Arah Dan Desain Pengembangan Kurikulum K13 Pendidikan Kesetaraan Terbaru 2018
Visiuniversal----Sebagaimana kita ketahui bersama, Kurikulum dikembangkan sejalan dengan tantangan dan dinamika yang dihadapi oleh masyarakat pada jamannya. Pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan karakteristik dan kesiapan akseptor didik, mengingat timgngginya keragaman latar belakang keluarga dan masyarakat kawasan tumbuh kembang akseptor didik. Hal ini sejalan dengan pendekatan pengembangan kurikulum pendidikan kesetaraan bahwa pendidikan kesetaraan diperuntukkan untuk mengatasi problem putus sekolah, atau droup-out, atau dislokasi akseptor didik dari sekolah formal lantaran banyak sekali sebab. Selain itu, pendidikan kesetaraan juga dibutuhkan lantaran problem keterbatasan akses, atau ke dakbisaan mencapai impian memasuki sekolah formal, lantaran keterbatasan kawasan atau ruang di sekolah formal dalam menampung angkatan akseptor didik yang terus bertambah. Lebih dari itu, pendidikan kesetaraan juga dibutuhkan sebagai penciptaan ruang kreatif, atau arena sosial atau arena publik yang kreatif dan produktif, atau sebagai pendidikan alternatif untuk menumbuhkan kewirausahaan, keterampilan khusus, kecakapan hidup khusus dalam bidang-bidang tertentu, dan kemampuan memasuki dunia kerja. Kurikulum pendidikan kesetaraan dikembangkan dengan melaksanakan kontekstualisasi Kurikulum 2013 pendidikan formal melalui konseptualisasi, rincian materi, kejelasan ruang lingkup, deskripsi kata kerja operasional, dan rumusan kalimat. Kontekstualisasi tetap mengacu pada standar komp etensi lulusan menyerupai yang terdapat dalam pendidikan formal. Kurikulum 2013 mempunyai dimensi pengetahuan, melatih keterampilan yang berorientasi pada pemahaman dan pengalaman sosial serta prakk, dan memperkuat komitmen publik akseptor didik melalui proyek-proyek keterlibatan sosial.
Unit pertama dari Modul 1 Kontekstualisasi Kurikulum Pendidikan Kesetaraan menargetkan akseptor training mampu:
- Memahami taktik pengembangan kurikulum pendidikan kesetaraan dengan memperhatikan target akseptor didik dan permasalahannya, aktivitas prioritas yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan, dan proses pemberdayaan dalam pendidikan kesetaraan.
- Membedakan kelompok umum dan kelompok khusus dalam struktur kurikulum kesetaraan.
- Memahami prinsip dan taktik kontekstualisasi kurikulum pendidikan kesetaraan kelompok umum.
DESAIN PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013 PENDIDIKAN KESETARAAN
Mengikuti hasil data dari Badan Pusat Sta s k terkait tingkat pendidikan yang tidak berbanding lurus dengan tingkat keterserapan ke dunia kerja, ditunjukkan bahwa pada tahun 2015 pengangguran lulusan Sekolah Menengan Atas sebesar 21,88% menempa posisi ter nggi kedua sehabis lulusan SD (24,15%) dari total 17.300.019 penduduk usia 15 tahun atau lebih yang menganggur (Agus Suwignyo dalam Kompas, 2018). Lebih lanjut Agus Suwignyo menegaskan bila banyaknya tenaga kerja pada kelompok lulusan SD dan SLA ini mungkin menjadi faktor mengapa pengangguran ter nggi dari kelompok penduduk dengan dua kategori pendidikan tersebut. Kond isi itu bukan hanya lantaran mutu, tetapi juga lantaran keterbatasan jalan masuk dan keberlanjutan pend idikan yang menjadi penyumbang bagi rendahnya daya saing bangsa. Permasalahan putus sekolah, pengangguran, kemiskinan ini merupakan tantangan bagi pendidikan kesetaraan. Keberadaan pendidikan kesetaraan mempunyai dua makna ke daksetaraan, yaitu, pertama ke daksetaraan secara sosial, ekonomi, dan budaya dalam masyarakat, dan kedua, ke daksetaraan dalam jalan masuk pada pendidikan. Dengan kondisi seper ini maka pendidikan kesetaraan dirancang dengan memperha kan kondisi-kondisi khusus dan varia f dari akseptor didik, keterkaitan dengan vokasi, memperlihatkan legalitas akademis sehingga bisa mengakses pada peluang pekerjaan dan peningkatan karir masa depan. Untuk itu, di bawah ini akan dipaparkan rancangan atau desain kurikulum pendidikan kesetaraan dengan perspek f pad a taktik pemberdayaan dan tetap mengacu pada pengembangan Kurikulum 2013.
Desain Pengembangan Kurikulum 2013 Memasuki peradaban kurun 21, terjadi pergeseran paradigma pembangunan dari pembangunan berbasis Sumber Daya Alam (SDA) menuju pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Ini membutuhkan penanganan tersendiri dari kebijakan dan praktik pendidikan di Indonesia. Merespon kebutuhan itu, pemerintah telah menyempurnakan Kurikulum 2006 menjadi Kurikulum 2013 yang secara khusus dimaksudkan untuk mempersiapkan generasi gres bangsa biar mempunyai kemampuan sebagai langsung orang remaja dan warga negara yang berpengetahuan, berketerampilan, mempunyai perilaku religius, e ka sosial yang tinggi, dan penuh tanggungjawab terhadap perkembangan diri dan masyarakatnya untuk menopang pembangunan bangsa (Inspirasi Pembelajaran dan Penilaian Mata Pelajaran Sosiologi, 2016).
Ide kurikulum ialah komponen kurikulum yang menjawab secara fi losofi s, teori s, prinsip, model untuk menyebarkan potensi akseptor didik menjadi kualitas yang diinginkan. Ide Kurikulum 2013 merujuk pada fi losofi Pancasila dan berakar pada budaya yang bermacam-macam atau bhinneka. Secara teori k dan prinsip belajar, Kurikulum 2013 ialah kurikulum berbasis karakter, pengetahuan dan kemampuan kogni f nggi serta ketrampilan nggi, berbasis lingkungan budaya-sosial-ekonomi-teknologi, membudayakan masyarakat di sekitarnya, men gembangkan kemampuan kurun ke-21, akseptor didik berguru ak f, akseptor didik ialah subjek dalam bel ajar, dan kebiasan berguru sepanjang hayat (Hamid Hasan, 2018). Selanjutnya Hamid Hasan menjelaskan bahwa desain Kurikulum 2013 ialah desain kurikulum berbasis kompetensi yang integra f, yaitu semua kegiatan pembelajaran ditujukan untuk pengembangan karakter, ilmu, teknologi, seni, dan penggunaan ilmu. Untuk mengintegrasikan pendidikan karakter, disiplin ilmu/teknologi/seni, dan penggunaan ilmu dipakai Kompetensi In (KI) yaitu kompetensi yang mengikat semua isi atau Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran. KI meliputi empat aspek pen ng, yaitu penumbuhan perilaku religius (KI-1), pengembangan e ka sosial (KI-2), penguasaan pengetahuan (KI-3), dan prak k pengetahuan atau keterampilan (KI-4). Melalui keemp at Kompetensi In tersebut, diharapkan proses pembelajaran bisa menyebarkan kemampuan akseptor didik sebagai pewaris dan pengembang budaya bangsa dalam kapasitasnya seb agai orang remaja atau warga negara yang bertanggungjawab terhadap permasalahan sosial dan tantangan yang dihadapi bangsa (Inspirasi Pembelajaran dan Penilaian Mata Pelajaran Sosiologi, 2016). Pelaksanaan Kurikulum 2013 membutuhkan perubahan contoh pikir dalam proses pembel anutan yang menekankan pada pembelajaran ak f untuk mencapai penguasaan ilmu penget ahuan (Knowledge/K) yang memadai, serta dijalankan pada prak k pengetahuan untuk pengembangan keterampilan (Skill/S) dan menumbuhkan perilaku religius dan e ka sosial yang nggi (A tude/A) pada akseptor didik. Sedangkan hasil dari proses pembelajaran atau pemanfaatan nan nya akan ditampilkan oleh akseptor didik dari a tude atau perilaku (A), dan skill (S) atau keterampilan yang mumpuni, serta penguasaan pengetahuan atau knowledge (K) yang memadai. Gambaran wacana pembentukan ga dimensi kompetensi dalam proses pembelajaran dan pemanfaatan hasil berguru ialah sebagai berikut.
Pencapaian kompetensi itu hanya sanggup diperoleh bila ada koherensi kurikulum. Kurikulum yang baik secara konten apabila dak disertai penger an dan kemampuan bagi aktornya untuk menghidupinya dalam pengalaman juga dak akan sanggup dijalankan. Konten yang paripurna, keaktoran yang kompeten juga akan mengalami kesulitan apabila dak ditopang oleh jaminan ins tusional yang selaras dengan jiwa dan paradigma kurikulum yang dimaksud. Dengan dem ikian, konsistensi dan koherensi dalam kurikulum melipu beberapa dimensi dasar. Pertama, dimensi material yang melipu rentang tekstual elemen kurikulum mulai dari paradigma, konsep dasar kurikulum sampai pembagian terstruktur mengenai kurikulum itu ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran. Dim ensi kedua ialah dimensi keagenan dan dimensi ins tusional dalam kurikulum. Dimensi keagenan menyangkut pelaku atau aktor-aktor yang menghidupkan kurikulum itu dalam pengalaman atau prak k, dalam hal ini guru atau pendidik dan akseptor didik. Dimensi ke ga men yangkut ins tusi yang mendukung supaya kurikulum itu bisa dihidupkan sebagai praktik yakni sekolah atau satuan pendidikan (Robertus Robert, 2015). Hubungan 3 dimensi biar terjaga konsistensi dan koherensi kurikulum sanggup digambarkan sebagai berikut.
Pendidik mempunyai tugas yang sangat penting dalam praktik pendidikan lantaran fungsinya dalam menghidupi kurikulum. Oleh lantaran itu, pendidik idealnya bisa membuat ruang pembelajaran yang kri s, emansipatoris, dan mendorong akseptor didik agresif dalam praktik pengetahuan dengan terlibat dalam pemecahan problem di masyarakat. Pendidikan yang humanis akan terselenggara bila pendidik menjalankan fungsi dan kiprahnya secara optimal sebagai agensi perubahan dalam proses transformasi dan peningkatan kualitas pendidikan.
Kontekstualisasi Kurikulum Pendidikan Kesetaraan Pendidikan kesetaraan dibutuhkan terutama untuk mengatasi problem putus sekolah, atau droup-out, atau dislokasi akseptor didik dari sekolah formal lantaran banyak sekali sebab. Selain itu, pendidikan kesetaraan juga dibutuhkan lantaran problem keterbatasan akses, atau ke dakbisaan mencapai impian memasuki sekolah formal, lantaran keterbatasan kawasan atau ruang di sekolah formal dalam menampung angkatan akseptor didik yang terus bertambah. Lebih dari itu, pendidikan kesetaraan juga dibutuhkan sebagai penciptaan ruang krea f, atau arena sosial atau arena publik yang kreatif dan produktif, atau sebagai pendidikan alternatif untuk menumbuhkan kewirausahaan, keterampilan khusus, kecakapan hidup khusus dalam bidang-bidang tertentu, dan kemampuan memasuki dunia kerja (Naskah Akademik Pendidikan Kesetaraan, 2015). Selanjutnya dengan melihat latar peruntukkan pendidikan kesetaraan untuk mengatasi mas alahmasalah yang dihadapi akseptor didik, dalam naskah akademik (Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan, 2015) dijelaskan bahwa aktivitas prioritas pendidikan kesetaraan adalah, pertama, merupakan aktivitas setara yaitu kualitas lulusan setingkat dengan pendidikan formal. Dalam hal ini pendidikan formal maupun pendidikan non formal atau pendidikan kesetaraan merupakan forum pendidikan yang sama-sama diorientasikan unt uk tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kedua, merupakan aktivitas khusus yaitu muatan pemberdayaan dimaksudkan untuk memberdayakan atau memampukan akseptor didik mengatasi kerentanan-kerentanan sosial-ekonomi dihadapi. Pendidikan merupakan praktek pemb entukan kepribadian yang mandiri, otonom, penuh percaya diri dalam ber ndak, dan sekaligus sebagai praktek rekayasa sosial atau pembangunan komunitas. Sedangkan muatan keterampilan dimaksudkan sebagai programprogram khusus sesuai karakteris k kelompok sas aran yang dihadapi. Muatan keterampilan ini diberikan biar akseptor didik terutama usia prod uk f mempunyai keterampilan atau kecapakan hidup untuk berdikari dan tampil sebagai warga yang ak f dan berkonstribusi bagi masyarakatnya. Pendidikan kesetaraan mempunyai misi khusus untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi akseptor didik, kualitas lulusan pendidikan kesetaraan haruslah setara dengan pendidikan form al. Standar kelulusan keduanya perlu ditempatkan dalam ngkatan yang setara. Penentuan standar kualitas lulusan itu dilakukan dengan mengacu pada pendidikan formal namun perlu dikontekstualisasikan dengan masalah, tantangan dan kebutuhan yang dihadapi pendidikan kesetaraan, seper untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan khusus sesuai potensi sumb erdaya manusia, sumberdaya alam, peluang dunia kerja, dan kecakapan hidup untuk mengisi ketersediaan ruang publik akhir kemajuan teknologi komunikasi di kurun 21 dengan berb agai krea vitas sosial-ekonomi. Mengingat peluangnya yang begitu terbuka itu, pendidikan kes etaraan disini bisa dimaknai bukan hanya sebagai pendidikan alterna f untuk mengatasi mas alah, tetapi juga bersifat futuris k untuk meningkatkan kualitas hidup dan mendorong perkembangan kemajuan masyarakat (Kontekstualisasi Kurikulum Pendidikan Kesetaraan Paket C Mata Pelajaran Sosiologi, 2017). Program setara dengan pendidikan formal dalam pendidikan kesetaraan dikembangkan melalu kontekstualisasi kurikulum. Kontektualisasi dilakukan biar gampang dioperasionalisasikan dan diwujudkan di dalam praktik penyelenggaraan pendidikan kesetaraan. Prinsip yang digunak an dalam melaksanakan kontekstualisasi diubahsuaikan dengan masalah, tantangan, kebutuhan dan karakteris k pendidikan kesetaraan, yaitu: (1) memas kan kompetensi dasar pendidikan kes etaraan setara atau equivalen dengan kompetensi dasar pendidikan formal; (2) mengakibatkan rum usan atau deskripsi kompetensi lebih operasional; dan (3) memperlihatkan tekanan khusus rumusan kompetensi pada aspek pengetahuan, keterampilan dan perilaku biar bisa dicapai sesuai kebutuhan yang diharapkan, sehingga sanggup mengakibatkan pendidikan kesetaraan bisa berperan sebagai pendidikan alternatif untuk memecahkan problem sekaligus futuris k dalam peningkatan kualitas dan pengembangan pendidikan.
ANALISIS KONTEKS PENDIDIKAN KESETARAAN
Penyelenggaraan pendidikan untuk pelaksanaan kurikulum yang telah disusun harus mencapai ngat imbas fi tas yang nggi. Ar nya pendidikan tersebut menjawab kebutuhan riil dari akseptor didik akan peningkatan aspek pengetahuan keterampilan dan perubahan perilaku yang dikehendaki. Untuk itu pen ng dilakukan pemetaan kondisi awal akan forum penyelenggara, calon akseptor didik, sumberdaya alam, sumberdaya insan dan kelembagaan di sekitarnya. Analisis sosial merupakan langkah yang pen ng untuk penyelenggaraan pendidikan kesetaraan, terutama bila ditujukan untuk akseptor didik yang telah dewasa, dan diarahkan untuk pemberdayaan dan kemandirian. Kondisi akseptor didik sangat unik, mereka dipengaruhi oleh hidup, kondisi sosial budaya di lingkungan masyarakatnya serta mengelola sumberdaya alam yang ada di sekitarnya. Analisis kontekstual memperlihatkan arah sesuai kebutuhan dan kekhasan kondisi akseptor didik. Tidak mungkin kelompok akseptor didik dalam kelompok masyarakat pantai mendapat kemudahan dan desain layanan pendidikan kesetaraan sebagaimana mereka yang berada di lingkungan pedesaan berbasis pertanian, demikian halnya dengan kondisi pinggiran perkotaan. Pengalaman hidup dan profi l lain akseptor didik berbasis gender juga pen ng diperha kan. Perempuan dak bisa dianggap mempunyai kebutuhan akan pengetahuan dan keterampilan hidup untuk pemberdayaan yang sama dengan laki-laki. Peran dan pandangan tradisional lokal yang tumbuh di masyarakat pen ng untuk diper mbangkan. Analisis konteks sepenuhnya dipengaruhi oleh paradigma pendidikan yang digunakan.
Dalam konteks pendidikan kesetaraan ini, paradigma yang dipakai ialah pemberdayaan guna kemandirian. Perlu diingat bahwa pendidikan pemberdayaan merupakan sebuah konsep yang kompleks, dak bisa hanya dimaknai sebagai keterampilan perjuangan secara ekonomi, namun juga bisa berar membangun korelasi sosial biar perjuangan produk f ekonomi menjadi berkelanjutan. Serta banyak sektor penghidupan masyarakat lainnya. Ada bermacam-macam metode dan piran untuk melaksanakan analisis konteks terkait Pendidikan kesetaraan. Yang paling sering dan dianggap rela f gampang dilakukan ialah analisis SWOT atau Kekepan, dengan melihat faktor internal penyelenggara, yakni kekuatan dan kelemahan, serta faktor ekternal, yakni peluang dan ancaman. Dari temuan ke empat faktor analisis tersebut, akan menjadi dasar penyusunan prioritas kegiatan sesuai dengan kondisi riil yang dihadapi, sebagai rencana agresi pendidikan kesetaraan yang efektif sebagaimana yang diharapkan.
Demikian mengenai arah dan desain pengembagan kurikulum K13 Pendidikan Kesetaraan terbaru tahun 2018, semoga bermanfaat. terimakasih.
Dalam konteks pendidikan kesetaraan ini, paradigma yang dipakai ialah pemberdayaan guna kemandirian. Perlu diingat bahwa pendidikan pemberdayaan merupakan sebuah konsep yang kompleks, dak bisa hanya dimaknai sebagai keterampilan perjuangan secara ekonomi, namun juga bisa berar membangun korelasi sosial biar perjuangan produk f ekonomi menjadi berkelanjutan. Serta banyak sektor penghidupan masyarakat lainnya. Ada bermacam-macam metode dan piran untuk melaksanakan analisis konteks terkait Pendidikan kesetaraan. Yang paling sering dan dianggap rela f gampang dilakukan ialah analisis SWOT atau Kekepan, dengan melihat faktor internal penyelenggara, yakni kekuatan dan kelemahan, serta faktor ekternal, yakni peluang dan ancaman. Dari temuan ke empat faktor analisis tersebut, akan menjadi dasar penyusunan prioritas kegiatan sesuai dengan kondisi riil yang dihadapi, sebagai rencana agresi pendidikan kesetaraan yang efektif sebagaimana yang diharapkan.
Demikian mengenai arah dan desain pengembagan kurikulum K13 Pendidikan Kesetaraan terbaru tahun 2018, semoga bermanfaat. terimakasih.
PUSTAKA ACUAN
Cendekiawan Berdedikasi. 25 Juni 2015. Kompas, hlm. 33. Direktorat Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan, Ditjen. Paud dan Dikmas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Naskah Akademik Pendidikan Kesetaraan. Jakarta. Direktorat Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan, Ditjen. Paud dan Dikmas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Kontekstualisasi Kurikulum 2013 Pendidikan kesetaraan Paket C Mata Pelajaran Sosiologi. Jakarta. Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Inspirasi Pembelajaran dan Penilaian Mata Pelajaran Sosiologi. Jakarta. Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Naskah Konsep Dasar Peneli an Profi l Lulusan Pendidikan Dasar Terhadap Pembangunan Manusia Dalam Rangka Kebijakan Kurikulum Masa Depan. Jakarta. Robert, Robertus. 2015. Arah Perbaikan Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Sosiologi. Jakarta. Suwignyo, Agus. 2 Mei 2018. Tantangan Pendidikan Kita. Kompas, hlm. 6.
0 Response to "Arah Dan Desain Pengembangan Kurikulum K13 Pendidikan Kesetaraan Terbaru 2018"
Posting Komentar