Skripsi Relasi Contoh Ajar Demokratis Dengan Kedisiplinan Siswa Kelas V
(KODE : PENDPGSD-0030) : SKRIPSI HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS V
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peran orang renta dalam membesarkan dan mengasuh anak bukanlah hal yang sepele. Dibutuhkan kekompakan dan kompromi masing-masing orang renta dalam mengawal dan mempraktikkan konsep dan tujuan pola asuh yang sesuai dengan aksara anak. Peran aktif orang renta dalam pendidikan anak, telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional pada Bab IV Pasal 7 dimana, "Orang renta berhak berperan serta dalam menentukan satuan pendidikan dan memperoleh info ihwal perkembangan pendidikan anaknya. Dan orang renta dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memperlihatkan pendidikan dasar kepada anaknya". Orang renta mempunyai tanggung jawab untuk menentukan masa depan anaknya, begitu pula dengan pembentukan aksara dalam diri anak.
Sebagaimana telah diketahui bahwa keluarga yakni pondasi yang membangun aksara maupun kepribadian anak. Orang renta mempunyai waktu yang lebih banyak untuk bersama anaknya, sehingga kepribadian anak terbentuk menurut pola asuh orang tua. Pembentukan kepribadian sanggup terjadi melalui apa yang dilihat oleh anak, misalnya perkataan dan tingkah laris yang dilakukan orang tuanya. Banyak insiden mengenai sikap menyimpang siswa, yang menyoroti duduk kasus kegagalan kepribadian siswa yakni kegagalan sekolah dalam mendidik anak. Untuk menanggulangi kekurangan moral dan sikap menyimpang siswa maka maka pendidikan kini ini menekankan pada pendidikan karakter.
Pendidikan aksara merupakan perwujudan dari pengamalan nilai-nilai pancasila, dan secara eksplisit Pendidikan Karakter (watak) yakni amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 ihwal Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 menegaskan bahwa, "Pendidikan nasional berfungsi menyebarkan kemampuan membentuk watak, serta peradaban bangsa yang martabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi akseptor didik supaya menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab."
Pembentukan aksara merupakan salah satu tujuan dari pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa "Tujuan pendidikan yakni untuk menyebarkan potensi akseptor didik supaya menjadi insan yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, berdikari dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab".
Keluarga merupakan dunia pertama yang dikenal anak alasannya keluarga menjadi lingkungan daerah anak berguru menanggapi dunia luar, berinteraksi dengan teman, serta menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Di dalam keluarga anak mendapat perlakuan dan pendidikan serta komunikasi yang penuh untuk meningkatkan hubungan yang baik antara orang renta dengan anak alasannya sebagian besar waktu anak di habiskan bersama anggota keluarga.
Orang renta mempunyai cara sendiri dalam mendidik anak sebagai langsung yang berguna. Oleh alasannya itu cara pola asuh yang dilakukan orang renta tidak lepas dalam membentuk kepribadian anak. Menurut Mussen (dalam Erma Lestari, 2009) pola asuh yakni cara yang dipakai orang renta dalam mencoba banyak sekali taktik untuk mendorong anak mencapai tujuan yang diinginkan. Pola asuh orang renta yang diterima oleh setiap siswa sangatlah beragam, hal ini tergantung dari cara pola asuh keluarga yang diterapkan oleh orang renta kepada anaknya.
Pola asuh merupakan pencerminan tingkah laris orang renta yang diterapkan kepada anak secara dominan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hetherling dan Whiting (dalam Walgito, 2010 : 215) yang menyampaikan bahwa pola asuh yakni suatu tingkah laris orang renta yang secara lebih banyak didominasi muncul dalam keseluruhan interaksi antara orang renta dan anak. Dikatakan lebih banyak didominasi alasannya pola asuh yang diterapkan dilakukan secara penuh dan terus menerus, sepanjang kehidupan anak. Tidak ada satu hari pun lepas dari asuhan dan didikan orang tua, bahkan ketika anak sudah dewasa. Sebagai orang renta harus memperlihatkan pola asuh yang sesuai dengan anak alasannya tampak banyak pelanggaran moral yang dilakukan oleh siswa SD yaitu tiba terlambat dikala ke sekolah, tidak menggunakan atribut lengkap dikala upacara, membuang sampah tidak pada tempatnya, dan Iain-lain. Penyebabnya diduga alasannya pemberian pola asuh yang tidak tepat.
Djamarah (2014 : 51) mengemukakan bahwa pola asuh orang renta dalam keluarga berarti kebiasaan orang tua, ayah dan atau ibu, dalam memimpin, mengasuh, dan membimbing anak dalam keluarga. Mengasuh dalam arti menjaga dengan cara merawat dan mendidiknya. Membimbing dengan cara membantu, melatih, dan sebagainya.
Menurut Walgito (2010 : 218), bentuk pola asuh orang renta ada tiga macam, yaitu : pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif. Dimana dari masing-masing pola pengasuhan tersebut mempunyai dampak yang berbeda-beda bagi perkembangan anak. Bentuk pola asuh yang dipilih orang renta kepada anak menjadi salah satu faktor yang menentukan aksara anak. Perbedaan pola asuh dari orang renta menyerupai ini sanggup kuat terhadap perbedaan pembentukan dan perkembangan sikap disiplin yang dimiliki anak. Dari ketiga bentuk pola asuh orang renta kepada siswa, bentuk pola asuh demokratis lah yang merupakan pola asuh paling baik diterapkan oleh orang renta kepada anaknya. Karena dalam pola asuh demokratis, orang renta memperlihatkan kebebasan kepada anak untuk menentukan dan melaksanakan suatu tindakan dengan memperhatikan hukum dan norma yang berlaku, serta pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
Menurut Helmawanti (2014 : 139) pola asuh demokratis yakni pola asuh yang menggunakan komunikasi dua arah (two ways communication). Kedudukan antara orang renta dan anak dalam berkomunikasi sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan (keuntungan) kedua belah pihak (win-win solution). Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya, apa yang dilakukan anak tetap harus ada di bawah pengawasan orang renta dan sanggup dipertanggungjawabkan secara moral. Orang renta dan anak tidak sanggup berbuat semena-mena pada salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak sanggup memaksakan sesuatu tanpa berkomunikasi terlebih dahulu dan keputusan final disetujui oleh keduanya tanpa merasa tertekan.
Keluarga merupakan daerah pertama dan utama dalam membentuk kepribadian anak, salah satunya dengan menerapkan disiplin. Tujuan disiplin yakni mengarahkan anak supaya mereka berguru mengenai hal-hal baik yang merupakan persiapan bagi masa dewasa, dikala mereka sangat bergantung kepada disiplin diri. Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak yakni sebagai peletak dasar bagi pendidikan watak dan pandangan hidup keagamaan. Sikap dan watak anak sebagian besar diambil dari kedua orang renta dan dari anggota keluarga yang lain. Dimana pemberian pola pengasuhan yang positif akan berdampak baik pada perkembangan anak, begitu juga sebaliknya, pola pengasuhan yang tidak baik akan berdampak tidak baik juga pada perkembangan anak.
Menurut Daryanto (2013 : 49) disiplin intinya control diri dalam mematuhi hukum baik yang dibentuk oleh diri sendiri maupun di luar diri baik keluarga, forum pendidikan, masyarakat, bernegara maupun beragama. Disiplin juga merujuk pada kebebasan individu untuk tidak bergantung pada orang lain dalam memilih, menciptakan keputusan, tujuan, melaksanakan perubahan perilaku, pikiran maupun emosi sesuai dengan prinsip yang diyakini dari hukum moral yang dianut.
Benhard (dalam Shochib 2010 : 3) menyatakan bahwa tujuan disiplin diri yakni mengupayakan pengembangan minat anak dan menyebarkan anak menjadi insan yang baik, yang akan menjadi sahabat, tetangga, dan warga negara yang baik. Dalam hal ini terdapat perbedaan yang mendasar antara keluarga di barat dengan keluarga di Indonesia dalam mengupayakan anak untuk mempunyai dasar-dasar dan menyebarkan disiplin diri.
Shochib (2010 : 16) menyatakan bahwa keterkaitan pola asuh orang renta dengan anak berdisiplin diri dimaksudkan sebagai upaya orang renta dalam meletakkan dasar-dasar disiplin diri kepada anak membantu mengembangkannya sehingga anak mempunyai disiplin diri. Intensitas kebutuhan anak untuk mendapatkan pemberian dari orang renta bagi kepemilikan dan pengembangan dasar-dasar disiplin diri, memperlihatkan adanya kebutuhan internal, yaitu :
- Tingkat rendah, apabila anak masih membutuhkan banyak pemberian dari orang renta untuk mempunyai dan menyebarkan dasar-dasar disiplin diri (berdasarkan naluri).
- Tingkat menengah, apabila anak kadang kala masih membutuhkan pemberian dari orang renta untuk mempunyai dan menyebarkan dasar-dasar disiplin diri (berdasarkan nalar).
- Tingkat tinggi, apabila anak sedikit sekali atau tidak lagi memerlukan pemberian serta control orang renta untuk mempunyai dan menyebarkan dasar-dasar disiplin diri (berdasarkan kata hati).
Tapi pada kenyataannya masih sering ditemui sikap tidak disiplin di lingkungan sekolah, termasuk di sekolah dasar yang akan diteliti. Sebagai referensi antara lain tiba ke sekolah tidak sempurna waktu, tidak menggunakan seragam yang lengkap, membolos sekolah, mengumpulkan kiprah tidak sempurna waktu, dan lain-lain. Ini dikarenakan orang renta tidak mengajarkan anak dalam menyebarkan disiplin diri, tidak mengajarkan kepada anak untuk menyebarkan tanggung jawab atas setiap sikap dan tindakannya, dan orang renta tidak bersifat demokratis.
Gordon (dalam Syamaun 2012 : 28) mengemukakan bahwa ciri pola asuh orang demokratis yakni menerima, kooperatif, terbuka terhadap anak, mengajar anak untuk menyebarkan disiplin diri, jujur, dan lapang dada dalam menghadapi duduk kasus anak-anak, memperlihatkan penghargaan positif kepada anak tanpa dibuat-buat, mengajarkan kepada anak untuk menyebarkan tanggung jawab atas setiap sikap dan tindakannya, bersikap dekat dan adil, tidak cepat menyalahkan, memperlihatkan kasih sayang dan kemesraan kepada anak.
Penelitian yang mendukung dalam hal ini yakni penelitian yang dilakukan oleh Rizki Lestari dalam jurnal pendidikan, dengan judul "Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kedisiplinan Siswa Kelas V Gugus I", hasil penelitian memperlihatkan ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang renta otoriter, demokratis, permisif, dan abai dengan kedisiplinan siswa kelas V Gugus I. Dimana pola asuh diktatorial mempunyai > atau 5,6172 > 1,671, pola asuh demokratis mempunyai > atau 4,5738 > 1,671, pola asuh permisif mempunyai > atau 3,9028 > 1,671, pola asuh abai mempunyai > atau 3,1071 > 1,671.
Penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Jihan Filisyamala, dkk dalam jurnal Pendidikan pada bulan April 2016 yang berjudul "Bentuk Pola Asuh Demokratis dalam Kedisiplinan Siswa SD", hasil penelitian memperlihatkan bahwa bentuk pola asuh demokratis merupakan suatu pola dimana orang renta memperlihatkan kebebasan pada siswa untuk menentukan dan melaksanakan suatu tindakan tetapi tetap sesuai dengan batasan-batasan yang telah disetujui bersama. Orangtua mendorong siswa untuk berdikari dengan tetap menjaga batasan dan kontrol pada tindakan mereka. Dalam menerapkan suatu hukum dalam bentuk pola asuh demokratis, adanya hubungan yang bersifat hangat dan terbuka baik antara orangtua dengan anak, serta adanya sikap saling menghargai satu sama lain. Melalui hukum yang dibentuk bersama menciptakan munculnya kesadaran diri siswa untuk mematuhi hukum tersebut, sehingga akan tercipta sikap disiplin yang baik pada siswa.
Dalam jurnal internasional yang berjudul "Harsh Discipline and Child Problem Behavior The Role of Positive Parenting and Gender", Penelitian yang dilakukan oleh Laura dkk, Vol. 10, Tahun 2007, penelitian memperlihatkan bahwa anak pria yang disiplin dan fisik yang lebih keras dibandingkan anak perempuan, dengan ayah memanfaatkan disiplin fisik yang lebih keras dengan anak pria daripada ibu. Kedua jenis disiplin keras yang terkait dengan duduk kasus keunikan sikap anak sesudah pengasuhan positif diperhitungkan. Gender anak tidak mempengaruhi, tapi satu dimensi positif parenting yaitu, kehangatan orangtua disajikan untuk menjauhkan anak dari imbas merugikan dari disiplin fisik yang keras.
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di kelas V SD Negeri Gugus X, ditemukan sikap ketidakdisiplinan siswa baik di luar kelas maupun di dalam kelas. Beberapa sikap ketidakdisiplinan di luar kelas yang diamati peneliti yaitu siswa terlambat tiba ke sekolah, bertengkar dengan temannya, tidak berbaris rapi dalam pelaksanaan upacara bendera, membuang sampah sembarangan. Perilaku ketidakdisiplinan di dalam kelas juga ditemukan oleh peneliti yaitu siswa yang mengenakan seragam tidak lengkap, terdapat coretan-coretan didinding dan di meja kelas, tidak membawa buku pelajaran sesuai jadwal, mengumpulkan kiprah tidak sempurna waktu atau bahkan tidak mengerjakan tugas, dan ramai dikala guru atau sahabat menjelaskan di depan kelas.
Namun ternyata masih terdapat siswa yang mempunyai disiplin yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dalam mengikuti proses pembelajaran, terdapat siswa yang memperhatikan pada dikala guru menjelaskan di depan, membuang sampah pada tempatnya, mengerjakan pekerjaan rumah, dan tiba ke sekolah sempurna waktu.
Berdasarkan latar belakang duduk kasus tersebut, peneliti akan mengkaji duduk kasus ini dengan melaksanakan sebuah penelitian yang berjudul "HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS V SD NEGERI GUGUS X". Penelitian ini diperlukan sanggup dipakai sebagai referensi bagi guru maupun orang lain yang ingin tahu lebih dalam mengenai pola asuh demokratis.
0 Response to "Skripsi Relasi Contoh Ajar Demokratis Dengan Kedisiplinan Siswa Kelas V"
Posting Komentar