iklan banner

Aku Bertanya, Bijakah Pemberian Pinjaman Uang Dari Pemerintah Itu ?


Assalamu’alaikum sahabat semua. Semoga sahabat semua masyarakat Indonesai dalam keadaan sehat dan senantiasa dalam lindungan serta ridho Allah SWT.


Sahabat semua, melalui goresan pena ini, izinkan saya mengajak sobat untuk sama-sama berdiskusi akan kecerdikan pemerintah terkait derma uang pribadi yang diberikan kepada masyarakat.
Alhamdulillah berkat dengan adanya derma tersebut saya yakin banyak yang merasa sangat terbantu. Namun demikian selain meringankan beban saya yakin ada dampak negatif lain yang menyertainya.

Bukan saya anti pati terhadap derma tersebut, atau tidak oke dengan hal itu. Namun sebagai warga negara yang sangat menyayangi negara dan rakyatnya, maka rasanya tidak hening kalau memendam sejuta tanya ini di dalam hati.

Benarkah Pemberian itu Belenggu ?

Seorang guru pernah berkata kepada saya, mengutip kata-kata Sayidina Ali Bin Abi Tholib bahwa pemberian itu yakni sebuah belenggu. Jika pemberian itu sebuah belenggu, tidakah pemberian pribadi ini akan membelenggu mental masyarakat? Selalu itu yang saya tanyakan pada diri sendiri.
Faktanya banyak masyarakat yang sangat mengharapkan derma tersebut, bahkan tidak sedikit masyarakat bisa yang mendapat derma tersebut. 

Dampaknya tidak sedikit orang yang sangat berharap mendapat derma dari pemerintah. Mereka yang tidak mendapatkannya tentu saja hanya bisa menggerutu, sembari berharap mereka akan mendapat pemberian tersebut suatu dikala nanti.

Lantas kembali lagi saya bertanya pada diri sendiri, tidakah kemudian pemberian tersebut merubah mental masyarakat, dari kemandirian menjadi mental diberi ?

Jika yang diberi yakni orang-orang yang benar-benar sangat membutuhkan tentu itu tidak terlalu masalah? Namun kalau mereka bisa ? Seandainya mereka tidak bisa sekalipun apa tidak lebih baik mereka diberikan cara menghasilkan uang, dibandingkan kalau pribadi diberi uang?

Bagus mana mendapat keterampilan, atau modal yang bisa dipakai untuk mendapat uang, dibanding diberi uang langsung? Bukankah  jika hanya  diberi ikan, maka sesudah ikan habis mereka hanya bisa menunggu untuk sanggup diberi ikan kembali ? Bagaimana kalau mereka diberi alat pancingnya, bukankah dikala ikan habis mereka bisa mencarinya sendiri, yang bisa saja hasilnya melimpah dan sanggup mereka jual ke khalayak? Selalu itu yang ada dibenak saya.

Bantuan Operasional Sekolah Apakah Bagian dari Belenggu ?

Sebagai orang yang terjun di dunia pendidikan, tentu penulis sedikit erat dengan kata-kata BOS (Bantuan Operasional Sekolah) ini. Dengan adanya BOS ini, maka tidak sedikit orang bau tanah yang alhasil tidak perlu dipusingkan dengan biaya sekolah anak-anaknya. Tentu saja hal ini dikarenakan, pada jenjang pendidikan dasar biayanya sudah ditanggung pemerintah semua.

Penomenanya, ditengah pemerintah menanggung biaya yang luar biasa itu, justru kesejahtraan gurunya, terutama yang Non PNS terasa sangat diabaikan. Akibatnya tentu guru honorer yang jumlahnya bisa jauh lebih banyak  dari PNS tersebut, akan bisa  berkurang daya konsentrasinya dalam mendidik dan mengajar. Terutama bagi mereka yang harus ekstra memikirkan perekonomian.

Kebutuhan dirinya, istri, hingga anak-anaknya tidak cukup dipenuhi hanya dengan bayaran Rp. 300.000 bahkan bisa kurang setiap bulannya. Ini bukan alasannya penulis guru honorer, alasannya Insya Allah penulis pribadi sedang berupaya keras untuk tidak membelenggu diri penulis sendiri dengan mengharapkan pemberian.

Namun inilah sebuah tanya, dari seorang warga negara yang sangat menyayangi bangsa, negara dan masyarakatnya. Melihat fakta ini, berdasarkan sobat semua, bijakah hal ini dilakukan ?

Meskipun penulis belum mempunyai seorang anak, namun bagi penulis membiayai pendidikan anak sendiri yakni suatu pujian dan tentu akan rela dan tulus untuk mengeluarkannya. Beda halnya mereka yang bekerja, selain untuk ibadah dan lainnya, tentu ada alasan ingin mencari penghasilan di dalamnya.

Jika memang harus dibantu, kenapa harus dibantu semua ? Kenapa tidak bawah umur yang benar-benar tidak bisa saja yang diberi derma ? Jika seandainya uang tersebut dipakai untuk kesejahtraan guru, apakah pendidikan tidak akan sanggup segera maju karenanya ?

Sekali lagi, ini hanya pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam hati penulis yang sangat menyayangi bangsa, negara dan masyarakat Indonesia. Namun kalau berkenan sudilah kiranya sobat mau menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.

Hal yang penulis takutkan hanya satu, mental masyarakat menjadi berharap pada pemberian hingga merubah mental kemandirian dan kerja keras mereka. Sebab mental ingin diberi ini akan sangat merugikan diri mereka hingga masa depan bangsa dan negara.

Mental ingin diberi hanya akan menciptakan kita selalu berharap diberi, hingga alhasil mengurangi kerja dan karya kita yang bisa menghasilkan. Berdiam diri dan berleha-leha, hingga memelas dan merasa tak bisa inilah dampak terburuk yang sangat penulis khawatirkan. Bahkan ujungnya merubah pada sifat pesimis dan rendahnya keyakinan terhadap Tuhan.

Kita harus sadar, seterpuruk apapun keadaan kita kini kalau kita membuang  jauh-jauh mental ingin diberi. Maka insya Allah kita akan segera bangun dan sukses. Tidak sedikit orang-orang sukses di luar sana yang telah memulai kariernya dari nol, dari dihina dan dilecehkan hingga dipuji dan diagung-agungkan banyak orang.

Alasan utama mereka bisa menyerupai itu, yakni keyakinan yang berpengaruh kepada Tuhan yang diiringi dengan mental kemandirian. Meski belum bisa mereka yakin dengan kerja keras niscaya akan dimampukan. Meski belum mampu, mereka tak berharap ingin diberi. Sebaliknya keterpurukan mereka, dijadikan sebagai motivasi supaya kelak bisa dimampukan dan memberi mereka yang membutuhkan.

Kita punya tenaga, kita punya tangan dan kaki, serta pikiran. Sungguh itu modal yang sudah lebih dari kata cukup untuk kita bisa menjadi pribadi-pribadi berdikari yang bisa memberi. Bukan berharap diberi. Yang paling utama dari itu, kita punya keyakinan yang kepada Tuhan. Dengan hal inilah, maka setiap aral rintangan akan terasa ringan, hingga alhasil kita bisa benar-benar meraih kesuksesan dunia dan akhirat.

Mari kita berguru pada pribadi Abdurrahman bin Auf dimana dikala hijrah dari Mekkah ke Madinah beliau tak membawa harta sepeserpun. Dalam perjalanannya dia pernah ditawari banyak sekali macam harta benda, menyerupai rumah, unta bahkan istri. Namun dengan mental kemadiriannya, dia menolak semua proposal tersebut dengan halus. Kepada orang-orang yang telah menawarinya banyak sekali bahan keduniaan, dia hanya meminta di tunjukan jalan menuju pasar.

Sesampainya di pasar dia kemudian menjadi kuli di sana. Namun berkat kerja keras dan izin Allah alhasil di hari kedua dia sudah menjadi makelar. Bahkan dikala dia sudah bekerja selama 40 hari disana, dia sudah mempunyai dana yang cukup untuk meminang seorang gadis Anshor. Sejarah telah pertanda bahwa dikala dia meninggal dunia peninggalan hartanya lebih dari empat tryliun rupiah.  Fantastis, sebuah prestasi gemilang meski hanya diawali dari penghasilannya sebagai kuli pasar.

Inilah yang seharusnya kita tiru. Dengan mental kemandirian dan kerja keras yang diiringi keyakinan yang berpengaruh kepada Tuhan maka akan sanggup dengan gampang mengantarkan kita menunju gerbang kemandirian baik secara finansial maupun secara mental.




Sumber http://inspirasi-dttg.blogspot.com

0 Response to "Aku Bertanya, Bijakah Pemberian Pinjaman Uang Dari Pemerintah Itu ?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel