iklan banner

✔ Makalah Haji



BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Haji merupakan rukun Islam yang kelima yang diwajibkan bagi seorang Muslim sekali sepanjang hidupnya bagi yang bisa melaksanakanya, Setiap perbuatan dalam ibadah haji sesungguhnya mengandung rahasia, pola menyerupai ihrom sebagai upacara pertama maksudnya ialah bahwa insan harus melepaskan diri dari hawa nafsu dan hanya mengahadap diri kepada Allah Yang Maha Agung. Memperteguh iman dan takwa kepada allah SWT lantaran dalam ibadah tersebut diliputi dengan penuh kekhusyu'an, Ibadah haji menambahkan jiwa tauhid yang tinggi
Ibadah haji ialah sebagai tindak lanjut dalam pembentukan sikap mental dan sopan santun yang mulia. Ibadah haji ialah merupakan pernyataan umat islam seluruh dunia menjadi umat yang satu lantaran mempunyai persamaan atau satu akidah. Memperkuat fisik dan mental, kerena ibadah haji maupun umrah merupakan ibadah yang berat memerlukan persiapan fisik yang kuat, biaya besar dan memerlukan kesabaran serta ketabahan dalam menghadapi segala godaan dan rintangan. Ibadah haji Menumbuhkan semangat berkorban, baik harta, benda, jiwa besar dan pemurah, tenaga serta waktu untuk melakukannya.
Dengan melaksanakan ibadah haji bisa dimanfaatkan untuk membangun persatuan dan kesatuan umat Islam sedunia. Ibadah haji merupakan muktamar akbar umat islam sedunia, yang peserta-pesertanya berdatangan dari seluruh penjuru dunia dan Ka'bahlah yang menjadi simbol kesatuan dan persatuan.

Rumusan Masalah
1.    Apakah hakikat ibadah haji ?
2.    Bagaimanakah sejarah ibadah haji ?
3.    Bagaimana mencapai haji yang mabrur?
4.    Apa hikmah dari ibadah haji?
5.    Apa makna spiritual dari ibadah haji ?
Tujuan :
1.      Mengetahui hakikat dari ibadah haji.
2.      Mengetahui sejarah dari ibadah haji.
3.      Mengetahui cara mencapai haji yang mabrur.
4.      Mengetahui hikmah dari ibadah haji.
5.      Mengetahui makna spiritual dari ibadah haji.









BAB II
PEMBAHASAN
A.  HAKIKAT HAJI
1.      Pengertian Haji
Menurut bahasa kata Haji berarti menuju, sedang berdasarkan pengertian syar’i berarti menyengaja menuju ke ka’bah baitullah untuk menjalakan ibadah (nusuk) yaitu ibadadah syari’ah yang terdahulu. Hukum haji ialah  fardhu ‘ain, wajib bagi setiap muslim yang mampu, wajibnya sekali seumur hidup. Haji merupakan potongan dari rukun Islam. Mengenai wajibnya haji telah disebutkan dalam Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kesepakatan para ulama).
a.       Dalil Al Qur’an
Allah berfirman, :
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Mengerjakan haji ialah kewajiban insan terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imron: 97).

b.      Dalil As Sunnah
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengaku Muhammad ialah utusan-Nya,  mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan berpuasa di bulan Ramadhan.(HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16). 
Hadits ini memberikan bahwa haji ialah potongan dari rukun Islam. Ini berarti memberikan wajibnya.
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
« أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا ». فَقَالَ رَجُلٌ أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ
“Rasulullah SAW. berkhutbah di tengah-tengah kami. Beliau bersabda, “Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan haji bagi kalian, maka berhajilah.” Lantas ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah setiap tahun (kami mesti berhaji)?” Beliau lantas diam, hingga orang tadi bertanya hingga tiga kali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Seandainya saya menyampaikan ‘iya’, maka tentu haji akan diwajibkan bagi kalian setiap tahun, dan belum tentu kalian sanggup.” (HR. Muslim).


c.       Dalil Ijma’ (Konsensus Ulama)
Para ulama pun setuju bahwa aturan haji itu wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu. Bahkan kewajiban haji termasuk perkara al ma’lum minad diini bidh dhoruroh (dengan sendirinya sudah diketahui wajibnya) dan yang mengingkari kewajibannya dinyatakan  kafir.
Haji merupakan rukun Islam yang ke lima, diwajibkan kepada setiap muslim yang bisa untuk mengerjakan. jumhur Ulama setuju bahwa mula-mulanya disyari'atkan ibadah haji tersebut pada tahun ke enam Hijrah, tetapi ada juga yang menyampaikan tahun ke sembilan hijrah.
Haji ialah suatu tindakan mujahadat untuk memperoleh musyahadat, dan mujahadat tidak menjadi lantaran eksklusif musyahadat melainkan hanya sarana untuk mencapai musyahadat. Maka dari itu, lantaran sarana tidak mempunyai efek lebih jauh atas realitas segala hal, tujuan haji yang sesungguhnya bukanlah mengunjungi Ka’bah, melainkan untuk memperoleh musyahadat wacana Tuhan. Mawan Suganda

2. Syarat, rukun dan Wajib Haji
1.    Kondisi diwajibkannya Haji,
a.       Islam
b.      Baligh
c.       Berakal
d.      Merdeka
e.       Kekuasaan (mampu}
2.    Rukun Haji
a.       Ihram yaitu berpakaian ihram, dan niyat ihram dan haji
b.      Wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah
c.       Thawaf yaitu tawaf untuk haji (tawaf Ifadhah)
d.      Sa'i yaitu lari-lari kecil antara shafa dan marwah 7 (tujuh) kali
e.       Tahallul artinya mencukur atau menggunting rambut sedikitnya 3 helai
f.       Tertib yaitu berurutan
3.   Wajib Haji, Yaitu sesuatu yang harus dikerjakan, tapi sahnya haji tidak tergantung atasnya, lantaran sanggup diganti dengan  dam (denda) yaitu menyembelih binatang. berikut kewajiban haji yang harus dikerjakan:
a.       Ihram dari Miqat, yaitu menggunakan pakaian Ihram (tidak berjahit), dimulai dari tempat-tempat yang sudah ditentukan, terus menerus hingga selesainya Haji
b.      Bermalam di Muzdalifah sehabis wukuf, pada malam tanggal 10 Dzulhijjah.
c.       Bermalam di Mina selama2 atau 3 malam pada hari tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah).
d.      Melempar jumrah 'aqabah tujuh kali dengan watu pada tanggal 10 Dzulhijjah dilakukan setelah lewat tengah malam 9 Dzulhijjah dan setelah wukuf.
e.       Melempar jumrah ketiga-tiganya, yaitu jumrah Ula, Wustha dan 'Aqabah pada tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah dan melemparkannya tujuh kali tiap jumrah.
f.       Meninggalkan segala sesuatu yang diharamkan lantaran ihram.
4.    Sunat Haji
a.         Ifrad, yaitu mendahulukan haji terlebih dahulu gres mengerjakan umrah.
b.         Membaca Talbiyah
c.         Tawaf Qudum, yatiu tawaaf yuang dilakukan ketika awal tiba di tanah ihram, dikerjakan sebelum wukuf di Arafah.
d.        Shalat sunat ihram 2 rakaat sehabis selesai wukuf, utamanya dikerjakan dibelakang makam nabi Ibrahim.
e.         Bermalam di Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah
f.          Thawaf wada ', yakni tawaf yang dikerjakan setelah selesai ibadah haji untuk memberi selamat tinggal bagi mereka yang keluar Mekkah.
3. Dam / Denda
a)      Macam-macam dam(denda)
1)      Menyembelih seekor kambing, yang sah untuk qurban untuk disedekahkan kepada fakir miskin. Kalau tidak bisa, boleh diganti dengan puasa 10 hari (3 hari dikerjakan waktu haji dan yang 7 hari bisa dilakukan di kampungnya setelah pulang).
Denda ini di berikan kepada yang :
a.       Mengerjakan haji secara Tamattu.
b.      Mengerjakan haji secara Qiran
c.       Mulai ihram tidak dari Miqaat.
d.      Tidak bermalam di Muzdalifah
e.       Tidak bermalam di Mina
f.       Tidak melempar jumrah.
2)      Menyembalih kambing untuk disedekahkan, atau puasa 3 hari atau memberi makan 3 sha’ (kira-kira sebanyak 7 kg) kepada 6 orang miskin. Denda ini diberikan kepada seseorang yang melaksanakan salah satu hal-hal di dalam ihram yaitu:
a.       Memakai pakaian yang berjahit menyarung,bagi pria saja
b.      Memotong kuku
c.       Bercukur atau memotong rambut atau bulu badan
d.      Memakai minyak harum pada pakaian ataupun badan
e.       Bersentuh dengan wanita dengan Syahwat
f.       Bersetubuh sehabis Tahallul-Awwal
3)      Menyembelih seekor unta kalau tidak sanggup wajib menyembelih seekor sapi kalau mustahil sanggup diganti menyembelih 7 ekor kambing kalau tidak bisa harga seekor unta ditaksir harganya sebanyak harganya dibelikan masakan untuk disedekahkan kepada fakir miskin kalaupun tidak sanggup maka wajiblah diganti dengan puasa untuk tiap-tiap 1 mud masakan harga unta itu dengan puasa 1 hari. Denda ini di jatuhkan kepada orang yang bersetubuh sebelum Tahallul-Awal.
4)      Barang siapa yang membunuh hewan  buruan di tanah haram maka wajib membayar dam sebagai berikut:
a.       Menyembelih binatang yang serupa atau hampir sama dengan binatang yang terbunuh
b.      Kalau itu mustahil wajib bersedekah masakan sebanyak harga binatang tersebut,  kalaupun tidak bisa boleh diganti dengan puasa, dengan perhitungan 1 mud 1 hari.
5)     Barang siapa yang memotong kayu di tanah haram maka dendanya adalah:
a.       Bagi kayu besar dendanya seekor unta atau sapi.
b.      Bagi kayu kecil dendanya seekor kambing.
6)     Bagi yang terhalang di jalan, sehingga tidak sanggup meneruskan pekerjaan haji atau umrah, maka boleh tahallul dengan menyembelih seekor kambing di kawasan itu, kemudian bercukur atau memotong rambut dengan niat tahallul.
b)      Tempat  membayar denda
1.      Denda yang berupa menyembelih binatang dan memberi makan, dibayarkan di tanah haram.
2.      Denda yang berupa puasa dibayarkan dimana saja kecuali yang telah ditentukan harus dilakukan di waktu haji.
3.      Denda yang berupa menyembelih binatang lantaran terhalang dibayarkan di kawasan ia terhalang.

B.     SEJARAH IBADAH HAJI
Ka’bah pertama kali dibangun oleh Nabi Adam AS setelah mendapatkan perintah dari Allah SWT. Sejak dikala itu juga, Nabi Adam diperintahkan untuk melaksanakan tawaf (berjalan mengelilingi Ka’bah). Namun banjir besar pada masa Nabi Nuh ternyata ikut menghancurkan Ka’bah. Akhirnya Ka’bah dibangun kembali pada masa Nabi Ibrahim.
Pada masa Nabi Ibrahim, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membangun kembali Ka’bah dan  menyeru seluruh umat insan supaya melaksanakan Tawaf. Pada masa ini jugalah dimulai ritual haji yang kesudahannya kita laksanakan hingga sekarang. Misalnya saja Tata cara lempar Jumroh di Mina. Pada dikala itu Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih anaknya sendiri, Nabi Ismail. Sepanjang perjalanan, setan terus menerus membisiki Nabi Ibrahim biar imannya goyah dan membatalkan rencananya untuk mengorbankan Nabi Ismail. Bukannya menjadi goyah, Nabi Ibrahim malah melempari setan dengan batu. Kesabaran Nabi Ibrahim pun tidak sia-sia. Allah mengganti Ismail dengan seekor domba sempurna sebelum Nabi Ibrahim menyentuh leher Ismail.
Selain itu ada Ibadah Sa’i atau berlari kecil antara bukit Shafa dan Marwah. Ibadah ini melambangkan pengorbanan dan pengabdian Siti Hajar ketika ditinggalkan Nabi Ibrahim di tengah-tengah gurun pasir yang panas. Saat itu Siti Hajar ingin mencarikan air untuk Ismail yang masih bayi. Beliau berlari ke bukit Shafa untuk mencari air. Karena tidak menemukannya, ia kembali lagi ke bukit Marwah, dan ia melaksanakan itu sebanyak 7 kali, hingga kesudahannya munculah sebuah sumber mata air yang kita kenal dengan mata air Zamzam. 
Pada masa Nabi Muhammad SAW, Ka’bah sempat menjadi kawasan pemujaan berhala oleh kaum Quraisy. Di sana selalu tercium aroma kemenyan dan berhala-berhala terpajang di setiap sudut. Akhirnya Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu untuk melaksanakan ibadah haji pada tahun 6 Hijriyah. Namun lantaran dijegal oleh kaum Quraisy, Nabi Muhammad SAW tidak bisa melaksanakan ibadah haji dikala itu. Tetapi pada dikala yang sama, Nabi Muhammad SAW menyepakati perjanjian Hudaibiyah yang kesudahannya menciptakan ia sanggup melaksanakan ibadah haji pada tahun 9 Hijriyah.
Telah diwajibkan semenjak tahun ke-9 tahun Hijriah. Rasul Allah (damai dan sejahtera baginya) mengirimkan 300 dibawah pimpinan Hazrat Abubakr Siddiq untuk ke Makkah melaksanakan Haji.
Pada tahun berikutnya, tahun ke-10, Muhammad (damai dan sejahtera baginya) mengumumkan bahwa ia akan melaksanakan Haji setiap tahun. Beliau memimpin ribuan Muslim untuk melaksanakan Haji dan menjelaskan kepada mereka bagaiman melaksanakan ritual Haji. Haji dikenal sebagai Haji al Wadaa’ atau Haji perpisahan lantaran merupakan Haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi  Muhammad (damai dan sejahtera baginya).
Nabi Muhammad SAW telah menunaikan fardhu haji sekali saja dan umroh 4 kali semasa hayatnya. Haji itu dinamakan Hijjatul Wada/ Hijjatul Balagh/ Hijjatul Islam atau Hijjatuttamam Wal Kamal kerana selepas haji itu tidak berapa usang kemudian ia pun wafat. Beliau berangkat dari Madinatul Munawwarah pada hari Sabtu, 25 Zulqo’dah tahun 10 Hijrah bersama isteri dan sahabat-sahabatnya bersama kurang lebih 90,000 orang Islam. Setelah menginap satu malam di Zulhulaifah, kini dikenali dengan nama Bir Ali, 10 km dari Madinah, esoknya Nabi mengenakan pakaian ihram diikuti seluruh anggota rombongan. Mereka berjalan bantu-membantu dengan pakaian putih yang sederhana, perlambang kesederhanaan dan persamaan yang amat jelas.
Dengan seluruh kalbu Muhammad SAW menengadahkan wajahnya kepada Tuhan sembari mengucapkan talbiyah sebagai tanda syukur atas nikmat karunia-Nya diikuti kaum muslimin di belakangnya: “Labbaik Allahumma Labbaik,Labbaika laa syarikka laka labbaik, Innal haamda wanni’mata laka wal mulk Laa syariika laka“, artinya : “Aku tiba memenuhi panggilan-Mu ya Allah, Aku tiba memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Nya, Ya Allah saya penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan kebesaran untuk-Mu semata-mata.Segenap kerajaan untuk-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu”.Di bawah sengatan matahari gurun, di padang pasir yang tidak dikenal banyak umat, bergerak arus insan dan kafilah menuju satu titik. Mereka menyambut panggilan Nabi Ibrahim as beberapa kurun silam. Tidak ada kejadian yang membedakan seseorang dengan lainnya. Tidak pula perbedaan ras, bangsa atau warna kulit. Sesungguhnya, inilah pemandangan paling indah wacana asas persamaan bahwa semua makhluk sama di depan Tuhan. Yang membedakan, hanya kadar iman dan takwa seseorang. Mereka memenuhi undangan Nabi untuk saling mengenal, merajut kasih sayang, keikhlasan hati dan semangat ukhuwah islamiah. Dengan penuh kesabaran pula mereka menanti tibanya Haji Akbar, dan rasa rindu bertemu Baitullah, dengan jantung berdegup keras.
Hari ke-8 Zulhijjah yaitu Hari Tarwiyah, ia pergi ke Mina bersama rombongannya. Selama satu hari melaksanakan shalat dan tinggal bersama kaumnya. Malamnya di dikala sang fajar menyembul setelah Shalat Subuh, dengan menunggang untanya al-Qashwa’, tatkala matahari mulai tampak, ia menuju Padang Arafah. Dalam perjalanan yang diikuti ribuan muslim yang mengucapkan talbiyah dan bertakbir, Nabi mendengarkan dan membiarkan mereka dalam kekhusyu’an. Pada tanggal 09 Zulhijjah yang jatuh pada hari Jumaat, Rasulullah SAW melaksanakan wukuf di Arafah. Ketika berada di perut wadi di bilangan Urana, masih di atas unta, Nabi berdiri dan berkhutbah di depan lebih 90.000 orang yang mengelilinginya. Itulah kejadian bersejarah yang dikenal dengan julukan “Al-Hijjatul Wada” atau “Haji Perpisahan’. Peristiwa yang begitu mengesankan dan indah, serta merupakan khulasha (kesimpulan) pedoman Islam dan sunnahnya yang ia wariskan kepada masyarakat Islam. Khutbah berlangsung di bawah panas matahari yang bisa aben ubun-ubun, dan didengarkan dengan khidmat. Kepada Umayyah bin Rabi’ah bin Khalaf diminta mengulang keras setiap kalimat yang ia sampaikan, biar didengar di kawasan yang jauh. Sore harinya, rombongan Rasulullah SAW bergerak ke arah Muzdalifah untuk bermalam di sana. Menjelang fajar, rombongan menuju ke Mina untuk melaksanakan pelemparan jumroh kubro (Aqabah), menyembelih ternak kurban. Kemudian menuju Baitullah untuk melaksanakan thawaf Ifadha’ dan kembali lagi ke Mina untuk melanjutkan pelemparan jumroh.
Rasulullah SAW telah menyempurnakan semua rukun dan wajib haji hingga tanggal 13 Zulhijjah. Dan pada tanggal 14 Zulhijjah, Rasulullah SAW berangkat meninggalkan Makkah Al-Mukarramah kembali menuju Madinah Al-Munawwarah.
C.      CARA MENJADI HAJI YANG MABRUR
Dalam kitab Lisan al-‘Arab (IV/51), kata mabrur mengandung dua arti:
Pertama, mabrur berarti baik, suci dan bersih. Dalam pengertian ini, haji mabrur ialah haji yang dilaksanakan dengan baik, tidak diperbuat di dalamnya hal-hal yang dihentikan menyerupai berkata kotor, berbuat fasik dan menyakiti atau mengganggu orang lain termasuk menyuap orang untuk fasilitas amalnya sementara orang lain mendapatkan kesulitan karenanya. Di samping itu, bekal yang dibawa untuk berhaji ialah bekal yang halal dan bersih.

Kedua, mabrur berarti maqbul atau diterima dan diridhai oleh Allah Swt. Dalam hal ini, haji mabrur ialah haji yang tata caranya dilakukan dengan baik dan benar sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya dan memperhatikan syarat-syarat dan rukunnya serta hal-hal yang wajib diperhatikan dalam berhaji.
Syarat-syarat Haji Mabrur
Untuk meraih predikat haji mabrur, maka mesti terkumpul di dalamnya hal-hal berikut:
1.      Hendaknya haji yang ia lakukan harus benar-benar ikhlash lantaran Allah, bahwa motivasinya dalam berhaji tidak lain hanya lantaran mencari ridha Allah dan bertaqarrub kepada-Nya.
2.      Haji yang ia lakukan mesti serupa dengan sifat haji Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam. Maksudnya dalam melaksanakan proses ibadah haji, insan dengan segenap kemampuannya mengikuti cara yang dicontohkan Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam.
3.      Harta yang ia pakai untuk berhaji ialah harta yang mubah bukan yang haram. Bukan diperoleh dari hasil transaksi riba, tipuan, jodi dan bentuk-bentuk lainnya yang diharamkan. Tapi, didapat dari perjuangan halal.
4.      Hendaknya ia menjauhi rafats (menge-luarkan perkataan yang menimbulkan birahi/bersetubuh), berbuat fasik, dan berbantah-bantahan. Allah berfirman yang artinya: ‘Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. (QS. Al-Baqarah 197).
Tanda Haji Mabrur
1.      Sebenarnya yang mempunyai hak menilai kemabruran haji seseorang hanyalah Allah Ta’ala. Dan sebagai insan kita hanya bisa menilai mabrur tidaknya haji dari pandangan insan saja. Ada beberapa tanda haji mabrur berdasarkan para Ulama Islam berdasarkan akan keterangan serta nash Al-Qur’an dan As-Sunnah. Berikut beberapa tanda ciri haji mabrur tersebut :
2.      Segala amalan ibadah haji dilakukan dan berdasarkan atas keikhlasan mendapatkan keridhoan Allah Ta’ala dan juga dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Dalam melaksanakan ibadah haji ini kita harus benar-benar meluruskan niatan hati kita nrimo lantaran Allah, bukan lantaran kita naik haji lantaran gengsi, untuk status sosial atau niat keliru lainnya untuk mendapatkan pandangan masyarakat saja.
3.      Harta yang digunakan dalam melaksanakan haji tersebut ialah dari hasil harta yang halal. Karena sesuatu yang baik dalam hal apa pun akan menghasilkan hasil yang baik bila hal tersebut juga berasal dari yang baik. Untuk itu bila kita memang menginginkan pergi haji dan melaksanakan ibadah haji maka kita juga harus bisa memastikan harta yang digunakan kita ialah halal biar bisa bisa nantinya mendapatkan haji yang mabrur.
4.      Melaksanakan serangkaian ibadah haji yang telah dituntunkan dan ditambah serta dipenuhi dengan amalan-amalan ibadah lainnya yang menyertainya menyerupai halnya memperbanyak dzikir di Masjidil Haram, memperbanyak sedekah di kala haji dan berkata-kata yang baik. Point pentingnya ialah dengan banyak melaksanakan kebaikan di dalam melaksanakan haji tersebut. Di antara amalan khusus yang disyariatkan untuk meraih haji mabrur ialah bersedekah dan berkata-kata baik selama haji. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya wacana maksud haji mabrur, maka ia menjawab :”Memberi makan dan berkata-kata baik.” (HR. Al-Baihaqi 2/413 (no. 10693).
5.      Tidak melaksanakan perbuatan maksiat khususnya dalam melaksanakan ihram. Larangan berbuat maksiat ini memang dalam setiap tindakan kita dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dikala sedang melaksanakan haji, maka meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat ialah salah satu cara biar haji kita memperoleh kemabruran. Hal-hal yang termasuk dihentikan dalam ihram dan haji ialah rafats, fusuq dan berbantah-bantahan selama mengerjakan haji. Pengertian rafats ialah semua bentuk kekejian dan kasus yang tidak berguna. Dalilnya ialah salah satunya hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu :”Barang siapa yang haji dan ia tidak rafats dan tidak fusuq, ia akan kembali pada keadaannya dikala dilahirkan ibunya.” (HR. Muslim (1350).
6.      Kebaikan dan amal sholehnya meningkat setelah selesai melaksanakan ibadah haji dan tiba di tanah air. Salah satu tanda diterimanya amal seseorang di sisi Allah ialah diberikan taufik untuk melaksanakan kebaikan lagi setelah amalan tersebut. Sebaliknya, kalau setelah bederma saleh melaksanakan perbuatan buruk, maka itu ialah tanda bahwa Allah tidak mendapatkan amalannya.
Penekanan : Menjaga Amal
Seperti yang dikatakan oleh Al-Munâwi, diantara indikasi diterimanya amal haji seseorang ialah ia kembali melaksanakan kebaikan yang pernah dilakukan dan tidak kembali melaksanakan kemaksiatan. Itu bermakna kiprah seorang hamba bukan hanya sekedar bederma shalih saja, tetapi yang lebih berat dari itu ialah menjaga amal itu dari apa saja yang merusak dan menggugurkan-nya, riya’, sanggup merusak amal meskipun sangat tersembunyi, dan ini banyak sekali dan tak terhitungkan. Amal yang tidak sesuai sunnah da-pat menggugurkan amal. Merasa berjasa kepada Allah juga sanggup merusak amal. Mengganggu sesama makhluk sanggup membatalkan amal , dan sengaja menentang dan meremehkan perintah Allah sanggup membatalkannya dsb. (Ensiklopedi Islam Al-Kâmil, Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri 865). (dari banyak sekali sumber)
D.     Hikmah Pelaksanaan Haji dan Umroh
  • Setiap perbuatan dalam ibadah haji sesungguhnya mengandung rahasia, pola menyerupai ihrom sebagai upacara pertama maksudnya ialah bahwa insan harus melepaskan diri dari hawa nafsu dan hanya mengahadap diri kepada Allah  Yang Maha Agung.
  • Memperteguh iman dan takwa kepada allah SWT lantaran dalam ibadah tersebut diliputi dengan penuh kekhusyu’an
  • Ibadah haji menambahkan jiwa tauhid yang tinggi
  • Ibadah haji ialah sebagai tindak lanjut dalam pembentukan sikap mental dan sopan santun yang mulia.
  • Ibadah haji ialah merupakan pernyataan umat islam seluruh dunia menjadi umat yang satu lantaran mempunyai persamaan atau satu akidah.
  • Ibadah haji merupakan muktamar akbar umat islam sedunia, yang peserta-pesertanya berdatangan dari seluruh penjuru dunia dan Ka’bahlah yang menjadi symbol kesatuan dan persatuan.
  • Memperkuat fisik dan mental, kerena ibadah haji maupun umrah merupakan ibadah yang berat memerlukan persiapan fisik yang kuat, biaya besar dan memerlukan kesabaran serta ketabahan dalam menghadapi segala godaan dan rintangan.
  • Menumbuhkan semangat berkorban, lantaran ibadah haji maupun umrah, banyak meminta pengorbanan baik harta, benda, jiwa besar dan pemurah, tenaga serta waktu untuk melakukannya.
  • Dengan melaksanakan ibadah haji bisa dimanfaatkan untuk membina persatuan dan kesatuan umat Islam sedunia.

E.     MAKNA SPIRITUAL DARI IBADAH HAJI
1.      Makna Ikhrom
menggunakan ihram, sesungguhnya kita diingatkan bahwa kehidupan di dunia ini tidaklah abadi, melainkan hanya senda-gurau belaka (QS. 29:64). Dalam hal ini, pakaian ihram dianalogikan sebagai kain kafan yang setiap dikala sanggup membalut tubuh kita. Untuk itu, kita harus menyadari benar konsep innalillahi wa innailaihi raji’un yang mengandung arti bahwa kita semua ialah makhluk ciptaan Allah SWT dan kepada-Nyalah kita akan kembali itu makna dari ihram apabila ditinjau dari dimensi yang pertama, yaitu dimensi vertikal. Lalu apakah makna ihram apabila dilihat dari dimensi horizontal? Sesungguhnya, makna yang terkandung sangatlah sederhana yaitu kita diminta menanggalkan segala kepalsuan dan diminta untuk senantiasa bertindak apa adanya. Hipokrit merupakan suatu sikap dimana kita melegalkan kedustaan demi tercapainya keinginan pribadi. Sebagai contoh, kita sering mendengar seseorang memuji atasannya demi kenaikan pangkat, bukan lantaran atasannya memang layak dipuji lantaran kepribadiannya ataupun etos kerjanya.
          Di samping itu, dengan menggunakan pakaian ihram kita disadarkan untuk melepaskan diri dari kesombongan, klaim superioritas, maupun ketidaksamaan derajat atas insan yang lain. Oleh lantaran itu, kita diharuskan biar senantiasa berbuat baik dan mengedepankan sikap saling menghormati. Apabila hal ini sanggup terwujud, maka harapan akan perdamaian, toleransi, ataupun kerukunan masyarakat akan lebih gampang untuk direalisasikan.
2.    Makna Thawaf
Thawaf merupakan rangkaian dari ibadah haji dimana kita diharuskan untuk mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali. Pada hakikatnya, thawaf sanggup diartikan sebagai tindakan memalsukan sikap alam semesta yang senantiasa “berdzikir” kepada Allah SWT. Melalui pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, kita sanggup mengetahui bahwa sesungguhnya benda-benda alam senantiasa bergerak. Gunung yang besar dan kukuh ternyata bergerak (bergeser), bulan bergerak dengan mengelilingi bumi, bumi bergerak dengan mengelilingi matahari, dan mataharipun bergerak mengelilingi sentra dari gugusan-gugusan bintang yaitu galaksi Bima Sakti (Milky Way) atau yang kita kenal dengan sebutan Black Hole. Inilah makna thawaf dalam dimensi vertikal, yaitu penegasan bahwa sesungguhnya kita merupakan potongan dari alam semesta yang tunduk dan patuh kepada Sang Pencipta serta dan diharuskan untuk senantiasa mengingat-Nya.
Dalam dimensi horizontal, kita diminta senantiasa hidup dengan penuh keteraturan menyerupai keteraturan gerak benda-benda alam raya. Bayangkan, apabila gerakan yang dilakukan oleh benda-benda tersebut tidak teratur, tentunya akan menimbulkan chaos (suatu keadaan dengan penuh ketidakteraturan) yang tentunya sanggup membawa kehancuran. Sama halnya dengan benda-benda alam tersebut, insan juga sanggup mengalami kehancuran apabila tidak hidup dalam keteraturan lantaran sanggup memicu konflik. Keseimbangan hidup, itulah kunci biar kita sanggup hidup dalam keteraturan, ingat, alam raya diciptakan juga atas dasar konsep keseimbangan (QS. 55: 7-9).
        Selain soal keteraturan, dalam melaksanakan thawaf kita juga diingatkan bahwa sesungguhnya kehidupan setiap insan senantiasa berputar. Mungkin hari ini kita berada dalam kebahagian, tetapi mungkin esok kita hidup dalam kesusahan. Sesungguhnya semua itu merupakan cobaan dari Allah SWT. yang ingin menguji hingga sejauhmana tingkat keimanan kita.
3.      Makna Sa’i
Setelah berthawaf, maka kita diminta melaksanakan sa’i, yaitu berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan bukit Marwah. Agar lebih gampang memahami sa’i, maka ada baiknya kita kembali mengingat kejadian sewaktu Nabi Ibrahim AS meninggalkan anaknya, Nabi Ismail AS, beserta istrinya, Siti Hajar di suatu lahan tandus yang kini ini kita kenal dengan nama Mekkah. Kecintaan dan keikhlasan kepada Allah SWT ialah wujud dari dimensi vertikal yang sanggup kita ambil sebagai pelajaran. Mungkinkah Anda meninggalkan istri dan anak Anda yang gres lahir di sebuah lahan tandus dan tidak berpenghuni? Adakah alasan lain untuk melaksanakan hal tersebut selain dari wujud kecintaan dan keikhlasan Anda kepada Allah SWT, Tuhan sekalian alam? Sesungguhnya ini ialah wujud konkrit dari apa yang kita sebut dengan Tauhid.
Keikhlasan Nabi Ibrahim AS meninggalkan istri dan anaknya dan keikhlasan Siti Hajar untuk ditinggalkan suami tercinta, lantaran semata-mata perintah Allah SWT merupakan suatu hal yang sanggup kita jadikan pelajaran. Apalagi pada masa yang kini ini dikala kita gampang melalaikan perintah Allah SWT, bahkan yang sederhana menyerupai menjaga kebersihan hingga yang wajib menyerupai shalat, lantaran hal-hal yang bersifat duniawi.
Wahai belum dewasa Adam masihkah engkau tidak menyadari bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanya senda-gurau belaka, dan sesungguhnya alam abadi itu merupakan kehidupan yang sebenarnya?! Janganlah pernah bergantung kepada suatu hal yang hanya sesaat, tetapi bergantunglah kepada sesuatu yang abadi, yaitu Allah SWT. Mengapa demikian? lantaran sesungguhnya bergantung kepada suatu yang sesaat merupakan suatu kesia-siaan.
     Dalam dimensi horizontal sa’i, merupakan wujud dari kasih-sayang ibu kepada anaknya. Diceritakan bahwa ketika Siti Hajar ditinggalkan, ia mempunyai cukup persiapan air. Tetapi, ketika persediaan itu mulai berkurang, rasa panik mulai menghinggapi dirinya dan ia pun segera berlari-lari dari bukit Shafa ke bukit Marwah untuk mencari air. Ketika ia mulai lelah lantaran tidak menemukan air, tiba-tiba ia tercengang ketika melihat air yang memancar dari bawah padang pasir. Kemudian secara impulsif ia seakan berbicara kepada air yang memancar itu biar berkumpul lantaran takut air itu akan kembali ke dalam pasir. Air inilah yang kini kita kenal dengan istilah air Zam-Zam yang berasal dari bahasa Ibrani yang berarti “kumpullah-kumpullah”.
Dalam makna yang lain, sa’i mengajarkan kepada kita bahwa apabila kita ingin mendapatkan sesuatu, maka kita harus berusaha dahulu. Hanya saja, kini ini insan menginginkan sesuatu yang instan, lantaran tidak ingin lagi bersusah payah apabila ingin mendapatkan sesuatu. Bahkan, terkadang hingga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginannya itu.
4.      Makna Wuquf
Wuquf di (bukit) Arafah merupakan rangkaian ibadah haji setelah sa’i. Konon, dikala Nabi Adam AS diturunkan ke bumi, ia terpisah dengan istrinya yaitu Siti Hawa, kemudian Allah SWT mempertemukan mereka kembali di bukit Arafah. Oleh lantaran itu, ada semacam anggapan bahwa bukit Arafah ialah Bukit Jodoh, apabila seseorang berdo’a di bukit tersebut untuk mendapatkan jodoh, konon dia akan mendapatkan jodoh. Tetapi, sesungguhnya itu semua tidak lebih dari sekadar mitos.
     Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa haji itu ialah Arafah, maksudnya ialah bahwa tidak akan diterima haji seseorang apabila ia meninggalkan wuquf di Arafah. Lalu pertanyaannya ialah apa yang sesungguhnya mengakibatkan wuquf di Arafah sangat penting? Hal itu disebabkan lantaran ketika sedang melaksanakan wuquf, Nabi Muhammad Saw. menerima wahyu terakhir yang menyatakan bahwa Allah Swt. telah meridhai Islam sebagai agama umat insan (QS. 5:3). Selain itu, Nabi juga pernah memberikan khutbatul wada’ (khutbah perpisahan) yaitu khutbah terakhir Nabi sebelum meninggal beberapa bulan kemudian.
      Dalam khutbah tersebut ada beberapa hal penting yang perlu dihayati, khutbah tersebut dibuka oleh Nabi dengan pertanyaan: “Wahai sekalian umat manusia, tahukah kau dalam bulan apa kau ini, di hari apa kau ini, dan di negeri apa kau ini?” Kemudian para hadirin menjawab: “Kita semuanya ada dalam hari yang suci, bulan yang suci, dan di tanah yang suci.”
       Mendengar tanggapan tersebut, Nabi melanjutkan khutbahnya: “Oleh lantaran itu, ingatlah bahwa hidupmu, hartamu, dan kehormatanmu itu suci, menyerupai sucinya harimu ini, dan bulanmu ini, di negeri yang suci ini, hingga kau tiba menghadap Tuhan.” Sejenak Nabi terdiam, tetapi kemudian berkata lagi: “Sekarang dengarkan aku, dengarkanlah aku, maka kau akan hidup tenang; ingatlah kau tidak boleh menindas orang, tidak boleh berbuat zhalim kepada orang lain, dan tidak boleh mengambil harta orang lain.”
        Dari klarifikasi di atas, makna wuquf dari dimensi vertikal ialah kembali sucinya kita di mata Allah SWT. Tetapi, sucinya diri kita harus selalu disertai makna horizontal wuquf, yaitu dimana kita harus senantiasa menghargai dan menghormati orang lain dengan cara tidak menindas, tidak berbuat zhalim, dan tidak mengambil harta orang lain.







BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan makalah yang membahas tuntas wacana haji dan umroh, sanggup disimpulkan :
1.      Haji berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk melaksanakan beberapa amal ibadah dengan tata cara yang tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari ridho Allah.
2.      Umrah ialah menziarahi ka’bah, melaksanakan tawaf di sekelilingnya, bersa’yu antara Shafa dan Marwah dan mencukur atau menggunting rambut.
3.      Ketaatan kepada Allah SWT itulah tujuan utama dalam melaksanakan ibadah haji.
Disamping itu juga untuk memberikan kebesaran Allah SWT.
4.      Dasar Hukum Perintah Haji atau umrah terdapat dalam QS. Ali- Imran 97.
5.      Untuk sanggup menjalankan ibadah haji dan umrah harus memenuhi syarat, rukun dan wajib haji atau umroh.


Sumber http://rionbettencourtz.blogspot.com

0 Response to "✔ Makalah Haji"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel