iklan banner

Contoh Konflik Sosial





Contoh artikel konflik social
Home » Berita Agama »  Jawa di Mata Aceh

Jawa di Mata Aceh

Ini  tentu sulit. Karena Acehpun heterogen. Masyarakat Aceh di pantai timur-utara tentu beda dengan barat-selatan dalam memandang masyarakat pendatang, terutama dari Jawa.Perbedaan itu disebabkan oleh sejarah, terutama sejarah konflik. Perjumpaan masyarakat pantai timur-utara Aceh dengan Jawa bermula ketika armada barat Majapahit menaklukkan Kerajaan Pasai di Aceh Utara pada sekitar 1350 Masehi (Kawilarang, 2008). Sejak itu kekerabatan Aceh-Jawa mengalami pasang surut. Pernah suatu ketika Aceh berhubungan dengan Jawa ketika pundak membahu memerangi Portugis yang menguasai Malaka. Ini terjadi pada masa Pangeran Sabrang Lor Pati Unus, pada 1521 M. Karena kekerabatan usaha ini Ratu Kalinyamat – putri Sultan Demak Trenggono – dinikahkan dengan Raden Toyib salah seorang putera Sultan Aceh Mughayat Syah. Raden Toyib jadinya dikenal dengan nama Pangeran Hadiri.
Pada 1564 Sultan Aceh Ali Riayat Syah mengirimkan utusan ke Jawa meminta pertolongan memerangi Portugis. Karena salah paham utusan Aceh tersebut justru di bunuh oleh Aria Pangiri, putra Sunan Prawata (Sultan Demak keempat). Hanya lantaran faktor Ratu Kalinyamat dan Pangeran Hadiri kekerabatan Aceh dan Jawa relatif tetap baik.
Pada tahun 1573 Sultan Aceh kembali meminta pertolongan Ratu Kalinyamat (waktu itu ia penguasan Jepara bawahan Demak) untuk menyerang Portugis. Jawa mengirim pasukan sebanyak 15.000 orang dengan 300 kapal, tetapi terlambat, sehingga armada Aceh sudah dipukul mundur Portugis. Sejak itu kepercayaan Aceh terhadap Jawa menipis, apalagi semenjak selesai hidup Ratu Kalinyamat pada 1579.
Bagi anda penggemar sejarah tentu mengetahui bahwa semenjak tahun 1873 Aceh berperang dengan Belanda hingga menjelang kedatangan Jepang. Tahukah anda suku bangsa nusantara yang paling banyak membela Belanda dalam memerangi Aceh? Ya benar, suku Jawa. Paling tidak hal ini berdasarkan pandangan Aceh. Ribuan kompeni KNIL yang dikirim ke Aceh sebagian besar suku Jawa, disamping Eropa, Ambon, Timor dan Minahasa. Kalau anda tinggal di Banda Aceh anda sanggup mengunjungi Kuburan Belanda Kerkoff. Semua orang Aceh tahu bahwa justru yang dikubur disitu mayoritas orang Jawa yang masuk dalam kedinasan KNIL. Anda akan menemui nama-nama Jawa mirip Kromodengso, Kromodiryo, Semito, Prawiroyudo dan seterusnya. Ratusan bahkan mungkin seribu nama-nama Jawa. Kerkoff ialah monumen bahwa Jawa pernah membela Belanda (penjajah kafir), dan Jawa jadinya terbunuh di Aceh.
Kalau anda juga suka membaca pencetus Aceh dalam memahami kekerabatan dengan Pemerintah Pusat di Jakarta, tentu anda akan menerima banyak statement bahwa Aceh di masa revolusi merupakan kawasan modal bagi Republik. Tidak terkira sumbangan Aceh terhadap bayi Republik, sebut saja contohnya pesawat RI-1 Seulawah dan Radio Rimba Raya. Atau contohnya dongeng Presiden Sukarno yang menghiba-hiba ke ulama Aceh biar rakyat Aceh membantu Republik yang dalam kesulitan besar.
 Semua seruan Sukarno dipenuhi oleh rakyat Aceh, dengan imbalan syariat islam akan ditegakkan di bumi serambi mekah. Tetapi sesudah republik stabil justru Aceh dilebur dalam propinsi Sumatera Utara pada 23 Januari 1951. Bagi Pemerintah di Jakarta peleburan itu demi efisiensi. Bagi Aceh ini ialah pengkhianatan ala Indonesia yang kebetulan dipimpin orang Jawa. Dikatakan Indonesia (Jawa) ialah negara yang gampang menciptakan janji tetapi gampang pula ingkar. Dalam aneka macam propaganda dikatakan sikap Jawa yang suka mengkhinati janji ini dibaratkan mirip sikap Yahudi. Kekecewaan ini pada jadinya menyulut Daud Beureueh mendukung DI/TII Kartosuwiryo pada 20 September 1953.
Dari narasi diatas sanggup disimpulkan bahwa Jawa di mata Aceh setidaknya mencakup hal-hal sebagai berikut : pertama Jawa ialah bangsa yang tidak taat sebagai muslim, cenderung sinkretik dan percaya pada tahyul, kedua Jawa ialah bangsa yang suka ingkar janji selayak yahudi, ketiga Jawa ialah bangsa penjajah atau setidaknya kolaborator penjajah kafir, dan keempat Jawa ialah licik dan kejam.
Pertanyaannya, apakah semua orang Aceh memandang Jawa mirip itu? Tentu tidak. Pandangan negatif tersebut muncul lantaran konflik, dan diimani oleh orang-orang yang terkepung konflik. Tanpa konflik tentu pandangan Aceh terhadap Jawa akan normal-normal saja, bukankah Al-Quran sendiri menegaskan insan itu diciptakan berbangsa-bangsa dan bergolong-golong. Mustahil orang Aceh tidak memahami penegasan Al-Quran tersebut. Masalahnya memang hampir separoh orang Aceh terimbas konflik. Wilayah Aceh yang steril konflik, mirip di Gayo Luwes, Takengon, Singkil, Aceh Selatan, sebagian Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Simeulue, Sabang cukup terbuka kepada pendatang, termasuk dari Jawa. Dimanapun dan kapanpun konflik memang memupuk sentimen negatif terhadap apapun. Aceh ialah laboratorium bahwa insan sanggup berubah lantaran konflik. Pengusiran transmigran dari Jawa pasca reformasi dan penembakan buruh dari Jawa akhir-akhir ini ialah bukti bahwa sentimen itu belum pupus.

2. Penyebab terjadinya konfilk ?
Jawab :
Ketidakadilan pemerintah RI terhadap aceh, terkait dengan perjanjian lamteh  tempo dulu antara Daud Bereuh   dan Sukarno. Perjanjian tersebut hanya diatas kertas dan sebuah nama kawasan istimewa Aceh, tapi kenyatannya tidak pernah di realilasasika dan di implementasikan kepada seluruh rakyat Aceh.
Pada Tahun 1976 timbul lah gerakan perlawanan yang di sebut AM ( Aceh Mardeka) yang Proklamirkan Oleh seorang tokoh msdhdfang Aceh oleh Hasan Tiro di Gunung halimun Pidie untuk melawan RI dengan tujuan ingin mengambalikan hak – hak kesejahteraan rakyat aceh yang  telah di rampas isi alam oleh RI
Rakyat Aceh di bunuh dan di perkosa oleh pasukan tentara Ri (Jawa) yang bertugas pada waktu itu pasca di terapkan operasi Dharurat  Militer bertambah kemarahan  kepada orang jawa RI.
3. Penyelasaian komflik Aceh VS Jawa
Jawab:
·         Berikan dan jalankan amanah MOU Hinslki yang telah di saksikan oleh dunia Uniropa untuk  di realisalikan kedalam kehidupan Rakyat Aceh .
·         Tuntaskan hak –hak kewenangan Aceh oleh RI jawa untuk sanggup di jalankan keseluruhan Rakyat di Aceh terjamin dengan hokum tertinggi RI.
·         Berikan kepercayaan kepada rakyat untuk menjalankan pemerintahan aceh demi kepentingan seluruh Rakyat Indonesia.
·         Satukan persepsi visi dan misi jikalau ingin membangun Aceh dan Indonesia lebih bermartabat, kondusif dan tenang di seluruh bumi persada.
4. Apa  dampak dari komplik social itu ?
Jawab :
·         Kurangnya rasa persatuan antara Aceh dan Jawa.
·         Sering terjadi sengketa antara Aceh dan Jawa
·         Rakyat merasa tidak kondusif lantaran pernah terjadi penembakan terhadap orang jawa. Terkait komplik social yang telah lalu.
5. Bagaimana mensyukuri terhadap konfilk yang ada ?
Jawab :
Dengan adanya konplik tersebut bersama-sama sangat merugikan kita semua, baik material maupun spiritual, banyak rakyat jadi ketakutan dan kehilangan mata pencariannya, hal itu mengakibatkan Aceh sulit untuk berkembang, dan kurangnya lapangan pekerjaan. Sehinnga Aceh selalu ketinggalan dengan propinsi-propinsi lain.
 



Sumber http://lussychandra.blogspot.com

0 Response to "Contoh Konflik Sosial"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel