Mencermati Problem Imigrasi (International Immigration)
Dalam beberapa waktu terakhir ini, warta imigrasi (international immigration) menjadi diskusi yang sangat menarik. Berbagai kasus terkait dengan problem tersebut diantaranya referendum rakyat Inggris yang menyatakan menentukan keluar dari blok kerjasama Uni Eropa (Brexit); terpilihnya Donal J. Trump sebagai presiden Amerika Serikat ke-43 dengan kebijakannya yang hendak memulangkan imigran-imigran dari Amerika Serikat; serta pengungsian suku Rohingya (suku pendatang dari Bangladesh) di Myanmar ke beberapa negara tetangga, termasuk Malaysia dan Indonesia.
Tulisan ini akan membahas fenomena migrasi internasional yang terjadi dalam beberapa kurun waktu terakhir.
Fenomena Imigrasi Sebagai Konsekuensi Globalisasi.
Salah satu konsekuensi globalisasi yaitu terjadinya perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain secara terbuka.
Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (the United Nations), pada 2015 terjadi migrasi internasional sampai mencapai 244 juta jiwa, meningkat signifikan dari lima tahun sebelumnya yang mencatatkan angka 222 juta jiwa. Adapun daerah tujuan utama migrasi yaitu daratan Eropa dan Asia, yang mencakup lebih dari 65% tujuan migrasi.
Sementara Amerika Serikat, Rusia, dan Jerman menjadi daerah tujuan imigrasi terbesar berdasarkan sumber tersebut (United Nations, Department of Economic and Social Affairs, Population Division, International Migration Report 2015: Highlights, 2016).
Migrasi sendiri dimaknai sebagai perpindahan individu dari negara asal menuju negara lain selama lebih dari satu tahun dengan aneka macam alasan, baik secara sukarela maupun lantaran keterpaksaan, termasuk didalamnya pengungsi, pencari suaka, maupun migrasi lantaran alasan ekonomi. Beberapa faktor yang menjadikan fenomena migrasi internasional antara lain lantaran perang atau pertikaian politik yang terjadi di negara asal, serta cita-cita untuk menggapai kesejahteraan ekonomi yang lebih baik.
Persoalan imigrasi merupakan permasalahan kompleks. Karena banyaknya jumlah imigran, maka pendataan terhadap para imigran menjadi tantangan besar bagi negara-negara tujuan imigrasi (host countries). Munculnya problem tersebut antara lain disebabkan oleh:
Brexit dan Kebijakan Imigrasi Amerika Serikat.
Studi menyebutkan bahwa semenjak 1995-2015 jumlah imigran dari negara Uni Eropa yang tiba ke Inggris meningkat dari 0.9 juta menjadi 3.3 juta. Disisi lain, pada 2014 diperkirakan terdapat lebih dari 800 ribu pendatang yang masuk ke negara-negara Uni Eropa melalui jalur tidak resmi.
Bagi sebagian pihak, peningkatan jumlah imigran dianggap menjadikan kasus kependudukan, antara lain kasus pemukiman, pertikaian dan ukiran sosial antara kaum pendatang dengan penduduk lokal, meningkatnya angka kejahatan, maraknya perdagangan narkotika dan obat terlarang, sampai potensi tumbuhnya t3r0risme.
Selain itu warga pendatang dianggap menjadi pesaing di pasar tenaga kerja bagi penduduk lokal. Berbagai alasan itulah yang dipercaya menjadi salah satu faktor mengapa warga negara Inggris lebih menentukan untuk keluar dari blok kerjasama Uni Eropa yang mengusung konsep keterbukaan, pasar bersama, dan globalisasi.
Hal itu juga yang diyakini menjadi alasan berpengaruh mengapa Trump selalu menggelorakan semangat American First atau mendahulukan kepentingan rakyat Amerika Serikat dalam setiap kampanye’nya, yang nantinya diwujudkan dalam kebijakan formal sehabis resmi menjabat Presiden, yakni membatasi jumlah imigran yang hendak masuk ke negara tersebut.
Kasus Pengungsi Rohingya dan Hubungan Malaysia dengan Myanmar.
Isu imigran (dalam hal ini pengungsi) juga menghangatkan hubungan antara Malaysia dan Myanmar. Myanmar menjadi perhatian dunia atas terjadinya pengungsian besar-besaran suku Rohingya dari negara tersebut.
Myanmar beralasan bahwa suku Rohingya merupakan pendatang ilegal dan berpotensi memicu konflik sosial kemasyarakatan, sementara Malaysia menyoroti perlakuan pemerintah Myanmar yang dinilai melanggar hak asasi insan (www.theguardian.com, Malaysia PM urges world to act against 'genocide' of Myanmar's Rohingya, December 4, 2016).
Penelitian Terkait Imigrasi.
Terdapat banyak penelitian yang mengkaji fenomena migrasi dan dampak-dampaknya. Beberapa studi menyoroti problem ekonomi yang menjadi salah satu faktor utama terjadinya imigrasi serta efek imigran terhadap perekonomian negara tujuan.
Salah satu penelitian menyebutkan bahwa pasar tenaga kerja menjadi argumen utama dalam setiap perdebatan wacana diijinkan atau tidaknya para imigran memasuki suatu negara. Hal ini terkait dengan pertanyaan apakah kehadiran para pendatang menjadikan kompetisi secara pribadi dengan penduduk lokal. Dengan kata lain, undangan tenaga kerja, ketersediaan lapangan kerja, serta faktor distribusi pendapatan menjadi unsur penting dalam problem ini.
Diluar faktor ekonomi, unsur politik juga dipakai sebagai alat dalam melegitimasi kedatangan imigran untuk meraih simpati atau pemberian bunyi bagi mereka yang hendak menduduki jabatan publik (Mayr, Karin, Immigration: Economic Effects and Political Participation: An Overview and Assessment of the Literature, 2003).
Sementara studi lain menyimpulkan bahwa adanya imigrasi di Eropa bisa meningkatkan inovasi, angka perdagangan, serta kewirausahaan (entrepreneurship). Lebih jauh, para imigran yang bermukim di negara-negara anggota OECD (the Organisation for Economic Co-operation and Development) bisa menyesuaikan diri dengan baik dan membuat lapangan pekerjaan gres yang menyerap tenaga kerja lokal maupun asing.
Selain itu para imigran juga membayar pajak lebih besar daripada penduduk lokal, sehingga bisa menstimulasi acara perekonomian dan menambah pendapatan nasional.
Disamping itu ditegaskan pula tidak adanya kaitan pribadi antara imigran yang tiba lantaran alasan ekonomi dengan angka kejahatan yang terjadi di negara tujuan (Centre for Research & Analysis of Migration, What do we know about migration? Informing the debate, www.cream-migration.org).
Imigrasi dan Pembangunan Global Jangka Panjang.
Penanganan imigran juga menjadi concern dalam kaitannya dengan jadwal pembangunan global jangka panjang. Adapun manifestasi dari tindakan tersebut antara lain berupa:
Penutup.
Persoalan imigrasi (international immigration) merupakan kasus multidimensional, lantaran menyangkut hak asasi manusia, baik bagi para imigran maupun masyarakat lokal di negara tujuan. **
ARTIKEL TERKAIT :
Tinjauan wacana Modal Sosial (Social Capital) serta Kaitannya dengan Ekonomi dan Pembangunan
Mengenal Gerakan Anti Globalisasi (Anti-Globalization Movement)
Pertumbuhan Populasi Penduduk Dunia beserta Permasalahannya
SDGs: Perdamaian, Keadilan, dan Kerjasama Global untuk Pembangunan Jangka Panjang Sumber http://www.ajarekonomi.com
Tulisan ini akan membahas fenomena migrasi internasional yang terjadi dalam beberapa kurun waktu terakhir.
Fenomena Imigrasi Sebagai Konsekuensi Globalisasi.
Salah satu konsekuensi globalisasi yaitu terjadinya perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain secara terbuka.
Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (the United Nations), pada 2015 terjadi migrasi internasional sampai mencapai 244 juta jiwa, meningkat signifikan dari lima tahun sebelumnya yang mencatatkan angka 222 juta jiwa. Adapun daerah tujuan utama migrasi yaitu daratan Eropa dan Asia, yang mencakup lebih dari 65% tujuan migrasi.
Sementara Amerika Serikat, Rusia, dan Jerman menjadi daerah tujuan imigrasi terbesar berdasarkan sumber tersebut (United Nations, Department of Economic and Social Affairs, Population Division, International Migration Report 2015: Highlights, 2016).
Migrasi sendiri dimaknai sebagai perpindahan individu dari negara asal menuju negara lain selama lebih dari satu tahun dengan aneka macam alasan, baik secara sukarela maupun lantaran keterpaksaan, termasuk didalamnya pengungsi, pencari suaka, maupun migrasi lantaran alasan ekonomi. Beberapa faktor yang menjadikan fenomena migrasi internasional antara lain lantaran perang atau pertikaian politik yang terjadi di negara asal, serta cita-cita untuk menggapai kesejahteraan ekonomi yang lebih baik.
Persoalan imigrasi merupakan permasalahan kompleks. Karena banyaknya jumlah imigran, maka pendataan terhadap para imigran menjadi tantangan besar bagi negara-negara tujuan imigrasi (host countries). Munculnya problem tersebut antara lain disebabkan oleh:
- Imigran yang masuk ke negara lain dengan dokumen resmi, namun tinggal dan bekerja di negara tujuan dengan cara tidak legal dan/atau tidak sesuai ijin tinggal.
- Imigran yang masa tinggalnya sudah melampaui hak yang dimilikinya atau kadaluarsa.
- Imigran yang memakai dokumen palsu dan atau melalui jalur ilegal saat memasuki negara tujuan.
Brexit dan Kebijakan Imigrasi Amerika Serikat.
Studi menyebutkan bahwa semenjak 1995-2015 jumlah imigran dari negara Uni Eropa yang tiba ke Inggris meningkat dari 0.9 juta menjadi 3.3 juta. Disisi lain, pada 2014 diperkirakan terdapat lebih dari 800 ribu pendatang yang masuk ke negara-negara Uni Eropa melalui jalur tidak resmi.
Bagi sebagian pihak, peningkatan jumlah imigran dianggap menjadikan kasus kependudukan, antara lain kasus pemukiman, pertikaian dan ukiran sosial antara kaum pendatang dengan penduduk lokal, meningkatnya angka kejahatan, maraknya perdagangan narkotika dan obat terlarang, sampai potensi tumbuhnya t3r0risme.
Selain itu warga pendatang dianggap menjadi pesaing di pasar tenaga kerja bagi penduduk lokal. Berbagai alasan itulah yang dipercaya menjadi salah satu faktor mengapa warga negara Inggris lebih menentukan untuk keluar dari blok kerjasama Uni Eropa yang mengusung konsep keterbukaan, pasar bersama, dan globalisasi.
Hal itu juga yang diyakini menjadi alasan berpengaruh mengapa Trump selalu menggelorakan semangat American First atau mendahulukan kepentingan rakyat Amerika Serikat dalam setiap kampanye’nya, yang nantinya diwujudkan dalam kebijakan formal sehabis resmi menjabat Presiden, yakni membatasi jumlah imigran yang hendak masuk ke negara tersebut.
Kasus Pengungsi Rohingya dan Hubungan Malaysia dengan Myanmar.
Isu imigran (dalam hal ini pengungsi) juga menghangatkan hubungan antara Malaysia dan Myanmar. Myanmar menjadi perhatian dunia atas terjadinya pengungsian besar-besaran suku Rohingya dari negara tersebut.
Myanmar beralasan bahwa suku Rohingya merupakan pendatang ilegal dan berpotensi memicu konflik sosial kemasyarakatan, sementara Malaysia menyoroti perlakuan pemerintah Myanmar yang dinilai melanggar hak asasi insan (www.theguardian.com, Malaysia PM urges world to act against 'genocide' of Myanmar's Rohingya, December 4, 2016).
Penelitian Terkait Imigrasi.
Terdapat banyak penelitian yang mengkaji fenomena migrasi dan dampak-dampaknya. Beberapa studi menyoroti problem ekonomi yang menjadi salah satu faktor utama terjadinya imigrasi serta efek imigran terhadap perekonomian negara tujuan.
Salah satu penelitian menyebutkan bahwa pasar tenaga kerja menjadi argumen utama dalam setiap perdebatan wacana diijinkan atau tidaknya para imigran memasuki suatu negara. Hal ini terkait dengan pertanyaan apakah kehadiran para pendatang menjadikan kompetisi secara pribadi dengan penduduk lokal. Dengan kata lain, undangan tenaga kerja, ketersediaan lapangan kerja, serta faktor distribusi pendapatan menjadi unsur penting dalam problem ini.
Diluar faktor ekonomi, unsur politik juga dipakai sebagai alat dalam melegitimasi kedatangan imigran untuk meraih simpati atau pemberian bunyi bagi mereka yang hendak menduduki jabatan publik (Mayr, Karin, Immigration: Economic Effects and Political Participation: An Overview and Assessment of the Literature, 2003).
Sementara studi lain menyimpulkan bahwa adanya imigrasi di Eropa bisa meningkatkan inovasi, angka perdagangan, serta kewirausahaan (entrepreneurship). Lebih jauh, para imigran yang bermukim di negara-negara anggota OECD (the Organisation for Economic Co-operation and Development) bisa menyesuaikan diri dengan baik dan membuat lapangan pekerjaan gres yang menyerap tenaga kerja lokal maupun asing.
Selain itu para imigran juga membayar pajak lebih besar daripada penduduk lokal, sehingga bisa menstimulasi acara perekonomian dan menambah pendapatan nasional.
Disamping itu ditegaskan pula tidak adanya kaitan pribadi antara imigran yang tiba lantaran alasan ekonomi dengan angka kejahatan yang terjadi di negara tujuan (Centre for Research & Analysis of Migration, What do we know about migration? Informing the debate, www.cream-migration.org).
Imigrasi dan Pembangunan Global Jangka Panjang.
Penanganan imigran juga menjadi concern dalam kaitannya dengan jadwal pembangunan global jangka panjang. Adapun manifestasi dari tindakan tersebut antara lain berupa:
- Penghormatan terhadap hak asasi para migran tanpa memandang status yang menempel pada dirinya.
- Memberikan perhatian besar pada para imigran, pengungsi, serta pencari suaka.
- Mengakui bantuan pada imigran bagi pembangunan global jangka pangjang.
- Menanggulangi krisis kemanusiaan.
- Memperkuat kerjasama internasional.
- Memperkuat daya dukung komunitas masyarakat di negara tujuan.
- Mendukung hak-hak para imigran untuk kembali ke negara asal.
Penutup.
Persoalan imigrasi (international immigration) merupakan kasus multidimensional, lantaran menyangkut hak asasi manusia, baik bagi para imigran maupun masyarakat lokal di negara tujuan. **
ARTIKEL TERKAIT :
Tinjauan wacana Modal Sosial (Social Capital) serta Kaitannya dengan Ekonomi dan Pembangunan
Mengenal Gerakan Anti Globalisasi (Anti-Globalization Movement)
Pertumbuhan Populasi Penduduk Dunia beserta Permasalahannya
SDGs: Perdamaian, Keadilan, dan Kerjasama Global untuk Pembangunan Jangka Panjang Sumber http://www.ajarekonomi.com
0 Response to "Mencermati Problem Imigrasi (International Immigration)"
Posting Komentar