iklan banner

Skripsi Status Keperdataan Anak Di Luar Nikah Dari Nikah Sirri Melalui Penetapan Asal Permintaan Anak

(KODE : HKM-ISLM-00010) : SKRIPSI STATUS KEPERDATAAN ANAK DI LUAR NIKAH DARI NIKAH SIRRI MELALUI PENETAPAN ASAL USUL ANAK


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian
Salah satu problem kontroversial yang dihadapi umat Islam di Indonesia ketika ini yaitu nikah sirri. Pada tahun 2004, Tim Pengarusutamaan Gender (PUG) Departemen Agama RI, menyusun Counter Legal Drafting Kompilasi Hukum Islam (CLD KHI) yang mencoba memperlihatkan regulasi wacana model perkawinan ini. Setelah tidak ada perkembangan selama enam tahun, pada tahun 2010, pemerintah melalui Kementerian Agama menyusun draft Rancangan Undang-Undang wacana Hukum Materiil Peradilan Agama dibidang perkawinan yang mencantumkan pasal pemidanaan bagi pelaku nikah sirri.
Bagi sebagian masyarakat, nikah sirri dipandang merugikan hak-hak wanita lantaran tidak ada jaminan dan dukungan aturan terhadap pelaku dan segala sesuatu yang terjadi di dalamnya dari negara. Berbeda halnya dengan ratusan santriwati di Probolinggo, Jawa Timur yang merepresentasikan kaum wanita muslim, mereka justru menolak adanya regulasi ini. Bagi mereka, nikah sirri tidak selamanya merugikan kaum wanita dan sanggup dijadikan solusi menanggulangi tingginya angka perzinaan.
Nikah sirri telah dipraktikkan dan membudaya di sejumlah daerah. Pelaku nikah sirri ini terdiri dari banyak sekali lapisan masyarakat, baik dilihat dari segi usia, status sosial, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi dan sebagainya. Di wilayah Jawa Barat, tepatnya di desa Sinarancang, sebagian besar penduduknya menikah secara sirri dan telah dipraktekkan secara turun temurun. Di desa ini, terdapat 1.200 pasangan dari 2.000 pasangan suami-istri yang perkawinannya tidak dicatatkan. Menariknya, aparatur desa juga melaksanakan praktik nikah sirri. 
Nikah sirri juga marak dilakukan warga Kabupaten Pasuruan. Menurut data dari Islamic Center for Democracy, Human Right and Empowerment, jumlah pasangan yang menikah secara sirri di Kabupaten Pasuruan mencapai 4 (empat) ribu pasangan. Terbanyak di Kecamatan Rembang, pasangan nikah sirri mencapai 2 (dua) ribu pasangan. Warga Pasuruan menganggap biasa nikah sirri, sehingga generasi berikutnya juga mengikutinya. Sedangkan di wilayah Kabupaten Malang, pada tahun 2010 sebanyak 87 pasangan yang tidak mempunyai sertifikat perkawinan dari 26 Kecamatan mengajukan permohonan itsbat nikah dan berperkara di Pengadilan Agama Kabupaten Malang.
Menurut Mukhasonah, sikap nikah sirri di atas mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, menyerupai biaya yang lebih murah, prosedurnya cepat, menghindari perzinaan, ingin poligami, salah satu pihak ada yang masih menempuh jenjang pendidikan, atau rintangan dari orang tua. Meskipun demikian, ada faktor-faktor lain yang turut mensugesti membudayanya nikah sirri, menyerupai problem ekonomi.
Konsep nikah sirri di Indonesia umumnya dipersepsikan sebagai suatu janji nikah menurut ketentuan dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh agama Islam tetapi belum atau tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Menurut persepsi para pelakunya, secara legal formal aturan Islam (fikih), perkawinan mereka sanggup dinyatakan sah. Meskipun dalam perspektif negara perkawinan ini termasuk tidak sah lantaran tidak dicatatkan pada forum yang berwenang.
Jika dilihat dari kenyataan yang ada di masyarakat, fenomena nikah sirri merupakan salah satu model perkawinan yang bermasalah dan cenderung mengutamakan kepentingan-kepentingan subyektif. Model perkawinan juga menimbulkan sejumlah imbas negatif, menyerupai tidak jelasnya status perkawinan, status anak, atau adanya kemungkinan pengingkaran terhadap perkawinan. Hal ini disebabkan tidak adanya bukti otentik yang memperlihatkan telah terjadi perkawinan yang sah. Padahal Allah berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah [2] : 282, yang secara implisit mengambarkan akan urgensi pencatatan perkawinan. Logikanya, apabila dalam problem hutang saja Allah memperlihatkan ketentuan supaya dicatat, maka pada problem yang penting dan sakral menyerupai perkawinan tentu ada anjuran besar lengan berkuasa untuk melaksanakan pencatatan untuk menghindari adanya penipuan dan imbas negatif lainnya.
Dampak negatif juga dialami oleh anak dari nikah sirri. Mereka sanggup dengan gampang diingkari oleh orang tuanya dan sangat berpotensi menerima perlakuan jelek bahkan eksploitasi lantaran tidak ada jaminan dan dukungan aturan terhadap hak dan kewajibannya dalam keluarga. Menurut data penelitian tim mahir Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di lima kawasan pantai utara  (pantura) memperlihatkan bahwa anak hasil nikah sirri rentan menjadi korban eksploitasi, menyerupai untuk pelacuran dan perdagangan anak. Atau pada masalah yang lain anak yang dilahirkan dari nikah sirri dititipkan kepada orang bau tanah atau nenek di kampung dengan jaminan kesehatan yang relatif rendah dan mereka menderita gizi buruk. Sekitar 70 persen pasangan yang bercerai dan merebutkan kuasa asuh anak berasal dari pasangan nikah sirri. Situasi ini tentu berpotensi menimbulkan kekerasan terhadap anak.
Selain itu, kedudukan belum dewasa yang terlahir dari perkawinan sirri secara yuridis sanggup dikategorikan sebagai anak di luar nikah. Sebab dalam Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 wacana Perkawinan dijelaskan bahwa Asal permintaan seseorang hanya sanggup dibuktikan dengan akte kelahiran yang autentik, yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Sedangkan, anak yang terlahir dari nikah sirri tidak sanggup memperoleh sertifikat kelahiran. Karena salah satu syarat pengajuan sertifikat kelahiran yang berupa buku nikah, untuk memperlihatkan sahnya perkawinan orang tuanya tidak sanggup dipenuhi. Akte kelahiran mempunyai kedudukan penting dalam kehidupan sehari-hari, lantaran sanggup dijadikan dasar untuk menciptakan kartu keluarga, KTP,, paspor, registrasi sekolah, dan urusan lainnya.
Jika dipersamakan dengan anak di luar nikah, maka nasab anak dari perkawinan sirri yang hanya dihubungkan kepada ibunya dan keluarga ibunya saja, tidak kepada bapaknya. Sebagaimana diatur dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam. Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa hanya wanita yang menanggung pemenuhan kebutuhan dari anak dan pria mempunyai kebebasan dari tanggung jawab secara hukum, baik terhadap istri maupun anak-anaknya. Jika ada kepatuhan hanya sebatas kesadaran moral saja.
Apabila hal ini terjadi maka bertentangan dengan fatwa Islam wacana keadilan dan dukungan terhadap hak-hak setiap individu. Keadilan sendiri merupakan sendi utama dalam banyak sekali lapangan kehidupan, menyerupai hukum, ekonomi, sosial, budaya, politik, akidah, maupun ideologi serta merupakan sumber ketentraman dan kedamaian bagi umat manusia. Menurut Abdul Manan, keadilan dipandang sebagai kebijakan tertinggi dalam pergaulan hidup dan selalu ada dalam segala manifestasinya yang beraneka ragam.
Persoalan-persoalan di atas juga dialami oleh sejumlah pasangan suami-istri yang melaksanakan nikah sirri di Kabupaten X. Berdasarkan hasil pra-research yang dilakukan peneliti di Pengadilan Agama Kabupaten X, didapatkan warta bahwa pasangan yang menikah secara sirri kesulitan mengurus akte kelahiran anak-anaknya, meskipun mereka telah melaksanakan nikah ulang di hadapan Kantor Urusan Agama (KUA) setempat. Hal ini disebabkan tanggal yang tercantum dalam buku nikah tidak sesuai dengan tanggal kelahiran atau usia anak.
Meskipun telah banyak penelitian mengenai anak di luar nikah dari perkawinan sirri, tidak terlalu banyak yang membahas wacana perubahan status keperdataannya melalui upaya aturan yang bekerjsama diberikan oleh Undang-Undang. Pada pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 wacana Perkawinan dinyatakan bahwa pengadilan sanggup mengeluarkan penetapan wacana asal-usul seorang anak sesudah diadakan investigasi yang teliti menurut bukti-bukti yang memenuhi syarat.
Sebagai salah satu penyelenggara kekuasaan kehakiman, Pengadilan Agama Kabupaten X mempunyai wewenang untuk memeriksa, memutus, dan mengadili permohonan penetapan asal permintaan anak di wilayah yurisdiksinya. Berdasarkan Data LIPA Pengadilan Agama Kabupaten X dari tahun 2006 sampai tahun 2011 telah tercatat 72 masalah penetapan asal permintaan anak yang diterima oleh Pengadilan Agama dan dari semua masalah tersebut, sanggup dikabulkan semuanya, sebagaimana yang akan penulis uraikan pada paparan data skripsi berjudul : “STATUS KEPERDATAAN ANAK DI LUAR NIKAH DARI NIKAH SIRRI MELALUI PENETAPAN ASAL USUL ANAK” ini.


Sumber http://gudangmakalah.blogspot.com

0 Response to "Skripsi Status Keperdataan Anak Di Luar Nikah Dari Nikah Sirri Melalui Penetapan Asal Permintaan Anak"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel