iklan banner

Sekilas Tetang Outsourcing Di Indonesia

Outsourcing ialah pendelegasian operasi dan managemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing). Melalui pendelegasian, maka pengelolaan tak lagi dilakukan oleh perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada perusahaan jasa outsourcing.


Outsourcing ialah salah satu hasil samping dari Business Process Reengineering (BPR). BPR ialah perubahan yang dilakukan secara fundamental oleh suatu perusahaan dalam proses pengelolaannya, bukan hanya sekedar melaksanakan perbaikan. BPR ialah pendekatan gres dalam managemen yang bertujuan meningkatkan kinerja, yang sangat berlainan pendekatan usang yaitu continuous improvement process. BPR dilakukan untuk menawarkan respons atas perkembangan ekonomi secara global dan perkembangan teknologi yang demikian cepat sehingga berkembang persaingan yang bersifat global dan berlangsung sangat ketat.


Di dalam Undang-Undang tidak menyebutkan secara tegas mengenai istilah outsorcing. Tetapi pengertian outsourcing sanggup dilihat dalam ketentuan Pasal 64 Undang-Undang ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, yang isinya menyatakan bahwa outsourcing ialah suatu perjanjian kerja yang dibentuk antara pengusaha dengan tenaga kerja, dimana perusahaan tersebut sanggup menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibentuk secara tertulis.

Dari pengertian diatas maka sanggup ditarik suatu definisi operasional mengenai outsourcing yaitu suatu bentuk perjanjian kerja antara perusahaan pengguna jasa dengan perusahaan penyedia jasa, dimana perusahaan pengguna jasa meminta kepada perusahaan penyedia jasa untuk menyediakan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk bekerja di perusahaan pengguna jasa dengan membayar sejumlah uang dan upah atau honor tetap dibayarkan oleh perusahaan penyedia jasa. 

Pada dasarnya tujuan utama suatu perusahaan melaksanakan outsourcing ialah untuk meningkatkan kemampuan dan keunggulan kompetitif perusahaan supaya sanggup mempertahankan hidup dan berkembang. Mempertahankan hidup berarti tetap sanggup mempertahankan pangsa pasar, sementara berkembang berarti sanggup meningkatkan pangsa pasar, dengan tujuan strategis ialah bahwa dengan melaksanakan outsourcing, perusahaan ingin meningkatkan kemampuannya berkompetisi, atau ingin meningkatkan atau sekurang-kurangnya mempertahankan keunggulan kompetitifnya. Kompetisi antara perusahaan umumnya menyangkut tiga hal, yaitu harga produk, mutu produk dan layanan. Oleh alasannya ialah itu, pekerjaan harus diserahkan pada pihak yang lebih profesional dan lebih berpengalaman daripada perusahaan sendiri dalam melaksanakan jenis pekerjaan yang diserahkan, tidak sekedar pihak ketiga saja.

Hubungan kerja ialah relasi antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi sehabis adanya perjanjian kerja. Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 perihal Ketenagakerjaan disebutkan bahwa relasi kerja ialah relasi antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Hubungan kerja terjadi alasannya ialah adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa relasi kerja sebagai bentuk relasi aturan lahir atau tercipta sehabis adanya perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha.

Agar relasi kerja tidak merugikan salah satu pihak khususnya tenaga kerja, Pasal 65 ayat (6) dan ayat (7) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mengatur relasi kerja dalam contoh outsourcingharus merupakan perjanjian kerja tertulis antar tenaga kerja dan penyedia jasa tenaga kerja, yang didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu yang memenuhi persyaratan pada Pasal 59 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, yaitu :

1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya sanggup dibentuk untuk pekerjaan tertentu yang berdasarkan jenis dan sifat atau aktivitas pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya
b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu usang dan paling usang 3 (tiga) tahun;
c. Pekerjaan yang bersifat musiman;
d. Pekerjaan yang berafiliasi dengan produk baru, aktivitas gres atau produk suplemen yang masih dalam percobaan atau penjajakan

2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak sanggup diadakan untuk pekerjaan yang sifatnya tetap.

3. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sanggup diperpanjang atau diperbaharui.

4. Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu sanggup diadakan untuk paling usang 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling usang 1(satu) tahun.

5. Pengusaha yang bermaksud untuk memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling usang 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.

6. Pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu hanya sanggup diadakan sehabis melebihi masa batas waktu tenggang 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling usang 2 (dua) tahun.

7. Perjanjian kerja waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) maka demi aturan menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

8. Hal-hal lain yang belum diatur dalam pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri.

Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 65 ayat (2) dan ayat (3) tidak dipenuhi maka demi aturan status relasi kerja tenaga kerja dengan penyedia jasa tenaga kerja beralih menjadi relasi kerja tenaga kerja dengan pengguna jasa tenaga kerja.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 perihal Ketenagakerjaan telah membatasi pekerjaan yang sanggup diserahkan kepada perusahaan lain melalui pemborongan atau outsourcing. Kewajiban bagi pengguna jasa tenaga kerja, yang diatur dalam Pasal 66 ayat (1), pengguna jasa tenaga kerja dihentikan memakai tenaga kerja untuk melaksanakan aktivitas pokok atau aktivitas yang berafiliasi pribadi dengan proses produksi, kecuali untuk aktivitas jasa penunjang atau aktivitas yang tidak berafiliasi pribadi dengan proses produksi.

Penjelasan Pasal 66 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, disebutkan bahwa : Yang dimaksud dengan aktivitas penunjang atau aktivitas yang tidak berafiliasi pribadi dengan proses produksi ialah aktivitas yang berafiliasi di luar perjuangan pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain : perjuangan pelayanan kebersihan (cleaning service), perjuangan penyediaan masakan bagi pekerja/buruh catering, perjuangan tenaga pengamanan (security/satuan pengamanan, perjuangan jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta perjuangan penyediaan angkutan pekerja/buruh.

Konsep dan pengertian perjuangan pokok atau core business dan aktivitas penunjang atau non core business ialah konsep yang berubah dan berkembang secara dinamis. Alexander dan Young (1996) menyampaikan bahwa ada empat pengertian yang dihubungkan dengan core activity atau core business, yaitu :
  • Kegiatan yang secara tradisional dilakukan didalam perusahaan.
  • Kegiatan yang bersifat kritis terhadap kinerja bisnis.
  • Kegiatan yang membuat keunggulan kompetitif baik kini maupun di waktu yang akan datang.
  • Kegiatan yang akan mendorong pengembangan yang akan datang, inovasi, atau peremajaan kembali.

Pasal 66 ayat (2) juga mengatur Perusahaan penyedia jasa untuk tenaga kerja yang tidak berafiliasi pribadi dengan proses produksi juga harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain :
a. Adanya relasi kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

b. Perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja ialah perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau tidak tertentu yang dibentuk secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak;

c. Perlindungan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

d. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibentuk secara tertulis. 

Latar belakang penetapan syarat ini ialah supaya perusahaan perusahaan outsourcing tidak terlalu gampang melepaskan tanggungjawab dan kewajibannya terhadap pihak pekerja/buruh maupun pihak ketiga lainnya. Ketentuan perihal adanya keharusan berbentuk tubuh aturan diatur di dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Kep. 220/MEN/X/2004 perihal Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.

Dalam Pasal 3 disebutkan, apabila perusahaan pemberi pekerjaan akan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan pemborong pekerjaan, maka penyerahan tersebut harus diberikan kepada perusahaan yang berbadan hukum. Selain itu dalam Pasal 66 ayat (3) disebutkan bahwa : “Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk perjuangan yang berbadan aturan dan mempunyai izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan”.

Sumber http://jubahhukum.blogspot.com

0 Response to "Sekilas Tetang Outsourcing Di Indonesia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel