakan bahwa pertumbuhan tumbuhan jikalau dibuatkan kurva akan berbentuk aksara S.
B. Saran
Adapun saran yang diajukan pada praktikum ini yaitu, sebaiknya dalam melaksanakan penanaman, kondisi air pada media tanam diperhatikan supaya pertumbuhan biji sanggup berlangsung dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009, Kurva Sigmoid. http://www.lapanrs.com/. Diakses pada tanggal 27 Juni 2009 pukul 16:14 WITA.
Campbell. 2002. Biologi jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Kaufman. 1975. Laboratory Experiment in Plant Physiology. New York: Macmillan Publishing Co., Inc.
Kimball, J.W. 1992. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Latunra. 2007. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan II. Makassar: Universitas Hasanuddin,
Salisbury. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: ITB Press.
Sumber http://agronomiunhas.blogspot.com
PENDAHULUAN
Proses pertumbuhan merupakan hal yang lazim bagi setiap tumbuhan. Dalam proses pertumbuhan terjadi penambahan volume yang signifikan. Seiring berjalannya waktu pertumbuhan suatu tumbuhan terus bertambah. Proses tumbuh sendiri sanggup dilihat pada selang waktu tertentu, di mana setiap pertumbuhan tumbuhan akan menawarkan suatu perubahan dan sanggup dinyatakan dalam bentuk kurva/diagram pertumbuhan.
Laju pertumbuhan suatu tumbuhan atau bagiannya berubah berdasarkan waktu. Oleh lantaran itu, bila laju tumbuh digambarkan dengan suatu grafik, dengan laju tumbuh ordinat dan waktu pada absisi, maka grafik itu merupakan suatu kurva berbentuk aksara s atau kurva sigmoid. Kurva sigmoid ini berlaku bagi tumbuhan lengkap, bagian-bagiannya ataupun sel-selnya (Latunra, dkk., 2009).
Percobaan ini diadakan dengan melihat berapa rata-rata pertumbuhan daun dengan memakai kurva sigmoid tersebut. Tujuan diadakannya percobaan ini yakni untuk mengamati laju tumbuh daun semenjak dari embrio dalam biji hingga daun mencapai ukuran tetap pada tumbuhan kacang merah Phaseolus vulgaris.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan yang tidak sanggup dibalikkan dalam ukuran pada sistem biologi. Secara umum pertumbuhan berarti pertambahan ukuran lantaran organisme multisel tumbuh dari zigot, pertumbuhan itu bukan hanya dalam volume, tapi juga dalam bobot, jumlah sel, banyaknya protoplasma, dan tingkat kerumitan. Pertumbuhan biologis terjadi dengan dua fenomena yang berbeda antara satu sama lain. Pertambahan volume sel dan pertambahan jumlah sel. Pertambahan volume sel merupakan hasil sintesa dan akumulasi protein, sedangkan pertambahan jumlah sel terjadi dengan pembelahan sel (Kaufman, 1975).
Pada setiap tahap dalam kehidupan suatu tumbuhan, sensitivitas terhadap lingkungan dan koordinasi respons sangat terang terlihat. Tumbuhan sanggup mengindera gravitasi dan arah cahaya dan menanggapi stimulus-stimulus ini dengan cara yang kelihatannya sangat masuk akal bagi kita. Seleksi alam lebih menyukai mekanisme respons tumbuhan yang meningkatkan keberhasilan reproduktif, namun ini mengimplikasikan tidak adanya perencanaan yang disengaja pada penggalan dari tumbuhan tersebut (Campbell, 2002).
Pada batang yang sedang tumbuh, kawasan pembelahan sel batang lebih jauh letaknya dari ujung daripada kawasan pembelahan akar, terletak beberapa sentimeter dibawah ujung (tunas). Sedangkan pertambahan panjang tiap lokus pada akar tidak diketahui pertambahan panjang terbesar dikarenakan kecambah mati (Salisbury, 1995).
Teorinya, semua ciri pertumbuhan sanggup diukur, tapi ada dua macam pengukuran yang lazim dipakai untuk mengukur pertambahan volume atau massa. Yang paling umum, pertumbuhan berarti pertambahan ukuran. Karena organisme multisel tumbuh dari zigot, pertambahan itu bukan hanya dalam volume, tapi juga dalam bobot, jumlah sel, banyaknya protoplasma, dan tingkat kerumitan. Pada banyak kajian, pertumbuhan perlu diukur. Pertambahan volume (ukuran) sering ditentukan denagn cara mengukur perbesaran ke satu atau dua arah, menyerupai panjang (misalnya, tinggi batang) atau luas (misalnya, diameter batang), atau luas (misalnya, luas daun). Pengukuran volume, contohnya dengan cara pemindahan air, bersifat tidak merusak, sehingga tumbuhan yang sama sanggup diukur berulang-ulang pada waktu yang berbeda (Salisbury, 1995).
Kurva sigmoid yaitu pertumbuhan cepat pada fase vegetatif hingga titik tertentu jawaban pertambahan sel tumbuhan kemudian melambat dan hasilnya menurun pada fase senesen (Anonim, 2008).
Pengukuran daun tumbuhan mulai dari waktu embrio dengan memakai kurva sigmoid juga mempunyai hubungan bersahabat dengan perkecambahan biji tersebut yang otomatis juga dipengaruhi oleh waktu dormansi lantaran periode dormansi juga merupakan persyaratan bagi perkecambahan banyak biji. Ada bukti bahwa pencegah kimia terdapat di dalam biji ketika terbentuk. Pencegah ini lambat laun dipecah pada suhu rendah hingga tidak lagi memadai untuk menghalangi perkecambahan ketika kondisi lainnya menjadi baik. Waktu dormansi berakhir umumnya didasarkan atas suatu ukuran yang bersifat kuantitatif. Untuk tunas dan biji dormansi dinyatakan berhasil dipecahkan jikalau 50 % atau lebih dari populasi biji tersebut telah berkecambah atau 50% dari tunas yang diuji telah menawarkan pertumbuhan. Bagi banyak tumbuhan angiospermae di gurun pasir mempunyai pencegah yang telah terkikis oleh air di dalam tanah. Dalam proses ini lebih banyak air diharapkan daripada yang harus ada untuk perkecambahan itu sendiri. (Kimball, 1992).
Pada fase logaritmik ukuran (V) bertambah secara eksponensial sejalan dengan waktu (t). Ini berarti bahwa laju pertumbuhan (dv/dt) lambat pada awalnya, tapi kemudian meningkat terus. Laju berbanding lurus dengan organisme, semakin besar organisme, semakin cepat pula ia tumbuh. Pada fase linier, pertambahan ukuran berlangsung secara konstan, biasanya pada laju maksimum selama beberapa waktu lamanya. Tidak begitu terang mengapa laju pertumbuhan pada fase ini harus konstan, dna bukan sebanding dengan peningkatan ukuran organisme. Tapi, pada batang tak bercabang, fase linier tersebut disebabkan hanya oleh acara yang konstan dari meristem apikalnya. Fase penuaan dicirikan oleh pertumbuhan yang menurun dikala tumbuhan sudah mencapai kematangan dan mulai menua (Salisbury, 1995).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini yaitu diadakan pada:
Hari/tanggal : Selasa/16 Juni 2009
Waktu : Pukul 14.00 s.d. 16.00 WITA
Tempat : Laboratorium Biologi Gedung B Lt. III
Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Alauddin Makassar
Samata Gowa.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Adapun alat-alat yang dipakai dalam percobaan ini yakni penggaris milimeter, pisau, toples/wadah dan kayu kecil
2. Bahan
Adapun bahan-bahan yang dipakai dalam percobaan ini yakni biji kacang merah Phaseolus vulgaris, adonan tanah dan pasir dengan perbandingan 1:1, dan air.
C. Cara Kerja
Adapun mekanisme kerja dari percobaan ini yakni :
1. Merendam biji kacang merah selama 2-3 jam di dalam nampan/toples yang berisi air.
2. Memilih biji yang baik sebanyak 30 biji yang baik.
3. Setelah 2 jam merendam, mengupas 3 biji dan membuka kotiledonnya mengukur panjang pada embrionya dengan penggaris, kemudian menghitung nilai rata-ratanya.
4. Menanan 25 biji dalam pot, menyiram dengan air secukupnya dan memelihara selama 2 minggu.
5. Mengadakan pengamatan sebagai berikut :
a) Mengukur panjang daun pertamanya pada umur 3, 5, 7, 10, dan 14 hari.
b) Melakukan pengukuran daun pada umur 3 dan 5 hari yang dengan menggali tanah.
c) Melakukan pengukuran selanjutnya tanpa memotong kecambah tanaman. Selalu memakai 3 tumbuhan yang sama untuk pengukuran selanjutnya.
d) Menentukan rata-rata panjang daun dari tiap-tiap seri pengukuran.
6. Membuat grafik dengan panjang rata-rata daun sebagai ordinat dan waktu pengukuran.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan dari percobaan ini ditunjukkan oleh tabel berikut :
Hari ke- Panjang rata-rata daun (mm)
0 6
3 18
5 32
7 48
10 56
14 63
B. Grafik
C. Pembahasan
Pada percobaan ini memakai kacang merah Phaseolus vulgaris yang bertujuan untuk mengamati daun dari embrio dalam biji hingga mencapai ukuran tetap pada tumbuhan tersebut. Biji yang dipakai yakni sebanyak 30 biji di mana 3 biji dikupas kulitnya dan dibuka kotiledonnya, kemudian diukur panjang embrionya. Lalu dihitung panjang rata-ratanya. Hal ini dilakukan sesuai dengan tujuan yaitu untuk mengamati daun dari embrio. Dari hasil pengukuran diperoleh panjang rata-rata embrio yaitu 6 mm.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka sanggup diperoleh hasil pengamatan sebanyak 5 kali dengan pengukuran pada kedua helai daunnya, dimana titik awal pengukuran dari daun tersebut diawali pada tangkai dasar induk daun.
Pada pengamatan I, didapatkan rata-rata panjang daun yaitu 18 mm sehabis penanaman hari ke 3. Selanjutnya pada penanaman hari ke 5, rata-rata panjang daun mengalami kenaikan menjadi 32 mm. Pada pengamatan III, didapatkan rata-rata panjang daun menjadi 48 mm. Selanjutnya yaitu rata-rata panjang daun pada pengamatan IV yaitu sehabis penanaman selama 10 hari yakni 56 mm dan terakhir yaitu penanaman pada hari ke 14, didapatkan rata-rata panjang daun yaitu 63 mm.
Setelah melaksanakan pengamatan tersebut didapatkan kurva yang berbentuk aksara S yang berarti bahwa pengamatan sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pertumbuhan tumbuhan jikalau dibuatkan kurva akan berbentuk aksara S. Hal ini disebabkan lantaran pada pengamatan terakhir daunnya mencapai ukuran tetap (belum mengalami fase penuaan) walaupun laju pertumbuhan tumbuhan meningkat sehingga kurvanya menawarkan kurva berbentuk S. Tumbuhan dalam pertumbuhannya mengalami tiga fase pertumbuhan yaitu fase logaritmik, fase linier, dan fase penuaan. Proses pertumbuhan ini dipengaruhi bebrapa faktor internal menyerupai gen dan hormon pertumbuhan dan faktor eksternal menyerupai cahaya, nutrisi, air, kelembaban, dan sebagainya.
Adanya perbedaan panjang daun dari masing-masing tumbuhan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Kualitas biji Kacang merah Phaseolus vulgaris
2. Sulitnya pematahan dormansi
3. Kurangnya unsur hara dalam tanah
4. Kurangnya penyiraman atau dukungan air terhadap tanaman
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang diperoleh pada percobaan ini sanggup disimpulkan bahwa laju tumbuh daun semenjak embrio dalam biji kacang merah Phaseolus vulgaris, samapai mencapai mencapai ukuran tetap didapatkan kurva yang berbentuk S yang menawarkan kesesuaian dengan teori yang menyatakan bahwa pertumbuhan tumbuhan jikalau dibuatkan kurva akan berbentuk aksara S.
B. Saran
Adapun saran yang diajukan pada praktikum ini yaitu, sebaiknya dalam melaksanakan penanaman, kondisi air pada media tanam diperhatikan supaya pertumbuhan biji sanggup berlangsung dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009, Kurva Sigmoid. http://www.lapanrs.com/. Diakses pada tanggal 27 Juni 2009 pukul 16:14 WITA.
Campbell. 2002. Biologi jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Kaufman. 1975. Laboratory Experiment in Plant Physiology. New York: Macmillan Publishing Co., Inc.
Kimball, J.W. 1992. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Latunra. 2007. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan II. Makassar: Universitas Hasanuddin,
Salisbury. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: ITB Press.
Sumber http://agronomiunhas.blogspot.com
0 Response to "Kurva Zignoid"
Posting Komentar