iklan banner

Hak Kekayaan Intelektual Dalam Aturan Islam

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM HUKUM ISLAM - Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwasannya di dalam aturan Islam belum mengenal istilah Hak Kekayaan Intelektual, penulis menyimpulkan untuk istilah HKI lebih mengarah kepada hak ciptanya saja dan tidak seluas pembagian HKI dalam Positif.


Hak cipta dalam khazanah Islam Kontemporer dikenal dengan istilah (Haq al-Ibitkar). Kata ini terdiri dua rangkaian kata yaitu ladaz “Haq” dan “al-Ibtikar”. Diantara pengertian dari “Haq” ialah kekhususan yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang atau sesuatu karya cipta yang gres diciptakan (al-Ibtikar).

Kata (Ibtikar) secara etimologi berasal dari bahasa Arab dalam bentuk isim masdar. Kata kerja bentuk lampau (Fi’il Madhi) dari kata ini ialah (Ibtikara) yang berarti menciptakan. Jika dikatakan (Ibtikara Asy-Syai’a) berarti ia telah membuat sesuatu.

Sedangkan berdasarkan terminologi Haq al-Ibtikar ialah “hak istimewa atas suatu ciptaan yang pertama kali diciptakan”. Fathi Ad-Dhuraini mendefinisikannya dengan citra pemikiran yang dihasilkan seorang ilmuan atau terpelajar dan semisalnya melalui pemikiran dan analisisnya, alhasil merupakan inovasi atau kreasi pertama dan belum ada seorang ilmuan pun yang mengemukakan sebelumnya.

Definisi ini menjadi referensi dalam pembahasan wacana hak cipta, yaitu: “Hak langsung bagi pencipta atau peserta hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau menunjukkan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Kemudian juga bahwa hak cipta sangat terkait sekali dengan hak milik yang dimana hak milik dalam bahasa Arab disebut dengan “Al-Milku” diartikan sebagai sifat penggabungan kekayaan oleh insan kemudian menjadikannya langsung bagi dirinya sendiri. Banyak sekali definisi-definisi milik yang disebutkan ulama-ulama fiqh, tetapi dari sekian banyak definisi itu intinya mempunyai substansi yang hampir sama. Salah satunya ialah Wahbah Zuhaili (Lahir 1351 H/1932 M, Syiria) menentukan satu definisi yang paling sempurna yaitu: Milik ialah keistimewaan (astishash) terhadap sesuatu yang menghalangi orang lain darinya dan pemiliknya bebas melaksanakan tasharuf secara langsung kecuali ada halangan syar’i".

Makara pada prinsipnya atas dasar “Milkiyah” (pemilikan) seseorang mempunyai keistimewaan berupa kebebasan dalam bertasharuf (berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu) kecuali ada halangan tertentu yang diakui oleh syara’.

1. Sejarah Hak Cipta

Dalam aturan Islam klasik tidak ada pembahasan wacana hak cipta, terutama pada awal pembentukan aturan Islam. Sejarah dan perkembangan hak cipta terjadi di luar dunia Islam, yaitu pada awal kurun ke-19 hal inilah yang menjadikan sebagai cendekiawan muslim menyatakan bahwa konsep hak cipta berasal dari kapitalis yang terlalu mementingkan materi. Dalam sejarah awal tercatat beberapa negara Islam yang telah mengeluarkan banyak sekali peraturan mengenai dukungan wacana hak cipta, diantara negara tersebut adalah:

a. Kekhalifahan Turki Ustmani pada tahun 1910 telah mengeluarkan Qonun Hak At-Ta’lif (UHC karya tulis).

b. Maroko pada tahun 1916 menetapkan Qonun Al-Maghribi (UU Maroko).

Karena tidak ada pembahasan dari ulama klasik, maka para cendekiawan muslim kontemporer membahasnya dalam ruang lingkup Masail Fiqhiyah (Studi Fiqh Kontemporer). Fathi Ad-Dhuraini membahas secara khusus dalam bukunya Al-Fiqh Al-Islami Al-Muqaran ma’a Al-Mazahibpada belahan Haq Al-Ibtikar Fi Al-Fiqh Al-Islami Al-Muqaran. Beliau menyampaikan bahwa belum ada satu cendekiawanpun yang membahas persoalan ini secara terperinci pada masa-masa sebelum ini, kecuali Imam Al-Qarafi (w.684 H/1285 M) dalam kitab Al-Furuq.

Pembahasan yang komprehensif ialah pertemuan Majma’ Fiqh Al-Islamy di kuwait tahun 1988, yang memutuskam dan menetapkan mengenai Hak Kekayaan Intelektual termasuk didalamnya hak cipta keputusan atau ketetapan (Qoror) dari majelis Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy tersebut menyebutkan bahwa secara umum, hak atas suatu karya ilmiah, hak atas merek dagang dan logo dagang merupakan hak milik yang keabsahannya dilindungi oleh syari’at Islam yang merupakan kekayaan yang menghasilkan pemasukan bagi pemiliknya khususnya dimasa sekarang merupakan ‘urf yang diakui sebagai jenis dari suatu kekayaan di mana pemiliknya berhak atas semua itu. Boleh diperjual-belikan dan merupakan komoditi.

Dalam konfrensi negara-negara Islam, pada lembaga Neenteenth Islamic Conference Foreign Ministers di kairo yang berlangsung tanggal 31 Juli–05 Agustus 1990 menyampaikan bahwa Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan salah satu hak asasi insan dalam Islam.

Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa wacana “Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual” pada musyawarah nasional VII tanggal 19-22 Jumadil Akhir 1426 H. Bertepatandengan 26-29 Juli 2005 M. Pada fatwa tersebut menyebutkan bahwa pelanggaran hak atas kekayaan intelektual ialah suatu kezaliman dan hukumnya haram. Dalam fatwa tersebut termasuk kekayaan intetelektual ialah banyak sekali hak atas kekayaan intelektual termasuk dukungan terhadap hak cipta.

Berdasarkan sejarahnya maka konsep hak cipta ialah hasil pemikiran yang tumbuh dan berkembang di wilayah non-Islam, pada awalnya ia hanya berupa dukungan bagi penerbit buku, namun sehabis banyak didominasi oleh paham kapitalis. Konsep ini kemudian menyebar keseluruh penjuru dunia dan masuk kedalam khazanah aturan Islam. Islam dengan sifat hukumnya yang universal menunjukkan jawaban-jawaban terhadap persoalan ini. Islam mempunyai konsep tersendiri mengenai hak cipta yang tidak sama dengan ideologi lainnya

2. Jenis-Jenis Hak Cipta Yang Dilindungi

Konsep hak cipta dalam Islam berbeda dengan konsep hak cipta pada sistem lainnya. Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah menusia selalu mengedepankan kemashlahatan manusia, sehingga setiap segala sesuatu yang akan merusak fitrah insan maka Islam melaksanakan tindakan preventifdalam bentuk larangan untuk mendekatinya atau menunjukkan justifikasibahwa hal tersebut dihentikan (haram atau makruh).

Dari sini sanggup dikatakan bahwa Islam hanya mengakui dan melindungi karya cipta yang selaras dengan norma dan nilai yang ada di dalamnya. Jika karya cipta tersebut bertentangan dengan nilai-nilai Islam, maka ia tidak diakui sebagai “karya cipta” bahkan dukungan terhadap karya cipta pun tidak ada.

Sebagai pola karya cipta yang membawa kepada jalan kemusyrikan, menyerupai berhala-hala, lukisan-lukisan ytang mengumbar aurat, buku-buku yang mengandung banyak sekali kesyirikan, penyembahan kepada thagut, pendewaan, mengajak kepada dosa besar, nyanyian-nyanyian yang mengajak kepada kemaksiatan dan lainnya. Semua jenis “karya cipta” tersebut tidaklah diakui sebagai sebuah karya cipta dalam Islam, lebih tegas lagi karya cipta tersebut harus dijauhkan dan dimusnahkan dari masyarakat Islam.

Perlindungan terhadap hak cipta dalam Islam terang berbeda dengan yang ada dalam aturan positif, terkadang sebuah karya intelektual dalam pandangan Islam haram hukumnya namun tetapi tidak “haram” berdasarkan sebagian undang-undang positif, menyerupai video yang mengambar aurat, film-film yang merusak aqidah, menghina Islam atau nabi dan yang lainnya. Semua karya cipta tersebut tidak dianggap harta oleh Islam, tetapi tetap dianggap harta yang dilindungi berdasarkan undang-undang dalam aturan positif.

Dengan demikian dukungan terhadap hak cipta dalam Islam mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi biar suatu karya cipta sanggup diakui sebagai hak kepemilikan atas harta. Syarat-syarat tersebut terkait erat dengan karya cipta yang merupakan media penuangan dari gagasan pencipta.

Diantara sayarat-syaratnya adalah:

a. Tidak mengandung unsur-unsur haram didalamnya menyerupai khamar, riba, judi, daging babi, darah, dan bangkai.

b. Tidak mengakibatkan kerusakan di masyarakat menyerupai pornografi, kekerasan, mengajak umat untuk berbuat dosa merusak lingkungan dan lain sebagainya.

Tidak bertentangan dengan syariat Islam secara umum menyerupai pembuatan berhala yang akan disembah manusia, gambar-gambar yang merusak akhlak, buku-buku yang mengajarkan pedoman sesat, penyimpangan-penyimpangan manhaj, mengajak kepada kesyirikan dan yang lainnya.

Selain dari segi materi (zat) karya cipta, maka tidak dilindunginya sebuah karya cipta juga bekerjasama cara mendapat karya cipta tersebut. Yusuf al-Qardhawi menyatakan bahwa Islam tidak melindungi kepemilikan harta benda yang diperoleh dengan jalan yang haram dan melindungi hak milik yang diperoleh dengan jalan yang halal. Berciri jenis-jenis yang dilindungi oleh Islam, yaitu:

a. Diambil dari sumber yang tidak ada pemiliknya, contohnya barang tambang, menghidupkan tanah mati, berburu, mencari kayu bakar.

b. Diambil dari pemiliknya secara paksa alasannya adanya unsur halal, contohnya harta rampasan, dan pengambilan zakat.

c. Diambil secara sah dari pemiliknya dan diganti contohnya dalam jual beli dan banyak sekali bentuk perjanjian,

d. Diambil secara sah dari pemiliknya dan tidak ada iwadh contohnya hadiah.

e. Diambil tanpa diminta, contohnya harta warisan.

Jenis-jenis harta tersebut dikaitkan dengan hak cipta maka setiap karya cipta yang diperoleh dengan cara yang haram maka ia menjadi haram untuk digunakan. Sebagaimana harta yang diperoleh dengan cara yang haram. Implikasinya bahwa karya cipta yang diperoleh dengan cara yang haram maka tidak dilindungi sebagai hak dalam Islam.

demikianlah artikel tentang HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM HUKUM ISLAM, semoga bermanfaat.

Sumber http://jubahhukum.blogspot.com

0 Response to "Hak Kekayaan Intelektual Dalam Aturan Islam"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel