iklan banner

Skripsi Pgsd Imbas Ice Breaking Berbantuan Musik Terhadap Hasil Berguru Dan Minat Berguru Matematika Bagi Siswa Kelas Iii

(KODE : PENDPGSD-0046) : SKRIPSI PGSD PENGARUH ICE BREAKING BERBANTUAN MUSIK TERHADAP HASIL BELAJAR DAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA BAGI SISWA KELAS III

 SKRIPSI PGSD PENGARUH ICE BREAKING BERBANTUAN MUSIK TERHADAP HASIL BELAJAR DAN MINAT BELA SKRIPSI PGSD PENGARUH ICE BREAKING BERBANTUAN MUSIK TERHADAP HASIL BELAJAR DAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA BAGI SISWA KELAS III

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Matematika yaitu ilmu ihwal logika mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang bekerjasama satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak dan terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri (James dan James dalam Suherman, 2001). Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diberikan di tingkat pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Proses berguru mengajar dan interaksi antara guru dan siswa pada mata pelajaran matematika disebut sebagai pembelajaran matematika dimana keberhasilan pembelajaran matematika itu ditentukan oleh kemampuan guru dalam memahami tujuan pembelajaran matematika yang tercapai, dan keterlibatan orang bau tanah dalam aktivitas pembelajaran baik secara eksklusif dan tidak langsung. Tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah yaitu untuk mempersiapkan siswa biar sanggup melengkapi perubahan keadaan di dalam kehidupan di dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, kritis, rasional, cermat, jujur, efisien dan efektif (Puskur, 2002 : 9). 
Lebih lanjut, Depdiknas (2006) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran matematika yang tercantum dalam KTSP tahun 2006 meliputi 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan sempurna dalam pemecahan masalah; 2) memakai kebijaksanaan sehat pada pola dan sifat, melaksanakan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) memecahkan dilema yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menuntaskan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; serta 4) mengkomunikasikan gagasan dalam simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000) merumuskan tujuan pembelajaran matematika yaitu berguru untuk berkomunikasi (mathematical communication), berguru untuk bernalar (mathematical reasoning), berguru untuk memecahkan dilema (mathematical problem solving), berguru untuk mengaitkan pandangan gres (mathematical connection), dan berguru untuk merepresentasikan ide-ide (mathematical representation). Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika tersebut sanggup disimpulkan bahwa pembelajaran matematika sanggup membantu siswa memahami konsep, menuntaskan dilema sistematis, mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari, dan sanggup mengungkapkan ide-ide matematisnya dengan baik secara verbal maupun tertulis. 
Indikator keberhasilan pencapaian dari suatu pembelajaran matematika yaitu hasil belajar. Mulyasa (2008) menyatakan bahwa hasil berguru merupakan prestasi berguru siswa secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dan derajat perubahan sikap yang bersangkutan. Kompetensi yang harus dikuasai siswa perlu dinyatakan sedemikian rupa biar sanggup dinilai sebagai wujud hasil berguru siswa yang mengacu pada pengalaman langsung. Berbeda dengan pendapat sebelumnya, Hamalik (2008) mendefinisikan hasil berguru sebagai terjadinya perubahan tingkah laris pada diri seseorang yang sanggup diamati dan diukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut sanggup diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dari sebelumnya dan dari tidak tahu menjadi tahu. Lebih lanjut, Bloom dalam Thabrani (2015 : 21), ranah hasil berguru meliputi kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil berguru siswa dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa (faktor eksternal) dan faktor yang berasal dari dalam diri siswa (faktor internal). Salah satu faktor eksternal yang sanggup menghipnotis hasil berguru yaitu lingkungan sekolah. Kondisi pembelajaran merupakan salah komponen dalam lingkungan sekolah yang sanggup menghipnotis hasil berguru siswa. 
Guru seyogyanya sanggup membuat kondisi pembelajaran yang aman bagi siswa untuk sanggup berguru yang menyenangkan, aktif, kreatif, bermakna, dan siswa diberi kebebasan untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Belajar yang menyenangkan sanggup terjadi dikala guru dan siswa sanggup mengimplementasikan hal-hal gres yang relevan dengan materi atau dilema yang dihadapi atau dipelajari sehingga guru harus kreatif dan inovatif dalam membuat suasana berguru mengajar yang menyenangkan dan mempunyai kebermaknaan. 
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru SD Gugus X diperoleh hasil bahwa terkadang siswa malas berguru matematika dan merasa bosan berada di dalam kelas bukan hanya sebab pelajarannya yang sulit tetapi juga sebab cara mengajar guru dianggap tidak menarik yakni guru dan siswa hanya berpegang pada buku saja. Biasanya siswa akan melampiaskan kebosanan mereka dengan cara ramai, dan mengobrol dengan temannya sehingga kelas tidak kondusif. Selain itu, siswa tidak aktif dalam bertanya, entah sebab takut maupun sebab mereka tidak tahu apa yang ingin mereka tanyakan, serta daya konsentrasi siswa mengikuti pelajaran sangat singkat dan cenderung aktif sendiri. Oleh sebab itu, berdasarkan kenyataan yang ada mungkin tidaklah mengejutkan jikalau banyak siswa bosan dengan pelajaran matematika dan berusaha menghindarinya. 
Pada dasarnya berdasarkan Mapina (2013), anak SD kelas rendah mempunyai karakteristik yaitu 1) Belajar dari hal-hal yang kongkrit dan secara sedikit demi sedikit menuju ke arah yang abstrak; 2) Integratif, yaitu tahap anak SD kelas rendah anak masih memandang sesuatu sebagai satu keutuhan, mereka belum bisa memisahkan suatu konsep potongan demi bagian; 3) Hierarkis, yaitu cara berguru anak yang berkembang secara sedikit demi sedikit dari hal yang sederhana ke hal yang lebih kompleks; 4) Suka bermain dan lebih suka bergembira/riang sebab mereka berada pada tahap peralihan dari Taman Kanak-kanak yang penuh dengan permainan; 5) mereka biasanya tergetar perasaannya dan terdorong untuk berprestasi sebagaimana mereka tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan; 6) Senang mencicipi atau melaksanakan sesuatu secara eksklusif ditinjau dari teori perkembangan kognitif anak SD memasuki tahap operasional kongkrit; 7) Siswa masih bahagia berguru bersama temannya atau berkelompok sebab pergaulannya dengan kelompok sebaya; 8) Sebagian siswa tertentu contohnya yang paling kecil, besar, gemuk, ataupun abnormalitas fisik lainnya biasanya suka mencari perhatian seperlunya, oleh sebab itu pembelajarannya hendaknya diberikan perhatian khusus seperlunya dan diberikan kasih sayang tanpa pamrih; 9) Siswa usia ini sedang mengalami masa peka/sangat cepat untuk meniru, menerima contoh/figure dari guru yang difavoritkan; 10) Bahasa dipakai anak usia ini masih dipengaruhi oleh usia ibu sebab bahasa yang dipakai yaitu bahasa yang sederhana tidak kompleks; serta 11) Rasa ingin tahu yang tinggi, belum dewasa SD usia ini sangat kritis mereka sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan di luar dugaan jadi alat pembelajaran. Lebih lanjut, Sudono (2001 : 1) menyatakan bahwa bermain selain menyenangkan juga membantu anak untuk bisa memahami konsep-konsep secara alami. Secara psikologis dalam tahap perkembangan insan masa kanak-kanak (umur 0-12 tahun) yaitu tahapan dimana dunia imajinasi berkembang dalam kognisinya sehingga para psikolog perkembangan menyebut permainan dan bermain yaitu modal awal bagi training kecerdasan dan mental awal bagi anak. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran matematika supaya tidak membosankan dibutuhkan ice breaking. 
Ice breaking berdasarkan Sunarto (2012 : 3) merupakan permainan atau aktivitas yang sederhana, ringan, dan ringkas yang berfungsi untuk mengubah suasana kebekuan, kekakuan, rasa bosan atau mengantuk dalam pembelajaran sehingga sanggup membangun suasana berguru yang dinamis, penuh semangat dan antusias yang sanggup membuat suasana berguru yang menyenangkan, serius tapi santai. Disinilah kiprah ice breaking sangat diharapkan untuk menghilangkan situasi yang membosankan bagi pengajar dan siswa, serta kembali segar dan menyenangkan. Kelebihan ice breaking yaitu membuat waktu panjang terasa cepat, membawa dampak menyenangkan dalam pembelajaran, sanggup dipakai secara impulsif atau terkonsep, membuat suasana kompak dan menyatu. 
Senada dengan pendapat tersebut, Suroharjuno (2012) mendefinisikan ice breaking sebagai peralihan situasi dari yang membosankan, membuat ngantuk, menjenuhkan dan tegang menjadi rileks, bersemangat, tidak membuat mengantuk, serta ada perhatian dan ada rasa bahagia untuk mendengarkan atau melihat orang yang berbicara di depan kelas atau ruang pertemuan. Oleh sebab itu, melaksanakan ice breaking di tengah penyampaian materi pelajaran amatlah penting dan dalam melaksanakan ice breaking, guru memerlukan panduan-panduan atau cara untuk menjalankannya biar ice breaking berjalan optimal yang balasannya juga akan dirasakan oleh guru dan siswa. Ice breaking juga akan semakin optimal dampaknya jikalau disertai dengan musik sebab musik sanggup menambah kedinamisan dan keasyikan ice breaking itu sendiri. 
Ice breaking sanggup menghipnotis hasil berguru siswa terutama siswa SD kelas rendah dan ini sesuai dengan penelitian Sumardani (2014) yang menyatakan bahwa terdapat imbas ice breaking terhadap hasil berguru matematika. Selain kuat pada hasil berguru siswa, ice breaking sanggup kuat pada minat berguru siswa dan ini sesuai dengan penelitian Cahyani (2014) yang menyatakan bahwa ada imbas ice breaking terhadap minat belajar. Berbeda dengan kedua penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa ada imbas ice breaking terhadap hasil berguru dan minat berguru siswa, penelitian Hidayatuloh (2015) menyatakan bahwa ice breaking tidak kuat eksklusif terhadap prestasi berguru dan hasil berguru sebab prestasi berguru dan juga hasil berguru tergantung pada paham tidaknya siswa menyerap pembelajaran tersebut. Selain itu penelitian Khadiyanti (2014) juga menyatakan bahwa ice breaking tidak kuat terhadap minat berguru siswa. Tampaklah bahwa kedua penelitian ini menyatakan bahwa tidak terdapat imbas ice breaking terhadap hasil berguru dan minat berguru siswa. Tampaklah bahwa terdapat dua hasil penelitian yang kontradiktif akan imbas ice breaking terhadap hasil berguru dan minat berguru siswa. 
Minat berguru berdasarkan Widya (2006 : 19) merupakan rasa suka dan ketertarikan pada aktifitas berguru antara lain membaca, menulis, serta kiprah praktek, tanpa ada yang menyuruh. Minat berguru yaitu salah satu bentuk keaktifan seseorang yang mendorong untuk melaksanakan serangkaian aktivitas jiwa dan raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laris sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dalam lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. 
Berdasarkan latar belakang masalah, maka sanggup dirumuskan judul penelitian ini yaitu PENGARUH ICE BREAKING BERBANTUAN MUSIK TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA BAGI SISWA KELAS III GUGUS X. 

Sumber http://gudangmakalah.blogspot.com

0 Response to "Skripsi Pgsd Imbas Ice Breaking Berbantuan Musik Terhadap Hasil Berguru Dan Minat Berguru Matematika Bagi Siswa Kelas Iii"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel