Memahami Fungsi Dan Kondisi Hutan Mangrove Dunia
Hari Bumi (Earth Day) yang diperingati setiap 22 April menjadi momentum sekaligus peringatan yang memperlihatkan betapa seriusnya permasalahan lingkungan hidup.
the Sustainable Development Goals (SDGs).
Oleh karenanya, tema goresan pena kali ini akan mengangkat wacana hutan mangrove, terutama menyangkut kondisi kekinian atas eksistensi ekosistem ini.
Namun demikian, lantaran materi hutan mangrove sangat luas dan multi disiplin ilmu, maka pembahasan pada artikel ini akan dibatasi pada sudut pandang ilmu ekonomi, khususnya dalam kajian environmental economics.
Pertama-tama kita perlu terlebih dahulu memahami definisi hutan mangrove. Pengertian hutan mangrove merujuk pada kelompok pepohonan (baik yang beranting maupun palem-paleman) dan semak belukar yang mempunyai kemampuan untuk hidup dan berkembang di lingkungan maritim (pantai), muara sungai, dan air tawar (fresh water).
Adapun kata ‘mangrove’ bisa menggambarkan ekosistem hutan secara keseluruhan, maupun jenis pepohonan yang ada dalam ekosistem tersebut (Tomlinson. The Botany of Mangroves, 1986). Tulisan ini akan memakai istilah yang saling bergantian antara mangrove, hutan mangrove, dan hutan bakau.
Menurut sebuah studi, bahu-membahu terdapat lebih dari 90 jenis pohon mangrove yang ada di dunia. Pepohonan ini bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang suhunya berbeda, bisa pada lingkungan hangat (tropis), maupun pada lingkungan dengan suhu sejuk (sub-tropis) (Stewart and Fairfull. Mangroves, Primefacts – Profitable & Sustainable Primary Industries, May 2008).
Berikutnya, terdapat beberapa fungsi pokok hutan mangrove yang bisa diidentifikasi, antara lain:
Secara ekonomis, hutan mangrove memperlihatkan donasi sekitar US$ 200-900 ribu dari manfaat ekonomi yang terdapat pada setiap satu hektare area. Manfaat tersebut antara lain berupa kayu produksi, kayu arang, hasil ikan, udang, kepiting, serta hasil ekonomi lainnya.
Disamping itu hutan mangrove juga berkontribusi terhadap pendapatan dari sektor wisata alam (ecotourism), lantaran bisa memikat kunjungan wisatawan lokal maupun mancanegara.
Namun demikian ada pula ancaman-ancaman yang berpotensi merusak ekosistem hutan mangrove, diantaranya adalah:
Lebih jauh, laporan the Food and Agriculture Organization (FAO) memperlihatkan bahwa persentase terbesar habitat hutan mangrove di dunia terdapat di Indonesia sebesar 19% (3.06 juta hektare di 2003), Australia dikisaran 10% (1.45 juta hektare di 2005) dan Brazil sebanyak 7% (1.02 juta hektare di 1991).
Berikutnya dinyatakan bahwa terdapat penurunan area hutan mangrove di seluruh dunia, dari 18.8 juta hektare pada 1980 menjadi 15.2 juta hektare di 2005. Penurunan itu terjadi akhir kerusakan secara masif yang terjadi dibeberapa negara, termasuk Brazil, Meksiko, dan Indonesia.
Temuan FAO juga menyebutkan bahwa kerusakan hutan mangrove terutama disebabkan oleh adanya alih fungsi lingkungan menjadi tambak garam dan tambak udang, eksploitasi yang berlebihan untuk tujuan ekonomi, serta limbah industri yang dibuang secara sembarangan di muara sungai (the Food and Agriculture Organization. The World’s Mangroves 1980-2005, FAO Forestry Paper, 2007).
Penelitian lain memperlihatkan bahwa luas area hutan mangrove di Indonesia pada 1999 tak kurang dari 8.6 juta hektare. Akan tetapi semenjak 1999 hingga dengan 2005, terjadi penyusutan wilayah hutan bakau hingga mencapai 5.58 juta hektare (www.nationalgeographic.co.id. Hutan Mangrove Indonesia Terus Berkurang, 30 Mei 2012)
Selanjutnya, dalam rangka mengurangi penyusutan sekaligus memelihara ekosistem hutan mangrove, aneka macam upaya telah dilakukan banyak pihak, baik pemerintah maupun komunitas masyarakat, antara lain dengan:
Sebagai catatan tambahan, terdapat dua pendekatan dalam perjuangan evakuasi ekosistem hutan bakau, yakni preservasi dan konservasi. Pendekatan preservasi dilakukan dengan tetap membiarkan ekosistem hutan tersebut apa adanya, dengan kata lain menjaga hutan sesuai dengan habitat alaminya.
Sedangkan pendekatan konservasi masih memperlihatkan kesempatan untuk mengambil manfaat ekonomi hingga dengan batas-batas tertentu, dengan memperlihatkan kompensasi (bisa berupa biaya pemeliharaan, biaya penanaman, pembibitan, dan sebagainya). Pendekatan ini mendasari sudut pandang environmental economics.
Sebagai penutup, kombinasi dari minimnya kesadaran masyarakat, eksploitasi yang berlebihan, serta kurangnya pengetahuan/pendidikan mengenai pentingnya memelihara lingkungan hidup, berakibat pada terdegradasinya ekosistem hutan mangrove dari tahun ke tahun. **
ARTIKEL TERKAIT :
Saat Pencemaran Udara Mempengaruhi Kehidupan Manusia
Upaya Memelihara Kelestarian Tanah (Land Conservation)
Kegiatan Melestarikan Hutan untuk Merawat Peradaban
Sejarah Perkembangan Tembakau
Sumber http://www.ajarekonomi.com
Oleh karenanya, tema goresan pena kali ini akan mengangkat wacana hutan mangrove, terutama menyangkut kondisi kekinian atas eksistensi ekosistem ini.
Namun demikian, lantaran materi hutan mangrove sangat luas dan multi disiplin ilmu, maka pembahasan pada artikel ini akan dibatasi pada sudut pandang ilmu ekonomi, khususnya dalam kajian environmental economics.
Pertama-tama kita perlu terlebih dahulu memahami definisi hutan mangrove. Pengertian hutan mangrove merujuk pada kelompok pepohonan (baik yang beranting maupun palem-paleman) dan semak belukar yang mempunyai kemampuan untuk hidup dan berkembang di lingkungan maritim (pantai), muara sungai, dan air tawar (fresh water).
Adapun kata ‘mangrove’ bisa menggambarkan ekosistem hutan secara keseluruhan, maupun jenis pepohonan yang ada dalam ekosistem tersebut (Tomlinson. The Botany of Mangroves, 1986). Tulisan ini akan memakai istilah yang saling bergantian antara mangrove, hutan mangrove, dan hutan bakau.
Menurut sebuah studi, bahu-membahu terdapat lebih dari 90 jenis pohon mangrove yang ada di dunia. Pepohonan ini bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang suhunya berbeda, bisa pada lingkungan hangat (tropis), maupun pada lingkungan dengan suhu sejuk (sub-tropis) (Stewart and Fairfull. Mangroves, Primefacts – Profitable & Sustainable Primary Industries, May 2008).
Berikutnya, terdapat beberapa fungsi pokok hutan mangrove yang bisa diidentifikasi, antara lain:
- membentuk habitat kehidupan. Hutan mangrove berfungsi sebagai kawasan tinggal bagi beraneka ragam spesies ikan (termasuk ikan konsumsi dan ikan hias). Hutan ini juga menjadi kawasan hidup aneka macam macam burung, hewan amphibi, reptil, dan lain-lain.
- menghasilkan makanan. Pohon mangrove menghasilkan nutrisi yang menjadi kuliner pokok binatang-binatang yang tinggal di lingkungan tersebut.
- menghasilkan produk konsumsi ibarat madu, materi obat-obatan herbal, serta kayu produksi dan kayu arang.
- berfungsi sebagai penahan (buffer) untuk mengurangi dampak abrasi dan menjaga kualitas air. Pepohonan dalam hutan mangrove bisa menyerap datangnya gelombang pasang dan angin berkecepatan tinggi yang bisa menjadikan erosi.
Secara ekonomis, hutan mangrove memperlihatkan donasi sekitar US$ 200-900 ribu dari manfaat ekonomi yang terdapat pada setiap satu hektare area. Manfaat tersebut antara lain berupa kayu produksi, kayu arang, hasil ikan, udang, kepiting, serta hasil ekonomi lainnya.
Disamping itu hutan mangrove juga berkontribusi terhadap pendapatan dari sektor wisata alam (ecotourism), lantaran bisa memikat kunjungan wisatawan lokal maupun mancanegara.
Namun demikian ada pula ancaman-ancaman yang berpotensi merusak ekosistem hutan mangrove, diantaranya adalah:
- sampah yang dibuang secara sembarangan di lingkungan hutan. Hal ini bukan hanya berbahaya bagi pepohonan, melainkan juga bagi makhluk hidup yang tinggal di habitat tersebut.
- limpahan minyak dan zat kimia beracun lainnya. Apabila terdapat tumpahan minyak atau zat kimia di area ini, maka dipastikan akan merusak ekosistem hutan bakau.
- perambahan oleh manusia. Penebangan pepohonan yang dilakukan secara berlebihan akan merusak keberlangsungan ekosistem dalam jangka panjang.
- alasan pembangunan. Adanya pembangunan dermaga, resort, dan lain-lain, secara potensial mengancam kehidupan ekosistem hutan mangrove.
- perubahan suhu air maritim akhir perubahan cuaca dan pemanasan global.
Lebih jauh, laporan the Food and Agriculture Organization (FAO) memperlihatkan bahwa persentase terbesar habitat hutan mangrove di dunia terdapat di Indonesia sebesar 19% (3.06 juta hektare di 2003), Australia dikisaran 10% (1.45 juta hektare di 2005) dan Brazil sebanyak 7% (1.02 juta hektare di 1991).
Berikutnya dinyatakan bahwa terdapat penurunan area hutan mangrove di seluruh dunia, dari 18.8 juta hektare pada 1980 menjadi 15.2 juta hektare di 2005. Penurunan itu terjadi akhir kerusakan secara masif yang terjadi dibeberapa negara, termasuk Brazil, Meksiko, dan Indonesia.
Temuan FAO juga menyebutkan bahwa kerusakan hutan mangrove terutama disebabkan oleh adanya alih fungsi lingkungan menjadi tambak garam dan tambak udang, eksploitasi yang berlebihan untuk tujuan ekonomi, serta limbah industri yang dibuang secara sembarangan di muara sungai (the Food and Agriculture Organization. The World’s Mangroves 1980-2005, FAO Forestry Paper, 2007).
Penelitian lain memperlihatkan bahwa luas area hutan mangrove di Indonesia pada 1999 tak kurang dari 8.6 juta hektare. Akan tetapi semenjak 1999 hingga dengan 2005, terjadi penyusutan wilayah hutan bakau hingga mencapai 5.58 juta hektare (www.nationalgeographic.co.id. Hutan Mangrove Indonesia Terus Berkurang, 30 Mei 2012)
Selanjutnya, dalam rangka mengurangi penyusutan sekaligus memelihara ekosistem hutan mangrove, aneka macam upaya telah dilakukan banyak pihak, baik pemerintah maupun komunitas masyarakat, antara lain dengan:
- memahami habitat setiap spesies yang hidup dalam lingkungan mangrove, baik dalam hal pertumbuhan, perkembangbiakan, maupun reproduksi.
- mengetahui contoh hidup masing-masing jenis pepohonan, sehingga bisa diketahui spesies mana yang sesuai untuk lingkungan tertentu.
- memperbaiki kerusakan habitat mangrove secara dini.
- menentukan bagan pemeliharaan dan perbaikan hutan mangrove menurut contoh hidup masing-masing spesies.
- menanam pepohonan yang sesuai dengan lingkungan dimana ekosistem itu berada.
Sebagai catatan tambahan, terdapat dua pendekatan dalam perjuangan evakuasi ekosistem hutan bakau, yakni preservasi dan konservasi. Pendekatan preservasi dilakukan dengan tetap membiarkan ekosistem hutan tersebut apa adanya, dengan kata lain menjaga hutan sesuai dengan habitat alaminya.
Sedangkan pendekatan konservasi masih memperlihatkan kesempatan untuk mengambil manfaat ekonomi hingga dengan batas-batas tertentu, dengan memperlihatkan kompensasi (bisa berupa biaya pemeliharaan, biaya penanaman, pembibitan, dan sebagainya). Pendekatan ini mendasari sudut pandang environmental economics.
Sebagai penutup, kombinasi dari minimnya kesadaran masyarakat, eksploitasi yang berlebihan, serta kurangnya pengetahuan/pendidikan mengenai pentingnya memelihara lingkungan hidup, berakibat pada terdegradasinya ekosistem hutan mangrove dari tahun ke tahun. **
ARTIKEL TERKAIT :
Saat Pencemaran Udara Mempengaruhi Kehidupan Manusia
Upaya Memelihara Kelestarian Tanah (Land Conservation)
Kegiatan Melestarikan Hutan untuk Merawat Peradaban
Sejarah Perkembangan Tembakau
Sumber http://www.ajarekonomi.com
0 Response to "Memahami Fungsi Dan Kondisi Hutan Mangrove Dunia"
Posting Komentar