Mengapa Kenangan Jelek Lebih Gampang Teringat Daripada Kenangan Indah?
Meski kita mungkin sering mendengar atau menyatakan bahwa kenangan indah tak terlupakan, tapi kenyataannya lebih banyak orang dihantui kenangan jelek daripada sering tersenyum lantaran kenangan indah. Bahkan ada orang-orang yang hingga syok akhir kenangan buruk, tapi tampaknya belum ada orang yang terus tertawa-tawa lantaran kenangan indah.
Kebanyakan kita juga tampaknya lebih gampang mengingat kenangan-kenangan buruk, daripada sebaliknya. Mengapa kenangan jelek lebih gampang teringat daripada kenangan indah? Ada sebuah penelitian menarik yang secara tak pribadi mengungkapkan hal ini. Bahwa orang memang lebih sulit melupakan kenangan yang keliru (buruk) dibanding kenangan yang benar (indah).
Daya ingat insan intinya memang terbatas, dan berubah-ubah. Setiap kali kita berusaha mengingat sesuatu, kita memanggil ingatan dalam otak secara kurang sempurna. Karena itu pula, sebuah bayangan kenangan sering kali tidak utuh atau tepat saat kita bayangkan kembali. Seiring dengan itu, setiap kali ingatan tersebut kembali dipanggil, tingkat ketepatannya cenderung makin menurun.
Pada awal 1990-an, lantaran banyaknya pasien yang mengaku teringat kenangan atau pengalaman traumatis, beberapa pakar menduga hal itu disebabkan lantaran teknik yang dipakai para terapis saat membuka kenangan pasien yang tersimpan mempunyai persamaan dengan menciptakan kenangan palsu. Banyak psikolog terkemuka menyatakan bahwa orang-orang itu lebih banyak mempunyai kenangan palsu, daripada kenangan orisinil yang sebetulnya yang disimpan.
Menyangkut hal itu, ada sebuah penelitian yang menarik. Sebanyak 342 orang diminta menyaksikan 50 tayangan atas 2 kejadian dengan cepat. Selama mereka menyaksikan tayangan itu, peneliti memperdengarkan bunyi komentar, seakan-akan ada orang yang menjadi saksi mata atas kejadian yang sedang ditayangkan.
Salah satu tayangan menyampaikan seorang laki-laki membobol dan mencuri sesuatu dari mobil. Sedangkan tayangan lainnya menunjukkan seorang laki-laki mencuri dompet dari seorang wanita. Narasi atau komentar terus disertakan pada setiap tayangan, seakan-akan menggambarkan adegan yang diperlihatkan. Padahal, sebetulnya ada 12 tayangan yang dimanipulasi, sehingga narasi menceritakan hal berbeda dari adegan yang diperlihatkan. Misalnya, tayangan menyampaikan seorang laki-laki bersandar di jendela, namun narasinya menyampaikan laki-laki bersandar di pintu.
Setelah itu, para peneliti menanyai akseptor mengenai apa yang telah dilihat, dan di mana mereka mendapat sumbernya. Tujuannya untuk menguji apakah akseptor sanggup membedakan kenangan yang benar dengan yang palsu. Contohnya, seorang laki-laki bersandar di jendela yaitu kenangan yang benar, sedangkan laki-laki yang bersandar di pintu yaitu yang palsu.
Pada tes pertama, sebanyak 61 persen dari kenangan akseptor yaitu benar, sedangkan yang palsu hanya 31 persen. Satu setengah tahun kemudian, para akseptor penelitian itu dipanggil kembali untuk menonton tayangan yang sama. Kali ini, para peneliti menghentikan tayangan sebelum menunjukkan tayangan yang dimanipulasi, kemudian bertanya kepada para akseptor apa yang terjadi selanjutnya.
Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa kenangan yang benar mengalami penurunan dan tetap bertahan pada 45 persen ingatan peserta. Tetapi, kenangan yang keliru mengalami peningkatan dan tetap bertahan sebanyak 39 persen dari waktu ke waktu.
Meski penelitian itu tidak secara pribadi menandakan perbedaan kenangan jelek dan kenangan indah, tapi secara tidak pribadi menyampaikan bahwa kenangan yang benar semakin memudar, namun kenangan yang keliru semakin menguat. Penelitian itu juga menyampaikan bahwa meskipun kesalahan isu sanggup dilihat dengan mudah, tapi kekeliruan tersebut tetap bertahan kuat, bahkan terkadang lebih berpengaruh daripada kenangan yang benar.
Hmm… ada yang mau menambahkan?
Sumber http://belajar-sampai-mati.blogspot.com/
0 Response to "Mengapa Kenangan Jelek Lebih Gampang Teringat Daripada Kenangan Indah?"
Posting Komentar