Fisologi Tumbuhan
Fisiologi yaitu salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari aktifitas dan fungsi suatu organisme dalam menjaga dan mengatur kehidupannya.
Mempelajari fisiologi tumbuhan akan menawarkan gambaran dan wawasan yang luas terhadap banyak hal yang terjadi pada tumbuhan. Ratusan dan bahkan ribuan reaksi kimia terjadi di dalam setiap sel hidup berlansung relatif cepat, mengubah dan menghasilkan bahan-bahan yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
Pada dasarnya fisiologi tumbuhan yaitu ilmu yang mempelajari proses hidup, aktifitas hidup, dan tanda-tanda hidup dari tumbuhan. Ilmu fisiologi mempunyai keterkaitan yang erat dengan ilmu kimia, ilmu fisika, dan ilmu matematika yang sangat besar peranannya dalam membahas kaidah-kaidah biologis pada fisiologi modern. Dengan dasar pengetahuan di atas akan sanggup dipahami banyak sekali proses hidup, aktifitas hidup, dan tanda-tanda hidup yang diperlihatkan oleh tumbuhan atau tanaman.
Organisme hidup sanggup terdiri dari satu sel (uniselluler) atau terdiri dari banyak sel (multiselluler). Sel merupakan unit dasar terkecil dari setiap organisme hidup. Dengan demikian, maka mempelajari fisiologi tumbuhan harus di mulai dari sel.
Suatu organisme dikatakan hidup apabila melaksanakan dua ciri proses kehidupan yaitu : proses metabolisme dan kekekalan (pengabadian atau kelestarian). Proses metabolisme yaitu suatu proses yang sanggup diidentikkan sebagai mesin-mesin kehidupan. Proses metabolisme merubah zat-zat pasif menjadi zat-zat yang aktif atau suatu proses yang merubah zat-zat atau unsur anorganik menjadi zat-zat atau senyawa organik penyusun sel organisme hidup termasuk tumbuhan. Proses metabolisme terdiri dari: nutrisi, absorbsi, dan translokasi serta sintesa dan perombakan atau penguraian, sedang pada proses kekekalan yaitu proses yang memungkinkan organisme hidup sanggup mempertahankan generasinya. Kekekalan mencakup beberapa proses utama yaitu reproduksi, adaptasi, dan kontrol.
Sel sebagai komponen terkecil dari organisme hidup melaksanakan kedua ciri proses tersebut, lantaran sel mengandung protoplasma tempat berlangsungnya aktifitas metabolisme dan inti (nukleus) tempat berlangsungnya banyak sekali aktifitas kekekalan. Pada organisme tingkat tinggi mirip pada tumbuhan yang bersifat multiselluler dimana sel-selnya disusun menjadi jaringan dan organ, melaksanakan aktifitasnya mengalami pembagian tugas. Setiap sel yang berbeda sering mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda. Antara struktur dan fungsi mempunyai hubungan yang sangat erat di dalam melaksanakan banyak sekali aktifitas kehidupan antar sel, jaringan dan organ yang berlangsung secara terorganisir.
BAB II
STRUKTUR DAN FUNGSI SEL
Sel dan teori wacana sel mulai terungkap semenjak awal tahun 1600an oleh Anton van Leeuwenhoek (1632–1723) sehabis berhasil mengkonstruksi mikroskop dan menggambar protozoa, Vorticella dari air hujan dan menggambar kuman yang berasal dari dalam mulutnya. Pada tahun 1665 Robert Hooke menemukan sel gabus dan sel hidup dari jaringan tumbuhan dengan menggunakan mikroskop. Kemudian pada tahun 1839 Theodor Schwann and Matthias Jakob Schleiden menerangkan bahwa pada prinsipnya tumbuhan dan binatang terbentuk dari sel dan menyimpulkan bahwa secara umum sel merupakan unit struktural dan perkembangan semua organisme hidup, dan kemudian ditemukan teori sel.
Pengetahuan wacana material genetik yang diturunkan dari sel induk ke sel keturunannya diketahui sehabis Watson dan Crick pada tahun 1953 mengumumkan penemuannya wacana struktur double-helix DNA. Dan pada tahun 1981 Lynn Margulis mempublikasikan penemuannya wacana Symbiosis in Cell Evolution yang disebut sebagai teori endosimbiotik.
Sel sebagai unit terkecil dari organisme hidup sanggup dibagi ke dalam dua kelompok yaitu sel-sel prokariotik dan eukariotik. Istilah prokariotik berarti “sebelum inti” dan bukan tanpa inti. Sel prokariotik mempunyai materi inti. Sel-sel kuman dan ganggang biru hijau merupakan contoh-contoh sel prokariotik, sedangkan protista, fungsi, dan tumbuhan tingkat tinggi merupakan contoh-contoh organisme yang mempunyai sel-sel eukariotik. Sel eukariotik dan prokariotik diperlihatkan pada Gambar 1 dan 2.
Gbr. 2. Tipe Sel Eukariotik
Sel-sel eukariotik mempunyai struktur lebih maju dari sel prokariotik dan mempunyai struktur tambahan yang umumnya terbungkus oleh membran. Suatu rekaan sel eukaryotis yang merupakan tipikal sel tumbuhan diperlihatkan pada Gambar 1b. Gambar tersebut merupakan kreasi statistik yang sebetulnya jarang dijumpai secara bersamaan pada suatu individu sel. Meskipun demikian sel-sel parenkhim (sel hidup, berdinding tipis dan sering isodiametris) dijumpai pada empulur, korteks, ujung akar, pucuk batang, dan sebagainya, merupakan ciri khas umum sel tumbuhan. Bagian-bagian sel tumbuhan dengan fungsi umum dan ukuran masing-masing diperlihatkan pada Tabel 1.
Banyak protista, fungi, dan sel tumbuhan dikelilingi oleh dinding sel. Semua sel mempunyai membran yang membungkus isi sel, tetapi sel binatang dan beberapa protista tidak mempunyai dinding sel, kecuali membran. Sel-sel muda dan banyak sel pada tumbuhan hanya mempunyai dinding primer, yang dikarakterisir oleh dinding yang tipis. Dinding sel ini mengelilingi protoplas yang mencakup membran plasma dengan semua potongan yang terbungkus. Membran ini biasanya tertekan kuat pada dinding oleh tekanan cairan yang ada di dalam sel. Sel tumbuhan dewasa, terutama yang sudah berhenti pertumbuhannya, mempunyai dinding sekunder yang diendapkan di antara dinding primer dan membran sel. Antara sel-sel yang berdekatan ada lamella tengah yang merekatkan dua dinding sel menjadi satu.
BAGIAN-BAGIAN SEL TUMBUHAN
1. Dinding Sel
Dinding sel tumbuhan terdiri dari dinding sel primer, dinding sel sekunder dan lamella tengah. Dinding sel primer berukuran tebal sekitar 1-3 mm, terdiri dari 9-25% selulosa. Terdapat sekitar 30-40 pasang molekul selulosa yang panjang dan tidak bercabang membentuk serat silindris yang panjang disebut mikrofibril. Data terakhir memperlihatkan bahwa mikrofibril tebalnya sekitar 3,5 mm.
Molekul-molekul selulosa tersusun secara pararel, mengakibatkan mikrofibril berperilaku mirip kristal dan mempunyai daya regang yang besar. Dinding sel primer sanggup mengandung sekitar 25-50% hemiselulosa, 10-35% zat pektat, dan sekitar 10% protein. Zat pengatur tumbuh khususnya auksin sanggup melemaskan dinding sel dan mengakibatkan mikrofibril sanggup bergeser satu sama lain sehingga sel sanggup mengembang. Dinding sel sekunder lebih tebal dari dinding primer, diantaranya ada yang hingga beberapa mikrometer tebalnya dan umumnya mencapai sekitar 4 mm. Dinding sekunder terdiri dari 41-45% selulosa, 30% hemiselulosa, dan 22-28% lignin, tidak gampang ditekan (compressed) dan bentuknya tidak gampang berubah. Bahan pektat berbentuk gel merekat dinding sel primer dan sekunder yang berdekatan menjadi satu dan membentuk lamella tengah. Pektin sanggup dirombak oleh enzim tertentu,
Tabel 1. Bagian-bagian Sel Tumbuhan, Fungsi Utama dan Ukurannya
Dikutip dari Wier, Barbour, Stocking dan Ross (1979) dan Salisbury dan Ross (1985).
mirip halnya terjadi pada proses pemasakan buah. Antara satu sel dengan sel yang lain dihubungkan oleh benang-benang sitoplasma yang halus pada dinding sel membentuk noktah yang disebut plasmodesmata (tunggal=plasmodesma). Plasmodesmata ini merupakan saluran yang dibatasi oleh membran sel dari sel yang berdampingan dan diisi oleh benang retikulum endoplasma yang berdiameter sekitar 40 nm. Plasmodesmata dianggap penting lantaran mereka menyatukan banyak sel dalam jaringan atau tumbuhan ke dalam satu fungsi secara keseluruhan.
2. Protoplasma
Protoplasma terdiri dari 4 potongan utama yaitu sitoplasma, membrane plasma, inti sel (nukleus), vakuola, dan materi organik.
a. Sitoplasma
Sitoplasma merupakan potongan sel yang kompleks, suatu materi cair yang mengandung banyak molekul, diantaranya berbentuk suspensi koloid dan didapatkan banyak sekali organel-organel yang bermembran. Pada mulanya istilah sitpoplasma memperlihatkan matriks yang mengelilingi inti, tetapi lantaran kemajuan dalam pengembangan mikroskop elektron dan diketemukannya organel-organel, maka istilah matriks tidak tepat lagi. Sekarang digunakan istilah sitosol untuk matriks di mana organel-organel sitoplasma tersuspensikan. Sitoplasma dan inti sel secara bahu-membahu disebut protoplasma. Oleh lantaran proses kimia sebagian besar terjadi pada protoplasma, maka protoplasma dianggap sebagai potongan hidup dari sel, meskipun perubahan kimia juga terjadi pada dinding sel dan bahkan dalam vakuola. Beberapa sel tumbuhan mempunyai juga zat-zat murni yang tidak hidup mirip kalsium oksalat, badan-bdan protein, gum, minyak, resin yang secara keseluruhan disebut zat-zat ergastik.
Setiap macam organel dalam sitoplasma merupakan tempat terjadinya proses-proses kimia spesifik (proses metabolisme). Mereka juga melaksanakan aktifitas yang berlawanan mirip melaksanakan proses sintesis dan perombakan molekul yang sama, pada sel yang sama dan pada waktu yang bersamaan. Organel sel sanggup tumbuh, membelah, berubah bentuk dan mengandung enzim yang mengkatalisis ribuan reaksi metabolik dan mengeluarkan bahan-bahan melalui membran. Organel mengambil potongan dalam pertumbuhan dan spesialisasi sel serta terlibat dalam banyak aktifitas yang vital.
Mitokondria
Mitokondria merupakan organella sel yang mempunyai banyak fungsi metabolisme di dalam sel. Pada mitokondria berlangsung proses respirasi, sintesa ATP, dan sintesa porfirin yang merupakan prekusor klorofil. Mitokondria mempunyai membran luar dan system membrane dalam yang kompleks. Membran luar tersususn sekitar 50% lipid dan mengandung enzim yang berperan dalam banyak sekali aktivitas.,Membran luar mempunyai porin; suatu protein integral berbentuk channel yang permeable terhadap molekulATP, NAD dan coA.
Membran dalam berinv@gin@si membentuk kristae dan terdapat ruang intermembran dan matriks. Matriks berisi protein terlarut berbentuk mirip gel dan •memiliki DNA sirkular yang mengkode enzim dan beberapa protein yang diharapkan oleh mitokondria untuk acara mitokondria. Membran internal membentuk lipatan-lipatan yang disebut kristae. Kristae mengandung banyak sekali macam enzim yang berperan dalam memacu pengangkutan elektron yang dihasilkan pada siklus Krebs. Membran dalam mengandung 100 macam polipeptida dengan rasio protein-lipid:3:1.
Matriks mitokondria mengandung ribosom, enzim, DNA sirkular – Enzim yang mengubah piruvat menjadi asetil CoA. Mitokondria sel tumbuhan diperlihatkan pada Gambar 4.
Tubulin, Retikululm Endoplasmik dan Ribosom
Sitoplasma sel eukaryotis mengandung mikrotubul yang tersusun dari molekul protein yang bulat yang disebut tubulin dan mempunyai peranan penting dalam pembentukan dinding sel,
memantau gerakan organella di dalam sitoplasma dan penentu tempat retikulum endoplasmik, dan apparatus golgi di dalam sitoplasma. Melalui mikroskop elektron, sitoplasma terlihat berisi suatu sistem dengan 2 lapis membran yang kadang kala terlihat sebagai kantung kempis yang berlipat-lipat dan disebut sebagai retikulum endoplasma (RE). Retikulum endoplasma membentuk sistem angkutan untuk banyak sekali macam molekul di dalam sel dan bahkan antar sel melalui plasmodesmata Banyak aktifitas kimia berasosiasi dengan retikulum endoplasma, salah satu aktifitasnya yaitu sintesis protein yang terjadi pada sejumlah ribosom (diameter antara 15-25 mm). Seringkali ribosom tersusun mirip rantai dan disebut poliribosom atau polisom dan setiap ribosom secara bahu-membahu diikat oleh suatu pita messenger RNA (mRNA). mRNA yaitu suatu informasi genetik yang selanjutnya akan dijabarkan ke dalam bentuk protein. Ribosom yang ukurannya lebih kecil (kurang lebih < 15 mm) dijumpai pada mitokondria dan kloroplas, dan mereka mensintesis protein dalam organel tersebut, tetapi sanggup juga disintesis pada ribosom sitoplasma yang selanjutnya diangkut ke organel. Inti sel mengimpor semua proteinnya dari sitoplasma. Di samping berpartisipasi dalam sintesis protein. RE mensintesis sterol dan fosfolipida, yang merupakan potongan penting dari membran.
Badan Golgi dan Lisosom
Badan golgi terlihat sebagai tumpukan cakram yang berongga dengan pinggiran yang memutar dan dikelilingi oleh badan-badan berbentuk bola. Struktur tubuh golgi terus berubah, lantaran beberapa cakram berongga (cisternae) tumbuh, sementara yang lain mengkerut dan menghilang. Tumbuh dan menghilangnya cisternae membantu menjelaskan asal undangan maupun fungsi pokok tubuh golgi. Badan golgi mempunyai andil dalam pembentukan membran plasma dan mengangkut enzim yang harus dibuat dalam sel, yang akan menentukan reaksi kimia yang terjadi dan menentukan struktur dan fungsi sel.
Lisosom ialah struktur vesikel yang mengandungi enzim penguraian, terutama enzim pencernaan yang mengurai protin, lemak dan karbohidrat menjadi komponen – komponen sederhana dari protein lemak dan karbohidrat. Selama dalam kompleks tubuh Golgi, enzim-enzim ini di bungkus kedalam vesikel bermembran yang disebut lisosome (‘badan pelerai’). Bahan kuliner digerakkan kedalam sitoplasma secara tersimpan dalam vakuol kuliner (food vacuoles). Lisosom mengesan kehadiran vakoul kuliner kemudian ia bercantum dengannya.
Kandungan kedua-dua vesikel bercampur, dan enzim lisosom mengurai kuliner untuk menjadi unit-unit gampang mirip asid amino, monosakarid dan sebagainya. Molekul-molekul sederhana ini meresap keluar dari lisosom ke sitosol (bahagian cairan sitoplasma). Disamping itu Lisosom berperan menon aktifkan mikro organisme yang berpotensi sebagai pembawa penyakit.
Plastida
Sitoplasma sel tumbuhan mengandung banyak sekali macam plastida. Salah satu plastida yang mempunyai peranan yang sangat penting bagi berlangsungnya proses fotosintesa yaitu kloroplas. Kloroplas mengandung pigmen yang berwarna hijau disebut klorofil. Kloroplas berwarna hijau renta berbentuk butiran disebut grana, sedangkan potongan yang berwarna lebih muda disebut stroma. Skema struktur kloroplas diperlihatkan pada Gambar 7. Kloroplas dilapisi oleh membran ganda yang berperan mengatur keluar masuknya ion dan senyawa-senyawa dari dan ke kloroplas. Pada permukaan luar membran internal kloroplas terdapat pigmen fotosintesis yang disebut tilakoid. Thilakoid yang memanjang menghubungkan grana disebut stroma. Pada potongan dalam grana terdapat rongga yang berisi cairan dan garam-garam yang terlarut disebut channel. Plastid yang lain dalam sitoplasma sel tumbuhan yaitu kromoplas dan leukoplas (amiloplast). Kromoplas biasanya berwarna kuning, jingga atau merah lantaran mengandung pigmen xantofil dan karotenoid. Kromoplas seringkali berasal dari kloroplas tetapi sanggup pula berkembang secara pribadi dari plastida. Diferensiasi kromoplas melibatkan sintesis pigmen-pigmen karotenoid. Karotenoid merupakan pigmen yang
bisa mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang sekitar 450 mm yang penting untuk berlangsungnya tropisme dan fotomorfogenesis.
Leukoplas yaitu plastid tanpa pigmen yang biasanya terdapat pada jaringan yang tidak kena cahaya. Leukoplas merupakan tempat
penimbunan produk asimilat tertentu mirip pati, protein, dan lemak. Kloroplas dan mitokondria dikelilingi oleh dua lapis membran. Membran sebelah dalam bentuknya sangat rumit, banyak melaksanakan aktifitas metabolisme serta mengatur kemudian lintas molekul keluar masuk organel. Dua lapis organel ini juga dijumpai mengelilingi inti sel. Membran yang mengelilingi vakuola dikenal sebagai membran vakuola atau tonoplas terdiri dari satu lapis membran dan sangat penting bagi tumbuhan.
b. Membran Plasma
Membran sel eukariotik dan prokariotik yaitu sama, tersusun dari senyawa-senyawa lipid, protein, dan karbohidrat. Struktur dasar membran plasma sangat mendukung fungsinya sebagai pembatas antar bagian-bagian sel.
Beberapa fungsi lain dari membran sel yaitu : (1) mengatur pedoman zat-zat terlarut masuk dan keluar sel, (2) mengatur pedoman air melalui osmosis, (3) protein membran sebagai protein pengenal atau reseptor molekul-molekul khusus (hormon, antigen, dan metabolik) dan sebagai enzim khusus, misalnya pada membran mitokondria, kloroplas, retikulum endoplasma, benda-benda golgi dan sebagainya,
(4) sebagai reseptor terhadap perubahan lingkungan mirip perubahan suhu, jenis, dan intensitas cahaya. Struktur dan skema membran sel tumbuhan diperlihatkan pada Gambar 9.
c. Inti sel
Sistem kontrol merupakan informasi genetik yang dikandung pada pita-pita DNA yang panjang, berkombinasi dengan protein membentuk suatu materi yang disebut kromatin. Bahan ini akan berduplikasi sebelum sel membelah melalui proses kimia. Selama pembelahan inti berjalan, serat kromatin menjadi padat dengan cara menggulung menjadi suatu tubuh memanjang, berwarna gelap yang disebut kromosom dan sanggup terlihat dengan mikroskop biasa. Inti sel mengandung cairan yaitu suatu larutan
Gbr. 10. Skema struktur inti dan membrane nukleuss (Abdullah, 2002. setelah di modifikasi)
berenzim yang mengandung kromatin atau kromosom dan dikenal dengan nama nukleoplasma. Inti dikitari oleh dua membran paralel yang secara bahu-membahu disebut salut inti. Membran dalam terletak 20-30 mm sebelah dalam membran luar. Salut inti berpori yang memungkinkan hubungan antara inti dengan sitoplasma. Membran dalam dan luar berafiliasi satu sama lain membentuk pinggiran pori, menghasilkan suatu saluran (saluran). Membran luar salut inti sering menyambung dengan retikulum endoplasma. Skema struktur inti sel (nukleus) diperlihatkan pada Gambar 10.
d. Vakuola
Karakteristik sel tumbuhan disamping mempunyai dinding sel dan plastida yaitu adanya vakuola. Bentuk dan kekakuan yang dimiliki oleh jaringan-jaringan yang hanya mempunyai dinding primer (seperti pada daun dan batang muda), disebabkan oleh adanya air bersama zat yang terlarut di dalamnya, yang menimbulkan tekanan di dalam vakuola. Tekanan ini timbul sebagai akhir terjadinya osmosis yang akan dibahas kemudian. Konsentrasi materi terlarut di dalam vakuola cukup tinggi, kira-kira setinggi konsentrasi garam dalam air laut. Ratusan materi terlarut di dalamnya, termasuk garam-garam, molekul-molekul organik kecil, beberapa protein (enzim) dan molekul-molekul lainnya. Beberapa vakuola mengandung konsentrasi pigmen yang tinggi, yang menimbulkan warna pada banyak bunga atau daun. Pada beberapa potongan tumbuhan, vakuola mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses perkembangan tumbuhan lantaran vakuola berfungsi sebagai tempat penyimpanan banyak sekali macam senyawa metabolik yang aktif mirip gula, asam amino, amida, asam-asam organik dan anorganik. Vakuola juga mempunyai peranan penting dalam membuat kekekaran jaringan-jaringan tumbuhan yang sel-selnya hanya mengandung dinding primer mirip pada daun muda dan batang muda. Kekhasan pada jaringan tumbuhan mirip ini ditimbulkan oleh adanya tekanan yang ditimbulkan oleh konsentrasi air dan materi yang terlarut di dalam vakuola sel.
KOMPOSISI DAN SIFAT KIMIA SEL
Sel sebagai komponen terkecil dari tumbuhan, tersusun dari zat-zat kimia, baik dalam bentuk atom maupun dalam bentuk molekul. Keadaan zat kimia dalam sel tidak statis tetapi selalu berubah, lantaran di dalam sel terjadi banyak sekali reaksi kimia dan proses fisika yang mencirikan adanya kehidupan, namun demikian komposisi dasar tidak akan berubah selama sel masih hidup.
Pada analisa komposisi sel dari suatu jaringan tumbuhan diperoleh empat unsur yang menempati 95% dari seluruh potongan berat zat kimia penyusun sel tumbuhan yaitu oksigen (O) 62%, karbon (C) 20%, hidrogen (H) 10%, dan nitrogen (N) 3%. Unsur lain penyusun sel sebanyak 5% terdiri dari kalsium (Ca), fosfor (P), khlor (Cl), sulfur (S), kalium (K), magnesium (Mg), iodium (I), besi (Fe), cuprum (Cu), zeng (Zn), cobalt (Co), mangan (Mn), Molibdenum (Mo), dan sebagainya (Tabel 2).
Unsur-unsur kimia penyusun sel tersebut umumnya djumpai dalam sel tumbuhan dalam bentuk ion atau formasi molekul, baik dalam bentuk komponen anorganik maupun dalam bentuk komponen organik. Unsur-unsur tersebut di atas diambil oleh tumbuhan dari udara dalam bentuk gas dan dari dalam tanah dalam bentuk ion dan air.
Tabel 2. Kandungan unsur kimia sel organisme yang dinyatakan dalam persen (%)
Elemen
Persen berat
(%) Elemen Persen berat
(%) Elemen Persen berat
(%) Total
Oksigen 62 Kalsium 2,50 Cuprum -
Karbon 20 Fosfor 1,14 Zeng -
Hidrogen 10 Khlor 0,16 Cobalt -
Nitrogen 3 Sulfur 0,14 Mangan -
Kalium 0,11 Molibdenum -
Natrium 0,10 dan sebagainya -
Magnesium 0,07
Jodium 0,014
Besi 0,010
Total 95 4,244 0,756 100,00
1. Komponen-komponen Anorganik
Komponen anorganik yang dijumpai dalam sel tumbuhan paling banyak dan menempati sekitar 75% dari seluruh komposisi penyusun tumbuhan yaitu air. Komponen-komponen tersebut umumnya dalam bentuk kristal di dalam sel atau sebagai potongan dari dinding sel. Pada jenis tumbuhan graminae, diatomae, dan beberapa tumbuhan lainnya dijumpai dalam bentuk silika, kalsium karbonat, dan kalsium oksalat.
2. Komponen Organik
Komposisi penyusun sel tumbuhan umumnya terdiri dari 75% air, 20% hidrat arang (karbohidrat), 2% protein, 2% anorganik padat, dan 1% lemak. Sel tumbuhan mengandung ratusan bahkan ribuan senyawa organik dengan beragam kategori. Secara umum terdapat empat kategori khusus pada semua bentuk sel yang merupakan dasar pembentuk senyawa-senyawa organik tumbuhan dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam banyak sekali proses metabolisme. Keempat kategori khusus tersebut yaitu :
a. Hidrat arang
b. Lemak dan asam lemak
c. Asam amino dan protein
d. Asam nukleat, nukleotida, dan nukleoprotein
a. Hidrat Arang
Hidrat arang merupakan senyawa organik utama dalam sel tumbuhan yang tersusun dari unsur C, H, dan O. Hidrat arang dalam sel tumbuhan dibedakan atas tiga kelompok yaitu : (1) hidrat arang sederhana (monosakarida), (2) oligosakarida, dan(3) polisakarida.
Monosakarida
Monosakarida yang sering disebut sebagai gula sederhana sanggup ditulis dalam bentuk umum CnH2nOn. Monosakarida yang umum
dijumpai dalam sel tumbuhan sanggup dibedakan berdasarkan ada tidaknya formasi aldehida (-CH=O) atau keton (-C=O) dan berdasarkan jumlah atom karbonnya. Monosakarida yang mengandung gugus aldehida disebut aldosa, sedang yang mengandung gugus keton disebut ketosa.
D-Glukosa D-Fruktosa
Berdasarkan jumlah atom karbonnya, dibedakan atas diosa, triosa, tetrosa, pentosa, hexosa, septoda (Tabel 3). Monosakarida mempunyai peranan penting dalam banyak sekali proses metabolisme tumbuhan dan merupakan bentuk hidrat arang yang sanggup ditranslokasi di dalam tubuh tanaman. Triosa khususnya dalam bentuk gliseraldehida merupakan hidrat arang yang sangat penting dalam fotosintesis dan respirasi serta merupakan induk dari monosakarida yang lebih tinggi. Struktur kimia gliseraldehida dibedakan atas dextrorotary (d) dan laevorotari (l) sebagai berikut.
Beberapa monosakarida penting lainnya yang terdapat dalam jaringan tumbuhan yaitu asam gula dan alkohol gula. Di antara asam gula yang penting yaitu asam d-glukuron dan asam d-galakturon, dimana dalam tumbuhan ditemukan dalam bentuk esterfosfat. d-galakturon merupakan pembentuk asam pektat penyusun lamela tengah dari dinding sel tumbuhan. Alkohol gula yang penting dalam tumbuhan yaitu sorbitol, manitol, mio-inositol, dan asam fitik. Sorbitol dan manitol banyak dijumpai dalam kulit buah, sedang mio-inositol sebagai penyusun membran. Asam fitik dijumpai banyak dalam biji-bijian. Struktur kimia dari asam gula dan alkohol gula sebagai berikut:
Tabel 3. Penggolongan hidrat arang berdasarkan jumlah atom karbonnya.
Jenis Monosakarida Rumus Kimia Jumlah
atom C Contohnya
Diosa C2H4O2 2 Glikolikaldehida
Triosa C3H6O3 3 Gliseraldehida
Dihidroksiaseton
Tetrosa C4H8O4 4 Eritrosa
Pentosa C5H10O5 5 Ribosa, Xilosa
Hoxosa C6H12O6 6 Glukosa, Galaktosa
Mannosa, Fruktosa
Heptosa C7H14O7 7 Sedoheptulosa
Rumus kimia dari contoh-contoh pada Tabel 3 sebagai berikut.
Monosakarida sering disebut gula reduksi, lantaran mempunyai kemampuan untuk mereduksi akhir adanya gugus aldehida dan keton pada rantai karbonnya. Monosakarida yang paling penting dalam tumbuhan yaitu glukosa dan fruktosa. Kedua jenis gula ini berafiliasi pribadi dengan fotosintesis dan respirasi. Golongan pentosa yang mempunyai peranan penting dalam tumbuhan yaitu furanosa, lantaran furanosa sebagai penyusun asam nukleat NAD dan NADP.
Oligosakarida
Oligosakarida merupakan hidrat arang yang terbentuk dari kondensasi dua hingga sembilan monosakarida. Di antara oligosakarida yang penting dalam tumbuhan yaitu disakarida dan merupakan oligosakarida yang paling banyak dijumpai dalam jaringan tumbuhan yaitu sukrosa, maltosa, dan selobiosa
Polisakarida yaitu kondensasi dari minimal 10 monosakarida. Di antara polisakarida yang penting dan dijumpai dalam jaringan tumbuhan yaitu pati, selulosa, hemiselulosa, dan pektin.
Pati
Pati merupakan polisakarida yang paling umum disimpan sebagai cadangan asimilat dalam jaringan penyimpan mirip biji, batang, akar dalam bentuk umbi. Pati terdiri dari dua polisakarida yaitu amilosa dan amilopektin. Kadar antara amilopektin dan amilosa akan menentukan rasa biji-bijian. Beras umumnya mengandung 65% hingga 75% amilopektin dan 25-35% amilosa, sedang pada kultivar standar dari jagung umumnya mengandung 72% amilopektin dan 28% amilosa.
Amilosa merupakan rantai lurus dari 300-400 molekul glukosa yang terikat pada ikatan -1-4. Amilosa seratus persen sanggup diurai oleh enzim -amilase menghasilkan glukosa. Amilopektin merupakan rantai yang lebih panjang dan mempunyai percabangan pada ikatan -1-6. Amilopektin hanya lima puluh persen sanggup dirombak oleh enzim -amilase menghasilkan maltosa dan dekstrin. Dekstrin oleh enzim -amilase dirombak habis menghasilkan glukosa. Struktur kimia dari amilosa dan amilopektin yaitu :
Amilosa
Amilopektin
Selulosa
Selulosa yaitu penyusun dinding sel yang penting. Selulosa merupakan rantai -d-glukopiranosa yang tersusun dari 1000 hingga 3000 glukosa pada ikatan -1,4. Struktur kimia selulosa adalah.
Sellulosa
Hemiselulosa
Hemiselulosa yaitu polisakarida yang merupakan potongan penting dari dinding sel dan banyak dijumpai dalam kulit biji-bijian tertentu. Hemiselulosa tersusun dari rantai panjang pentosa dan asam uronat serta bersifat menyerap air dengan kuat.
b. Lemak dan Asam Lemak
Lemak merupakan salah satu makro molekul penyusun sel yang mengandung C, H, dan O, tetapi mempunyai jumlah atom H yang lebih banyak dan energi lebih 2x lipat dibanding dengan hidrat arang. Pada umumnya lemak terbentuk dari asam lemak dengan trihidroksi alkohol (gliserol).
Asam lemak tumbuhan mempunyai rumus umum CH3(CH2) xCOOH, dimana gugus karboksil (-COOH) merupakan ciri umum asam lemak. Jenis asam lemak penting yang banyak dijumpai dalam tumbuhan diperlihatkan pada Tabel 4.
Lemak dan minyak secara kimia merupakan senyawa yang mirip. Lemak tumbuhan umumnya disebut minyak. Dalam beberapa hal lemak dan minyak berbeda lantaran :
lemak: pada suhu kamar dalam bentuk padat, mengandung asam lemak dengan rantai C yang panjang dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap (jenuh).
minyak: pada suhu kamar dalam bentuk cair, mengandung asam lemak dengan rantai C yang pendek dan mempunyai banyak ikatan rangkap (tidak jenuh).
Tabel 4. Jenis Asam Lemak yang Banyak Terkandung di Dalam Jaringan Tanaman
Jenis Jumlah Struktur
Atom C molekul
Asam butirat 4 CH3(CH2)2COOH
Asam kaproat 6 CH3(CH2)4COOH
Asam laurat 12 CH3(CH2)10COOH
Asam miristat 14 CH3(CH2)12COOH
Asam palmitat 16 CH3(CH2)14COOH
Asam stearat 18 CH3(CH2)16COOH
Asam oleat 18 CH3(CH2)7CH=CH (CH2) 7 COOH
Asam linoleat 18 CH3(CH2)4C=C-CH2C=C-(CH2) 7 COOH
Asam linolenat 18 CH3CH2C=C-CH2C=C-CH2C=C-(CH2) 7COOH
Lemak yaitu materi dasar dari sel, dan potongan penting dari membran plasma yang menentukan permeabilitas membran. Lemak merupakan potongan dari lipid. Senyawa molekul lipid tersusun dari asam-asam organik, tetapi tidak selamanya mengandung gliserol, tetapi lemak selalu terbentuk dari gliserol dengan asam lemak. Beberapa contoh lipid yang penting bagi tumbuhan antara lain : asam fosfotidik, fosfolipid, dan glikolipid.
Asam Posfatidik Fosfilipid
Glikolipid
c. Protein
Protein merupakan makromolekul sel yang tersusun dari unsur C, H, N, O, dan kadang kala S. Protein yaitu hasil kondensasi asam-asam amino dalam bentuk rantai polipeptida yang sangat panjang.
Setiap molekul protein umumnya tersusun dari 18-20 jenis asam amino. Hanya protein tumbuhan yang mempunyai berat molekul di atas 40.000 g/mol, contohnya pada enzim ribulosa bifosfat karboksilase (Ribosco-RuBP) dengan berat molekul 500.000 g/mol, akan tetapi pada piridoksin yang merupakan pengecualian mempunyai berat molekul 11.500 g/mol.
Asam amino sebagai penyusun protein sanggup ditulis dengan rumus umum :
Asam-asam amino melepaskan 1 molekul air dan 2 molekul asam amino berdampingan serta membentuk ikatan yang disebut ikatan peptida.
Gbr. 11. Pembentukan ikatan peptida dari asam-asam amino.
Asam-asam amino penting penyusun protein disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Struktur molekul asam amino penyusun protein tumbuhan.
Kelompok Jenis Struktur Molekul
Alifatik Glysin (C2H5NO2 )
Alanin (C3H7NO2)
Valin (C5H11NO2)
Leusin (C6H13NO2)
Isoleusin (C6H13NO2 )
Basa Lysin (C6H14N2O2)
Arginin (C6H14N4O2)
Ornithin
Sitrulin(C6H13N3O3)
Asam dan Amidanya
As.Asparta (C4H7NO4)
Asparagin (C4H8N2O3)
As.Glutamat (C5H9NO4)
Glutamin(C5H9N2O3)
Hydroksi
Serin (C3H7NO3)
Treonin (C4H9NO3)
Aromatik
Fenilalanin
(C9H11NO2)
Tirosin(C9H11NO3)
Dihidroksi Fenilalanin (C9H11NO4)
Heterosiklik
Prolin (C5H9NO2)
Hdroksiprolin (C5H9NO3)
Tryptopan (C11H12N2O2
Histidin (C6H9N3O2)
Mengandung sulfur
Sistein (C3H7NO2S1)
Sistin (C6H12NO2S2)
Metionin (C5H11NO2S)
Protein dalam tumbuhan mempunyai tiga fungsi utama yaitu : (1) sebagai materi pembangun (penyusun) tanaman, (2) sebagai katalisator organik (enzim), dan (3) sebagai potongan penting dari nukleotida dan asam nukleat.
Asam Nukleat dan Nukleoprotein
Asam nukleat merupakan salah satu kelompok senyawa organik sel tumbuhan yang banyak terdapat dalam inti sel dan bagian-bagian lain dari sel yang masih hidup. Di dalam tumbuhan terdapat dua jenis asam nukleat yaitu : asam ribonukleat (ARN=RNA) dan asam diribonukleat (ADN=DNA). DNA berisi gen dan informasi yang di perlukan untuk manyatukan protein-protein fungsional, sedang RNA yaitu asam nuleat yang berperang menghantar informasi genetika dari suatu gen ke ribosom. Di dalam tumbuhan di kenal tiga jenis RNA masing-masing yaitu (1) massanger RNA (mRNA) bertindak sebagai kurir informasi genetik, (2) transfering RNA (tRNA) bertindak sebgai transfer atau penterjemah informasi genetikdalam dalam orgenel-orgnel sel untuk melaksanakan banyak sekali proses metabolism dan (3) ribosomal RNA (rRNA) yaitu komponen dari ribosom yang berperan dalam sinntesa protein.
Gula Ribosa Basa Purin
Basa Pirimidin
Gbr. 12. Struktur dan Komponen Penyusun Asam Nukleat
Gbr. 13. Sebahagian dari Struktur Rantai Asam Nukleat (DNA) dalam Bentuk Ikatan Hidrogen
Nukleoprotein yaitu asam nukleat yang terikat pada protein. Gen merupakan pembawa sifat dari organisme adalah salah satu nukleoprotein, dimana DNA yaitu asam nukleatnya sedang histon yang kaya dengan lissin dan arginin yaitu proteinnya. Asam nukleat tersusun dari banyak nukleotida, sedang nukleotida terbentuk dari nukleosida dan asam fosfat. Nukleosida yaitu senyawa organik yang tersusun dari basa purin dan atau pirimidin dengan gula ribosa (Gambar 12).
DNA terutama terdapat dalam inti sel sedang RNA di samping dalam inti juga tersebar dalam sitoplasma sel. Perbedaan fundamental antara DNA dan RNA terletak pada susunan nukleotida penyusunnya, dimana DNA tersusun dari Adenin-Guanin-Sitosin-Thimin sedang RNA tersusun dari Adenin-Guanin-Sitosin-Urasil. Sebahagian dari struktur rantai asam nukleat dalam bentuk ikatan hidrogen dan skema detail dari rantai nukleotida molekul asam nukleat disajikan pada Gambar 13 dan Gambar 14.
Gbr. 14. Sebahagian dari Struktur Rantai Asam Nukleat (RNA)
Nukleotida
Nukleotida merupakan ester fosfat dari nukleosida. Nukleotida merupakan potongan dari asam nukleat, juga ditemukan beberapa nukleotida bebas yang mempunyai peranan penting di dalam banyak sekali reaksi metabolisme tumbuhan antara lain mirip Adenosin trifosfat (ATP) dan Adenosin difosfat (ADP), Nikotinamida adenin dinukleotida fosfat (NADP), dan Nikotinamida adenin dinukleotida (NAD) yang masing-masing dikenal dengan ko enzim II dan ko enzim I, Flavin mononukleotida (FMN), Flavin adenin dinukleotida (FAD), Koenzim A (KoA-SH atau KoA), Uridin difosfoglukosa (UDPG), Adenosin difosfoglukosa (ADPG), Citidin difosfoglukosa (CDPG), dan Guanosin difosfoglukosa (GDPG).
Struktur molekul AMP, ADP dan ATP
Vitamin merupakan potongan penting dari beberapa nukleotida. Beberapa jenis vitamin mirip Niasin, Riboflavin, Asam panthotenat, Thiamin, Biotin, dan Piridoksin ditemukan sebagai potongan penting dari beberapa ko enzim tumbuhan.
Nikotin Amida Dinukleotida
Posfat (NADP)
+ H- + 2 elektron
Atau + 1 atom H + 1 elektron
Nikotin Amida Dinukleotida
Posfat tereduksi (NAPH atau
NADPH2
Strutur molekul NADP dan NADPH
Ko enzim A ( KoA)
AMP GMP
UMP CMP
Struktur Molekul beberapa nukleotida pemindah gula
BAB III
ENZIM
Sel-sel hidup merupakan pabrik-pabrik kimia bergantung energi yang harus mengikuti hukum-hukum kimia. Reaksi-reaksi kimia yang berlangsung dalam sel hidup secara keseluruhan disebut metabolisme. Ribuan reaksi berlangsung dalam tiap sel, sehingga metabolisme merupakan proses yang mengesankan. Tumbuhan menghasilkan sejumlah senyawa-senyawa kompleks yang disebut metabolit sekunder, yang mungkin berperan melindungi potongan lain. Tumbuhan juga menghasilkan vitamin yang penting bagi tumbuhan itu sendiri, hewan, dan manusia. Selain itu tumbuhan menghasilkan hormon yang mengkomunikasikan banyak sekali potongan dalam mengontrol dan mengkoordinasi perkembangan.
Beberapa reaksi membentuk molekul-molekul besar contohnya padi, selulosa, lemak, protein, dan asam nukleat. Pembentukan molekul-molekul besar dari molekul-molekul kecil disebut anabolisme, dan prosesnya memerlukan masukan energi. Katabolisme yaitu penguraian molekul-molekul besar menjadi molekul-molekul kecil dan prosesnya melepaskan energi. Respirasi merupakan proses katabolisme utama dalam semua sel yang melepaskan energi, yang melibatkan penguraian secara oksidasi dari gula menghasilkan CO2 dan H2O.
Anabolisme dan katabolisme membentuk jalur-jalur metabolisme, yang mengubah senyawa A menjadi B, kemudian B menjadi C, C menjadi D, dan seterusnya hingga dibuat suatu hasil akhir. Dalam respirasi, glukosa yaitu A, CO2 dan H2O merupakan hasil-hasil selesai jalur metabolisme yang melibatkan beberapa puluh reaksi. Jalur metabolisme yang akan bekerja dan kecepatan jalur dikontrol oleh sel dengan sumbangan enzim (biokatalisator). Biasanya enzim mempercepat reaksi dengan kecepatan antara 108 dan 1020. Enzim bekerja lebih efektif 108 hingga 109 dibanding dengan katalisator konvensional.
Selain itu enzim lebih spesifik daripada katalisator an organik atau organik buatan dalam reaksi yang dikatalisisnya. Keuntungan-keuntungan enzim ini diikuti pula dengan kekurangan-kekurangannya yaitu enzim yaitu molekul protein yang besar dan pembentuknya memerlukan sejumlah energi.
Enzim dalam Sel
Enzim tidak tercampur secara merata di seluruh sel, tetapi terdapat dalam kompartemen-kompartemen. Enzim untuk fotosintesis terdapat dalam kloroplas; untuk respirasi terutama terdapat dalam mitokondria sedang sebagian lagi terdapat dalam sitosol. Enzim untuk sintesis DNA, RNA dan mitosis terdapat dalam inti.
Pengelompokan enzim dalam kompartemen meningkatkan efisiensi proses-proses sekuler lantaran dua hal: (1) membantu memastikan bahwa konsentrasi reaktan cukup di tempat enzim tersebut; (2) membantu memastikan bahwa satu senyawa diarahkan menjadi hasil yang diharapkan dan tidak dialihkan ke jalur lain oleh kerja enzim lain yang berkompetisi dan juga sanggup bekerja pada senyawa itu di tempat lain dalam sel. Namun pengelompokkan enzim dalam kompartemen-kompartemen tidak adikara contohnya membran yang mengelilingi kloroplas memungkinkan beberapa gula fosfat yang dihasilkan fotosintesis keluar. Senyawa-senyawa itu kemudian oleh sejumlah enzim di luar kloroplas dilibatkan dalam sintesis dinding sel dan respirasi yang penting untuk tumbuh dan pemeliharaan tumbuhan.
Sifat-sifat Enzim
Sifat-sifat enzim yaitu sebagai berikut : (1) enzim aktif dalam jumlah yang sangat sedikit. Dalam reaksi biokimia hanya sejumlah kecil enzim diharapkan untuk mengubah sejumlah besar substrat menjadi hasil; (2) enzim tidak terpengaruh oleh reaksi yang dikatalisisnya pada kondisi stabil, lantaran sifat protein dari enzim aktifitasnya dipengaruhi antara lain oleh pH dan suhu. Pada kondisi yang dianggap tidak optimum suatu enzim merupakan senyawa relatif tidak stabil dan dipengaruhi oleh reaksi yang dikatalisisnya; (3) walaupun enzim mempercepat penyelesaian suatu reaksi, enzim tidak mensugesti keseimbangan reaksi tersebut. Tanpa enzim reaksi sanggup balik yang biasa terdapat dalam sistem hidup berlangsung ke arah keseimbangan pada laju yang sangat lambat. Suatu enzim akan menghasilkan keseimbangan reaksi itu pada kecepatan yang lebih tinggi; (4) kerja katalisis enzim spesifik. Enzim memperlihatkan kekhasan untuk reaksi yang dikatalisisnya. Suatu enzim yang mengkatalisis suatu reaksi tidak akan mengkatalisis reaksi yang lain.
Nomenklatu¬r Enzim
Lebih dari 4.500 macam enzim yang telah ditemukan dalam organisme hidup dan masih terus akan bertambah dengan berlanjutnya penelitian. Enzim biasanya menerima akhiran –ase dan memperlihatkan substrat yang ditindaknya dan tipe reaksi yang dikatalisisnya, contohnya sitokrom oksidase (enzim respiratoris) mengoksidasi (mengambil satu elektron dari) satu molekul sitokrom. Asam malat dehidrogenase mengambil dua atom H (menghidrogenase) dari asam malat. Nama umum ini walaupun pendek namun tidak menawarkan cukup keterangan mengenai reaksi yang dikatalisis, juga tidak menerangkan penerima dari elektron atau atom hidrogen yang diambil itu.
International Union Biochemistry memberi nama lebih panjang tetapi lebih deskriptif. Misalnya, sitokrom oksidase dinamakan sitokrom C : O2 oksidareduktase, yang memperlihatkan sitokrom tertentu yang elektronnya diambil itu yaitu tipe C dan molekul oksigen yaitu penerima elektron. Asam malat dehidrogenase dinamakan L-malat, NAD oksedareduktase, memperlihatkan bahwa enzim itu khas untuk ionisasi bentuk L dari asam malat dan molekul NAD yaitu penerima hidrogen.
Klasifikasi Enzim
Berikut ini akan ditunjukkan pembagian terstruktur mengenai yang sangat sederhana berdasarkan tipe reaksi kimia yang dikatalisis.
1. Enzim Hidrolisis
Enzim hidrolisis penambahan air ke ikatan spesifik dari substrat. Karena sebagian besar reaksi hidrolisi sanggup balik, enzim hidrolisis juga sanggup disebut enzim kondensasi atau sintesis.
Beberapa contoh enzim hidrolitik yaitu esterase, karbohidrase, dan protease.
2. Enzim Oksidasi-Reduksi
Enzim oksidasi-reduksi mengkatalisis pengambilan atau penambahan hidrogen, oksigen atau elektron dari atau ke substrat, yang dalam proses ini dioksidasi atau direduksi.
RH2 + A R + AH2 (pengambilan hidrogen)
RO + ½ O2 RO2 (penambahan oksigen)
R2+ R3+ + e- (pengambilan elektron)
Enzim-enzim ini menempati posisi utama dalam metabolisme sel. Contoh enzim oksidasi-reduksi yaitu dehidrogenase dan oksidase.
3. Fosforilase
Fosforilase mengkatalisis sanggup balik pemecahan secara fosforilisis satu ikatan spesifik pada suatu substrat. Fosforilase yang cukup dikenal adalah yang mengkatalisis penambahan asam f osfat ke ikatan glikosida
Pati + Fosfat Glukosa 1-fosfat
Aktifitas enzim ini hampir analog engan enzim hidrolisis, kecuali yang ditambahkan asam fosfat dan bukan air.
4. Transferase
Transferase mengkatalisis pemindahan satu gugus dari satu molekul donor ke satu molekul akseptor. Termasuk ke dalam kelompok enzim transferase yaitu transglikodase, transpeptidase, transaminase, transmetilase, dan transasilase. Mungkin contoh transferase yang paling populer yaitu enzim glutamat-aspartat transaminase. Enzim ini mengkatalisis pemindahan satu gugus asam amino dari asam glutamat ke asam oksaloasetat membentuk asam aspartat.
asam asam asam asam
glutamat α-oksaloasetat a-ketoglutarat aspartat
5. Karboksilase
Karboksilase mengkatalisis pengambilan atau penambahan karbondioksida. Satu contoh enzim yang mengambil CO2 yaitu glutamat dekarboksilase.
Asam glutamat Asam a-aminobutirat + CO2
Satu contoh enzim yang mengkatalisis penambahan CO2 yaitu karboksidismutase. Enzim ini penting pada fotosintesis yang mengkatalisis karboksilasi ribulosa-1,5-difosfat.
6. Isomerase
Isomerase mengkatalisis perubahan gula aldosa menjadi gula ketosa. Misalanya perubahan glukosa-6-fosfat menjadi fruktosa-6-fosfat yang dikatalisis oleh enzim heksosafosfat isomerase.
Glukosa-6-fosfat Fruktosa-6-fosfat
7. Epimerase
Epimerase mengkatalisis perubahan satu gula atau satu derivat gula menjadi epimernya. Contoh satu epimerase yaitu perubahan sanggup balik xilulosa-5-fosfat menjadi ribulosa-5fosfat.
Xilulosa-5-fosfat Ribulosa-5-fosfat
Kofaktor, Aktivator, Gugus Prostetik dan Koenzim
Banyak enzim untuk aktivitasnya memerlukan komponen non-protein yang disebut kofaktor. Tidak mirip enzim, kofaktor itu stabil pada suhu yang relatif tinggi dan tetap tidak berubah pada selesai suatu reaksi. Dapat dibedakan atas tiga kofaktor yaitu: ion an organik (aktivator), gugus prostetik dan koenzim. Banyak molekul organik, beberapa berkerabat dengan vitamin, berlaku sebagai kofaktor. Molekul kofaktor akan berkaitan erat dengan enzim (seperti pada gugs prostetik), atau hanya berasosiasi lemah dengan enzim mirip pada koenzim. Pada kedua keadaan, molekul kofaktor berperan sebagai pembawa kelompok atom, atom tunggal atau elektron yang akan dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain dalam satu jalur metabolisme.
a. Ion-ion Anorganik sebagai Aktivator Enzim
Aktivator biasanya berikatan lemah dengan suatu enzim. Banyak enzim yang berasosiasi dengan glikolisis memerlukan logam sebagai aktivator. Beberapa logam yang diketahui merupakan aktivator dari sistem enzim yaitu Cu, Fe, Mn, Zn, Ca, K, dan Co.
b. Gugus Prostetik
Gugus prostetik berikatan erat dengan enzim (protein) oleh ikatan kovalen. Senyawa organik terintegrasi sedemikian sehingga membantu fungsi katalisis enzim misalanya, FAD, FMN, dan Biotin. Sebagai contoh FAD mengandung riboflavin (vitamin B2) yang merupakan potongan FAD yang mendapatkan atom hidrogen.
Beberapa enzim mempunyai gugus prostetik yang mengandung ion logam (misal besi atau tembaga pada sitokrom oksidase). Gugus prostetik dari sitokrom berperan sebagai pembawa elektron. Pada waktu mendapatkan elektron, besi tereduksi menjadi Fe2+, pada waktu melepaskan elektron besi akan teroksidasi menjadi Fe3+.
c. Koenzim
Banyak enzim yang tidak mempunyai gugus prostetik memerlukan senyawa organik lain untuk aktivitasnya yang disebut koenzim. Koenzim tidak menempel erat pada potongan protein enzim. Contoh koenzim yaitu NAD, NADP, koenzim A dan ATP. Misalnya NAD (Nikotinamida Adenin Dinukleotida) yang berasal dari vitamin asam nikotinat terdapat dalam bentuk tereduksi dan teroksidasi. Pada keadaan teroksidasi berfungsi dalam katalisis sebagai penerima hidrogen yang diharapkan enzim dalam tumbuhan (dan hewan).
Mekanisme Kerja Enzim
Bagaimana suatu enzim mempercepat suatu reaksi ? Mungkin pertanyaan ini sanggup dijawab dengan menjelaskan insiden yang terjadi, jikalau suatu senyawa A (substrat) secara impulsif diubah menjadi senyawa B (hasil), mula-mula tanpa enzim kemudian dengan enzim (Gambar 15).
Gbr. 15. Diagram Energi untuk Reaksi Metabolisme dengan dan Tanpa Peranan Enzim
Dalam sejumlah molekul senyawa A pada suhu tertentu terdapat energi kinetik rata-rata tertentu. Meskipun sebagian besar molekul mempunyai energi kinetik rata-rata, beberapa molekul mempunyai energi kinetik lebih tinggi dan lebih rendah dari energi kinetik rata-rata, lantaran molekul-molekul itu bertumbukan. Molekul-molekul tersebut dinamakan molekul “kaya energi” dan “miskin energi”. Karena rekasi perubahan A B spontan, energi kinetik rata-rata molekul-molekul A lebih tinggi daripada energi kinetik rata-rata molekul-molekul B. Tetapi hanya molekul-molekul A yang kaya energi yang bisa bereaksi dan diubah menjadi molekul-molekul B. Karena itu, hanya beberapa molekul pada waktu tertentu, sebagai hasil tumbukan molekul-molekul yang sanggup mencapai tingkat energi yang diharapkan untuk sanggup bereaksi. Energi di atas rata-rata yang diharapkan A untuk bereaksi sanggup diubah menjadi B disebut energi aktivasi. B juga sanggup diubah menjadi A, namun energi aktivasi untuk reaksi B A lebih tinggi lantaran lebih rendahnya keadaan energi B dibanding dengan A.
Enzim akan menurunkan energi aktivasi suatu reaksi. Jika energi aktivasi untuk reaksi itu rendah, lebih banyak molekul A (substrat) sanggup bereaksi daripada tanpa enzim. Enzim meningkatkan kecepatan reaksi keseluruhan tanpa mengubah suhu reaksi.
Gbr. 16. Model keterpaduan antara sisi aktif enzim denfan molekul substrat
Selama berjalannya reaksi, enzim dan substrat berkombinasi sementara membentuk kompleks enzim-substrat. Kompleks enzim-substrat dihipotesiskan pertama kali oleh Fischer yang memperkirakan bahwa antara enzim dan substrat terjadi persatuan yang kaku mirip kunci dan anak kunci (Gambar 23). Substrat yaitu kunci yang bentuknya pemanis dengan enzim atau anak kunci. Bagian enzim tempat substrat berkombinasi disebut tempat aktif.
Jika kompleks enzim-substrat dibuat kompleks, diaktifkan untuk membentuk hasil-hasil reaksi. Setelah terbentuk, hasil-hasil tidak lagi sesuai dengan temapt aktif dan dilepaskan serta tempat aktif siap mendapatkan molekul substrat yang lain.
Berbeda dengan susunan tempat aktif yang kaku, Koshland memperkirakan bahwa enzim dan tempat aktifnya merupakan struktur yang secara fisik lebih fleksibel daripada yang telah diuraikan terlebih dahulu. Koshland menggambarkan bahwa terjadi interaksi dinamis antara enzim dan substrat. Jika substrat berkombinasi dengan enzim, substrat menginduksi perubahan-perubahan dalam struktur (konfirmasi) tempat aktif enzim sehingga fungsi katalisis enzim berlangsung sangat efektif. Pemikiran ini dikenal dengan hipotesis “induced fit” (hipotesis sesuai tereduksi). Pada beberapa keadaan, struktur molekul substrat juga berubah selama diinduksi sesuai, sehingga kompleks enzim-substrat lebih berfungsi.
Inhibitor Enzim
Banyak substrat asing menghambat imbas katalisis enzim. Beberapa senyawa itu yaitu an organik (beberapa kation logam) dan beberapa lagi senyawa organik. Kedua senyawa itu dikelompokkan sebagai inhibitor atau non kompetitif berdasarkan pengaruhnya terhadap substrat.
Inhibitor kompetitif biasanya mempunyai struktur hampir sama dengan substrat, sehingga bisa bersaing untuk tempat aktif enzim. Konsentrasi molekul enzim yang efektif berkurang sehingga laju reaksi menurun. Penambahan lebih banyak substrat orisinil sanggup mengatasi imbas inhibitor kompetitif.
Contoh inhibitor kompetitif yaitu penghambatan kompetitif dehidrogenase suksinat oleh anion malonat (Gambar 24). Dehidrogenase suksinat yaitu golongan enzim yang mengkatalisi asam sitrat dan lemak di dalam mitokondria. Enzim ini membebaskan dua atau tiga atom hidrogen dari suksinat, pada gugus metilen (-CH2-). Dehidrogenase suksinat dihambat oleh malonat yang ibarat suksinat lantaran sama-sama mempunyai dua gugus karboksil yang mengandung ion pada pH 7,0, tetapi hanya berbeda dalam tiga atom karbonnya. Akan tetapi malonat tidak terdehidrogenasi oleh dehidrogenase suksinat, malonat hanya menempati sisi aktif enzim dan menguncinya sehingga tidak sanggup bekerja pada substrat normalnya.
Gbr. 17. Reaksi Dehidrogenase Suksinat dengan Penghambat Kompetitifnya (Jlehninger, 1982; Jogl & Tong, (2004).
Inhibitor non kompetitif tidak mempunyai struktur yang serupa dengan substrat dan membentuk kompleks enzim inhibitor pada suatu tempat di luar tempat aktif enzim. Inhibitor mengakibatkan perubahan pada struktur enzim sehingga walaupun substrat “asli: berikatan dengan enzim, katalisis tidak bisa berlangsung. Sebagai contoh sianida berkombinasi dengan ion logam enzim tertentu contohnya ion tembaga dari sitokrom oksidase menghambat acara enzim tersebut.
BAB IV
HUBUNGAN AIR DAN TUMBUHAN
Peranan Dan Sifat-sifat Air
Hidrogen air membentuk ikatan kovalen dengan oksigen dalam molekul air yang unik. Air merupakan materi yang sangat penting bagi kehidupan, dan mustahil ada kehidupan tanpa air. Banyak fungsi-fungsi dalam biologi sepenuhnya bergantung pada air dan bahkan banyak sifat kehidupan sering secara pribadi merupakan hasil dari sifat air. Air merupakan molekul terbesar dalam sel hidup tumbuhan menempati sekitar 70-90% dari berat segar dan mempunyai sifat-sifat fisika dan kimia yang unik. Fungsi air yang paling penting di dalam kehidupan tumbuhan akan kita jumpai pada reaksi-reaksi biokimia dalam protoplasma yang dikontrol oleh enzim.
Gbr.. 18 Molekel air dengan ikatan – ikatan hidrogen yang unik.
Selain berperan dalam pelaksanaan reaksi biokimia, air mempunyai fungsi-fungsi lainnya antara lain :
Sistem Hidrolik
Air sanggup menawarkan tekanan hidrolik pada sel sehingga menimbulkan turgor pada sel-sel tumbuhan, menawarkan kekuatan pada jaringan-jaringan tumbuhan yang tidak mempunyai jaringan sekunder pada dinding selnya mirip pada daun, bunga, dan pada umumnya tumbuhan herbaceus. Tekanan hidrolik juga terlihat dengan terang pada proses membuka dan menutupnya stomata..
Sistem Angkutan
Pada sel tumbuhan, air berperan sebagai alat angkur bahan-bahan dari satu sel ke sel lain atau dari satu jaringan ke jaringan lainnya. Bahan yang diangkut sanggup berupa materi mineral dari dalam tanah atau bahan-bahan organik hasil fotosintesis dan senyawa asimilat lainnya.
Stabilitas dan Pemindahan Panas
Tidak kalah pentingnya yaitu peranan air pada pengaturan suhu tumbuhan, sehingga tumbuhan tidak mengalami kepanasan. Tingginya panas jenis yang dimiliki air, telah memungkinkan air sebagai buffer dalam pengaturan suhu tumbuhan. Penyerapan sejumlah panas oleh tumbuhan, hanya akan mengubah suhu tumbuhan sedikit saja. Apabila tumbuhan menyerap panas dari lingkungan dalam bentuk energi radiasi sebagian dari panas ini akan dikembalikan lagi ke lingkungannya dengan cara menguapkan air dari permukaan tubuhnya.
Air mempunyai sifat fisika yang penting bagi kehidupan tumbuhan maupun semua organisme hidup. Sifat-sifat tersebut yaitu :
1. Berbentuk Cair pada Suhu Kamar. Kehadiran air yang cair pada suhu kamar dan tidak merusak atau toksik pada tumbuhan maupun organisme yang lain merupakan sifat air yang penting bagi kehidupan. Sifat air yang penting yaitu bahwa air mempunyai sifat sanggup dimanfaatkan.
2. Panas Jenis Air Relatif Besar. Untuk menaikan suhu 1 g air sebesar 1 derajat celcius diharapkan panas sebesar 1 kalori. Panas jenis 1 kalori untuk 1 g air ini merupakan jumlah yang cukup besar dibandingkan dengan zat-zat lain yang setara berat molekulnya kecuali amoniak cair. Dengan panas jenis sebesar itu, air sanggup menyerap sejumlah besar energi tanpa banyak menaikan suhu sehingga suhu tubuh organisme menjadi lebih strabil dan metabolismenya akan stabil pula.
3. Titik Didih dan Panas Penguapan Tinggi. Air mempunyai titik didih pada suhu 100oC dengan panas penguapan bervariasi dari 540 kal.g-1 pada suhu 100oC. Titik didih dan panas penguapan yang tinggi mengakibatkan penguapan air pada tumbuhan (evapotranspirasi) mengakibatkan terjadinya imbas pendinginan pada daun tanaman.
4. Mengembang pada Waktu Membeku. Air berbeda dengan zat-zat lain yaitu bertambah volumenya apabila membeku. Sifat air yang demikian sangat menguntungkan bagi kehidupan organisme, lantaran setiap air yang membeku, berat jenisnya akan lebih kecil dari zat cair dan karenanya air beku akan mengapung. Dengan mengapungnya air beku di permukaan air, maka pada animo cuek massa air yang membeku hanya akan terjadi dipermukaan saja, sedangkan dibawahnya tetap cair dan organisme yang hidup diperairan tetap sanggup hidup.
5. Viskositas. Air mempunyai viskositas yang rendah sehingga sanggup dengan gampang mengalir. Makin kecil viskositas suatu zat, akan makin gampang zat tersebut untuk mengalir dan sebaliknya. Viskositas air yang rendah mengakibatkan air sanggup dengan gampang ditranslokasi di dalam tubuh.
6. Adhesi dan Kohesi. Kemampuan suatu molekul untuk berikat-ikatan dengan molekul lain disebut adhesi, sedangkan kemampuan molekul untuk berikatan antar molekul itu sendiri disebut kohesi. Molekul air mempunyai kemampuan yang kuat untuk berikatan dengan molekul materi lain mirip pati, selulosa atau benda-benda lain. Sifat ini sangat membantu dalam proses angkutan air di dalam xylem. Airpun mempunyai kohesi yang kuat, sehingga massa air sanggup menyambung menjadi satu massa yang menyatu.
7. Panas Laten Penguapan dan Pencairan. Apabila 1 g air berkembang menjadi uap air pada suhu 20oC, diharapkan energi sebesar 586 kalori. Energi yang diharapkan ini disebut panas laten penguapan (laten heats of vaporization). Makara untuk menghilangkan panas dari tubuh sebesar 586 kalori cukup dengan menguapkan air sebanyak 1 gram dari permukaan tubuhnya.
Difusi dan Osmosis
Teori kinetik menyatakan bahwa partikel-partikel elementer (atom, ion, dan molekul) berada dalam gerakan yang konstan pada suhu di atas 0 derajat absolut. Energi rata-rata partikel dalam suatu zat yang homogen akan meningkat dengan naiknya suhu, tetapi akan sebanding dengan akar kuadrat suhu absolut. Makin tinggi suhu makin cepat gerakan partikel. Pada ketika yang sama rata-rata kecepatan berbanding terbalik akar kuadrat massa partikel .
Laju Gerakan Partikel V = (8RT)1/2/ πM ;
Dimana : V = laju (cm/det),
T = suhu mutla (Kelvin)
R = tetapan gas molar (8,3144 m2.kg dtk-2)
M = BM
Π = 3,1416
Kecepatan bergerak rata-rata molekul hydrogen pada suhu 30oC sanggup mencapai sekitar 2 km dtk-1 atau sekitar 6433 km jam-1 atau 1787 m dtk-1 sementara kecepatan rata-rata bergerak molekul O2 sekitar 448 m dtk-1 dan CO2 sekitar 382 m dtk-1. Namun demikian kecepatan sebetulnya menyimpan dari kecepatan rata-rata tersebut .
a. Difusi
Difusi merupakan proses fisika yang terjadi sebagai respon terhadap perbedaan gradien konsentrasi. Dengan demikian maka proses difusi yaitu proses perpindahan molekul suatu zat dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsebtrasi rendah. Gradien terjadi bila parameter contohnya konsentrasi berubah secara bertahap dari suatu volumen ruang ke volumen ruang lain.
Penambhan vahan mirip gla atau garam mengakibatkan volumen air mengemabang mirip bila suhu naik sehingga konsentrasi ar sedikit menurun. Perubahan-perubahan konsnrasi tidak pernah teramati dan terhitung secara kuantitatif pada diffusi air yang diamati.
Konsentrasi yaitu sejumlah zat atau partikel per unit volume. Perubahan yang terjadi dari suatu keadaan ke keadaan lain akan mengakibatkan perbedaan konsentrasi. Proses pertukaran gas pada tumbuhan yang terjadi pada daun yaitu merupakan contoh proses difusi. Di dalam proses ini gas CO2 dari atmosfir masuk ke dalam rongga antar sel pada mesofil daun, yang selanjutnya digunakan untuk proses fotosintesis. Karena pada siang hari CO2 yang masuk ke daun akan selalu digunakan pada fotosintesis, maka kadar CO2 di dalam rongga antar sel daun akan selalu lebih rendah dari atmosfir, karenanya pada siang hari akan terjadi pedoman difusi gas CO2 dari atmosfir ke daun.
Gbr. 19. Diffusi mulekul gula dari daeraberkonsentrasi
tinggi ke daerak berkonsentrasi renda
Bersamaan itu terjadi pula difusi gas O2 dari rongga antar sel daun menunju ke atmosfir. Hal ini terjadi lantaran proses fotosintesis akan menghasilkan oksigen, yang makin usang akan tertimbun di dalam rongga antar sel daun sehingga kadarnya melebihi kadar oksigen di
Gbr. 20. Diffusi uap air dan O2 keluar dari ronnga daun serta CO2 masuk ke dalam rongga daun melalui stomata pada siang hari
atmosfir. Dalam kondisi mirip ini akan memberi kesempatan kepada O2 untuk berdifusi dari daun ke atmosfir. Pada malam hari terjadi proses difusi yang sebaliknya, lantaran malam hari tidak terjadi fotosintesis sedangkan respirasi berjalan terus yang mengakibatkan konsentrasi CO2 di dalam sel lebih tinggi. Selain perbedaan konsentrasi, perbedaan dalam sifat sanggup juga mengakibatkan difusi. Hal ini sangat penting apabila kita membayangkan difusi air. Seperti dinyatakan sebelumnya bahwa air yang cair tidak sanggup dimampatkan. Sejumah air selalu menempati volum eyang sama dan konsentrasinya mendekatai konstan pada 5,2-22,5 mol/liter (M). Sedikit perubahan terjadi apabila ada zat yang terlarut dalam air tersebut dan apabila terjadi perubahan suhu air. Perubahan dalam konsentrasi air ini hanya memberi imbas kecil terhadap difusi air.
Penambahan zat yang banyak mirip gula dan banyak sekali macam garam, sanggup mengakibatkan volume air berkembang (seperti terjadi pada perubahan suhu) hingga konsentrasi air berkurang sedikit. Perubahan konsentrasi air sanggup dihitung secara kuantitatif untuk mengamati terjadinya difusi air, yang merupakan proses penting dalam tumbuhan.
b. Osmosis
Seperti juga gas, zat cair termasuk air sanggup melaksanakan difusi. Seperti dijelaskan di atas, konsentrasi air sanggup berubah kalau ke dalam air itu dilarutkan suatu zat terlarut. Dengan larutnya zat terlarut dalam air, maka konsentrasi air di dalam larutan tersebut akan lebih kecil dibanding dengan air murni. Apabila dua bejana, yang satu diisi dengan air murni dan ember lain diisi larutan, kemudian kedua ember ini kita hubungkan, maka melalui saluran penghubung ini akan terjadi difusi air dari air murni menuju ke ember yang berisi larutan.
Sebaliknya zat yang ada dalam ember lain akan berdifusi menuju ember yang berisi air murni. Hal ini mungkin terjadi lantaran pada saluran penghubung tidak ada yang menghalangi lewatnya molekul zat terlarut untuk berdifusi ke tempat air murni. Apabila pada saluran penghubung tersebut dipasang suatu membran semi permiable, yaitu membran yang hanya sanggup dilewati air dan menghambat zat-zat terlarut, mengakibatkan air akan tetap berdifusi ke ember yang berisi larutan tetapi molekul zat terlarut tidak sanggup berdifusi ke ember ynag berisi air murni (Gambar 21). Dengan demikian osmosis yaitu pergerakan air dari suatu larutan
yang mempunyai potensial air yang lebih tinggi ke larutan yang mempunyai potensial air yang lebih rendah, melalui selaput yang semi permiable.
Potensial air (PA atau Ψ)
Potensial air yaitu Energi bebas suatu zat per unit jumlah molekul atau per berat gram molekul (energi bebas mol-1) . Osmosis sangat ditentukan oleh potensial kimia air atau potensial air, yang menggambarka kemampuan molekul air untuk sanggup melaksanakan difusi. Volume air yang besar mempunyai kelebihan energi bebas daripada volume yang sedikit, dibawah kondisi yang sama. Energi bebas suatu zat per unit jumlah, terutama per berat gram molekul (energi bebas mol-1) disebut potensial kimia air yang sering di singkat dengan PA atau Ψ. Potensial kimia zat terlarut kurang lebih sebanding dengan konsentrasi zat terlarutnya. Zat terlarut yang berdifusi cenderung untuk bergerak dari tempat yang berpotensial kimia lebih tinggi menuju tempat yang potensial kimianya lebih rendah. Potensial kimia air merupakan konsep yang sangat penting dalam fisiologi tumbuhan dan merupakan dasar untuk mengkaji sifat air dalam hubungannya dengan tumbuhan-tanah-udara. Potensial air murni dinyatakan sebagai nol yang satuannya sanggup berupa satuan tekanan (atm., bar) ata satuan energi. Potensial akan negatif apabila potensial kimia air lebih rendah daripada air murni dan akan positif apabila potensial kimia air lebih tinggi dari air murni.
Tekanan yang diberikan pada air atau pada suatu larutan, akan meningkatkan energi bebasnya, sehingga potensial air sanggup meningkat. Penambahan tekanan pada suatu larutan atau air murni meningkatkan potensial air pada larutan atau air murni tersebut, selanjutnya akan
meningkatkan kemampuan difusi air dalam larutan atau air murni tadi. Tekanan yang diberikan atau yang timbul dalam sistem ini disebut sebagai ” potensial tekanan” dan di dalam kehidupan tumbuhan potensial tekanan disebut ”tekanan turgor”yang sering disingkat dengan PT atau Ψp . Dengan demikian maka potensial tekanan atau tekanan turgor yaitu tekanan yang timbul akhir meningkatnya potensial air. Di samping komponen potensial air (PA) dan potensial tekanan (PT), komponen lain yang juga penting yaitu potensial osmotik yang biasa disingkat dengan PO atau Ψs . Adalah energi potensial air yang dipengaruhi oleh konsentrasi materi terlarut Potensial osmotik dari suatu larutan merupakan indeks dari potensial air larutan tersebut pada tekanan 1 atmosfer. Potensial osmotik dari suatu larutan lebih menyatakan status larutan, dan status larutan sanggup kita nyatakan dalam satuan konsentrasi, satuan tekanan atau satuan energi. Potensial osmotik air murni mempunyai nilai sama dengan nol sehingga kalau digunakan satuan tekanan maka nilainya menjadi 0 atm atau 0 bar. Kalau status suatu larutan tidak berubah, maka nilainya juga tidak akan berubah. Hal ini perlu dipahami, lantaran kalau terhadap suatu larutan kita beri tekanan berapapun besarnya konsentrasinya dan nilainyapun akan tetap. Adapun yang berubah dalam larutan tesebut yaitu potensial airnya.
Nilai potensial osmotik suatu larutan sanggup diukur dengan suatu alat yang disebut osmometer. Tekanan yang timbul pada osmometer merupakan tekanan yang positif dan tekanan ini disebut tekanan osmotik yang nilainya positif. Tetapi potensi yang dimiliki oleh larutan sebelum diukur oleh osmometer, disebut sebagai potensial osmotik, yang nilainya negatif. Makara aklau suatu larutan pada waktu diukur oleh osmometer memperlihatkan nilai tekanan osmotik sebesar 5 atm., maka potensial osmotik larutan tersebut bernilai sebesar –5 atm. Potensial osmotik dari suatu larutan merupakan indeks dari potensial air larutan tersebut pada tekanan 1 atmosfir. Hubungan antara potensial air, potensial osmotik dan potensial tekanan sanggup dituliskan dalam bentuk rumus :
PA = PO + PT atau Ψ = Ψs + Ψp
Dari rumus di atas terlihat bahwa apabila tidak ada tekanan tambahan (PT), maka nilai PA = PO atau Ψ = Ψs.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Potensial Osmotik
Faktor-faktor yang sanggup mensugesti potensial osmotik adalah: (1) konsentrasi larutan, (2) ionisasi molekul terlarut, (3) hidrasi molekul zat terlarut, dan (4) suhu.
1. Konsentrasi larutan
Meningkatnya konsentrasi suatu larutan akan menurunkan nilai potensial osmotiknya, dan sebaliknya penurunan konsnetrasi larutan akan meningkatkan nilai potensial osmotiknya.
Pada gas, kita menyenal aturan Boyle yang menyatakan bahwa 1 mol gas di dalam ruang 1 liter, akan mempunyai tekanan sebesar 22,4 atm. Larutan molal merupakan kondisi yang mirip dengan keadaan gas tersebut, hanya sebagai pengganti ruang digunakan jumlah pelarut sebanyak 1000 gram atau 1 liter. Makara berdasarkan analogi tersebut, van’t Hoff pada tahun 1887 menyatakan bahwa secara teoritis potensial osmotik larutan mirip disebut di atas akan mempunyai nilai PO sebesar –22,4 atm. Untuk menunjukan teorinya itu, kemudian dilakukan pengukuran larutan zat yang diduga memenuhi persyaratan tersebut di atas, sebagai contoh :
1 molal etilalkohol mempunyai PO = -22,51 atm.
1 molal metilalkohol mempunyai PO = -22,88 atm.
2. Ionisasi molekul zat terlarut
Potensial osmotik suatu larutan tidak ditentukan oleh macamnya zat, tetapi ditentukan oleh jumlah partikel yang terdapat di dalam larutan tersebut. PO lebih bergantung pada perbandingan antara jumlah pelarut dengan partikel yang dikandung di dalamnya. Yang dimaksud dengan partikel di dalam larutan yaitu ion, molekul, dan partikel koloida (micella).
Apabila dalam sejumlah pelarut yang volumenya sama, didapatkan jumlah partikel yang sama banyaknya, maka sanggup dipastikan potensial osmotiknya akan sama. Kita ambil contoh elektrolit NaCl,
NaCl Na+ + Cl–
Apabila kita membuat larutan tersebut sebesar 1 molal, dan kita anggap disosiasi NaCl itu tepat (artinya 100% terurai), maka sesuai dengan ketentuan di atas, nilai potensial osmotiknya harus –44,8 atm. (2x-22,4 atm.). Pada waktu dilakukan pengukuran osmometer, ternyata nilai potensial osmotik yang terukur hanya –42,7 atm. Hal ini menunjukan bahwa disosiasi NaCl dalam air tidak sempurna, sehingga pada waktu disosiasi terjadi, NaCl tidak terurai semua tetapi masih tertinggal NaCl dalam bentuk molekul.
Menurut Avogadro, setiap mol zat akan mengandung sejumlah N molekul atau atom yang banyaknya 6,2 x 1023 (bilangan Avogadro). Besar kecilnya derajat disosiasi suatu zat elektrolit akan mensugesti banyak sedikitnya jumlah partikel (Salisbury dan Ross, 1995).
3. Hidrasi Molekul Zat Terlarut
Air yang berdisosiasi dengan partikel zat terlarut, biasa disebut sebagai air hidrasi. Air sanggup berdisosiasi dengan ion, molekul atau partikel koloida. Pengaruh air hidrasi terhadap suatu larutan, sanggup mengakibatkan larutan menjadi lebih pekat dari yang kita perkirakan. Secara teoritis, 1 molal sukrosa (non elektrolit) harus mempunyai potensial osmotik sebesar 22,4 atm. Tetapi pada pengukuran dengan osmometer memperlihatkan nilai PO = -24,83 atm. Setelah dilakukan penelaan lebih lanjut ternyata bahwa setiap molekul sukrosa akan berdisosiasi dengan 6 molekul air, sehingga untuk 1 molekul sukrosa akan mengikat 6 molekul air. Dari hasil penelaan tersebut memperlihatkan bahwa dari 1000 gram air yang digunakan sebagai pelarut ada sejumlah air (6 mol) yang beralih fungsi menjadi partikel dan jumlah air sebagai pelarut menjadi berkurang.
1000 gram air = 1000/18 mol = 55,5 mol.
Air yang berfungsi sebagai pelarut tinggal,
55,5 mol – 6 mol = 49,5 mol.
4. Suhu
Potensial osmotik suatu larutan aka berkurang nilainya dengan naiknya suhu. Potensial osmotik suatu larutan yang ideal akan sebanding dengan suhu absolutnya. Hasil pengukuran terhadap
1 molal larutan sukrosa, memperlihatkan bahwa kenaikan suhu akan menurunkan nilai potensial osmotik larutan tersebut. Hal ini terlihat pada Tabel 6 berikut ini (dari Meyer dan Anderson, 1959).
Tabel 6. Pengaruh Suhu Terhadap Potensial Osmotik
Suhu Potensial osmotik (atm)
0o -24.85
10 o -25.69
20 o -26.64
30 o -27.22
40 o -27.70
50 o -28.21
60 o -28.37
70 o -28.62
80 o -28.82
Pada tahun 1887, J.H. van’t Hoff mencari hubungan empiris yang memungkinkan menghitung nilai potensial osmotik dari konsentrasi suatu larutan. Dengan cara memasukkan harga potensial osmotik yang diukur dengan osmometer sebagai fungsi dari konsentrasi molal larutan tersebut, ia memperoleh hubungan sebagai berikut :
p = -miRT
dengan ketentuan :
p = Potensial osmotik
m = Molalitas larutan
i = Konstanta hasil ionisasi zat rerlarut
R = Konstanta gas, yang besarnya
0,00831 liter MPa mol-1 K-1 atau
0,00831 liter kJ mol-1 K-1 atau
0,0831 liter kafe mol-1 K-1 atau
0,080205 atm. mol-1 K-1 atau
0,0357 mol-1 K-1
T = Suhu adikara (K) = oC + 273
Dari rumus tersebut kita lihat apabila harga m, I, dan T larutan telah diketahui, maka kita sanggup dengan gampang menghitung besar nilai potensial osmotiknya.
c. Imbibisi
Imbibisi yaitu insiden penyerapan air oleh permukaan zat-zat yang hidrolik, mirip protein, pati, selulosa agar-agar, gelatin, liat, dan zat-zat lainnya, yang mengakibatkan zat-zat tersebut sanggup mengembang sehabis menyerap air. Kemampuan benda tadi menyerap air disebut potensial matriks atau potensial imbibisi yang sering di singkat dengan PI atau Ψm dan prosesnya sering disebut hidrasi atau imbibisi. Pada proses imbibisi ini berlaku pula hubunagn antara potensial air dengan potensial matriks atau potensial imbibisi sebagai berikut :
PA = PI + PT atau Ψ = Ψm + Ψs
Banyak sedikitnya air yang sanggup diimbibisi oleh suatu zat (benda) sangat tergantung apda nilai potensial air disekitarnya. Suatu percobaan dengan biji Xanthium pensylanicum yang di rendam dalam garam NaCl yang bervariasi konsentrasinya memperlihatkan perbedaan jumlah air yang sanggup diimbibisi oleh biji tersebut. Hasil dari percobaan tersebut yaitu sebagai berikut :
Tabel 7. Jumlah air yang diimbibisikan pada tumbuhan Xanthium pensylanicum berdasarkan potensial air disekitarnya.
Konsentrasi M PO Larutan Jumlah air yang
(molal) (atm) diimbibisi
H2O 0 51.58 % BK
0,1 M NaCl -3.8 46.33 %
0,2 M NaCl -7.6 45.52 %
0,5 M NaCl -19 38.98 %
1,0 M NaCl -130 26.73 %
4,0 M NaCl -375 46.33 %
Seluruh percobaan dilakukan 24 jam (Meyer dan Anderson, 1959, hal 99).
d. Gaya Grafitasi
Gaya tarik bumi atau sering disebut dengan gaya grafitasi selalu ada. Gaya grafitasi dalam dunia pertanian biasa di sebut dengan potensial grafitasi atau disingkat dengan PG atau Ψz. Potensial grafitasi hampir tidak berarti bagi tumbuhan yang pendek. Potensial grafitasi mungkin banyak besar lengan berkuasa dan berarti bagi tanaman-tanaman yang tinggi.
Ketersediaan Air Bagi Tanaman
Tubuh tumbuhan tersusun minimal 75 % dari air dan hampir seluruh kebutuhan air bagi tumbuhan terpenuhi dari pengambilan air oleh akar tanaman. Akar tumbuhan yang tumbuh menembus tanah akan menyerap air hingga mencapai potensial air kritis dalam tanah. Air yang sanggup di serap oleh akar tumbuhan di sebut ”air tersedia bagi tanaman” yaitu air yang berada antara kapasiatas lapang dengan titik layu permanen.
1000-
100-
10-
1,0-
0,1-
0,01-
0,001-
0,00- . . . . . . . . . .
0 10 20 30 40
Kandungan air (%)
Gbr. 22. Potensial air pada tanah liat mencapai sekitar 20 %
air tersedia dan pada tanah berpasir hanya sekitar 7 % air tersedia (kiri), sedang persentase air tersedia pada tanah liat mencapai berturut turut 50, 75 dan 95 % pada potensial air masing-masing -2, -5 dan -10 kafe (kanan).
”Kapasitas lapang” yaitu air yang tersimpan atau tidak mengalir ke bawa akhir gaya gravitasi, sedang ”tititk layu permanen” adalah air yang tersimpan dalam tanah, dimana
tumbuhan akan layu dan tidak akn kembali pulih. Ketersediaan air bagi tumbuhan sangat di pengaruhi oleh sifat koloid tanah (luas permukaan partikel-partikel tanah). Pada umunya tanah liat mempunyai kemampuan menyediakan air bagi tumbuhan lebih tinggi di banding tanah bertekstur bernafsu mirip tanah berpasir
Potensial air tumbuhan dan pada tanah merupakan hasil penjumlahan beberapa komponen potensial:
Ψ = Ψm + Ψs + Ψp + Ψz
Potensial tanaman atau tanah umunya jauh lebih tingi di banding dengan potensial air pada udara. Pada tumbuhan selalu mines dan potensial daun umunya diatas -15. Apabila tidak terjadi kehilangan air pada tumbuhan (pada malam hari) potensial air hampir mencapai kesetimbngan dengan potensial tanah. Pada siang hari, dimana stomata mulai terbuka kehilangan air dari daun berlansung terus yang mengakibatkan potensial daun menurun sehingga lebih rendah di baninding dengan tangkai daun. Akibat perbedaan potensial air pada daun dan tangkai daun, maka air akan mengalir dari tangkai daun ke daun, sterusnya akan mengakibatkan potensial air pada cebang cabang menjadi lebih tinggi dianding dengan potensial air pada tangkai dain. Demikiaseterusnya hingga pada akar dan tanah. Sehingga pedoman air dari tanah hingga ke daun terus berlansung secara kontinyu dari tanah hingga ke daun tanaman. Dengan demikian maka potensial air mulai dari tanah hingga ke udara bebas melalui tumbuhan adalah:
Ψ tanah > Ψ akar > Ψ batang > Ψ cabang > Ψ daun > Ψ udara
Perbedaaan Ψ antara tanah-tanaman-udara secara skematik pada sistem tanah – tumbuhan dan udara bebas dalam periode penegeringan selama 5 hari di perlihatkan pada Gambar 23. Pada siang hari Ψ tumbuhan menurun dimulai dari daun lantaran terjadi ternspirasi. Pada petang hari, Ψ tumbuhan kembali meningkat lantaran transpirasi menurun. Pada malam hari stomata menutup dan transpirasi berkurang samapai mendekati titik nol, namun air akan terus mengalir dari tanah ke tumbuhan hingga mencapai kesetimbangan lagi. Kondisi ini akan terus berlansung setiap hari dan kandungan air tanah tersedia bagi tumbuhan akan terus menurun. Pada percobaan (Gambar 23 ) sehabis hari ke 4 Ψ daun tanaman terus
menurun mencapai -1, 5 MPa atau sekitar -15 kafe dan terus bertahan. Pada Ψ -15 bar, stomata tertutup biasanya akan diikuti dengan kelayuan daun sementara. Pada hari ke lima, Ψ daun, batang, akar dan tanah terus mengalami penurunan di bawah -1,5 MPa dan tumbuhan sudah mengalami kelayuan permanen. Laju pergerakan air melalui tanaman, dipengaruhi oleh kelembaban tanah , kontak antara akar dengan tanah dan tahanan tumbuhan dan tanah terhadap pedoman air dan landaian (Begg danTurner 1976 dalam Gardnerd, Perace & Mitchel, 1985).
Pada kondisi di lapangan, umumnya kandungan air tanah tidak seragam pada setiap profil tanah. Akar tumbuhan akan terus bertumbuh menembus lapisan profil tanah mulai dari lapisan paling atas hingga ke bawah. Pada ketika Ψtanah lapisan atas menurun akhir pengambilan oleh akar tnaman, kebutuhan air tumbuhan akan terpenuhi dari lapisan tanah yang lebih dalam, namun demikian dengan menurunnya volume tanah yang lembab, tumbuhan akan memerlukan landaian Ψ yang lebih besar bagi akar supaya sanggup menyerap air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup tanaman.
Aliran air dari tanah ke akar tumbuhan akan terus berlansung sepanjang Ψ masih berada diatas – 1,5 MPa. Skematik perbedaaan Ψ tanah - tumbuhan untuk berlansungnya aktifitas pertumbuhan tumbuhan mirip pada Gambar 24.
Transpirasi
Pada banyak sekali acara hidup tumbuhan sebahagian besar air yang dikeluarkan oleh tumbuhan dalam bentuk uap air ke atmosfir. Proses keluarnya air oleh tumbuhan dalam bentuk uap air disebut proses transpirasi. Hank pada tahun 1982 dan 1983 mencoba mengkalkulasi jumlah air yang ditranspirasikan oleh tumbuhan dengan produksi yang dihasilkan oleh tumbuhan tersebut. Dari perhitungan yang diteliti ia mendapatkan bahwa 600 kg air akan ditranspirasikan oleh tumbuhan jagug untuk setiap 1 kg biji jagung kering yang dihasilkannya. Sementara itu 225 kg air ditanspirasikan untuk menghasilkan 1 kg materi kering tumbuhan, yang mencakup daun, batang, akar, dan biji. Banyaknya air yang ditranspirasikan oleh tumbuhan merupakan insiden yang khas, meskipun perbedaan terjadi antara 1 spesies dengan spesies lainnya. Transpirasi dilakukan oleh tumbuhan melalui stomata (transpirasi stomatical), kutikula dan lenticel (transpirasi kutikuler dan lentikuler). Di samping mengeluarkan air dalam bentuk uap, tumbuhan sanggup pula mengeluarkan air dalam bentuk gutasi. Gutasi yaitu insiden keluarnya air dan senyawa-senyawa terlarut yang melalui hidatodia pada ujung urat daun.
Organ tumbuhan yang paling utama dalam melaksanakan transpirasi yaitu daun, pada daun dijumpai stomata paling banyak. Sekitar 90% air yang ditranspirasikan tumbuhan dalam bentuk transpirasi stomata (stomatical transpiration) dan 10% melalui transpirasi lentikuler (Lenticuler transpiration). Oleh lantaran itu kita fokuskan bahasan kita pada transpirasi stomata saja.
Transpirasi penting bagi tanaman, lantaran berperan dalam hal membantu meningkatkan laju angkutan air dan garam mineral, mengatur suhu tubuh dengan cara melepaskan kelebihan panas dari tubuh dan mengatur turgor optimum dalam sel.
Mekanisme Transpirasi Melalui Daun
Mekanisme transpirasi akan gampang dipahami kalau kita mengenal anatomi daun tumbuhan. Pada sayatan melintang daun (Gambar 26), terlihat bahwa daun terrsusun oleh sel-sel epidermis atas, jaringan mesofil yang terdiri dari jaringan pallisade dan jaringan bunga karang dengan ikatan pembuluh di antaranya, sel-sel epidermis bawah dengan stomatanya.
Transpirasi dimulai dengan penguapan air oleh sel-sel mesofil ke rongga antar sel yang ada dalam daun. Dalam hal ini rongga antar sel jaringan bunga karang merupakan rongga yang besar, sehingga sanggup menampung uap air dalam jumlah banyak. Penguapan air ke rongga antar
sel akan terus berlangsung selama rongga antar sel belum jenuh dengan uap air. Sel-sel yang menguapkan airnya ke rongga antar sel, tentu akan mengalami kekurangan air sehingga potensial airnya menurun (Gambar 27).
Gbr. 27. Mekanisme transpirasi stomata pada daun (dikutip dari
Salisbury dan Ross, 1995).
Kekurangan ini akan diisi oleh air yang berasal dari xilem tulang daun, yang selanjutnya tulang daun akan mendapatkan air dari batang da batang mendapatkan dari akar dan seterusnya (Gambar 28). Uap air yang terkumpul dalam rongga antar sel daun akan tetap berada dalam rongga antar sel tersebut, selama stomata pada empidermis daun tidak membuka. Apabila stomata membuka, maka akan ada penghubung antara rongga antar sel dengan atmosfir (udara luar). Kalau tekanan uap air di atmosfir lebih rendah dari rongga antar sel, uap air dari rongga antar sel akan keluar ke atmosfir dan prosesnya disebut transpirasi. Makara syarat utama berlangsungnya transpirasi yaitu adanya penguapan air di dalam daun dan membukanya stomata.
Beberapa faktor yang sanggup mensugesti transpirasi yaitu :
1. Radiasi cahaya
Radiasi cahaya mensugesti membukanya stomata, sehingga dengan terbukanya stomata pada siang hari, transpirasi akan berjalan dengan lancar.
2. Kelembaban
Kelembaban udara sangat besar lengan berkuasa terhadap transpirasi. Kelembaban memperlihatkan banyak sedikitnya uap air di udara, yang biasanya dinyatakan dengan kelembaban relatif. Makin banyak uap air di udara, akan makin kecil perbedaan tekanan uap air dalam rongga daun dengan udara, akan makin lambat laju transpirasi. Sebaliknya apabila tekanan uap air di udara kain rendah atau kelembaban relatifnya makin kecil, akan makin besar perbedaan uap air di rongga daun dengan di udara dan transpirasi akan berjalan lebih cepat.
3. Suhu
Suhu tumbuhan pada umumnya tidak berbeda banyak dengan lingkungannya. Kenaikan suhu udara akan mensugesti kelembaban relatifnya. Meningkatnya suhu pada siang hari, biasanya mengakibatkan kelembaban relatif udara menjadi makin rendah, sehingga akan mengakibatkan perbedaan tekanan uap air dalam rongga daun dengan di udara menjadi semakin besar dan laju transpirasi meningkat.
4. Angin
Angin yaitu merupakan perpindahan massa udara dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam perpindahan massa udara ini, angin akan membawa uap air yang berada di sekitar tumbuhan, sehingga sanggup menurunkan tekanan uap di sekitar daun dan sanggup mengakibatkan meningkatnya laju transpirasi. Apabila angin bertiup terlalu kencang, sanggup mengakibatkan keluaran uap air melebihi kemampuan daun untuk menggantinya dengan uap air yang berasal tanah, sehingga usang kelamaan daun akan mengalami kekurangan air, turgor sel akan menurun termasuk turgor sel epilog dan akhirnya stomata sanggup tertutup.
5. Keadaan air dalam tanah
Laju transpirasi sangat bergantung pada ketersediaan air dalam tanah, lantaran setiap air yang hilang dalam proses transpirasi harus segera diganti kembali, yang intinya berasal dari dalma tanah. Berkurangnya air di dalam tanah akan mengakibatkan berkurangnya pengaliran air ke daun hal ini akan menghambat laju transpirasi.
Gbr. 28. Mekanisme pengangkutan air pada transpirasi tumbuhan kedelai (dikutip dari Weier, Stocking, Michael, dan Thimann, 1975).
Pelepasan Panas oleh Transpirasi
Daun yang terdekat pada radiasi matahari, akan menyerap sejumlah besar energi radiasi tersebut, yang selanjunya dengan suatu cara akan dilepaskan kembali ke lingkungannya. Apabila energi ini tidak dilepaskan kembali ke lingkungannya, energi tersebut akan diubah menjadi energi panas dan akan menaikkan suhu daun. Suatu gambaran yang memperlihatkan betapa pentingnya transpirasi ini dalam sistem pengaturan panas suhu tumbuhan, perhitungan kalkulasi energi telah dilakukan. 1 cm2 luas daun, di tengah hari pada animo panas (summer)
akan menyerap energi cahaya 50% saja dan apabila massa 1 cm2 luas daun sama dengan 0,020 g serta panas jenisnya (spesific heat) sebesar 0,879 g. kal, maka kenaikan suhu daun permenit akan mencapai :
0,65
= 37oC
0,020 x 0,879
Pada umumnya tumbuhan akan mati apabila suhu tubuhnya mencapai 60oC. Dengan kenaikan suhu sebesar 37oC, dalam waktu beberapa menit saja suhu daun sanggup naik hingga pada tingkat yang mematikan. Tetapi pada kenyataannya pengukuran terhadap suhu daun, memperlihatkan bahwa daun jarang mencapai suhu yang mematikan tersebut. Suhu daun biasanya hanya beberapa derajat melebihi suhu udara. Transpirasi merupakan proses yang mengkonsumsi energi, sehingga sering dianggap bahwa penguapan air dalam transpirasi ini merupakan pelepasan panas yang diserap oleh daun tersebut. Untuk menguapkan air sebanyak 1 gram pada suhu 20oC diharapkan energi sebesar 584 g. kal, sehingga untuk menghilangkan energi sebesar 0,65 g. kal akan dibutuhkan sebanyak 0,65/584 = 0,0011 g air yang diubah menjadi uap air untuk setiap 1 cm2 luas daun per menit. Apabila luas setiap daun sebesar 1 dm2 (100 cm2), maka akan dibutuhkan 6,6 g air/(0,0011 x 100 x 50) unuk setiap daun per jam. Dapat kita banyangkan berapa banyak air diharapkan suatu pohon yang mempunyai daun ratusan bahkan ribuan untuk menjaga supaya suhu tubuhnya tidak menjadi panas.
Mekanisme Membuka dan Menutupnya Stomata.
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa transpirasi sangat ditentukan oleh membukanya stomata. Stomata penting sebagai jalan untuk difusi uap air dan gas-gas lainnya dari daun ke atmosfir atau sebaliknya. Pada dasarnya stomata akan membuka apabila turgor sel epilog tinggi dan akan menutup apabila turgor sel penutupnya menjadi rendah. Pengaruh turgor terhadap membuka dan menurupnya stomata ini dimungkinkan oleh struktur stomata yang khas (lihat Gambar 28). Pada ketika turgor sel epilog tinggi, maka dinding sel epilog yang berhadapan pada celah stomata akan tertarik ke belakang, sehingga celah menjadi terbuka. Naiknya turgor ini disebabkan adanya air yang
mengalir dari sel tetangga masuk ke sel penutupnya, sehingga sel tetangga mengalami kekurangan air dan selnya sedikit mengkerut dan akan menarik sel epilog ke belakang. Sebaliknya pada waktu turgor sel epilog turun, yang disebabkan oleh kembalinya air dari sel epilog ke sel tetangganya, sel tetangga akan mengembang dan mendorong sel epilog ke depan sehingga akhitnya stomata tertutup. Di samping itu dinding sel epilog yang berhadapan di potongan celah, mempunyai dinding sel yang lentur sehingga gampang berubah.
Pengaturan Membuka dan Menutupnya Stomata
Di atas telah dijelaskan bahwa membuka dan menutupnya stomata ditentukan oleh keadaan turgor sel penutupnya. Stomata terbuka pada ketika turgor sel epilog tinggi dan akan menutup pada waktu turgornya rendah. Perubahan turgor sel epilog ini dipengaruhi oleh keadaan cairan sel epilog tadi. Turgor tinggi apabila ada air yang masuk ke dalam sel epilog dan hal ini hanya mungkin terjadi kalau potensial air pada sel epilog lebih rendah dari sel-sel sekitarnya. Perubahan-perubahan nilai potensial osmotik di dalam sel epilog disebabkan oleh perubahan kimia yang terjadi di dalam sel epilog tersebut, yang selanjutnya akan mengubah potensial airnya. Sehubungan dengan terjadinya perubahan kimia ini, beberapa teori telah dikemukakan.
Fotosintesis
Sel epilog memilki klorofil di dalam selnya, sehingga dengan sumbangan cahaya matahari bisa melaksanakan fotosintesis. Dengan fotosintesis, di dalam sel epilog akan terbentuknya gula yang kemudian terlarut dalam cairan sel penutup. Akibat terlarutnya gula dalam cairan sel penutup, potensial osmotik cairan sel epilog akan turun, yang selanjutnya akan menurunkan nilai potensial airnya. Tetapi perubahan potensial air yang ditimbulkan oleh fotosintesis dalam sel epilog nilainya kecil sekali dan sehabis diperhitungkan ternyata tidak cukup menimbulkan turgor pada sel epilog yang sanggup mengakibatkan stomata terbuka.
Perubahan Pati Menjadi Gula
Sayre pada tahun 1923 mengemukakan hipotesis yang menyatakan bahwa membuka dan menutupnya stomata diakibatkan oleh adanya perubahan kimia di dalam sel penutup. Hipotesis ini kemudian dikenal dengan teori klasik dari Sayre. Timbulnya teori ini lantaran diketahui bahwa gula yang dihasilkan fotosintesis dalam sel penutup, tidak cukup untuk menimbulkan turgor pada sel epilog tersebut sanggup mengakibatkan stomata terbuka. Tetapi Sayre menyatakan bahwa pada ketika stomata terbuka, pada sel epilog terjadi akumulasi gula dan hal ini terjadi pada siang hari. Terakumulasinya gula ini pada siang hari telah mengakibatkan potensial ormotik/potensial air sel epilog menjadi rendah, sehingga air sanggup masuk ke dalam sel epilog dari sel tetangganya, turgor naik dan stomata terbuka. Pada malam hari gula ini hilang dari sel epilog yang mengakibatkan potensial air sel epilog menjadi tinggi, sehingga air ke luar dari sel penutup, turgornya turun dan stomata menutup. Timbul dan hilangnya gula ini dari sel epilog kemudian diketahui disebabkan terjadinya perubahan gula menjadi pati dan sebaliknya. Perubahan pati menjadi gula dipengaruhi oleh enzim fosforilase yang reaksinya sanggup dituliskan :
Fosforilase
Pati + Pi Glukosa-1-fosfat glukosa + Pi
Enzim fosforilase ini sanggup berfungsi mensugesti reaksi yang bolak balik yaitu mensugesti perubahan pati menjadi gula dan gula menjadi pati. Pada ketika pati diubah menjadi glukosa, berarti terjadi perubahan zat yang tidak larut menjadi zat yang gampang larut dan berarti pula terjadi perubahan jumlah partikel di dalam sel epilog (1 mol pati sanggup diurai menjadi ratusan mol glukosa). Perubahan ini akan mengakibatkan terjadinya penurunan nilai potensial osmotik/potensial air di dalam sel menutup, sehingga sel epilog sanggup menarik air dari sel-sel sekitarnya (sel tetangga), turgor naik dan stomata membuka. Sebaliknya apabila glukosa diubah menjadi pati, akan terjadi pengenceran di dalam sel penutup, sehingga air dari sel epilog akan mengalir ke sel-sel sekitarnya, turgornya menurun dan stomata tertutup. Aktivitas enzim fosforilase bergantung pada pH di dalam sel tersebut. Pati diubah menjadi glukosa oleh enzim ini pada pH 6,7. Hal ini dimungkinkan oleh adanya proses fotosintesis yang banyak mengikat CO2 sehingga pH dalam sel agak tinggi. Pada malam hari lantaran tidak ada fotosintesis, CO2 yang ada dalam sel akan bereaksi dengan air menghasilkan asam karbonat (H2CO3) yang selanjutnya akan terurai menjadi H+ dan HCO3-. Terkumpulnya proton (H+) dalam sel akan mengakibatkan kondisi dalam sel menjadi asam dan pH-nya rendah menjadi sekitar 4-5. Pada pH 4-5 acara enzim fosforilase mengubah glukosa menjadi pati kembali.
Modifikasi Teori Klasik
Pada tahun 1967, Levitt mengemukakan bahwa perubahan pH yang dikemukakan oleh Sayre tidak seluruhnya benar. Ia beropini bahwa perubahan pH dalam sel pada malam hari bukan disebabkan oleh terakumulasinya asam karbonat, tetapi CO2 yang tinggi pada malam hari akan merangsang pembentukan asam-asam organik di dalam sel sehingga H-nya menjadi rendah.
Pemompaan Ion K+
Alternatif lain dalam proses membuka dan menutupnya stomata yang kini banyak diterima dibanding dengan teori klasik, yaitu bahwa keadaan osmotik sel epilog sanggup diatur dengan jalan pemompaan ion secara aktif. Sejumlah pengamat mendukung konsep ini, diantaranya andal fisiologi Jepang M. Fujino, menyatakan bahwa sel epilog stomata yang sedang terbuka dalam cahaya mengandung banyak ion K+ dalam konsentrasi yang tinggi dibanding stomata yang tertutup dalam gelap. Bahwa ion K+ benar-benar dipompakan (tidak bergerak secara pasif) didukung dengan fakta bahwa penambahan ATP pada sayata sel epidermis yang diapungkan pada larutan KCl, sangat meningkatkan kecepatan pembukaan stomata dalam keadaan terang. Hal ini memperlihatkan bahwa pemompaan ion dioperasikan oleh ATP yang dihasilkan dalam fotosintesis. Analisis dengan menggunakan peralatan yang sensitif yaitu “elektron beam microphobe”, telah memperlihatkan bahwa pedoman K+ terjadi dalam membuka dan menutupnya stomata yang jumlahnya cukup untuk menimbulkan perubahan potensial osmotik yang diharapkan untuk membukanyas stomata. Bagan alir yang menggambarkan banyak sekali macam hipotesis prosedur membuka dan menutupnya stomata, sanggup dilihat pada Gambar 29. Dengan digunakannya CO2 dalam fotosintesis, maka pH akan naik sedikit. Naiknya pH ini disamping mensugesti hidrolisis pati menjadi gula, akan mengakibatkan pula konversi sejumlah besar CO2 yang tertinggal menjadi bikarbonat. Bikarbonat ini merupakan substrat untuk fosfoenol piruvat karboksilase (PEP-case), yang menghasilkan asam malat. Pembentukan asam malat akan menghasilkan proton (H+) yang akan beroperasi dalam pemompaan pertukaran proton dengan K+ dengan dorongan ATP, memindahkan proton ke sel-sel tetangga atau epidermis dan ion K+ ke dalam sel penutup. Peningkatan pH pada sel epilog sanggup juga meningkatkan angkutan proton fotosintesis dalam kloroplas ke sel penutup, CO2 menurun dan fosforilasi meningkat.
Gbr 29. Bagan alir proses membuka dan menutupnya stomata.
Sekarang terang bahwa pemompaan K+ bertanggung jawab untuk angkutan ion K+ ke dalam dan ke luar sel penutup, dan hal tersebut akan mengubah potensial osmotik yang mengakibatkan stomata terbuka dan tertutup. Meskipun konsep pemompaan ion K+ ini merupakan inovasi terbaru dalam proses membuka dan menutupnya stomata. Teori klasik sanggup merupakan sebagian dari keseluruhan proses tersebut, tetapi barangkali dalam proses tertentu hal ini tidak berlaku. Hal ini disebabkan kenyataan yang memperlihatkan bahwa beberapa sel epilog tidak mempunyai pati dan bahkan apabila pati dihidrolisis, sangat sukar untuk menunjukan adanya gula pada sel tersebut.
Faktor Mempengaruhi Membuka dan Menutupnya Stomata
Beberapa faktor lingkungan sanggup mensugesti proses membuka dan menutupnya stomata yaitu :
1. Karbondioksida (CO2). Tekanan parsial CO2 yang rendah dalam daun akan mengakibatkan pH sel menjadi tinggi. Pada pH yang tinggi (6-7) akan merangsang penguraian pati menjadi gula sehinggga stomata terbuka.
2. Cahaya. Dengan adanya cahaya maka fotosintesis akan berjalan, sehingga CO2 dalam daun akan berkurang dan stomata akan terbuka.
3. Stres. Apabila tumbuhan menderita kekurangan air, maka potensial air pada daun akan turun, termasuk sel penutupnya sehingga stomata akan tertutup.
4. Suhu. Naiknya suhu akan meningkatkan laju respirasi sehingga kadar CO2 dalam daun meningkat, pH akan turun dan stomata tertutup.
5. Angin. Angin besar lengan berkuasa terhadap membuka dan menutupnya stomata secara tidak langsung. Dalam keadaan angin bertiup kencang, pengeluaran air melalui transpiraso seringkali melebihi kemampuan tumbuhan untuk menggantinya, karenanya daun sanggup mengalami kekurangan air sehingga turgornya turun dan stomata akan tertutup.
6. Air tanah. Air terikat dalam tanah dengan daya absorbsi atau tekanan hidrostatik. Air sanggup meninggalkan tanah dengan penguapan, gravitasi atau diabsorbsi oleh akar tumbuhan. Karena penyerapan air oleh akar tumbuhan terjadi melalui osmosis, maka potensial osmotik air tanah akan merupakan faktor penting dalam hubungan tumbuhan dengan air tanah tersebut. Sehubungan dengan air tanah, kita sanggup menentukan status air tanah dalam tanah tersebut dengan beberapa cara sebagai berikut :
7. Potensial air tanah. Potensial air tanah sangat bervariasi, nilai potensial air tanah yang jenuh dengan air murni pada tekanan atmosfir sama dengan nol. Meskipun demikian secara normal air tanah berada dalam bentuk larutan, dan oleh karenanya nilai potensial osmotik akan di bawah nol. Hubungan potensial air tanah dengan komponen-komponen lainnya di dalam tanah yaitu sebagai berikut:
PA = PO + PT + PM
Potensial matriks (PM) yaitu suatu nilai yang disebabkan oleh adanya banyak sekali daya tarik (attraction) secara kimia dan fisika antara air dengan partikel tanah yang menimbulkan kekuatan menahan air oleh tanah. Terutama ke dalam potensial matriks ini yaitu daya tarik kapiler dan kekuatan intermolekul dalam mengikat air hidrasi dalam koloida tanah.
a. Kapasitas lapang (Field capacity). Kapasitas lapang dicapai apabila tanah dibasahi air, hingga air tidak merembes. Tanah liat emilki luas permukaan yang besar tetapi mempunyai potensial matriks yang rendah, sanggup mengikat lebih banyak air dari kapasitas lapang dibandingkan dengan tanah pasir. Hubungan antara potensial air dengan jumlah air yang berada pada suatu tipe tanah sanggup dilihat pada Gambar 30.
b. Permukaan Air Tanah (water table). Permukaan air tanah sering berada jauh di bawah permukaan tanah, sehingga peranannya menjadi kecil dalam membasahi lapisan-lapisan tanah di atasnya, yang diharapkan bagi tumbuhan untuk hidupnya lantaran akar tidak bisa mencapai air tersebut. Beberapa tumbuhan yang mempunyai akar yang sanggup menembus hingga dalam sekali, sanggup memperoleh air dari air permukaan yang dalamnya hingga 10 meter. Letak air permukaan yang jauh lebih dalam dari itu, menjadi tidak bermanfaat pribadi bagi tumbuhan yang hidup di atasnya. Air kapiler yang naik dari permukaan air tanah, akan menjadi sumber air yang penting untuk tumbuhan.
Pengukuran Air Tanah di Laboratorium
Berbagai cara sanggup dilakukan untuk mengetahui status air tanah, dengan cara pengukuran di laboratorium. Cara-cara yang dikembangkan untuk keperluan ini yaitu :
1. Penentuan Kadar Air Tanah
Kadar air tanah ditentukan dengan cara mengambil sampel tanah, yang kemudian ditimbang berat basahnya. Sampel tanah kemudian dikeringkan dalam oven, hingga beratnya konstan. Kehilangan berat sehabis dikeringkan merupakan kandungan air di dalam tanah tersebut. Dengan membandingkan kehilangan berar terhadap berat basahnya atau berat keringnya, kita akan mengetahui persentase kadar air tanah tersebut.
2. Kapasitas Lapang
Pengukuran kapasitas lapang secara teliti, sanggup dilakukan dengan memasukan satu tipe tanah yang akan diukur kapasitas lapangnya ke dalam satu tabung silinder gelas. Tanah yang hendak diukur kapasitas lapangnya terlebih dahulu dikeringkan dan dihancurkan hingga terurai menjadi partikel-partikel. Ke atas tanah kering tadi dituangkan sejumlah air dan biarkan air meresap turun ke dalam silinder dan usahakan jangan hingga ada air yang menguap dari permukaan atas tanah. Biarkan 2—3 hari hingga air tadi tidak bergerak lagi ke bawah, yang berarti gerak kapiler dan gaya gravitasi tidak bisa menarik air tadi lebih jauh ke bawah. Ambil potongan tanah yang berair dan ukur kadar airnya, maka kadar air yang kita peroleh yaitu kadar air pada kapasitas lapang.
3. Moisture Equivalent
Didefinisikan sebagai persentase kadar air yang sanggup ditahan oleh tanah sehabis melawan daya tarik 1000 x gravitasi. Untuk keperluan ini sampel tanah dimasukkan ke dalam tabung sentrifugal yang berpori yang selanjutnya diputar dengan kekuatan putaran 1000 gravitasi hingga semua air yang tidak sanggup ditahan oleh tanah tersebut akan keluar. Sisa tanah diukur kadar airnya dan kadar air tersebut merupakan “moisture equivalent”.
4. Persentase Kadar Air Tanah pada Kelayuan Permanen
Berbeda dengan pengukuran-pengukuran di atas yang bersifat pengukuran secara fisika, pengukuran pada kelayuan permanen ini merupakan pengukuran secara fisiologi, lantaran parameter yang digunakan dalam pengukuran ini yaitu tumbuhan. Kadar air pada hasil pengukuran ini yaitu persentase kadar air pada tanah, dimana tumbuhan yang tumbuh di atasnya menjadi layu secara permanen.
5. Kadar Air pada Kisaran Kelayuan (wilting range)
Kisaran kadar air tanah antara ketika tumbuhan mulai layu hingga tercapai kelayuan yang permanen. Untuk keperluan ini dilakukan dua kali pengukuran, sehingga kita mempunyai dua nilai.
BAB. V
FOTOSINTESIS
Organisme hidup intinya sanggup dikelompokkan berdasarkan sumber energi dan sumber karbonnya. Energi dan karbon merupakan hal yang paling fundamental bagi organisme untuk kelangsungan hidupnya. Berdasarkan sumber energinya organisme hidup dibedakan atas 2 (dua) kelompok yaitu : organisme fototropik dan organisme kemotropik. Organisme fototropik yaitu organisme yang memanfaatkan energi cahaya untuk mensintesis kebutuhan organiknya; sedang organisme kemotropik yaitu organisme yang memanfaatkan energi kimia untuk kebutuhan hidupnya.
Berdasarkan sumber karbonnya dibedakan atas organisme autotropik dan organisme heterotropik. Organisme autotropik yaitu organisme yang sumber karbonnya yaitu karbondioksida (CO2). Sedang heterotropik yaitu organisme yang sumber karbonnya dari senyawa organik. Dengan demikian organisme autotropik bisa memproduksi (mensintesis) keperluan organiknya dari anorganik sederhana dengan memanfaatkan energi cahaya, sehingga disebut fotoautotropik. Sedang organisme heterotropik memanfaatkan senyawa organik sebagai sumber energi kimia sehingga disebut kemoheterotropik.Organisme yang termasuk kelompok fotoautotropik yaitu ganggang biru hijau, kuman sulfat, dan semua tumbuhan hijau.. Kelompok kemoheterotropik yaitu termasuk semua hewan, sebahagian besar bakteri, semua jamur dan beberapa tumbuhan parasit.
Pembentukan senyawa organik pada organisme fotoautotropik terjadi melalui reduksi CO2 dengan atom hidrogen pada proses Fotosintesis. Semua bentuk kehidupan di atas permukaan bumi ini, baik pribadi maupun tidak pribadi bergantung pada proses fotosintesis. Hal ini disebabkan lantaran pada proses fotosintesis merupakan proses yang pertama mengubah zat anorganik menjadi senyawa organik dan proses pertama diubahnya energi matahari ke dalam bentuk energi kimia organik yang sanggup dimanfaatkan oleh semua organisme lainnya. Pertanian intinya merupakan sistem pemanfaatan energi cahaya melalui proses fotosintesis. Produktivitas tumbuhan budidaya pada prinsipnya tergantung pada tingkat efisiensi sistem fotosintesis.
Penemuan-penemuan yang Mengungkapkan Fotosintesis
Proses fotosintesis diungkap oleh para peneliti-peneliti dari banyak sekali bangsa. Sejak tahun 1771 penelitian wacana fotosintesis telah dilakukan oleh para ilmuwan dari banyak sekali bidang yang telah berlangsung selama dua abad.
Para peneliti yang dianggap mulai membuka tair fotosintesis adlah: Joseph Priesley (1771), spesialis kimia dan pendeta dari Inggris yang menunjukan keluarnya O2 dari proses fotosintesis. Pada tahun 1779 dan 1796, seorang dokter dari Belanda yang berjulukan Jan Ingenhouse berturut-turut mengungkap peranan cahaya dan butir hijau daun serta pembentukan senyawa organik. Tahun 1782, Jean Seneiber dari Genewa mengungkapkan peranan CO2 dan pada tahun 1804 oleh Nicholas Theodore de Daussure mengungkapkan peranan air dalam proses fotosintesis. Oleh Robert von Meyer 1845 dalam Hari Suseno (1984), mengungkapkan bahwa sebetulnya proses fotosintesa yaitu suatu perubahan energi cahaya ke dalam energi kimia. Dengan demikian maka seluruh komponen dari reaksi umum fotosintesis telah terungkap.
Cahaya Matahari sebagai Sumber Energi Fotosintesis
Cahaya matahari merupakan sumber energi utama bagi semua organisme hidup. Semua organisme hidup di atas bumi ini secara pribadi atau secara tidak pribadi tergantung dari energi radiasi dari matahari. Setiap tahun sekitar 35 juta kilowat enersi matahari yang hingga ke bumi untuk di manfaatkan oleh banyak sekali organism hidup diatas permaukaan bumi. Cahaya mensugesti semua proses biologi, mengatur tempratur bumi, menyediakan energy untuk terjadinya hujan, angin dan arus samudra, yang secara lansung atau tidak lansung kesemuanya akan mensugesti proses kehidupan diatas permukaan bumi. Matahri berjarak sekitar 93 juta mil dari permukaan bumi yang memancarkan cahaya dengan kecepatan ratarata sekitar 86 mil.detik-1.
Radiasi matahari yang digunakan untuk berlangsungnya proses fotosintesis berasal dari radiasi cahaya tampak (visible light). Energi radiasi cahaya sanggup dijelaskan dengan teori kuantum dan elektromagnetik. Dalam dalam teori kuantum dikatakan bahwa cahaya merambat dalam bentuk pedoman partikel yang disebut foton. Energi yang terkandung dalam foton disebut kuantum dan dirumuskan dalam formulasi E=hv. Pada teori gelombang elektromagnetik v yaitu frekwensi atau banyaknya gelombang perdetik diperlihatkan dalam formula v=c/ Bila kedua teori ini digabung maka :
E = hv
v = c/ sehingga
E = h.c/
imana : E = energi foton (kuantum)
h = tetapan (konstanta) Planck (662 x 10 –27 erg/detik)
c = kecepatan cahaya (3 x 10 10 cm/detik)
= panjang gelombang
v = frekwensi (banyaknya gelombang per detik)
.
Jumlah radiasi cahaya matahari yang sampai di permukaan bumi hanya sekitar 20 % dari total radiasi yang di pancarkan, dan 98 % dari total cahaya yang di terima dikembalikan ke atmosfer dalam bentuk energy bahang. Hanya sekitar 2 % dari energy matahari digunakan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis.
Gbr. 30. Spektrum elektromagnetik cahaya matahari dan cahaya tampak (visible light) pada panjang gelombang 380 nm s/d 760 nm (Dikutip dari Salisbury dan Ross, 1995, hal 499).
Radiasi cahaya yang terserap oleh pigmen klorofil untuk fotosintesis hanya pada panjang gelombangan antara 380 nm hingga dengan 760 m. Di atas 760 m, foton tidak mempunyai cukup energi untuk berlangsungnya fotosintesis dan dibawah 380 nm mempunyai energi terlalu banyak yang sanggup mengakibatkan terjadinya ionisasi dan kerusakan pigmen. Daerah aktif fotosintesis disebut tempat photosynthetical active radiation (PAR) yang umumnya terletak antara panjang gelombang 400 m s/d 700 m atau pada sinar ungu hingga merah.
Absorbsi cahaya oleh pigmen klorofil daun sanggup dijelaskan dalam Hukum Start Einstein yang menyatakan bahwa setiap molekul hanya sanggup menyerap satu foton. Setiap satu foton akan mengakibatkan tereksitasnya satu elektron, elektron dalam satu atom terletak dalam orbit-orbit yang tetap. Jika pigmen klorofil menyerap energi foton, maka molekul klorofil akan berada dalam keadaan tereksitasi dan energi eksitasi inilah yang digunakan dalam fotosintesis.
Gbr. 31. Skematik pemanfaatan enrsi cahaya oleh sehelai daun tanaman (Wade, 2006)
Klorofil dan pigmen lainnya tereksitasi hanya dalam waktu yang relatif singkat yaitu selama 10-9 detik atau lebih singkat dari itu. Energi eksitasi yang diinduksi akan hilang lantaran dibebaskan melalui tiga cara :
1. Energi hilang dalam bentuk panas pada waktu elektron kembali ke orbit dasarnya
2. Energi hilang dalam bentuk panas dan cahaya flouresen
3. Energi hilang lantaran digunakan untuk suatu reaksi kimia mirip fotosintesis.
Cahaya yang di terima oleh daun tumbuhan hanya sekitar 80 hingga dengan 85 % yang di serap oleh tumbuhan dan sisanya sekitar 10 – 15 % di pantulakna kembali oleh daun ke atmosfer. Dari total cahaya yang terserap oleh daun tanaman, sekitar 5 % cahaya di transmisikan ke bawa dan sebahagian besar kembali di lepaskan oleh tumbuhan dalam bentuk enersi panas pada proses transpirasi daun. Hanya sekitar 0,5 hingga 3,5 % dari total enersi yang terserap di gunkan tumbuhan dalam proses dotosintesis.
Klorofil dan Penyerapan Energi
Proses fotosintesis berlangsung dalam plastid dari organisme sel yang disebut kloroplas. Di dalam kloroplas mengandung pigmen klorofil yang berwarna hijau sebagai pigmen utama penyerap cahaya dan karotenoid sebagai pigmen pelengkap. Tumbuhan tinggi mengandung dua macam klorofil yaitu klorofil a dan b, sedang karotenoid yang paling banyak terdapat dalam tumbuhan yaitu b karoten dan lutein. Struktur kloroplas dan karotenoid diperlihatkan pada Gambar 32.
Daun kebanyakan spesies tumbuhan menyerap lebih dari 90% cahaya ungu, biru, orange, dan merah. Penyerapan cahaya untuk kisaran panjang gelombang tertentu disebut spektrum penyerapan. Spektrum penyerapan cahaya oleh klorofil a, b, b karoten, dan lutein diperlihatkan pada Gambar 33.
Klorofil tidak efektif mengabsorbsi cahaya hijau sehingga lebih banyak direfleksikan (dipantulkan) dan ditransmisikan (diteruskan). Seperti halnya dengan klorofil, beberapa karotenoid mengirim energi eksitasinya ke pusat reaksi. Pigmen karotenoid ( karoten dan lutein) hanya mengabsorbsi cahaya biru dan ungu, sedang cahaya hijau, kuning, orange dan merah dipantulkan. Karotenoid bagi tumbuhan juga berperan untuk melindungi klorofil dari kerusakan akhir oksidasi pada intensitas cahaya tinggi. Apabila
kita bandingkan imbas banyak sekali panjang gelombang terhadap laju fotosintesis, maka akan diperoleh spektrum Action pada kisaran panjang gelombang tempat cahaya tampak (visible light).
Gbr. 32. Struktur Khlorofil a dan khlorofil b, β karoten, lutein & Likopen (dikutip dari Salisbury dan Ross, 1995.Hal 182).
Di samping klorofil dan karotenoid, telah ditemukan beberapa senyawa penting yang ikut berperan pada fotosintesis, terutama dalam rantai transfer elektron dan pembentukan NADPH2 dan ATP. Diantara senyawa-senaywa penting dalam fotosintesis yaitu : Sitokrom, Piridoksin, Platoquinon, dan Plastosianin. Sitokrom, yaitu salah satu pigmen yang
Gbr. 33. Absorbsi dari klorofil a & b (atas), karoten, dan lutein (bawah) (dikutipdari Salisburydan Ross,1885.Hal 184).
terdapat dalam kloroplas yang berwarna merah. Pada fotosintesis terdapat dua jenis sitokrom yang mempunyai peranan penting dalam transfer elektron pada fotosintesis yaitu Sistem F dan Sistem B6. Piridoksin, merupakan protein yang mengandung Fe dan berwarna kemerahan. Piridoksin berperan penting dalam transfer elektron pada fotosintesis dan fiksasi nitrogen. Piridoksin sangat gampang dioksidasi, sehingga gampang meneruskan elektron ke NADP yang menghasilkan NADPH2. Plastoquinon, merupakan senyawa yang berperan penting dalam reduksi fotosintesis. Plastoquinon tidak terikat oleh protein dalam kloroplas. Terdapat beberapa senyawa yang digolongkan plastoquinon diantaranya yaitu ticophleryquinon dan nafthoquinon (Vitamin K). Plastosonanin, merupakan protein yang berwarna biru, mengandung dua atom tembaga yang ikut berperan dalam transfer elektron pada fotosintesis. Plastosianin dalam kloroplas jumlahnya lebih sedikt dibandingkan dengan sitokrom dan plastoquinon.
Karbondioksida dan Air pada Fotosintesis
Penelitian-penelitian tenatng fotosintesis hingga tahun 1930 belum bisa menunjukan bahwa oksigen yang ada pada molekul gula (C6H12O6) hasil reaksi umum fotosintesis berasal dari pecahan oksigen CO2 atau oksigen H2O.
Cahaya
6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6 O2
klorofil
Hasil penelitian Van Niel (1931) menunjukan bahwa O2 yang ada pada molekul gula (C6H12O6) berasal dari reduksi CO2 dengan atom H dari air. Penelitian Van Niel dilakukan pada kuman sulfat hijau yang melaksanakan fotosintesis dengan reaksi sebagai berikut :
Cahaya
CO2 + 2 H2S CH2O + H2O + 2 S
6 CO2 + 12H2S C6H12O6 + 6 H2O + 12 S
Hal ini analog dengan reaksi umum fotosintesis yang menunjukan bahwa air (H2O) dipecah dan CO2 direduksi oleh atom H dalam membentuk CH2O, pada kuman sulfat biru C6H12O6 pada fotosintesis.
Penemuan Van Neil semakin meyakinkan sehabis Ruben dan Kamen (1941) menggunakan H2O* (* = oksigen isotop).
6 CO2 +12 H2O* C6H12O6 + 6 H2O +6 O2
Hasil penelitian Van Neil lebih diperjelas sehabis R. Hill (1937) menunjukan bahwa air (H2O) diuraikan oleh cahaya matahari sehingga O2 akan terlepas. Percobaan R. Hill ini dilakukan pada kloroplas yang diisolir. Air dalam kloroplas diuraikan oleh energi cahaya matahari sehingga O2 sanggup terlepas. Lepasnya O2 distimulir oleh adanya penerima (akseptor H). Sebagai penerima H di dalam tumbuhan yaitu NAD atau NADP, sedang dalam laboratorium sanggup digunakan sianida besi, khromat, quinon, dan indafenol. Reaksi ini selanjutnya dikenal dengan nama Fotolisa air.
Cahaya
6 H2O + 2 A 2 AH2 + 6 O2
kloroplas
penerima H
Fase Reaaksi Fotosintesis
Cahaya matahari merupakan sumber energi untuk berlangsungnya fotosintesis. Peningkatan intensitas cahaya yang akan diterima oleh tumbuhan akan meningkatkan hasil fotosintesis, ettapi bila intensitas terus ditingkatkan, maka pembentukan gula (hasil fotosintesis) berhenti. Hasil percobaan pada Gambar 34 memperlihatkan bahwa pemberian intensitas cahaya sebanyak a akan menawarkan fotosintesis Z dan intensitas cahaya b menghasilkan fotosintesis Y. Pada pemberian intensitas b yang terputus-putus menghasilkan fotosintesis Z. Dengan demikian sanggup diambil kesimpulan bahwa fotosintesis intinya terdiri dari dua fase, dimana fase I dibutuhkan cahaya, yang selanjutnya disebut fase terang (reaksi cahaya) dan fase II tidak dibutuhkan cahaya, tetapo yang dibutuhkan yaitu energi yang selanjutnya disebut Fase Gelap.
1. Fase Terang Fotosintesis
Pada fase terang fotosintesis merupakan fase reaksi kimia fotosintesis yang membutuhkan cahaya sehingga fase terang disebut juga fase reaksi fotokimia. Pada fase ini terjadi reaksi fotolisa air dan penyerapan energi cahaya matahari oleh klorofil daun.
Penyerapan Energi Cahaya
Penyerapan energi cahaya terdiri dari dua potongan yang saling berhubungan. Bagian pertama disebut Fotosistem I (PS I) yang menyangkut penyerapan energi cahaya matahari pada panjang gelombang sekitar 700 nm. Fotosistem I sebahagian besar tersusun dari klorofil a dan sedikit klorofil b dan karoten. Satu dari khlorofil a pada fotosistem I menjadi Istimewa lantaran lingkungan kimianya sanggup menyerap cahaya dengan panjang gelombang + 700 nm sehingga dusebut P 700. P 700 ini merupakan pusat reaksi dari PS I dan semua pigmen lainnya. Pada PS I akan mengirim energi eksitasinya ke P 700. Pada PS I juga dijumpai paling sedikit 2 molekul protein yang mengandung Fe dan setiap 4 atom Fe pada molekul protein ini mengikat 2 atom welirang sehingga disebut protein Fe-S. Fe-S merupakan penerima elektron utama pada PS I.
Bagian kedua, menyangkut penyerapan energi matahari pada panjang gelombang sekitar 680 nm disebut Fotosistem II (PS II). PS II mengandung klorofil a dan b karoten serta sedikit klorofil b. Penerima elektron utama pada PS II ini yaitu sebuah klorofil a yang tidka berwarna dan tidak mengandung Mg yang disebut Feofitin (FeO). PS II juga mengandung quinon (Q) yang berasosiasi dengan FeO, P 680 dan protein yang terikat pada P 680. Di samping itu PS II juga mengandung salah satu atau lebih protein yang mengandung mangan dan disebut protein Mn. Setiap dua ion Mn pada protein PS II dijembatani antara lain satu ion Cl-.
Tiap tumbuhan mempunyai perbandingan PS I dan PS II yang berbeda tergantung pada spesies dan kondisi pertumbuhan. Pada tumbuhan golongan C4 mempunyai PS II dan grana yang lebih sedikit dibanding dengan PS I dan sebaliknya pada golongan tumbuhan C3. PS I dan PS II pertama kali diungkapkan oleh Emerson pada tahun 1950-an yang dikenal dengan Efek Penambahan Emerson.
Pengangkutan Elektron dan Fosforilasi
Fotosistem I dan PS II merupakan komponen penyalur energi dalam rantai pengangkutan elektron fotosintesis secara kontinyu dari molekul air sebagai donor elektron ke NADP. Pengangkutan elektron dalam fotosintesa dimulai dari (H2O) ke fotosistem II. Elektron dari fotosistem II dipindahkan ke fotsoistem I yang dirangkaikan dengan pembentukan ATP. Pada potongan terakhir, elektron dipindahkan dari fotosistem I ke NADP yang menghasilkan ATP.
Apabila foton diserap oleh molekul pigmen pada kompleks PS II, maka energi akan ditransfer ke P 680 dengan cara reduksi induktif. Hal ini akan mengakibatkan P 680 tereksitasi dan segera melepaskan elektronnya dan ditangkap oleh mol FeO P 680 yang kehilangan elektronnya menjadi bermuatan + (P 680+) sehingga akan menarik elektron dari protein Mn disekitarnya. Apabila protein Mn telah teroksidasi, akan menyerap elektron dari molekul H2O yang teroksidasi sehingga molekul air akan terurai menjadi ½ O2 dan 2 H+. Satu elektron yang dilepaskan akhir penguraian air digunakan untuk mereduksi NADP menjadi NADPH. Pengangkutan elektron dari molekul air ke NADP pada fotosistem II disebut lintasan pengangkutan elektron Non Siklik (reaksi non siklik).
Gbr. 35. Model pengangkutan elektron pada fotosistem I dan II (Dikutip dari Even and Susan, 2005 sehabis di modifikasi).
Elektron yang tereksitasi pada PS II dialirkan ke PS I melalui molekul penerima elektron berturut-turut ke sitokrom b3 yang berasosiasi dengan FeO dan Quinon (Q) ke plastoquinon (PQ), Fe-S, sitokrom f Plastosianin (PS) hingga pada mol P 700 pengangkutan elektron dari mol P 700 ke Fe-S dirangkaikan dengan pembentukan ATP dari ADP dengan Pi. Penyerapan foton oleh PS I dengan panjang gelombang > 680 nm mengakibatkan elektron tereksitasi dari P 700 ke Feredoksin – sulfat (Fe-S). Selanjutnya elektron dialirkan ke sit b6, dan diteruskan ke PS, Fe-S, Cyt f, PC dan kembali ke
P 700. Pengangkutan elektron pada PS I ini disebut pengangkutan elektron siklik (reaksi siklik). Model pengangkutan elektron pada PS I dan PSII diperlihatkan pada Gambar 35, dan model ini sering disebut model Z (Gambar 36.)
Foto sistem ke I mengkatalisis pelepasan energy dari quinon dengan menggunakan lebih banyak energi foton yang diserapnya untuk selanjutnya dimanfaatkan untuk fosforilasi dan reduksi NADP. Lamella khloroplas dalam hal ini merupakan membran khusus yang mengandung pigmen, protein dan lipid yang memperlancar transport elektran.
,mmmm.
Gbr. 36. Mekanisme fosforilasi fotosintetik pada fotosintem I (PS I) dam fotosistem II (PS II) (Dikutip dari Missouri, 2005, sehabis di modifikasi).
Struktur pigmen khususnya cincin porfirin dari khlorofil berafiliasi dengan bagaian protein membrane, dan ekor fotol serta bagaian-bagian karotenoid yang bersifat hidrofob diperkirakan berafiliasi dengan potongan dalam lamella berupa lipid yang berfungsi sebagai figmen pembantu dalam penyerapan cahaya. Sebahagian dari karotenoid menyerap cahaya yang tereksitasi ke khlorofil dan mentransfer elektron dari fotosistem yang satu ke fotosistem lainnya. Disamping itu karotenoid sanggup memperlambat kerusakan khlorofil oleh cahaya. Protein lamella di perkirakan ikut berperan penting dala penerima dan pemberi elektron. Salah satu di antaranya yaitu sitokhrom yeng merupakan protein yang mempunyai cincin porfirin yang mirip dengan khlorofil tetapi inti porfirinnya yaitu Fe.
Penerimaan energi matahari dan pengangkutan elektron pada PS I dan PS II dari fase terang fotosintesa secara keseluruhan diperoleh persamaan reaksi :
Cahaya matahari
H2O + NADP+ + Pi + ADP ½ O2 + NADPH + H+ + ATP
PS I & PS II
2, Fase Gelap Fotosintesis
Pada fse terang fotosinetsis (reaksi fotofosforilasi) menghasilkan NADPH2 pada fotosistem I (reaksi Non Siklik) dan ATP pada fotosistem II (reaksi fereoksida ke sitokrom b6 dan dari sitokrom b1 ke fase terang fotosintesis digunakan untuk mereduksi CO2. Pada fase ini tidak dibutuhkan cahaya tetapi reaksi yang etrjadi yaitu reaksi kimia murni sehingga disebut Fase Gelap Fotosintesis.
Tanaman dalam mereduksi CO2 dari udara intinya dibedakan atas 3 kelompok yaitu :
a. Kelompok tumbuhan yang mengikuti Daur Calvin (siklus Calvin; tumbuhan C3)
b. Kelompok tumbuhan yang mengikuti Daun Hatch-Slack (tanaman C4)
c. Kelompok tumbuhan yang mengikuti daur Metabolisme Asam Crassulaceae (CAM).
a. Daur Calvin (Kelompok Taaman C3)
Antara tahun 1946-1953, Malvin Calvin bahu-membahu peneliti lain dari Universitas California mengidentifikasi produk awal dari reduksi CO2. Calvin dan kawan-kawan menggunakan teknik kromatografi dan karbondioksida bermuatan radioaktif (14CO2) mendapatkan produk awal reduksi CO2 (fiksasi CO2) pada ganggan Chlorella sp yaitu asam-3-fosfogliserat yang sering disingkat dengan PGA. Oleh lantaran senyawa yang pertama dihasilkan yaitu senyawa berkarbon tiga (PGA=APG), maka daur reaksinya disebut daur C3 dan tumbuhan yang mengikuti daur ini disebut tumbuhan C3 (Tanaman C3).
Tahap pertama dari reaksi Calvin, 6 molekul CO2 bereaksi dengan 6 molekul ribulosa 1-5 bifosfat (RuBP) dengan sumbangan enzim ribulosa bifosfat karboksilase (Rubisko) menghasilkan 6 molekul senyawa 6C yang tidak stabil (2-karboksilase-3-ketoorbitol 1,5 bifosfat).
Penambahan air (H2O) mengakibatkan senyawa 6C ini akan terurai menjadi 12 molekul senyawa 3C dalam bentun Asam-3-fosfogliserat (APG=PGA). PGA yang terbentuk oleh ATP dan NADPH2 dengan sumbangan enzim triosa fosfat dehidrogenase diubah menjadu asam-3-fosfogliserat (PGAL). Sebahagian dari PGAL yang terbentuk oleh enzim triosa fosfat isomerase diubah menjadi dihidroksi aseton fosfat. PGA dan PGAL secara bahu-membahu mengalami kondensasi dengan sumbangan enzim aldolase akan menghasilkan fruktosa
( 1.)
1,6 fosfat yang selanjutnya oleh enzim fosfatase melepaskan 1 fosfat organiknya (Pi) sehingga terbentuk fruktosa- 6-fosfat. Fruktosa-6-fosfat dengan PGAL, oleh enzim transketolase diubah menjadi eritrosa-4-fosfat dan xilulosa-5-fosfat. Eritrosa-4-fosfat dengan dihidroksi aseton fosfat, oleh enzim aldolase membentuk sedoheptulosa-7-fosfat yang selanjutnya dengan PGAL oleh enzim transketolase diubah menjadi ribosa-5-fosfat dan xilulosa-5-fosfat dengan sumbangan enzim epimerase diubah menjadi ribosa-5-fosfat. Ribosa-5-fosfat oleh enzim epimerase dan ATP diubah menjadi ribulosa 1,5 bifosfat (RuBP) dan ADP. RuBP yang terbentuk selanjutnya siap untuk memfiksasi CO2 dari udara.
( 2.) ( 3.)
Ringkasan secara berturut-turut dari Siklus Calvin pada tanman C3 sehabis terbentuk gliseraldehida 3-fosfat (Rreaksi 1 – 3 dari fiksasi karbon dioksida hingga terbentuknya 3 PGAld) yaitu :
4.)
5.)
6.)
7.)
8.)
9.)
10.)
11.)
12.)
Strultur daun tumbuhan C3
Gbr. 37. Struktur Daun dan Skema reaksi siklus Calvin pada Tanaman C3.
Rangkaian reaksi-eaksi kimia pada fase gelap fotosisntesis tumbuhan C3 ini sanggup di bagi menjadi tiga potongan utama yaitu
1. Fase reaksi fikasasi karbon dioksida
2. Fase reaksi reduksi.
3. Fase reaksi regenerasi RuBP untuk kembali pada fase I
Ringkasan reaksi secara umum dari reaksi gelap fotosintesis tumbuhan C3 yaitu :
6CO2 +18ATP+12 NADPH2 Glukosa + NADP + 17 Pi +12 NADP.
Pada fase pertama mencakup fase reaksi karbon dioksida dengan RuBP samapai terbentuknya asam 3-fosfogliserat (Rekasi 1), Fase kedua mencakup reaksi pembentukan asam 3-fosfogeliseraldehid (reaksi 2 dan 3) dan fase ke tiga mulai dari rekasi isomerisasi asam
3-fosfogliseraldehida hingga terbentuknya RuBP (reaksi 4 hingga dengan rekasi 12).
Asam 3 fosfogliserat (PGA) merupakan senyawa yang pertama terbentuk pada fiksasi karbon dioksida oleh RuBP. Sekitar 80 % PGA yang di produksi akan kembali di kembalikan untuk pembentukan RuBP dan hanya sekitar 20% yang akan di gunakan untuk menghasilkan glukosa dan senyawa organik kompleks melalui reksi pembentukan asam 3-fosfogliseraldehid (PGald). Sekema reaksi siklus Calvin di sajikan pada Gambar 37.
b. Daur Hatch dan Slack (Kelopok Tanaman C4)
Pada tahun 1966 M.D. Hatch dan C.R. Slack menunjukan secara detail jalur fiksasi CO2 pada tanaman spesies graminae. Pada tanaman-tanaman mirip jagung, tebu, sorgum, dan beberapa rumput tropika, CO2 menghasilkan asam oksaloasetat, malat, dan aspartat pada tahap awal reaksinya. Kelompok tumbuhan ini disebut tumbuhan C4 lantaran produk awal dari fiksasi CO2 yaitu asam yang berkarbon 4.
Pada tahap awal reaksi golongan tumbuhan C4, CO2 ditangkap oleh fosfoenolpiruvat (PEP) dengan sumbangan enzim fosfoenolpiruvat karbioksilase menghasilkan asam-asam oksaloasetat dan piruvat. CO2 yang masuk ke dalam mesofil daun terlebih dahulu bereaksi dengan H2O membentuk asam karbonat (HCO3) dengan sumbangan enzim karbonik anhidrase. Selanjutnya direaksikan dengan PEP menghasilkan asam oksaloasetat (1).
Tahap selanjutnya asam oksaloasetat yang terbentuk mengalami reduksi oleh NADPH dengan enzim malat dehidrogenase menghasilkan asam malat (2). Pada beberapa tumbuhan C4 asam oksaloasetat dalam
mesofil daun akan bereaksi dengan asam amino (umumnya alanin) dan menghasilkan asam apartat dan asam piruvat (3). Berbeda dengan tumbuhan C3, tumbuhan C4 mempunyai seludang berkas pembuluh di samping sel mesofil. Pada sel mesofil terdapat enzim PEP karboksiale sedang dalam sel seludang berkas pembuluh (bundle sheath cell) mengandung enzim RuBP karboksilase (Rubisko).
Asam malat dan aspartat melalui palsmodesmata ditransfer ke seludang berkas pembuluh. Selanjutnya asam malat mengalami dehidrogenase sehingga akan membentuk asam piruvat dengan melepaskan CO2 (4). CO2 yang terlepas dari dehidrogenase malat akan difiksasi oleh RuBP dengan sumbangan Rubisko dan akan mengalami daur Calvin mirip pada tumbuhan C3. Pada spesies tumbuhan yang banyak membentuk asam aspartat, sehabis ditransaminasi menghasilkan asam oksaloasetat. Asam oksaloasetat direduksi oleh NADPH menghasilkan malat. Di dalam seludang berkas pembuluh, asam piruvat sanggup mengalami proses transaminasi menghasilkan alanin yang selanjutnya kembali ditransfer ke mesofil. Dalam sel mesofil, alanin mengalami reaksi transaminasi menjadi asam aspartat. Asam aspartat dengan ATP dan asam fosfat oleh piruvat fosfat kinase diubah menjadi PEP untuk selanjutnya melaksanakan fiksasi CO2.. Pada tumbuhan C4 tiap molekul CO2 yang difiksasi diharapkan 2 ATP selain tiga ATP yang digunakan dalam daur Calvin. Dua ATP ini diharapkan untuk mengubah asam piruvat menjadi PEP dan AMP menjadi ADP. Reaksi kimia mirip diatas adalah:
1) Reaksi foksasi CO2 melalui asam karbonat dengan REP yang di katalisis oleh enzim Fosfoenolpiruvat karboksilase
Fosfoenolpiruvat
Karboksilase
Posfoenol piruvat oksaloasetat
2) Reaksi dehidrogenasie oxloasetat yang di katalisis oleh enzim malat dehidrogenase
1. malat dehidrogenase
oksaloasetat Malat
3) Rekasi transaminasi oksaloasetat dengan asam amino glutamat yang dikatalisis oleh enzim aspartat aminotransferase
Oksaloasetat asam amino asam amino Glutarat
glutamat piruvat
4) Reaksi reduksi malat yang di katalisis oleh enzim malik
enzim malik
Malat piruvat
5) Reaksi fosforilase oksaloasetat yang di katalisis oleh enzim fosfoenolpiruvat karboksikinase
fosfoenolpiruvat
karboksikinase
fosfoenolpiruvat
oksaloasetat (PEP)
6) Reaksi transaminase asam piruvat asam amino glutamate yang di katalisis oleh enzim alanin aminotransferas
Oksaloasetat as.amino asam amino asam
glutamat alanin glutarat
7) Reaksi fosforilasi piruvat yang di katalsis oleh enzim piruvat ortofosfat dikinase
piruvat
ortofosfat dikinase
asam piruvat PEP
Ringkasan reaksinya secara keseluruhan dari siklus tumbuhan C4 adalah:
6 CO2 + 30 ATP + 12 NADPH + 12 H+ + 24 H2O
Glukosa + 30 ADP + 30 Pi + 12 NADPH+
c. Metabolisme Asam Crassulaceae (CAM)
Sejumlah tumbuhan yang bersifat sukulen dari famili Crassulaceae mempunyai daun yang tebal dengan laju transpirasi yang rendah. Kelompok tumbuhan ini umumnya tidak mempunyai lapisan sel pallisade yang teratur, sel-sel daun ranting merupakan sel mesofil, mempunyai vakuola yang relatif besar. Pada malam hari, umumnya stomata tumbuhan CAM membuka dan pada siang hari stomata tertutup. Pada malam hari(waktu gelap) pati pada mesofil daun diuraikan melalui proses glikolisis (respirasi) hingga terbentuk PEP. CO2 yang masuk ke dalam daun sehabis bereaksi dengan air mirip tumbuhan golongan C4 difiksasi oleh PEP dan diubah menjadi malat. Asam malat yang terbentuk sebahagian besar ditransformasikan ke dalam vakuola sel dan disimpan samapi siang hari.
Gbr. 38. Fiksasi CO2 pada tumbuhan CAM (dikutip dari Salisbury dan Ross, 1995. telah dimodifikasi).
Pada siang hari asam malat berdifusi secara pasif ke luar dari vakuola dan mengalami dekarboksilasi melalui salah satu dari tiga cara yang mungkin terjadi mirip diperlihatkan pada Gambar 39. CO2 yang terlepas dari asam malat kemudian difiksasi oleh RuBP dan terus mengalami daur mirip pada tumbuhan C3. Dengan demikian maka intinya tumbuhan CAM melaksanakan fiksasi CO2 mengikuti Daur Calvin (C3) dan Daur Hatch dan Slack (C4). Pada siang hari terjadi Daur Calvin dengan memanfaatkan CO2 dari dehidrogenase malat, dan malam hari terjadi Daur Hatch dan Slack (C4) dengan memanfaatkan CO2 yang berdifusi ke dalam sel mesofil pada malam hari.
Sintesa Pati dan Sukrosa
Sukrosa dan pati merupakan kelompok karbhodrat yang sangat penting dalam tumbuhan. Sukrosa merupakan disakharida yang tersusun dari molekul glukosa dan fruktosa. Pati dalam tumbuhan terbentuk terbentuk pada kloroplasma sel khususnya dalam plastid amiloplast sedang Sukrosa terbentuk dalam sitoplasma. Sintesa sukrosa dan pati berawal dari senyawa triosa fosfat (Taiz dan Ziegler (2002), yang merupakan senyawa-senyawa karbohidarat sederhana yang terbentuk sebagai senyawa intermediate dari metabolisme fotosintesis maupun metabolism respiasi.
Pada khloroplasma, 20 % PGA yang terbentuk pada siklus calvin akan di gunakan untuk membentuk sukrosa dan karbohidrat kompleks. Sintesa pati diawali dari rekasi antara dihidroksiaseton 3-fosfat dengn gliseraldehida 3-fosfat dengan sumbangan enzim fruktose 1,6-bifosfat aldolase menghasilkan senyawa frultosa 1,6- bifosfat. Fruktosa 1,6- bifosfat dengan air (H2O) yang di katalisis oleh enzim fruktose 1,6-bifosfat fosfatase akan melepaskan 1 ion pospatnya membentuk fruktosa 6-fosfat. Fruktosa 6-fosfat selanjutnya akan mengalami isomerisasi yang di katalisis oleh enzim heksosafosfat isomerase akan menghasilkan glukosa 6-fosfat. Oleh enzim fosfoglukomutase, ion fosfat pada rantai C yang ke 6 di pindahkan ke ran tai C yang ke 1 dan selanjutnya akan mengalami reaksi fosforilasi oleh ATP dengan sumbangan enzim ADP-gluosa pirofosforilase menghasilkan senyawa ADP-glukosa dan H2P2O7=.
ADP-glukosaa merupaka prekusor pembentukan pati mengalami reaksi kondensasi menjadi sebuah rantai panjang yang terikat dalam rantai ikatan (α 1,4) membentuk molekul amilosa. Apabila mengalami percabangan terutama pada rantai atom C yang ke 6 dalam bentuk ikatan (α 1,6) akan mengghasikan amilopektin. Amilosa dan amilo pektin merupakan dua kompenen karbohidarat kompleks penyusin pati. Urutan reaksi pembentukan pati pada kloroplast yaitu sebagai berikut:
1. Reaksi dihidriksiaseton 3-fosfat dengan glikolikaldehida 3-fosfat yang di katalisis oleh enzim fruktosa 1,6-bifosfat aldolase.
Dihidroksi- gliseraldehida fruktosa 1,6-bifosfat
aseton 3-fosfat 3-fosfat
2. Reaksi antara fruktosa 1,6-bifosfat dengan air yang di katalisis oleh enzim fruktosa 1,6-bifosfat fosfatase
fruktosa 1,6-
bifosfat fosfatase
fruktosa 1,6-bifosfat fruktosa 6-fosfat
3. Reaksi isomerisasi fruktosa 6-bifosfat yang dikatalisis oleh enzim heksosafosfat isomerase
4. Reaksi pemindahan ion ortofosfat dari rantai C 6 ke rantai C 1 dengan sumbangan enzim fosfoglukomutase
5. Reaksi fosforilasi glukosa 1-fosfat dengan yang di katalisis oleh ADPglukosa fosforilase
6. Reaksi Fosforilase
H2P2O7 + H2O 2 HOPO3= + 2H+
7. Rekasi sintesa Patiα
Pada sintesa sukrosa, prosesnya di mulai dari senywa triosa fosfat dari membran loroplasma ke sitoplasma sel. Dalam sitoplasma sel , triosa fosfat mengalami reaksi isomerisasi yang di katalisis oleh enzim triosafosfat isomerase. Rekasi selanjutnya sama dengan reaksi yang
Fruktosa 6-fosfat
Sucrosapirofosfat sintetase
UDP
H2O HOPO3=
sukrosa pirofosfat osfatase
Sukrosa 6-fosfat Sukrosa
Gbr. 39. Rinkasan reaksi pembentukan sukrosa
erjadi dalam khloroplasma hingga tahap reaksi ke 4 membentuk glokosa 1-fosfat. Pada sitoplasma, glukosa 1-fosfat mengalami reaksi dengan uridin difosfat glukosa yang di katalisis oleh enzim UDPglukosa pirofosforilasi membentuk Uridin di fosfat glukosa(UDP-glukosa). UDP glukosa yang terebentuk mengalami reaksi dengan fruktosa 6-fosfat yang di katalisis oleh ensim sukrosa-fosfat sintetase menghasilkan senyawa sukrosa 6-fosfat, dan selanjutnya mengalami reaksi dengan air (H2O) akan menghasilkan sukrosa.
Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Fotosintesa
Cahaya matahari, CO2, dan suhu merupakan faktor lingkungan yang secara pribadi mensugesti fotosintesa disamping air dan ketersediaan hara mineral.
1. Cahaya Matahari
Pada kondisi gelap (tidak ada cahaya) fotosintesis tidak berlangsung, tetapi respirasi terus berlangsung. Peningkatan intensitas cahaya secara berangsur-angsur, diikuti dengan peningkatan fotosintesis hingga pada batas terjadinya tingkat kompensasi cahaya (lihat Gambar 40). Kompensasi cahaya yaitu kondisi penyinaran di mana jumlah CO2 yang digunakan pada proses fotosintesis sama dengan jumlah CO2 yang dikeluarkan pada proses respirasi (Bidwell, 1979).
Apabila intensitas cahaya terus meningkat, laju fotosintesis tidak lagi meningkat tetapi mulai mendatar. Pada kondisi yang demikian disebut kondisi jenuh cahaya (Gardner, Pearce, dan Mitchell, 1985).
Setiap jenis tumbuhan berbeda responsnya terhadap tingkat intensitas cahaya. Pada tumbuhan C4 (seperti jagung, tebu, dan sorgum) hampir tidak memperlihatkan tingkat kejenuhan cahaya, semakin tinggi intensitas cahaya fotosintesis terus meningkat sepanjang faktor lain mirip CO2, air, dan hara tidak menjadi faktor pembatas. Pada tumbuhan C3 mirip kedelai dan kapas, telah mencapai kejenuhan sehabis cahaya jenuh, intensitas cahaya jenuh pada kondisi cerah (tidak berawan) di tempat tropis mencapai sekitar 12.000-15.0000 fc dan optimum fotosintesis tumbuhan C3 sekitar 2.000 – 6.000 fc. Laju assimilasi netto tumbuhan C3 mirip kakao meningkat sesuai jumlah intensitas cahaya matahari yang diterima oleh daun, tetapi selanjutnya akan kembali menurun apabila intensitas cahaya matahari terus meningkat sampai diatas 75 % cahaya penuh dan mengikuti persamaan y = 0,0102 + 0,0177x – 0,0021x 2; R = 0,86. (Nasaruddin 2006).
Peningkatan laju assimilasi netto tanaman, akan diikuti dengan peningkatan berat kering akar, ranting dan daun tanaman, seirama dengan peningkatan intesitas cahaya matahari (Gbr. 12). Peningkatan berat kering takar , ranting dan daun tumbuhan pada umur 10 dan 20 tahun memperlihatkan pola yang sama dan pada umumnya bersifat kuadratik. Pada intensitas cahaya matahari diatas 75 %, berat keringn akar, ranting dan daun sudah mengalami penurunan. Pola peningkatan laju assimilasi netto tumbuhan dan berat kering relatif daun, ranting dan akar tumbuhan berkorelasi positif dengan peningkatan luas daun yang berfotosintesa. Hasil penelitian Himme dan Petit 1957 pada tanaman kakao umur 10 tahun dan 20 tahun melaporkan bahwa luas daun tumbuhan dipengaruhi oleh jumlah intensitas cahaya matahari yang diterima oleh daun tanaman. Makin tinggi intensitas yang diterima makin luas daun tumbuhan dan mencapai luas daun maksimal pada intensitas cahaya matahari 75 %. Intensitas cahaya matahari diatas 75 %, memperlihatkan penurunan luas daun tumbuhan kakao (Gambar 41).
Hasil pengukuran satelit memperlihatkan bahwa pada kondisi cahaya penuh, nilai PAR (Photosintetic actif radiation) pada per-mukaan daun encapai 500–1000 w.m-2 dan intensitas cahay efektif bagi fotosintesa optimum tumbuhan kakao pada intensitas cahaya antara 350 – 750 w.m-2. Pertumbuhan dan perkembangan daun pada fase awal pertumbuhan tumbuhan akan terus bertambah sejalan dengan pertumbahan umur tanaman dan mengikuti persamaan masing-masing y = 1,25 + 0,05x.- 0.0005x2 pada umur 10 tahun dan y = 1,35 + 0,288 x + 0,002x2 pada umur 20 tahun (Gambar 13). Dengan demikian maka luas daun pada tajuk tumbuhan dan tingkat penutupan lahan akan terus bertambah yang mengakibatkan peningkatan Indeks Luas Daun (ILD).
Peningkatan Luas daun dan ILD berkembang secara tidak proforsionall lantaran peningkatan luas daun akan mengakibatkan persaingan antar daun dalam penerimaan cahaya matahari. Pada awal pertumbuhan tanaman. peningkatan ILD seirama dengan peningkatan laju assimilasi netto (LAN) dan pada akhirnya akan menghasilkan peningkatan laju pertumbuhan tanaman.
Pada perkembangan tumbuhan selanjutnya, peningkatan ILD tidak lagi berkorelasi positif dengan peningkatan LAN tumbuhan yang
berakibat pada penurunan laju pertumbuhan tanaman, dan bahkan memperlihatkan kecenderungan yang konstan. Penurunan kecepatan pertumbuhan tumbuhan dan LAN disebabkan lantaran daun-daun lapisan tajuk tumbuhan potongan atas akan menaungi daun pada lapisan bawah sehingga daun-daun yang ternaungi menjadi tidak efektif berfotosintesis. Kedaan ILD dimana laju pertumbuhan tumbuhan maksimal disebut LAI optimum (cilling leaf area index). Dengan demikian maka untuk menghasilkan produksi optimal tumbuhan kakao maka nilai ILD harus diupayakan mendekati sekitar optimal yang sanggup diatur melalui pemangkasan. Produksi tumbuhan tertinggi hanya sanggup dicapai apabila tumbuhan berada pada kisaran ILD optimal.
ILD optimum tumbuhan kakao remaja berada antara 6 – 7 yang setara dengan produksi assimilat 3,5 - 5,0 mg/dm2/hari (Alvin et al. , 1972)
Luas daun dan prosedur membuka dan menutupnya stomata akan sangat menentukan jumlah absorsi CO2 oleh daun tumbuhan kakao. Hasil penelitian Lemee dalam Williams, 1975 melaporkan bawah makin tinggi intensitas cahaya matahari yang diterima oleh permukaan daun tanaman, maka jumlah absorsi CO2 relatif makin tinggi pada kondisi jumlah curah hujan cukup, tetapi pada intensitas cahaya matahari diatas 50 %, perembesan CO2 mulai konstan . Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Nasaruddin 2003, bahwa perembesan CO2 pada daun tumbuhan kakao umur 1 tahun pada intensitas cahaya yang berbeda .
Terdapat perbedaan respon yang sangat signifkan antara tumbuhan C4 (jagung) dengan tumbuhan C3 (kedelei) pada peningkatan intensitas cahaya matahar yang di terima. Pada tanamman C4 (jagung), peningkatan intensitas cahaya yang diterima akan diikuti dengan peningkatan jumlah CO2 di dipertukarkan. Pada intensitas cahaya yang di terima hingga 4000 ft-c, jumlah CO2 di pertukarkan masih terus meningkat pada tumbuhan C4 (jagung). Pada tumbuhan C3 (kedelei), intensitas cahaya matahari yang di terima sekitar 1000 ft-c mulai mengalami penurunan jumlah CO2 di pertukarkan, dan penambahan intensitas yang di terima tidak mengalami lagi peningkatan jumlah CO2 yang di pertukarkan bahkan sudah cenderung konstan (Gambar 44).
2. Karbondioksida
Karbon dioksida (CO2) merupakan komponen gas di udara yang hanya mencapai 0.033-0.034 (330-340 ppm) udara kering atmosfer. Konsentrasi CO2 yang lebih rendah dari konsentrasi CO2 normal di atmosfer sanggup menjadi faktor pembatas fotosintesis. Pengaruh konsentrasi CO2 di atmosfer terhadap kecepatan fotosintesis (disajikan pada Gambar 45).
Pada intensitas cahaya 2.000 fc, meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer (kurva di atas) baik tumbuhan jagung (C4) maupun tumbuhan kedelai ( C3 ). Pada intensitas cahaya
rendah (200 fc) laju fotosintesis menurun dimana faktor pembatasnya yaitu cahaya matahari. Pada konsentrasi CO2 rendah laju fotosintesis
menurun hingga tercapainya titik kompensasi CO2. Titik kompensasi CO2 yaitu kadar CO2 atmosfer di sekitar tumbuhan sedemikian sehingga kecepatan (laju) fotosintesis sama dengan kecepatan fotorespirasi, sehingga hasil higienis fotosintesis = 0. Pada tumbuhan C3 telah mencapai titik kompensasi CO2 sekitar 50 ppm (kedelai) sedang tumbuhan C4 (jagung) tidak mempunyai titik kompensasi CO2. Pengaruh sekitar 45%.
Salah satu faktor penyebab rendahnya produktivitas tumbuhan kedelai yaitu rendahnya tingkat fotossintesis akhir tingginya fotorespirasi (Nasaruddin, 1996). Fotorespirasi menyebabka terjadinya pemborosan CO2 terutama pada intensitas cahaya matahari tinggi.
Berbagai perjuangan sanggup di lakukan untuk mengimbangi kadar CO2 dalam khloroplast daun tanama, dan salah satu diantaranya yaitu penggunaan methanol. Metanol yang di semprotkan pada daun tumbuhan akan terurai menjadi CO2 dalam jaringan daun mesofil tanaman. Hasil penelitian yang di lakukan pada tumbuhan kapas memperlihatkan bahwa penyemprotan metaol hingga 15% sanggup meningkatkan kapas berbiji sebesar 25,3 dibanding tanpa methanol. Nasaruddin dan Santi (1999) melaporkan bahwa penggunaan metanol berkorelasi positif dan bersifat kuadratik terhadap laju assimilasi netto tumbuhan kedelai (Gambar 46.)
Peningkatan konsentrasi CO2 melalui pemberian metanol berdampak pada peningkatan indeks luas daun dan produksi tumbuhan kedelei Nasaruddin dan santi (1999) melaporkan bahwa pemberian metaol hingga pada konsentrasi 22,5 % berkorelasi positif dengan indeks uas daun dan produksi tumbuhan kedelei (Gambar 47). Penngunaan metanol sanggup meningkatkan kadar CO2 internal dalam mesofil dau yang mengakibatkan produk siimilat yang dihasilkan dan diarahkan ke pembentukan daun yang pada akhirnya meningkatkan produksi tanaman.
3. Suhu
Proses fotosintesis pada tumbuhan merupakan reaksi enzimatik yang sangat di pengarhi oleh suhu. Pengaruh suhu terhadap fotosintesis tumbuhan terutama pada fase reaksi gelap, mulai dari fase I fiksasi CO2 hingga pada fase regenerasi RuBP pada siklus Calvin. Fiksasi CO2 meningkat dengan laju peningkatan semakin tinggi seirama dengan peningkatan suhu hingga mencapai kondisi suhu yang sanggup mengakibatkan terjadi denaturasi protein enzim yang aktif pada setiap rekasi dalam siklus calvin.
Pada intensitas cahaya lebih rendah dari 0.3 kal cm-2 menit-1, laju fotosintesis meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya, baik pada suhu 20oC maupun pada suhu 30oC. Hal ini memperlihatkan bahwa tidak terlihat peranan suhu (kurva bawah). Peningkatan konsentrasi CO2 sebesar 0,15% laju fotosintesis meningkat, akan tetapi tidak mengalami peningkatan yang berarti setiap kenaikan intensitas cahaya pada suhu 20oC. Pada kurva bawah dan tengah, suhu tidak memperlihatkan imbas terhadap laju fotosintesis hingga pada kadar CO2 sekitar 45%. Suhu memperlihatkan imbas yang berarti terhadap laju fotosintesis
pada temperatur 30oC. Laju fotosintesis akan meningkat seirama dengan peningkatan intensitas cahaya pada temperatur 30Co dengan konsentrasi CO2 di atas 15% (kurva atas) pada Gambar 49.
4. Air, Keadaan Hara dan Umur Daun
Jumlah air yang digunkan sebagai substrat fotosintesis hanya sekitar 0,1% dari total air yang dimanfaatkan oleh tumbuhan dan 99% kembali dilepaskan melalui transpirasi. Akan tetapi kekurangan air pada tumbuhan akan mengurangi laju fotosintesis lantaran penurunan kadar air dalam tumbuhan akan mengakibatkan penurunan tekanan turgor (turgiditas) sel epilog (guard cell) yang mengakibatkan stomata
tertutup. Penutupan stomata akan mengurangi diffusi CO2 dari udara dan selanjutnya akan menurunkan acara fotosintesis.
5. Hara dan umur daun
Keadaan hara dan umur daun mempunyai keterkaitan yang erat dalam mensugesti fotosintesis. Pada kondisi hara yang cukup, baik daun tua, maupun daun muda akan tetap terpenuhi kebutuhan haranya sehingga acara fotosintesis tetap sanggup berjalan secara normal sepanjang faktor lain tidak menjadi pembatas.
Kandungan hara yang rendah terutama akan mensugesti kandungan khlorofil dan kondisi daun. Tanaman yang mengalami kekurangan Fe, kemungkinan akan terjadi pembentukan khlorofil daun rendah lantaran Fe merupakan penyusun porfirin (Fe-Porfirin) yang merupakan prekusor khlorofil. Demikian pula kekurangan Mg, pembentukan khlorofil daun menrun lantaran Mg merupakan inti khlorofil di samping sebagai kofaktor enzim dalam banyak sekali reaksi fotosintesis. Pada tumbuhan yang kekurangan N, maka pembentukan daun dan khlorofil daun berkurang. N merupakan unsur yang kurang kendaraan beroda empat dalam tanaman. Pada daun tumbuhan yang sudah tua, tingkat fotosintesisnya terus meningkat lantaran kebutuhan K terus sanggup terpenuhi secara teratur dengan bertambahnya waktu, sedang pada daun muda laju fotosintesis rendah lantaran mengalami kekurangan K. Kalium kurang kendaraan beroda empat dalam tumbuhan sehingga kurang ditranslokasi dari jaringan renta ke jaringan muda. Sebaliknya pada hara yang bersifat mobil, hara akan ditranslokasi dari jaringan renta ke jaringan muda, sehingga kekurangan unsur yang bersifat kendaraan beroda empat mirip P, N, Mg, dan sebagainya tidak akan menurunkan laju fotosintesis daun muda.
Fotorespirasi
Tanaman golongan C4 mempunyai sifat produktivitas yang jauh lebih tinggi daripada tumbuhan golongan C3. Produktivitas ialah banyaknya bahan kering yang dihasilkan per satuan luas lahan per satuan waktu tertentu. Hal ini banyak faktor penyebabnya antara lain lantaran oksidasi fotorespirasi dari tumbuhan golongan C4 jauh lebih rendah dibanding C3, sehingga hasil higienis fotosintesisnya (net photosyntheticc yield) pun jauh lebih tinggi. Hasil higienis fotosintesis merupakan selisih dari hasil (kotor) fotosintesis dengan yang digunakan untuk respirasi. (Gambar 50).
Gbr. 50. Ilustrasi hasil higienis fotosintesis (net photosynthetic yield) pada tumbuhan C3 dan C4.
Perbedaan antara fotorespirasi dan respirasi gelap terletak pada tanggapannya terhadap O2. Dalam hal ini, respirasi gelap telah mencapai kejenuhan pada kadar O2 sebesar2%. Sedangkan fotorespirasi kecepatannya akan terus meningkat sesuai dengan meningkatnya kadar O2 hingga mencapai kadar O2 atmosfir.
Indeks yang digunakan sebagai ukuran terhadap besarnya fotorespirasi yaitu titik kompensasi CO2 (CO2 compensation point). Titik kompensasi CO2 yaitu kadar CO2 atmosfir disekitar tumbuhan sedemikian, sehingga kecepatan fotosintesis sama dengan kecepatan fotorespirasi. Jika keadaan ini telah tercapai, maka hasil higienis fotosintesis sama dengan nol.Fotosintesis sanggup menjadi lebih rendah daripada fotorespirasi. Jika keadaan demikian telah tercapai, maka tumbuhan akan mulai menggunakan cadangan asimilat yang apabila telah habis akan menimbulkan akhir minimal yaitu pertumbuhan kerdil dan akhirnya tumbuhan mati. Pada kebanyakan tanaman, titik kompensasi CO2 akan tercapai apabila kadar CO2 atmosfir di sekitar tumbuhan menurun hingga 1-150 ppm, tergantung jenis tanamannya. Sebagai catatan sanggup dikemukakan bahwa kadar CO2 atmosfir rata-rata 0,05% atau sekitar 300 ppm, sedang kadar O2-nya 21%. Oleh lantaran fotorespirasinya sangat rendah, titik kompensasi CO2 pada tanaman-tanaman golongan C4 pada umumnya sanggup dicapai pada kadar CO2 yang jauh lebih rendah daripada tanaman-tanaman golongan C3. Pada tumbuhan golongan C4 titik kompensasi CO2 = 10 ppm, sedangkan C3 antara 50-150 ppm.
Titik kompensasi CO2 pada tumbuhan golongan C3 (kedelai, tembakau, kapas, dll) lebih tinggi daripada tumbuhan golongan C4. Akibatnya, kapasitas hasil higienis fotosintesisnya jauh lebih rendah. Pengaruh intensitas cahaya yang diterima terhadap hasil higienis fotosintesis, diantara kedua golongan
tanama juga terdapat perbedaan. Tanaman golongan C3 mempunyai kapasitas fotosintesis yang lebih rendah, dikarenakan telah mencapai laju maksimum fotosintesis higienis yang lebih rendah daripada tumbuhan golongan C4. Sebagai gambaran sanggup dicatat bahwa intensitas sinar matahari pada tengah hari yang cerah sanggup mencapai kira-kira 12.000 ft-c. Pada Gambar 51 terlihat bahwa C3 paling tinggi di bawah 3.000 ft-c, sedangkan C4 paling tinggi hingga mencapai 5.000 ft-c jadi dalam hal ini lebih tanggap. Tanaman-tanaman yang mempunyai kapasitas fotosintesis yang lebih tinggi (golongan C4) hasil higienis fotosintesisnya akan terus meningkat hingga intesitas cahaya yang cukup tinggi. Laju fotosintesis C3 dan C4 akan sama apabila intensitas cahaya dalam keadaan rendah, contohnya pada cuaca berawan. Oleh lantaran itu, kalau mendapatkan intensitas cahaya rendah, tanaman-tanaman dari golongan C4 pun rendah hasilnya. Mengenai sifat-sifat umum yang dimiliki oleh tanaman-tanaman dari golongan C3 dan C4, sanggup dilihat dengan terang pada Tabel 8.
Gbr. 51. Pengaruh intensitas cahaya terhadap hasil higienis fotosintesis (net photosynthetic yield) pada tumbuhan golongan C3 dan C4.
Berdasarkan Tabel 8, terang bahwa tumbuhan golongan C4 sanggup tumbuh lebih baik dariipada tumbuhan golongan C3 dalam keadaan lingkungan yang kurang baik. Hal ini sanggup kita lihat bahwa di tempat kering umumnya tanaman-tanaman dari golongan C4 sanggup hidup lebih baik dibanding dengan tumbuhan C3.
Ururtan reaksi kimia fotorespirasi pada tumbuhan C3 sebagai berikut:
1. Reaksi Ribulosa 1,5-bifosfat + O2 2-Fosfoglikolat + 3-Fosfogliserat (PGA) + 2 H+ di katalisis oleh Rubiksco Oksidase)
Pada proses kedua, reaksinya terutama dikatalisis oleh RuBP oksigenasi. Jika asam fosfoglikolat kemudian mengalami reaksi difosforilasi (melepaskan fosfatnya), maka akan terbentuk asam glikolat (glyc0l1c acid) dan asam fosfat (phosphate acid). Pada kedua reaksi ini, kompetisi O2 dan CO2 sangatlah menentukan (karboksilasi-oksidasi).
Asam glikolat dibuat dalam jumlah yang secara nisbah lebih banyak pada daun-daun tumbuhan golongan C3 pada waktu terdapat cahaya (fotorespirasinya tingggi). Pada tumbuhan C4, yang fotorespirasinya rendah, jikalau terdapat cahayapun pembentukan asam glikolat sangatlah rendah, ini berarti bahwa RuBP lebih banyak menangkap CO2. Asam glikolat hanya akan terbentuk dalam daun-daun yang hijau jikalau mendapatkan cahaya, sedang dalam keadaan gelap tidak terjadi.
Pada tanaman-tanaman golongan C3, dengan bertambahnya kadar O2 atmosfir, menambah pula RuBP yang dioksidasi menjadi asam glikolat. Ini berarti CO2 yang ditangkap (oleh RuBP) semakin sedikit jikalau kadar O2 lebih dari 2%. Sehingga pembentukan asam glikolatnya semakin cepat pula. Akibatnya, pada tanaman-tanaman golongan C3 terjadi akumulasi asam glikolat.
Fosfoglikolat akan ditranslokasi ke peroksisom dan ke metakhondrea untuk selanjutnya akan mengalami reaksi bertrut-turut hingga menjadi 3-fosfogliserat (PGA).
2. Reaksi Fosfoglikolat + H2O Glikolat + HOPO3= di katalisis oleh enzim Fosfoglikolat fosfatase
3. Reaksi Glikolat + O2 Glioksilat + H2O2 yang di katalisis oleh enzim Glokolat oksidase
4. Reaksi Katalase (dalam Peroksisom)
2H2O2 2H2O + O2
5. Reaksi Transaminasi glioksilat dengan asam amino Glutamat yang di katalisis oleh Glioksilat:glutamate aminotransferase
Glioksilat dalam peroksisom akan mengalami rekasi transaminasi dengan asam amino glutamate akan menghasilkan asam amino glisin. Asam amino glisin selanjutnyaakan d translokasi ke metakhondrea dan dalam metakhondrea mengalami reaksi dekarboksilase yang dikatalisis oleh enzim glysin dekarboksilase dengan H4-folat akan melepaskan CO2
dan menghasilkan metilen H4–folat. Metilen H4–folat selanjutnya dengan asam amino glisin akan menghasilkan asam amino serin yang akan di kembalikan ke peroksisom. Dalam proksisom akan menglami reaksi reduksi menjadi gliserat dan selanjutnya di translokasi ke khloroplast. Dalam khloroplast akan mengalami reaksi fosforilasi sehingga kembali akan terbentuk PGA.
6. Metilen H4-folat + H2O + Glisin Asam amino serin + H4-folat (dalam Metakhondrea)
7. Reaksi Transaminasi Serin dengan asam α-ketoglutarat yang di kalaisis oleh enzim serin aminotransferase akan menghasilkan hihroksipiruvat dengan asam amino glutamate.
8. Rekas reduksi hidroksi pirufat yang di katalisis oleh enzim hidroksipiruvat reduktase
9. Reaksi fosforilase gliserta yang di ketalisis oleh ensim gliserat kinase
(Khloroplast)
Tabel 8. Perbedaan Umum Tumbuhan C3 dan C4
BAB VI
RESPIRASI
Respirasi berasal dari bahasa latin “Respirate” yang berarti bernapas. Respirasi bagi tumbuhan yaitu suatu proses pelepasan energi kimia molekul organik yang berlangsung dalam mitokondria sel. Energi molekul-molekul organik tidak lain merupakan energi cahaya matahari yang tersimpan dalam ikatan molekul organik pada waktu proses fotosintesis.Energi yang terikat dalam molekul organik sanggup dibebaskan melalui pernapasan atau pemutusan ikatan-ikatan antara karbon dengan karbon dan antara karbon dengan H melalui proses repirasi. Respirasi dan pembakaran pada prinsipnya sama lantaran keduanya merupakan proses pelepasan energi. Pembakaran merupakan suatu proses pelepasan energi melalui perombakan ikatan molekul organik secara menyeluruh dan tidak terkontrol, dengan demikian maka energi yang lepas semuanya dalam bentuk panas dan nyala. Pada proses respirasi, perombakan ikatan molekul berlangsung secara terkontrol, energi yang lepas tidak keluar dalam bentuk panas dan nyala, tetapi dipindahkan bertahap dan disimpan sementara dalam Adenosin trifosfat (ATP) yang terbentuk dari Adenin bifosfat (ADP) engan P-an organik (Pi) pada prose fosforilasi oksidatif.
Ikatan kimia dari senyawa-senyawa organik pada umumnya berenergi rendah, sedang untuk berlangsungnya reaksi-reaksi metabolisme dalam organisme yang hidup mirip tumbuhan diharapkan energi yang sangat tinggi. Untuk itu, maka energi kimia materi organik (gula, hidrat arang, dan materi organik lain) berangsur-angsur dilepaskan dan dikumpul dalam suatu ikatan kimia ATP. ATP yang berenergi tinggi merupakan senyawa kimia yang bisa mendapatkan dan memindahkan energi untuk berlangsungnya banyak sekali reaksi metabolisme. Energi ATP terutama tersimpan dalam ikatan fosfat ke 2 dan ke 3 dengan kandungan energi masing-masing antara 8.000-12.000 kal/mol.Respirasi merupakan kebalikan dari fotosintesis
Ekstraksi Energi Kimia Senyawa Organik
Perubahan dan penentuan reaksi ikatan senyawa-senyawa organik dalam respirasi melibatkan banyak sekali reaksi oksidasi, reduksi, dan dehidrogenase yang berlangsung dengan sumbangan enzim. Oksidasi yaitu proses pengambilan elektron dari suatu senyawa organik yang bereaksi dengan oksigen. Pengambilan elektron yang diikuti pelepasan atom H dari suatu senyawa organik disebut dehidrogenase. Sebaliknya reduksi yaitu penambahan elektron suatu senyawa organik diikuti dengan penambahan hidrogen.
Gbr. 53. Bagan reaksi-reaksi kimia repirasi (dikutip dari Hari Suseno, 1984 yang telah dimodifikasi).
Respirasi tumbuhan intinya merupakan mobilisasi dan oksidasi senyawa-senyawa organik secara terkendali untuk membebaskan energi bagi pemeliharaan dan perkembangan tumbuhan. Pelepasan energi pada proses respirasi mencakup tiga proses penting yang terjadi secara bertahap (Gambar 53).
Oksidasi molekul senyawa organik mengakibatkan perombakan dan pemutusan ikatan molekul menghasilkan molekul karbon yang lebih kecil (intermedit), yang berlangsung terus hingga terbentuk CO2, oksidasi akan mengakibatkan pembentukan dan pelepasan energi. Energi yang lepas yang ditangkap oleh ADP, dengan Pi diubah dan disimpan dalam bentuk energi kimia ATP (Fosforilasi Oksidatif). Tidak semua energi yang lepas ditransfer ke dalam energi ATP. Tetapi sebagian lepas dalam bentuk panas. Efisiensi hanya mencapai 54-55% pada respirasi aerobik dan hanya sekitar 12% pada respirasi anaerobik (fermentasi).
Reaksi Kimia Respirasi
Bahan bakar (substrat) utama respirasi yaitu glukosa (C6H12O6). Sehingga reaksi umum respirasi yaitu :
C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6 H2O
Gbr 54. Ilustrasi tahapan reaksi kimia respirasi
Reaksi ini sesungguhnya tidak demikian, lantaran O2 tidak pribadi bereaksi dengan C6H12O6 tetapi intermedit, hasil perombakan molekul mengalami penambahan air (H2O). Atom hidrogen dari molekul intermedit bereaksi dengan O2 dan tereduksi menjadi air (H2O). Dengan demikian reaksi umum respirasi yang lebih sesuai yaitu :
C6H12O6 + 6 H2O + 6 O2 6 CO2 + 12 H2O
Reaksi inilah yang merupakan kebalikan dari reaksi umum fotosintesis.
Cahaya
6 CO2 + 12 H2O C6H12O6 + 6 H2O + 6 O2
hijau daun
Metabolisme respirasi secara terperinci dibedakan atas 4 tahap reaksi secara berturut-turut yaitu : (1) Glikolisis; (2) Dekarboksilasi dan oksidasi piruvat; (3) Siklus asam sitrat (Siklus Krebs); serta (4) Transpor elektron dan fosforilasi oksidatif (Oksidasi terminal).
1. Glikolisis
Glikolisis yaitu lintasan reaksi metabolisme konversi substrat (glukosa atau gula) menjadi asam piruvat. Lintasan reaksi galikolisis pertama kali di temukan oleh Gustav Embden dan Otto Meyerhof
Gmbar 55. Tahap I lintasan Embden-Meyerhof Pathway (EMP) pada glikolisis
sehingga dikenal dengan Embden- Meyerhof Pathway (EMP).Rekasi kimia terdiri dari dua tahap reaksi kimia. Pada tahap awal glikolisis, glukosa diubah menjadi fruktosa 1,6 bifosfat dengan memanfaatkan dua molekul ATP. Fruktosa 1,6 bifosfat dipecah menjadi 2 molekul senyawa 3 karbon (3C) yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida 3-fosfat yang keduanya merupakan isomer gliseraldehida 3-fosfat.
Pada tahap ke dua, gliseraldehida 3-fosfat mengalami dehidrogenase dikuti dengan pengikatan ion fosfat anorganik (Pi).
sehingga akan terbentuk 1,3-bifosfogliserat. Lintasan tahap ke dua glikolisis dari senyawa antara 1,3 bifosfogliserat hingga terbentuknya asam piruvat akan di hasilkan senyawa-senyawa antara secara berturut-turut yaitu 3-fosfogliserat, 2-fosfogliserat dan fosfoenolpiruvat. Pada perubahan asam 1,3-difosfogliserat menjadi 3-fosfogliserat dari fosfoenolpiruvat menajdi asam piruvat dirangkaikan dengan pembentukan ATP dari ADP dan Pi yang dilepaskan dari senyawa tersebut. Seluruh reaksi perubahan glukosa sehingga terbentuk asam piruvat melibatkan banyak sekali enzim dengan ko factor masing-masing enzim sesuai substrat yang bereaksi.
Seluruh rangkaian reaksi kimia glikolisis yaitu sebagai berikut:
a) Rekasi fosforilase glukosa oleh ATP yang di katalisis oleh enzim heksokinase dengan kofaktor Mg++. Reaksi ini merupakan tahap awal dari glikolisis yang mengkoversi glukosa yang tidak bermuatan ion ke dalam satu anion yang terjerat di dalam sel. Secara biologis glukosa merupakan senyawa pasif yang tidak mobil, di aktifkan melalui ionisasi subtrak menjadi bentuk aktif dan kendaraan beroda empat dalam bentuk glukosa fosfat yang sangat penting untuk kelanjutan proses metabolism.
b) Reaksi isomerisasi glukosa 6-fosfat menjadi fruktosa 6-fosfat yang di katalisis oleh enzim heksosafosfat isomerase dengan aktifator Mg++. Reaksi ini secara bebas sanggup bolak balik tergantung dari konsentrasi heksosa fosfat dalam sel. Glukosa fosfat akan terus mengalir selama pross glikolisis berlansung.
c) Reaksi konversi fruktosa 6-fosfat menjadi fruktosa 1,6-bifosfat oleh ATP yang di katalisis oleh enzim fosfofruktokinase. Reaksi ini tidak bisa di bolak balik lantaran energi bebasnya yang besar (= +54 kcal/mol) pada arah yang kebalikan.
d) Reaksi hidrilisa fruktosa 1,6-bifosfat menjadi dua molekul senyawa 3 karbon dalam bentuk dihidroksiaseton fosfat dan fosfogliseraldehida 3-fosfat yang di katalisis oleh enzim Aldolase
e) Reaksi isomerisasi dihidroksiaseton fosfat dengan gliseraldehida 3-fosfat yang di katalisis oleh enzim triosaosfat isomerase. Gliseraldehida 3-fosfst selanjutnya akan diproses dalam glikolisis menjadi asam piruvat dan dihidroksi asetom fosfat akan mengalam reaksi isomerisasi menjadi geliseraldehida 3-fosfat untuk ikut reaksi glikolisis selanjunya.. Dalam reaksi ini terdapat senyawa antara dalam bentuk senyawa enidiol
f) Tahap yang kedua dari reaksi kimia glikolisis yang merupakan tahap pembentukan senyawa-senyawa enrgi ATP dan NADH. Tahap awal dari reaksi ini yaitu reduksi gliseraldehida 3-fosfat oleh NAD dngan ion fosfat (Pi) yang dikatalisis oleh enzim gliseraldihida 3-fosfat dehidrogenase menghasilakn senyawa 1,3-bifosfoglirat dan senyawa energy Nukleotida Adenosin Dinukleotida yang tereduksi (NADH). Reaksi ini sanggup bolak balik yang di katalisis oleh enzim yang sama
g) Reaksi pemeindahan ion fosfat dari 1,3-bifosfogliserat ke gugus karboksil ADP menjadi ATP yang di katalisis oleh enzim fosfogliserat kinase dengan kofaktor Mn++ sehingga terbentuk senyawa 3 fosfogliserat. Reaksi ini merupaan reaksi bolak balik.
h) Reaksi pemindahan ion fosfat dari rantai karbon ke 3 senyawa 3- fosfogiserat ke rantai karbon ke dua menjadi 2-fosfogliserat yang di katalisis oleh enzim fosfogliserta mutase. Reaaksi ini merupakan reaksi bolak balik yang dikatalsis oleh enzim yang sama.
i) Reaksi konversi 2-fosfogliserat menjadi fosfoenol piruvat yang di katalisis oleh enzim enolase.
j) Reaksi tahap terakhir dari glikolisis yaitu adalah pelepasan gugus fosfat dari fosfoenol piruvat berenergi rendah ke gugus karboksil dari ADP menjadi ATP berenergi tinggi dan akan terbentuk Asam piruvat yang merupakan produk selesai dari glikolisis. Rekasi ini di katalisis oleh enzi piruvat kinase
Reaksi glikolisis berlangsung diluar mitakhondrea tanpa kehadiran oksigen (O2) tetapi tahap berikutnya membutuhkan
Gbr. 56 Bagan proses fermentasi (reaksi perubahan asam piruvat menjadi etanol, (modifikasi dari Bidwell,1979).
oksigen. Apabila O2 tidak tersedia, maka akan terjadi akumulasi asam piruvat dan lintasan reaksi akan berbelok ke proses fermentasi (respirasi anaerobik).Pada proses fermentasi akan dihasilkan asetaldehida melalui proses dekarboksilasi. Asetaldehida direduksi oleh NADP membentuk etanol (Gambar 56).
Dekarboksilase oksidasi piruvat
Asam piruvat sebagai senyawa produk selesai glikolisis akan mengalami reaksi dekarboksilasi oksidatif apabila cukup oksigen. Reaksi-reaksi dekarboksilasi oksidatif piruvat terjadi pada mitokondria sel dengan sumbangan kofaktor dan koenzim yaitu : tiamin pirofosfat (TPP), NAD, koenzim-A (Ko-A), asam lipoat merupakan kunci utama untuk memulai reaksi-reaksi siklus asam sitrat (siklus krebs). Ko-A, TPP dan asam lipoat
Gbr. 57. Reaksi perubahan asam piruvat menjadu Asetil Ko-A
merupakan koenzim yang mengandung sulfur. Tiamin piruvat (TPP) tidak lain yaitu : vitamin B1, sedangkan asam lipoat merupakan koenzim yang mengandung vitamin B dalam bentuk asam panthotenoat. Hal ini memperlihatkan peranan S sebagai salah satu hara esensial dan Vitamin B2 sebagai vitamin esensial bagi tanaman. Asetil Ko-A merupakan kunci perombakan bahan-bahan baku mirip hidrat arang, lemak, dan protein sebelum proses respirasi aerobik melalui fase Siklus Krebs.
Bahan bakar utama respirasi yaitu karbohidrat (hidrat arang), tetapi bila kandungan karbohidrat dalam tumbuhan mulai menurun maka protein dan lemak akan di manfaatkan sebagai materi baku respirasi. Penggunaan protein dan lemak sebagai materi baku respirasi pada tumbuhan tingkat tinggi banyak di jumpai pada proses perkecambahan. Fungi, binatang dan insan banyak memanfaatkan materi organik non karbohidrat sebagai materi baku respirasi. Bagan lintasan reaksi Karbohidrat, protein dan lemak dalam respirasi mirip pada Gambar 58.
Gbr. 58. Asetil Ko-A sebagai kunci perombakan hidrat arang, lemak, dan protein (Evert. and Susan, 2005).
Daur Asam Sitrat (Siklus Krebs)
Asetil Ko-A merupakan mata rantai penghubung antara glikolisis dengan siklus Krebs. Dikatakan siklus kreb untuk menhargai Hans A Krebs Ahli biokimia dari Inggris) yang pertama kali memperkenalkan daur reaksi ini pada tahun 1937.
Gbr. 59. Siklus Krebs pada respirasi aerob (Evert. and Susan, 2005).
Pada reaksi-reaksi siklus krebs akan terbentuk asam-asam organik yang diikuti dengan pembebasan elektron. Pembebasan elekron dari senyawa-senyawa organik ditransfer ke NAD+ untuk membentuk NADH2 atau ke ubikuinon atau untuk membentuk ubikuinol yang akhirnya akan menghasilkan NADH2 pada oksidasi – reduksi asam -lipoat. Transfer elektron terjadi pada tahap reaksi dehidrogenase asam isositrat menjadi asam oksalosuksinat, reaksi perubahan asam -ketoglutarat menjadi suksinil Ko-A dan reaksi dehidrogenase asam malat menjadi asam oksaloasetat. Selain NADH2 yang merupakan produk penting dari sklus krebs, juga pembentukan FADH2 dan ATP. Pada tahap reaksi suksinil Ko-A menjadi suksinat terjadi pembebasan Ko-A dirangkaikan dengan pembentukan GTP (guanintrifosfat) dari GDP (guaninbifosfat dengan Pi). GTP yang terbentuk dari reaksi ini digunakan untuk mensintesis ATP dan ADP yang dikatalisis oleh enzim bifosfatkinase.
Asam suksinat selanjutnya teroksidasi menjadi asam fumarat. Hidrogen yang dibebaskan pada reaksi ini diterima oleh FAD sehingga terbentuk FADH2. Reaksi siklus Krebs secara lengkap diperlihatkan pada Gambar 59.
Pembentukan ATP dari fosfor an organik (Pi) pada perubahan suksinat Ko-A menjadi asam suksinat merupakan fosforliasi substrat. Suksinil Ko-A berasal dari dekarboksilasi oksidatif dengan Ko-A oleh enzim dekarboksilase a-ketoglutarat dari enzim theokinase suksinat
Pada siklus Krebs dibebaskan 2 molekul CO2 yaitu pada reaksi perubahan isositrat menjadi asam a-ketoglutarat dan dari ketoglutarat menjadi suksinil Ko-A. CO2 yang dibebaskan ini merupakan klarifikasi dari CO2 yang dihasilkan pada reaksi umum respirasi.
Transpor Elektron dan Fosforilasi Oksidatif
Pada tahap glikolisis metabolisme asam piruvat dan siklus Krebs, terjadi 5 kali reaksi dehidrogenase substrat dengan mereduksi NAD+ menjadi NADH dan satu kali reaksi dehidrogenase terjadi dengan mereduksi FAD menjadi FADH. Substrat yang teroksidasi (3-fosfogliseraldehida, asam piruvat, asam a-ketoglutarat, asam suksinat, dan asam malat) mulai-mula akan bereaksi dengan NAD atau NADP. Substrat akan melepaskan 2 elektron dan 2 ke NAD atau NADP mengakibatkan NAD atau NADP akan tereduksi menjadi NADH2 atau NADPH2. NADH2 atau NADPH2 memindahkan 2 elektron dan 2 H+ ke FAD atau FMN yang mengakibatkan FAD tereduksi menjadi FADH2 atau FMNH2 dan sebahagian energinya digunakan untuk sintesa 1 molekul ATP dari ADP dan Pi. FADH2 atau FMNH2 selanjutnya memindahkan 2 elektron dan 2 H+ ke suatu enzim yang mengandung besi (Fe) yang terikat pada gugus SH. Hal ini mengakibatkan enzim tersebut tereduksi dan mengakibatkan Fe+++ (fero) teroksidasi menjadi Fe++ (feri). Selanjutnya dari enzim ini memindahkan 2 elektron dan 2 H+ ke ubiquinon (UQ) sebagai enzim dan pembawa elektron pada rantai respirasi terdiri dari beberapa komponen yaitu lemak, protein strukturil, flavoprotein, ubiquinon, dan sitokrom. Lemak dan protein strukturil dalam rantai respirasi gres terang peranannya dalam rantai transpor elektron, sedang sitokrom, ubiquinon, dan flavoprotein mengkatalisis irutan tahap reaksi transfer elektron dalam rantai transpor elektron. Ubiquinon disebut pula koenzim Q (Ko-Q) merupakan senyawa mirip halnya plastoquinon yang terdapat dalam khloroplas. Sitokrom merupakan suatu protein yang mengandung besi dalam cincin porfirin. Sitokrom dalam rantai transfer elektron dibedakan atas sitokrom b, sitokrom c, dan sitokrom oksidase yang terdiri dari sitokrom a dan sitokrom a3. Trnasfer elektron dari ubiquinon ke sitokrom c dan dari sit a ke sit a3 terjadi pembebasan energi yang selanjutnya digunakan untuk sintesa ATP. Pada sitokrom a3 elektron ditransfer ke O2 yang selanjutnya tereduksi menjadi air.
2 Fe2+ + 2 H+ + ½ O2 2 Fe3+ + H2O
Pada tahap terakhir dari rantai transfer elektron dalam rantai respirasi ini melibatkan ion tembaga (Cu++) antara komponen Fe dengan sit a dan sit a3.
Gbr. 60. Model transpor elektron dan fosforilasi oksidatif pada rantai respirasi (dikutip dari Noggle dan Fritz, 1989).
Elektron dari NADH2 & FADH2 mempunyai energy tinggi, ditranfer ke elektron carrier pada membran dalam mitokhondria. Energi yang dilepaskan dalam transfer elektron di gunakan oleh pompa proton yang memompa proton melalui membrane dalam keruang inter membran mitokondria• Akibat dari pemompaan proton mengakibtakn perbedaan pH dan potensial antara matriks dengan ruang inter membran mitokhondrea sehingga timbul energi
untuk mengembalikan proton H+ kembali ke matriks. Proton H+ yang kembali ke matriks dimanfaatkan untuk oleh enzimATP sentese untuk membentuk ATP. Setiap NADH2 dalam transpor elektron akan diproduksi 3 molekul ATP, sedang untuk setiap molekul FADH2 hanya diproduksi 2 molekul ATP lantaran FADH2 masuk ke dalam sistem angkutan sehabis NADH2. pembawa elektron berikutnya. Demikian seterusnya terjadi pemindahan elektron dan H+ ke pembawa elektron berikutnya dan secara bergantian terjadi reduksi dan oksidasi hingga pada pembawa elektron terakhir dari rantai respirasi.
Setelah diketahui seluruh tahap reaksi kimia respirasi, maka sanggup dihitung tingkat efisiensi respirasi. Dari seluruh rangkaian respirasi diperoleh bahwa setiap molekul heksosa (glukosa) 2 molekul asam piruvat pada tahap glikolisis. Pada tahap reaksi glikolisis diperoleh 1 NADH2/NADPH2 dan 2 ATP, sedang pada dehidrogenase oksidatif piruvat diperoleh 1 NADH2 untuk setiap molekul asam piruvat. Pada tahap reaksi glikolisis diperoleh 3 NADH2, 1 FADH2 dan 1 molekul GTP yang sanggup menghasilkan 1 ATP untuk setiap molekul asetil Ko-A. Dengan demikian, maka reaksi-reaksi yang terjadi pada respirasi aerob diperoleh; 2(1+1+3) NADPH2 = 10 NADPH2; 2x1 FADH2 = 2 FADH2 dan 2x2 ATP = 4 ATP.
NADH + H+ + ADP + Pi + ½ O2 NAD + H2O + ATP
(Pi = H3PO4)
Efisiensi Respirasi
Pada proses pengangkutan elektron melalui rentai respirasi aerob, diperoleh bahwa setiap NADPH2 serta dengan 3 ATP dan setiap 1 FADH2 diperoleh 2 ATP (lihat Gambar 53), sedang rincian produksi ATP pada glikolisis dekarboksilasi oksidasi piruvat dan siklus krebs diperlihatkan pada Gambar 61. Dengan demikian, maka diperoleh 10 x 3 ATP = 30 ATP, 2x2 ATP = 4 ATP dan 4 ATP terbentuk secara langsung. Energi yang dimanfaatkan dalam banyak sekali metabolisme yaitu energi yang terkandung dalam ikatan P yang ketiga dari ATP.
Hidrolisa P yang ketiga dari ATP akan menghasilkan energi sebesar 10.000 kal, dengan demikian maka setiap molekul glukosa sebagai materi bakar respirasi diperoleh sekitar 38 x 10.000 kal = 380.000 kal, jadi efisiensi respirasi aerobik yaitu :
38.000/690.000 atau 710.000 x100% = 55-54 %
Gbr. 61. Ringkasan Metabolisme Respirasi Aerob dan An aerob
Gbr. 62. Bagan perincian produksi ATP pada Glikolisis, Siklus Krebs dan Transpor elektron/Fosforilasi oksidatif
Untuk respirasi anaerob (fermentasi), hanya diproduksi 8 ATP, sehingga efisiensi respirasinya : 80.000/690.000 atau 710.000 x100% = 12 %
Jalur Pentosa Fosfat (JPF)
Jalur pentosa fosfat biasa disebut jalur oksidasi langsung, jalur fosfoglukonat atau heksosa monofosfat “shunt”. Jalur pentosa fosfat ini berlangsung dalam sitosol mirip pada glikolisis dan JPF, yang bertindak sebagai penerima hidrogen yaitu NADP.
Gbr. 63. Bagan reaksi lintasan PPP dengan enzim yang bekerja (dikutip dari Salisbury dan Ross, 1995).
Reaksi pertama pada JPF, melibatkan glukosa-6-fosfat hasil penguraian pati oleh enzim fosforilase. Glukosa-6-fosfat segera dioksidasi atau dihidrogenase membentuk 6-fosfoglukono lakton yang kemudian dengan cepat dihidrolisis menjadi asam 6-fosfoglukonat, kemudian mengalami dekarboksilase oksidatif menghasilkan ribulosa-5-fosfat. Reaksi selanjutnya ribulosa-5-fosfat mengalami perubahan menjadi senyawa pentosa fosfat dalam bentuk ribosa-5-fosfat atau xilulosa-5-fosfat. Reaksi selanjutnya sama dengan yang terjadi pada siklus Calvin (tanaman C3). Bagan reaksi jalur pentosa fosfat dengan enzim yang bekerja diperlihatkan pada Gambar 63.
Beberapa senyawa pada lintasan JPF dijumpai pada siklus kelvin pada fotosinteesis tumbuhan C3. Perbedaan utama antara lintasan JPF dengan sikluas kelvin pada fotosintesis terletak pada status senyawa tersebut. Pada diklus kalvin, senyawa-senyawa tersebut di sintesis sedang pada JPF senyawa-senyawa tersebut dirombak. Dengan demikian maka JPF serupa dengan glikolisis. Perbedaan antara glikolisis dengan JPF terletak pada penerima elektronnya. Pada glikolisis yang bertindak sebagai penerima elektron yaitu NAD+ sedang pada glikolisis yaitu NADP+
Senyawa Antara (Intermedit) Respirasi dan
Sintesa Makro Molekul
Intermedit respirasi merupakan senyawa dasar untuk sintesa makro molekul yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ATP sebagai sumber energi dan elektron dari NADPH/NADP yang dihasilkan dari proses respirasi dari lintasan PPP.
Peranan respires aerob dalam penyediaan senyawa dasar untuk banyak sekali sintesa makro molekul yang dibutuhkan dalam proses prtumbuhan dan perkembangan tumbuhan mirip lipid, protein, lemak, khlorofil dan asam nuklet (Gambar 63).
Pada pembentukan senyawa-sebyawa makro molekul penyusun sel tumbuhan diharapkan ATP dan elektron yang yang bersumber dari NADH atau NADPH. NADP dan NADPH disamping bersumber dari fase terang
Gbr. 64. Penyederhanaan Glikolisis dan Siklus Krebs untuk Menunjukkan Senyawa Intermedit yang Digunakan untuk Membentuk Senyawa Makro dan Senyawa Lain pada Tumbuhan
fotosintesis dan respirasi, juga dipasok oleh Lintasan Pentosafosfat Pada sintesa makro molekul untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan reaksi glikolisis dan siklus krebs menyediakan senyawa-senyawa dasar dalam bentuk asam-asam organik sebapagi produk intermediat respirasi.
Apabila asam-asam organik contohnya asam oksaloasetat ini dimanfaatkan sebagai materi dasar pembentukan senyawa-senyawa makro molekul, maka siklus krebs akan terhambat bahkan sanggup terhenti. Oleh lantaran itu maka harus ada prosedur lain yang bisa memasok kembali asam oksaloasetat yang telah terpakai tersebut. Pergantian atau pengisian kembali asam-asam organik yang telah terpakai berlasung melalui reaksi anaplerotik. Reaksi anaplerotik ini intinya berlansung siang malam sepanjang diffusi CO2 terus berlansung. CO2 dalam bentuk HCO3 oleh enzim PEP akan merngubah asam fosfoenolpiruvat menjadi asam aksaloasetat.
BAB VII
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
TANAMAN
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu koordinsi yang baik dari banyak insiden pada tahap yang berbeda, yaitu tahap biofisika dan biokimia ke tahap organisme dan menghasilkan suatu organisme yang utuh dan lengkap.
Pertumbuhan tumbuhan sering didefinisikan sebagai pertambahan ukuran dan berat kering tumbuhan yang tidak bisa balik, sedang Perkembangan merupakan pertumbuhan yang telah mengalami proses diferensiasi baik secara anatomi maupun secara fisiologis. Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan merupakan suatu proses yang sangat kompleks dan banyak cara yang sanggup dilakukan untuk memahaminya.
Pertumbuhan dan perkembangan untuk tumbuhan sementara sanggup dipisahkan dalam mempelajarinya.Pertumbuhan memperlihatkan suatu pertambahan dalam ukuran dengan menghilangkan konsep-konsep yang menyangkut perubahan kualitas mirip pengertian ukuran penuh (full size) dan kedewasaan (maturity) yang tidak relefan dengan pengertian pertambahan. Pertumbuhan sanggup diukur sebagai pertambahan panjang, lebar, luas, dan diameter, volume, massa atau berat segar dan berat kering. Setiap parameter pertumbuhan menggambarkan sesuatu yang berbeda dan jarang adanya hubungan sederhana antara mereka pada organisme yang sedang tumbuh. Hal ini disebabkan lantaran pertumbuhan sering terjadi dalam arah dan kadar cepat yang berbeda satu sama lain tanpa adanya keterkaitan secara langsung. Keadaan mirip ini mengakibatkan perbandingan linier luas dan volume tidak terjadi pada waktu yang bersamaan. Misalnya pada proses perkecambahan biji, paa awalnya terjadi penyerapan air yang sanggup diikuti dengan pertumbuhan yang nyata, selanjutnya terjadi pertambahan volume dan berat basah, tetapi tidak demikian dengan berat keringnya. Bersamaan dengan itu kecambah bertambah panjang secara mencolok tetapi tidak terjadi pengurangan (penurunan) berat kering. Pertambahan ukuran sanggup terjadi sebagai akhir adanya penyerapan air yang sanggup bersifat permanen atau sementara.
Perkembangan sanggup didefinisikan sebagai suatu perubahan yang teratur dan berkembang menuju suatu keadaan yang lebih tinggi,lebih teratur, atau lebih kompleks. Perkembangan menyangkut suatu seri perubahan pada organisme yang terjadi sepanjang daur kehidupan tumbuhan yang mencakup pertumbuhan dan diferensiasi. Perkembangan sanggup terjadi tanpa pertumbuhan dan sebaliknya pertumbuhan sanggup terjadi tanpa perkembangan, tetapi kedua proses ini saling berafiliasi dan terkait dalam suatu proses. Perkembangan mewujudkan perubahan dan perubahan-perubahan tersebut sanggup berjalan secara bertahap atau berjalan sangat cepat. Pada perkembangan, tidak hanya perubahan kuantitatif tetapi juha menyangkut perubahan kualitatif di antara sel, jaringan, dan organ yang sering disebut sebagai proses diferensiasi. Peristiwa perkembangan yang penting mirip perkecambahan, pembungaan atau penuaan (senescence) menghasilkan perubahan yang mendadak di dalam kehidupan atau pola pertumbuhan tanaman. Proses-proses perkembangan lainnya berlangsung terus secara lambat atau bertahap selama separuh atau seluruh hidup tumbuhan.
Kinetika Pertumbuhan
Telah usang dipertimbangkan bahwa apabila pertumbuhan suatu organ atau organisme sanggup secara niscaya diterangkan dengan rumus atau model matematika, maka kita akan memperoleh kejelasan wacana pola pertumbuhan. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan ini sangat kompleks, sehingga formulasi yang memuaskan, barangkali masih jauh untuk kita peroleh.
Sejumlah perjuangan telah dilakukan untuk menjelaskan pertumbuhan secara matematika. Dalam beberapa hal belum banyak berhasil, lantaran yang dijelaskan dengan teliti oleh mereka hanya untuk pertumbuhan dalam periode yang singkat dan biasanya apabila tidak terjadi perubahan perkembangan yang besar. Model yang demikian kurang menawarkan tambahan ilmu kepada kita wacana sebab-sebab perkembangan. Akhir-akhir ini sejumlah model matematika untuk pertumbuhan tumbuhan budidaya telah banyak diuraikan. Dengan melibatkan parameter lingkungan mirip cahaya, suhu, air, dan lain-lain, suatu model pertumbuhan yang sederhana dari satu potongan tumbuhan mirip akar, daunm dan batang telah dilakukan. Suatu pola pertumbuhan yang khas tumbuhan semusim sanggup dilihat pada Gambar 65 A dan B. Pada gambar tersebut pola pertumbuhan sanggup dibagi dalam tiga fase pertumbuhan, yaitu (1) fase logaritmik atau fase eksponensial, (2) fase linier
dan (3) fase penurunan kadar kecepatan pertumbuhan disebut penuaan (senesence). Kadar kecepatan pertumbuhan diperlihatkan pada Gambar 65 C. Peningkatan kadar kecepatan pertumbuhan terjadi selama fase linier dan menurun menuju nol selama proses penuaan. Kurva Gambar 65 A dan 65 B merupakan kurva yang ideal.
Keterangan :
a= Fase eksponensial
b= Fase linier
c= Fase penurunan
pertumbuhan
Gbr. 65. Kurva pertumbuhan ideal tumbuhan semusim (A & B) dan pertumbuhan logaritmik (C),
Banyak tumbuhan yang menampilkan kurva pertumbuhan yang sama sekali berbeda. Satu atau fase-fase lain sanggup tertekan atau bahkan hilang dan kadar kecepatan pertumbuhannya sanggup berfluktuasi dari waktu kewaktu. Variasi-variasi yang demikian biasanya disebabkan oleh peristiwa-peristiwa perkembangan dan sangat sukar digambarkan dalam istilah matematika.
Pola Pertumbuhan dan Perkembangan
Ada dua aspek yang sanggup kita kaji dari proses perkembangan tumbuhan yaitu: (1) aspek morfologi dan anatomi; (2) aspek fisiologi dan biokimia. Pada aspek morfologi dan anatomi kita sanggup mengkaji perubahan-perubahan struktur yang terjadi yang terlihat selama proses perkembangan tumbuhan. Kita akan sukar memahami perkembangan tanpa mempelajari proses fisiologi dan biokimia. Proses fisiologi dan biokimia ini sangat menentukan perubahan morfologi suatu organisme sehingga aspek fisiologi dan biokimia merupakan subyek utama dalam mempelajari bidang ilmu ini yang kini lebih dikenal dengan istilah morfogenesis. Morfogenesis yaitu proses perubahan-perubahan bentuk dan struktur yang melibatkan perubahan fisika dan kimia sel sehingga morfogenesis lebih tepat disebut fisiologi dan biokimia perkembangan.
Perkembangan intinya dipengaruhi oleh faktor internal (dalam) dan faktor luar (lingkungan). Faktor internal yaitu faktor yang melibatkan hormon yang akan mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor luar yang erat hubungannya denga proses perkembangan. Termasuk ke dalam faktor ini yaitu panjang pendeknya hari, suhu, nutrisi, dan lain-lain.
Perkembangan merupakan hasil interaksi antara potensi genetik dengan lingkungan. Genetik merupakan sumber informasi yang dimiliki oleh sel dari suatu organisme, yang mengontrol acara fisiologi dan biokimia di dalam sel sejalan dengan arah perkembangannya. Potensi genetik hanya akan berkembang apabila ditunjang oleh lingkungan yang cocok, yang memberika kemudahan kepada organisme dalam melaksanakan aktivitasnya. Karakteristik yang ditampilkan oleh tumbuhan, ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan secara bahu-membahu atau dengan kata lain pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan merupakan fungsi dari faktor genetik dan lingkungan [P=(G,L)]. Sebagai contoh contohnya hilangnya khlorofil dari tumbuhan sanggup disebabkan oleh faktor genetik maupun lingkungan. Walaupun secara genetik tumbuhan bisa mensintesis khlorofil, tetapi apabila lingkungan kurang menunjang, contohnya tidak ada cahaya atau tidak tersedianya mineral yang dibutuhkan untuk pembentukan khlorofil, maka khlorofil tadi tidak akan terbentuk. Sebaliknya meskipun lingkungan telah menyediakan segala kebutuhan sintesis khlorofil (cahaya dan mineral), tetapi kalau secara genetik tumbuhan tersebut tidak bisa membentuk khlorofil (misalnya jamur), maka khlorofil tersebut tidak akan terbentuk. Genetik mengontrol pembentukan enzim-enzim yang diharapkan dalam sintesis khlorofil.
Kontrol Pertumbuhan
Kontrol Genetik
Setiap sel hidup tumbuhan akan memperoleh kelengkapan genetik yang diturunkan dari induknya dan merupakan sumber informasi untuk melaksanakan kegiatan pertumbuhan dna perkembangan. Sumber informasi ini berada dalam inti sel (nukleus) dan sitoplasma yang terdapat pada kloroplas dan mitokondria. Setiap sel hidup pada tumbuhan, mendapatkan kelengkapan informasi genetik yang orisinil yang diterima pada waktu terjadi pembelahan sel.
Informasi genetik yang tepat, perlu diterima oleh setiap sel pada ketika pembelahan sel terjadi, sehingga setiap organ pada tumbuhan sanggup berkembang pada jalurnya yang tepat. Dalam perjalanan proses perkembangan menuju terbentuknya suatu individu tumbuhan yang utuh dan lengkap, setiap informasi yang tidak relevan atau tidak penting dengan arah perkembangannya tidak akan digunakan. Pemanfaatan informasi ini dalam kaitannya dengan proses perkembangan, akan menyangkut proses pengaktifan gen yang selanjutnya akan melaksanakan transkripsi mRNA. Penurunan mRNA dari DNA pada gen ini, telah terpolakan susunan asam amino yang akan membentuk protein enzim tertentu, yang selanjutnya akan digunakan dalam kegiatan metabolisme (biokimia) dalam sel yang sesuai dengan arah perkembangannya. Proses pengaktifan gen-gen di dalam sel tesebut, harus berjalan dalam urutan yang tepat, artinya setiap tahap pengaktifan akan merupakan prasyarat untuk pengaktifan berikutnya (Bidwell, 1979).
Mekanisme pelaksanaan proses pengaktifan secara umum diusulkan oleh ilmuwan Perancis F. Jacob dan J. Monod yang dikenal dengan nama sistem operon (Gambar 66).
Gbr. 67 . Sebuah hipotesis yang memperlihatkan bagaimana suatu sel yang sama mengalami reaksi yang berbeda terhadap acara gen tunggal, pada fase juvenil dan dewasa.
Jacob dan Monod menggambarkan prosedur pengontrolan sintesis protein diatur oleh gen pengatur (regulator gene), gen operatir (operator gene), dan gen struktur (structural gene). Kombinasi gen operator dengan gen struktur disebut operon. Mekanisme kerja operon ini dikatakan bahwa gen struktur yang memprogram mRNA untuk enzim yang spesifik, berada dalam kelompok atau sendirian, masing-maisng berkombinasi dengan suatu
gen operator yang berfungsi mengatur gen struktur menjadi aktif atau dalam keadaan terbuka, dan menjadi tidak aktif atau dalam keadaan tertutup. Gen pengatur yang letaknya terpisah (bukan potongan dari operon) membentuk suatu molekul pengatur (suatu protein) yang disebut represor (repressor) yang menjaga gen operator dalam keadaan tertutup, sehingga operon berada dalam keadaan tidak aktif.
Hadirnya atau penambahan suatu molekul yang disebut induser (inducer), yang meninaktifkan represor, memberi kesempatan kepada gen operator untuk berada dalam keadaan terbuka, sehingga operon diaktifkan. Beberapa molekul lain yang disebut korepresor (corepressor) sanggup bertindak menutup gen dengan cara mengaktifkan represor kembali, sehingga operon menjadi tertutup dan tidak aktif. Molekul-molekul induser dan korepresor sanggup merupakan metabolit sederhana yang terlibat dalam urutan reaksi atau metabolism. Tidak sukar untuk membayangkan bahwa beberapa aktifitas metabolik sel berkaitan dengan pertumbuhan (misalnya sintesis dinding sel), menghasilkan molekul di samping senyawa antara dalam sintesis dinding sel. Disamping itu, sanggup pula bertindak sebagai induser operon yang memprogram pembentukan mRNA yang akan mensintesis enzim sitoplasmik. Senyawa-senyawa ini lebih lanjut sanggup menghasilkan senyawa antara yang akan merangsang sintesis komponen-komponen struktur dan lain-;ain. Pada tahapan selanjutnya, beberapa senyawa antara atau produk acara metabolik, sanggup pula bertindak sebagai korepresor operon sebelumnya, sesuai dengan urutannya.
Proses pengaktifan satu atau kelompok operon yang spesifik akan selalu mengarah pada satu pola perkembangan. Arah perkembangan pada satu tingkat perkembangan (juvenile) sanggup sangat berbeda dengan arah perkembangan pada tingkat yang lain (dewasa), meskipun kedua-duanya dikontrol oleh operon yang sama (Gambar 67).
Hormon Pertumbuhan
Pertumbuhan dan perkembangan serta pergerakan tumbuhan dikontrol oleh rangsangan dari dalam yang dikeluarkan organ tertentu dari tumbuhan. Sel yang diisiolasi dari organ tumbuhan kemudian di tanam secara in vitro, biasanya akan membelah dan tumbuh mirip halnya in vivo. Tetapi dalam kultur, pertumbuhannya biasanya bersifat tumor, menghasilkan massa sel yang tidak berdfrensiasi. Massa sel yang terbentuk dalam perkembangan selanjutnya, apabila seluruh faktor tumbuh sanggup terpenuhi
akan mengarah kepada pembentukan organ daun, akar atau batang sebagaimana ditentukan oleh posisi sel dalam tumbuhan tersebut. Jenis pengontrolan yang mirip ini, merupakan hasil atau akhir pertumbuhan yang terorganisir dengan baik.
Perkembangan dipengaruhi atau dikontrol oleh hormon, yaitu senyawa-senyawa kimia yang disintesis pada suatu lokasi di dalam tumbuhan, kemudian diangkut ke tempat lain untuk selanjutnya bekerja melalui suatu cara yang spesifik pada konsentrasi yang sangat rendah, untuk mengatur pertumbuhan, perkembangan atau metabolisme. Pada kenyataannya, sangat sukar untuk mendefinisikan istilah hormon dengan tepat. Penggunaan istilah zat pengatur tumbuh sering lebih baik dan memperlihatkan senyawa-senyawa, baik alami maupun sintetik. Konsep zat pengatur tumbuh diawali dengan konsep hormon tanaman. Hormon tumbuhan yaitu senyawa-senyawa organik tumbuhan yang dalam konsentrasi yang rendah sanggup mensugesti proses-proses fisiologis terutama yang terkait dengan proses-prosee pertumbuhan, differensiasi dan perkembangan tanaman, pergerakan stomata, translokasi dan serapan hara dipengaruhi oleh hormon tanaman.
Istilah hormon berasal dari bahasa Gerika yang berarti pembawa pesan kimiawi (Chemical messenger) yang mula-mula dipergunakan pada fisiologi hewan.Perkembangan pengetahuan biokimia dan industry kimia menghasilkan banyak senyawa-senyawa yang mempunyai imbas fisiologis terhadap tumbuhan yang serupa dengan hormon tanaman. Senyawa-senyawa sintetik ini pada umumnya dikenal dengan nama zat pengatur tumbuh tumbuhan (ZPT) atau Plant Growth Regulator. Hormon dan zat pengatur tumbuh pada umumnya aktif pada konsentrasi yang sangat rendah, dan pada konsentrasi tinggi sanggup mengakibatkan kematian tanaman. tanaman
Kadang-kadang sulit memisahkan antara hormon tumbuhan. zat pengatur tumbuh dan inhibitor. Hormoon tumbuhan atau lebih dikenal dengan Fitohormon yaitu senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil (< 1mM) yang disintesis pada potongan tertentu tumbuhan, pada umumnya ditranslokasikan kebagian lain tumbuhan dimana senyawa tersebut, menghasilkan suatu jawaban secara biokimia, fisiologis dan morfologis. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yaitu senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah (< 1 mM) mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah arah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Inhibitor yaitu senyawa organik yang menghambat pertumbuhan secara umum dan tidak ada selang konsentrasi yang sanggup mendorong pertumbuhan.
1. Hormon tumbuhan merupakan potongan dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai terekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan potongan dari proses pembiasaan dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya. Retardan. Gomez-roldan, Victoria; Fermas, Soraya; Brewer, Philip B.; Puech-pag (2008),) mendefinisikan retardan sebagai suatu senyawa organic yang menghambat perpanjangan batang, meningkatkan warna hijau daun, dan secara tidak pribadi mensugesti pembungaan tanpa mengakibatkan pertumbuhan yang abnormal. Sinyal kimia interseluler untuk pertama kali ditemukan pada tumbuhan. Konsentrasi yang sangat rendah dari senyawa kimia tertentu yang diproduksi oleh tumbuhan sanggup memacu atau menghambat pertumbuhan atau diferensiasi pada banyak sekali macam sel-sel tumbuhan dan sanggup mengendalikan perkembangan bagian-bagian yang berbeda pada tumbuhan.
Beberapa ilmuwan menawarkan definisi yang lebih terperinci terhadap istilah hormon yaitu senyawa kimia yang disekresi oleh suatu organ atau jaringan yang sanggup mensugesti organ atau jaringan lain dengan cara khusus. Senyawa kimia pada tumbuhan sering mensugesti sel-sel yang juga penghasil senyawa tersebut disamping mensugesti sel lainnya, sehingga senyawa-senyawa tersebut disebut dengan zat pengatur tumbuh untuk membedakannya dengan hormon yang diangkut secara sistemik atau sinyal jarak jauh.
Fitohormon
Beberapa kelompok fitohormon telah diketahui dan beberapa diantaranya bersifat sebagai zat perangsang pertumbuhan dan perkembangan (promotor), sedang yang lainnya bersifat sebagai penghambat (inhibitor). Diantara fitohormon yang telah diidentifikasi yaitu auksin, giberelin, sitokinin, etilen, dan asam absisat (ABA). Namun demikian, pada ketika ini ditemukan beberapa senyawa yang diproduksi oleh tumbuhan sanggup merangsang pertumbuhan secara mencolok, namun tidak sanggup dimasukkan ke dalam lima kelompok di atas. Di antaranya yaitu brassinalide dari golongan senyawa kimia steroid dan triakontanal dari suatu alkohol menghasilkan perangsangan pertumbuhan mirip acara fitohormon yang telah diidentifikasi (Thomas, 1976).
Suatu senyawa kimia sanggup dikelompokkan sebagai fitohormon apabila mempunyai sifat-sifat antara alin : (1) lokasi sintesisnya pada jaringan tumbuhan berbeda dari tempat aktivitasnya, (2) dibutuhkan dalam konsentrasi (jumlah) yang relatif kecil, dan (3) respon tumbuhan (tumbuhan) yang dihasilkan berbentuk formatik atau plastik. Aktivitas zat-zat perangsang pertumbuhan dalam tumbuhan tidak bekerja secara individu (sendiri-sendiri) tetapi bekerja secara sinergisme satu sama lainnya atau antara zat perangsang tumbuh dengan faktor-faktor tumbuh lainnya. Suatu hormon, sanggup berperan dengan mengubah ekspresi gen, melalui pengaruhnya terhadap acara enzim yang ada, atau dengan mengubah sifat membran. Beberapa peranan ini, sanggup mengalihkan metabolisme dan pekembangan sel yang tanggap terhadap sejumlah kecil molekul hormon. Lintasan transduksi sinyal, memperjelas sinyal hormonal dan meneruskannya ke respon sel spesifik. Respon terhadap hormon, biasanya tidak begitu tergantung pada jumlah absolute hormon tersebut, akan tetapi tergantung pada konsentrasi relatifnya dibandingkan dengan hormon lainnya. Keseimbangan hormon, sanggup mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan daripada kiprah hormon secara mandiri. Interaksi ini akan menjadi muncul dalam penyelidikan wacana fungsi hormon.
1. Auksin
Auksin merupakan istilah generik zat pengatur tumbuh yang khsus mensugesti pemanjangan dan pembesaran sel. Pada tahun 1930, struktur dan identitas auksin diketahui sebagai asam indol-3-asetat (IAA). Jalur metabolisme sintesis auksin dalam tumbuhan dan percobaan yang melibatkan auksin serta struktur auksin yang alami maupun sintetik sanggup dilihat pada Gambar 67.
Auksin disintesis di pucuk batang dan ujung akar erat tempat meristem jaringan muda (misalnya daun muda) dan terutama bergerak ke dasar (basipetal), sehingga terjadi perbedaan kadar auksin di pucuk batang dengan di akar. Aktivitasnya mencakup perangsangan dan penghambatan pertumbuhan, tergantung pada konsnetrasi auksinnya (Gambar 68 dan 69). Jaringan yang berbeda menawarkan respon yang
berbeda pula terhadap kadar auksin yang sanggup merangsang atau menghambatnya, mirip terlihat pada Gambar 70.
Auksin dalam aktivitasnya, sanggup bekerja sendiri atau berkombinasi dengan hormon lain, sanggup merangsang atau menghambat banyak sekali insiden yang berbeda, dari mulai insiden reaksi enzim secara individual hingga kepada pembelahan sel dan pembentukan organ.
Salah satu persoalan penting dengan auksin ini yaitu keberadaanya biasanya dalam jumlah yang sangat kecil dan sangat sukar untuk dideteksi atau dikarakterisir secara kimia. IAA merupakan satu-satunya auksin alami dalam tanaman. Dewasa ini beberapa auksin sintetik telah banyak diperdagangkan antara lain 2,4-D, NAA, indole butirat acid (IBA), asam 3,6-dikloro-O-amisat (Bonvel D), Asam 3-amino-2,5 dikloro benzoat (Amiben), asam 4-amino-3,5,6-trikloropikonat (Tordon), asam 2-metil-4-kloropenoksiasetat (MCPA), dan asam 2,4,5-trikloropenoksi asetat (2,4,5-T = orange agen).
Jalur Metabolisme Sintesis Auksin dalam Tanaman dan Jenis auksin
Auksin IAA dalam tumbuhan disintesis dari asam amino triptofan.. Asam amino triptofan berasal dari reaksi antara senyawa antara sosfoenolprivat dengan eritoa fosfat menghasilkan asam indol. Asam indol yang dengan asam amino serin akan menghasilkan asam amino triptofan. Terdapat dua prosedur utama pembentukan IAA dari asam amino triptofan yang keduanya meruapakan reaksi dekarboksilasi yang elepaskan CO2 (Osborne, Michael T. M, 2005). Mekanisme sintesa auksin IAA dalam tumbuhan berdasarkan Salisbury & Ross 1992 lebih banyak melalui jalur transaminasi asam piruvat dengan asam asam α-keto mejadi asam indolepiruvat, kemudian mengalami dekarboksilasi indolasetaldehida. Asam indolsetaldehid mengalami oksidasim menghasilkan auksin IAA. Tumbuhan memeliki prosedur untuk mengendalikan laju sintesis auksin IAA melalui pembentukan konyugasi auksin. Melalui konyugasi tersebut, gugus karboksil dari auksin terikat secara kovalen dengan molekul lain membentuk beberapa turunan. Taumbuhan sanggup melepaskan IAA dari senyawa konyugasi ini melalui sumbangan enzim hidrolase. Senyawa-senyawa antara dari sintesa IAA dalam tanaman yang merupakan cadangan pembentukan IAA yaitu indolele piruvat, indole etanol , indole asetaldehida, triptofan dan triptamin. Beberapa turunan asam indole yang telah diisolasi dan diidentifikasi pada tumbuhan dan sementara tidak aktif dalam tumbuhan yaitu IAA-Mioinositol, IAA-aspartat, IAAglutamat dan IAA-alanin.
Gbr. 69. Struktur molekul auksin alami IAA dan IBA (Smith, 2009)
Auksin alami yang selama ini banyak di gunakan dalam praktek pertanian yaitu asam indolaasetat (IAA), asam indole butirat (IBA) dan Phenylacetic acid (PAA). Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan telah di hasilkan banyak sekali auksin sintetik dan telah banyak di aplikasikan dalam praktek pertanian ketika ini. Struktur molekul bebera auksin alami mirip pada Gambar 69 dan auksin sintetik mirip pada Gambar 70.
Gbr. 70. Struktur Molekul Beberapa Auksin Sintetik Aktifitas Auksin (Smith, 2009)
Auksin IAA merupakan hormon tumbuhan pertama yang ditemukan. Pengaruh IAA terhadap pertumbuhan batang dan akar tumbuhan kacang kapri. Kecambah yang diberi perlakuan IAA memperlihatkan pertambahan tinggi yang lebih besar dari tumbuhan kontrol. Tempat sintesis utama auksin pada tumbuhan yaitu di tempat meristem apikal tunas ujung. IAA yang diproduksi di tunas ujung tersebut diangkut ke potongan bawah dan berfungsi mendorong pemanjangan sel batang (Gambar 71 dan 72).
Gbr. 71. Konsentrasi relatif auksin pada potongan biji tumbuhan tana man monokotil yang di etiolasi (kiri) dan tumbuhan dikotil (Noggle and George 1989).
IAA mendorong pemanjangan sel batang hanya pada konsentrasi tertentu yaitu 0,9 g/l. Di atas konsentrasi tersebut IAA akan menghambat pemanjangan sel batang. Pengaruh menghambat ini kemungkinan terjadi lantaran konsentrasi IAA yang tinggi mengakibatkan tumbuhan mensintesis ZPT lain yaitu etilen yang menawarkan imbas
berlawanan dengan IAA. Berbeda dengan pertumbuhan batang, pada akar, konsentrasi IAA yang rendah (<10-5 g/l) memacu pemanjangan sel-sel akar, sedangkan konsentrasi IAA yang tinggi menghambat pemanjangan sel akar.
Gbr. 72. Percobaan Went’s dengan penambahan auksin pada ujung koleoptil (Bidwell, 1989)
Respon tumbuhan terhadap auksin sanggup terlihat mulai dari metabolisme sekunder hingga ke koordinasi morfogenesis. Efek auksin pada tingkat seluller antara lain : (1) meningkatkan sintesis DNA dan RNA, sintesis protein dan enzim, (2) meningkatkan pertukaran proton, muatan membran dan pengambilan kalium, dan (3) besar lengan berkuasa terhadap aktifitas reaksi fitokrom dengan cahaya merah dan merah jenuh (Ali dan Fletcher 1971; Migre, 1977 dalam Gardner, Pearce, dan Mitchell, 1985).
Aktivitas auksin berkaitan dengan lesitin pada plasmolemma yang mengakibatkan peningkatan laju respirasi dan penyerapan kalium, serta melonggarkan matriks polisakarida pada dinding sel mengakibatkan terjadinya pemanjangan dan pembesaran sel. Campbell dan Reece, 2002 menjelaskan bahwa pada ketika auksin menemui lingkungan yang asam dari dinding sel, molekulnya akan mengikat ion hydrogen (H+) sehingga menjadi bermuatan netral. Sebagai suatu molekul netral yang berukuran relatif kecil, auksin melintas melalui membran plasma masuk kedalam sitoplasma sel. pH cairan sioplasma sel rata-rata netral (pH 7), mengakibatkan auksin berionisasi menjadi auksin bermuatan negatif dan positif. Auksi berada dalam sitoplasma sel relative singkat lantaran membran plasma lebih permeabel terhadap ion.
Pemompaan proton yang dikendalikan ATP, mengatur perbedaan pH antara di sebelah dalam sel dengan di sebelah luar sel. Auksin sanggup ke luar dari sel, hanya pada potongan basal sel, tempat protein karier spesifik terpasang di dalam membran (protein pembawa auksin). Pemompaan proton, berperan terhadap pedoman auksin ini, dengan cara membuat suatu potensial membran (tekanan) melewati membran, yang membantu transportasi anion auksin ke luar dari sel. Pemompaan proton membran plasma memegang peranan utama dalam respon pertumbuhan sel terhadap auksin. Pada tempat perpanjangan tunas, auksin menstimulasi pemompaan proton membran plasma, dan dalam beberapa menit; auksin akan meningkatkan potensial tekanan membran dan menurunkan pH di dalam dinding sel.
Pengasaman dinding sel ini, akan mengaktifkan enzim yang disebut ekspansin yang memecahkan ikatan hidrogen antara mikrofibril sellulose, dan melonggarkan struktur dinding sel. Ekspansin sanggup melemahkan integritas kertas saring yang dibuat dari sellulose murni. Penambahan potensial membran, akan meningkatkan pengambilan ion ke dalam sel, yang mengakibatkan pengambilan air secara osmosis. Pengambilan air, bersama dengan penambahan plastisitas dinding sel, memungkinkan sel untuk memanjang.
Auksin juga mengubah ekspresi gen secara cepat, yang mengakibatkan sel dalam tempat perpanjangan, memproduksi protein baru, dalam jangka waktu beberapa menit. Beberapa protein, merupakan faktor transkripsi yang secara menekan ataupun mengaktifkan ekspresi gen lainnya. Untuk pertumbuhan selanjutnya, sehabis dorongan awal ini, sel akan membuat lagi sitoplasma dan materi dinding sel. Auksin juga menstimulasi respon pertumbuhan selanjutnya.
Auksin digunakan secara komersial di dalam perbanyakan vegetatif tumbuhan melalui stek. Suatu potongan daun, maupun potongan batang, yang diberi serbuk pengakaran yang mengandung
Gbr. 73 . Perpanjangan Sel sebagai Respon terhadap Auksin : Hipotesis Pertumbuhan (Campbell dan Reece, 2002)
auksin, seringkali mengakibatkan terbentuknya akar adventif erat permukaan potongan tadi Penggunaan auksin IAA 10-100 mgL-1 atau 0.5-1% (bubuk) akan menstimulur pembentukan akan adventif. Auksin juga terlibat di dalam pembentukan percabangan akar. Beberapa peneliti
Gbr. 74. Pertumbuhan relatif akar, pada tunas dan batang pemberian IAA (Salisbury dan Ross, 1995)
Tabel 9. Jenis auksin yang banyak digunakan dalam pembiakan in-vitro (Smith dam Emmanuelle, 2009)
menemukan bahwa dalam mutan Arabidopsis, yang memperlihatkan perbanyakan akar lateral yang ekstrim ternyata mengandung auksin dengan konsentrasi 17 kali lipat dari konsentrasi yang normal. 10mg.L-1 air.Konsentrasi optimum IAA untuk pertumbuhan relative (pemanjangan akar, tunas dan batang) tumbuhan mirip pada Gambar 74.
Penggunaan auksin sintetik banyak di gunakan utuk menghasilkan buah tanpa biji (partenokarpi) pada pada tumbuhan tomat, semangka, melaon dan sebagainya dengan menyemprotkan 10 mg.L-1 2,4-D. Penyemprotan 2,4-D 50 – 100 mg.L-1 pada tumbuhan nenas akan mempercepat proses pembungaan, sedang penyemprotan NAA 15 – 20 mg.L-1 pada tumbuhan ketimun akan meningkatkan persentase pembentukan bungan jantan (Smith 2008).
Auksin (2,4-D), digunakan secara meluas sebagai herbisida tumbuhan. Pada Monocotyledoneae, contohnya : jagung dan rumput lainnya sanggup dengan cepat menginaktifkan auksin sintetik ini, tetapi pada Dicotyledoneae tidak terjadi, bahkan tanamannya mati lantaran terlalu banyak takaran hormonalnya. Menyemprot beberapa tumbuhan serialia ataupun padang rumput dengan 2,4-D akan mengeliminir gulma berdaun lebar mirip dandelion. Konsentrasi 2,4-D yang digunkan untuk herbisida umumnya >1000 mg.L-1 (Smith, 2008)
Selain untuk menstimulasi perpanjangan sel dalam pertumbuhan primer; auksin juga mensugesti pertumbuhan sekunder, termasuk pembelahan sel di pada kambium pembuluh, dan differensiasi xylem sekunder. Biji yang sedang berkembang mensintesis auksin, untuk sanggup meningkatkan pertumbuhan. Auksin sintetik yang disemprotkan ke dalam tumbuhan tomat anggur akan menginduksi perkembangan buah tanpa memerlukan pollinasi. Hal ini memungkinkan untuk menghaslkan tomat tanpa biji.
Auksin akan menstimulasi pertumbuhan hanya pada kisaran konsentrasi tertentu; yaitu antara : 10-8 M hingga 10-4 M. Pada konsentrasi yang lebih tinggi; auksin akan menghambat perpanjangan sel, mungkin dengan menginduksi produksi etilen, yaitu suatu hormon yang pada umumnya berperan sebagai inhibitor pada perpanjangan sel Smith (2008). Auksin merupakan salah satu jenis ZPT utama dalam pembiakan tumbuhan secara invitro. Jenis auksin yang banyak di gunakan dalam pembiakan invitro mirip pada Tabel 9.
2. Giberellin
Senyawa ini diketemukan di Jepang, ketika ekstrak jamur Gibberella fujikuroi yang menyerang tumbuhan padi, sanggup menimbulkan tanda-tanda yang sama pada waktu disemprotkan kembali pada tumbuhan padi yang sehat. Karakteristik dari penyakit ini ialah mengakibatkan pemanjangan ruas-ruas yang berlebihan, sehingga tumbuhan gampang rebah. Kerja utama giberelin ialah merangsang pemanjangan. Banyak tumbuhan yang secara genetik kerdil, menjadi tinggi apabila diberi giberelin dalam jumlah yang sedikit. Disamping merangsang proses pemanjangan, giberelin juga terlibat dalam proses pembungaan, perkecambahan biji, dan pematahan dormansi. Giberelin sanggup berinteraksi dengan hormon lain dan di dalam tumbuhan bergerak secara bebas (Grennan dan Aleel, 2006).
Gbr.. Beberapa struktur gibberellins yang penting dan turunannya (Taiz and Zeider, 2002).
Pada ketika ini dilaporkan terdapat lebih dari 110 macam senyawa giberelin yang biasanya disingkat sebagai GA. Setiap GA dikenali dengan angka yang terdapat padanya, contohnya GA6. Giberelin sanggup diperoleh dari biji yang belum remaja (terutama pada tumbuhan dikotil), ujung akar dan tunas , daun muda dan cendawan. Sebagian besar GA yang diproduksi oleh tumbuhan yaitu dalam bentuk inaktif, tampaknya memerlukan prekursor untuk menjadi bentuk aktif. Pada spesies tumbuhan dijumpai kurang lebih 15 macam GA. Disamping terdapat pada tumbuhan ditemukan juga pada alga, lumut dan paku, tetapi tidak pernah dijumpai pada bakteri. GA ditransportasikan melalui xylem dan floem, tidak mirip auksin pergerakannya bersifat tidak polar.
Gbr. 74. Jalur Pembentukan GA dari asam mevalonik ke ent-Kaurena (Taiz and Zeiger 2006).
Asetil koA, yang berperan penting pada proses respirasi berfungsi sebagai precursor pada sintesis GA. Kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan pada tumbuhan lebih kuat dibandingkan dengan imbas yang ditimbulkan oleh auksin apabila diberikan secara tunggal. Namun demikian auksin dalam jumlah yang sangat sedikit tetap dibutuhkan supaya GA sanggup menawarkan imbas yang maksimal. Sebagian besar tumbuhan dikotil dan sebagian kecil tumbuhan monokotil akan tumbuh cepat jikalau diberi GA, tetapi tidak demikian halnya pada tumbuhan conifer contohnya pinus. Jika GA diberikan pada tumbuhan kubis tinggi tanamannya bias mencapai 2m. Banyak tumbuhan yang secara genetik kerdil akan tumbuh normal sehabis diberi GA. Efek giberelin tidak hanya mendorong perpanjangan batang, tetapi juga terlibat dalam proses regulasi perkembangan tumbuhan mirip halnya auksin. Pada beberapa tumbuhan pemberian GA bisa memacu pembungaan dan mematahkan dormansi tunas-tunas serta biji (Grennan dan Aleel, 2006).
Sekarang telah diketahui lebih dari 50 macam giberelin, yang semuanya mempunyai struktur dasar yang sama mirip asam giberelat (giberellic acid = GA3), dengan sedikit perbedaan pada gugus-gugus samping dan substitusi lainnya (Gambar 67). GA bekerja secara sinergis dengan auksin, sitokinin dan mungkin dengan hormon pertumbuhan lainnya. Penuaan pucuk, geotropisme, absisi daun dan pembentukan buah tanpa biji (partenokarpi) merupakan respon tumbuhan terhadap keberadaan giberelin, namun respon tersebut tidak terjadi tanpa adanya peranan auksin. Respon tumbuhan terhadap GA yang paling populer yaitu perangsangan pertambahan ruas (node) pada tumbuhan jagung, ercis, dan buncis. Pemberian GA pada biji sanggup mengaktifkan enzim a-amilase yang mengakibatkan hidrolisa pati pada proses perkecambahan. Pada tanaman-tanaman dwitahunan mirip bit dan kubis sanggup dirangsang berbunga dengan pemberian GA (Bidwell, 1979).
Peranan Gibbrellin.
Gibberellin terutama di peroduksi pada akar dan daun muda. Gibberellin menstimulir pertumbuhan pada daun maupun pada batang; tetapi efeknya dalam pertumbuhan akar sedikit. Gibberellin pada batang menstimulir perpanjangan sel dan pembelahan sel. Gibberellin mengakibatkan pula pengendoran dinding sel, tetapi tidak mengasamkan dinding sel. Dosis penggunaan GA untuk tujuan pertumbuhan tanaman sekitar 1 – 5 mg.L-1(Grennan dan Aleel, 2006).
Gibberellin menstimulir kerja enzim yang mengendorkan dinding sel, yang memfasilitasi penetrasi protein perluasan ke dalam dinding sel. Pada batang tumbuhan yang sedang tumbuh, auksin, mengasamkan dinding sel dan mengaktifkan ekspansi; sedangkan gibberellin memfasilitasi penetrasi perluasan ke dalam dinding sel untuk bekerja sama dalam mengiatkan perpanjangan sel. Efek gibberellin dalam meningkatkan perpanjangan batang, sangat jelas, ketika gibberellin di aplikasi ke mutan tumbuhan tertentu yang kerdil.
Gbr. 75. Pemberian Hormon Tumbuh GA3 pada Perkecambahan Kacang Kapri yang Kerdil 5 hari stelah perlakuan (kanan) dan tanpa pemberian GA (kiri) (Campbell dan Reece, 2002)
Beberapa kapri yang kerdil, tumbuh dengan ketinggian normal bila diberi gibberellin. Apabila gibberellin diaplikasikan ke tumbuhan yang ukurannya normal, seringkali tidak menawarkan respon. Nampaknya, tumbuhan tersebut sudah memproduksi takaran hormon yang optimal. Suatu contoh yang paling menonjol, dari perpanjangan batang yang telah diinduksi dengan gibberellin; yaitu terjadinya pemanjangan yang tiba-tiba yang disebut bolting, yaitu pertumbuhan tangkai bunga yang cepat.
Pada fase vegetatif beberapa tumbuhan, mirip pada kubis, tumbuh dalam bentuk roset; yaitu, tumbuhnya pendek erat dengan tanah lantaran ruas ruas (internodus) yang pendek. Pada ketika tumbuhan berubah ke fase reproduktif, maka terjadi ledakan gibberellin yang menginduksi internode memanjang dengan cepat, sehingga kuncup bunga menjadi tinggi dan berkembang pada ujung batang.
Pada kebanyakan tumbuhan, auksin dan gibberellin berkerja secara sinergis dalam mengatur pertumbuhan buah. Aplikasi gibberellins pada praktek pertanian komersial sudah sering di gunakan. Penyemprot giberellin pada anggur menghasilkan buah tanpa biji. Hormon giberellin, menjadikan buah anggur secara individu tumbuh lebih besar, sesuai dengan ukuran yang diinginkan konsumen; dan juga menjadikan ruas (internode) lebih panjang, sehingga lebih banyak tempat bagi tiap-tiap buah anggur untuk berkembang. Penambahan ruang tumbuh ini, akan meningkatkan sirkulasi udara antara buah anggur yang satu dengan yang lainnya; juga menjadikan buah anggur lebih keras, sehingga tahan terhadap jamur serta mikroorganisme lainnya yang sering menginfeksi buah ((Campbell dan Reece, 2002; Grennan dan Aleel, 2006)..
Gbr 76. Efek Pemberian GA pada
Anggur menghasilkanbuah
buah yang lebih panjang dan
ukuran buah yang lebih besar
(kanan) sedang tanpa pem-
pemberian GA ukuran tetap
normal (Campbell dan Reece,
2002)
Embrio biji kaya dengan sumber gibberellin. Setelah air diimbibisi, terjadi pelepasan gibberellin dari embrio, yang mengisyaratkan biji untuk memecahkan dormansi dan segera berkecambah. Pada beberapa biji yang memerlukan kondisi lingkungan khusus untuk berkecambah, misal keterbukaan terhadap cahaya atau temperatur yang dingin, maka pemberian gibberellin akan memecahkan dormansi biji. Gibberellin yang di produksi oleh biji pada scutellum, diangkut ke aleuron biji. Giberellin pada aleuron biji menstimulasi sintesis enzim α-amilase kemudian diangkut ke kotiledon. Enzim α-amilase akan menghidrolisis pati pada kotiledon menjadi maltose, dan glukosa. Glukosa selanjutnya di ubah menjadi sukrosa untuk selanjutnya diangkut ke embrio untuk pertumbuhan. Diduga giberelin yang terdapat di dalam biji merupakan penghubung antara instruksi lingkungan dan proses metabolik yang mengakibatkan pertumbuhan embrio. Pada beberapa tanaman, giberelin memperlihatkan interaksi antagonis dengan ZPT lainnya contohnya dengan asam absisat yang mengakibatkan dormansi biji (Campbell dan Reece,2002).
Gbr. 77. Metabolisme perkecambahan biji yang diinduksi oleh
Gibberellin ((Campbell dan Reece,2002)
3. Sitokinin
Bertahun-tahun diketahui bahwa zat yang larut dari materi tumbuhan mengandung materi yang penting untuk merangsang pembelahan sel dalam kultur sel yang diisolasi dari potongan tumbuhan. F. Skoog menemukan zat yang menawarkan imbas demikian dari DNA binatang yang kemudian diketahui sebagai 6-furfuril-aminopurin yang selanjutnya diberi nama kinetin. Senyawa sintetik yang lain mirip 6-benzilaminopurin diketahui menawarkan imbas yang sama dengan kinetin
dan diberi nama kinin. Hormon dan senyawa-senyawa yang menawarkan imbas terhadap pembelahan sel, kini disebut sitokinin (hormon yang merangsang sitokinesis). Sitokinin alami yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari tumbuhan di antaranya zeatin, yang diperoleh dari ekstrak endosperm jagung (Bidwell, 1979). Hormon dan senyawa-senyawa yang menawarkan imbas terhadap pembelahan sel, kini disebut sitokinin (hormon yang merangsang sitokinesis).
Gbr. 78. Beberapa sitokinin yang merupakan turunan adenin (Lopes, And Stack, 2007).
Sitokinin alami yang telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari tumbuhan di antaranya zeatin, yang diperoleh dari ekstrak endosperm jagung (Bidwell, 1979).
Sitokinin terutama di produksi pada ujung akar kemudin di translokasi ke daun dan tunas-tunas tumbuhan yang aktif tumbuh melalui jalur transpirasi. Sitokinin dalam tumbuhan berbeda dengan auksin yangbersifat basepetal, lantaran sitokinan bergerak dalam dua arah yaitu melalui xylem dan phloem. Pengetahuan wacana lintasan sintesis sitokinin masih sangat terbatas. Berdasarkan struktur sitokinin buatan, diduga bahwa sitokinin dibuat berdasarkan reaksi-reaksi yang sama dengan pembentukan adenin dan purin. Sintesa sitokinin pada akar tumbuhan terutama di sekitar 1 mm dari ujung akar (Lopes, And Stack, 2007). .
Gbr. 79. Jalur metabolism sintesa Zeatin dalam tanaman (Taiz dan Zeiger, 2002).
Aktifitas Sitokinin
Aktivitas utama sitokinin yaitu mendorong pembelahan sel, sitokinin dan auksin bekerja secara sinergis bahkan mungkin dengan jenis hormon yang lain. Sitokinin juga terbukti membantu perkembangan secara teratur dari embrio pada perkecambahan biji. Sitokinin sanggup menghambat pertumbuhan klorofil daun, menghambat penuaan dan reaksi-reaksi degradasi lainnya.
Sitokinin, diproduksi dalam jaringan yang sedang tumbuh aktif, khususnya pada akar, embrio, dan buah. Sitokinin yang diproduksi di dalam akar, akan hingga ke jaringan yang dituju, dengan bergerak ke potongan atas tumbuhan di dalam cairan xylem. Sitokinin bahu-membahu dengan auksin menstimulasi pembelahan sel dan mensugesti lintasan diferensiasi. Efek sitokinin terhadap pertumbuhan sel di dalam kultur jaringan, menawarkan petunjuk wacana bagaimana jenis hormon ini berfungsi di dalam tumbuhan yang utuh. Ketika satu potongan jaringan parenkhim batang dikulturkan tanpa menggunakan sitokinin, maka selnya itu tumbuh menjadi besar tetapi tidak membelah. Sitokinin secara berdikari tidak mempunyai efek. Akan tetapi, apabila sitokinin itu ditambahkan bahu-membahu dengan auksin, maka sel itu sanggup membelah.
Sitokinin, auksin, dan faktor lainnya berinteraksi dalam mengontrol dominasi apikal, yaitu suatu kemampuan dari tunas terminal untuk menekan perkembangan tunas aksilar. Sampai sekarang, hipotesis yang menerangkan regulasi hormonal pada dominansi apikal, yaitu hipotesis penghambatan secara langsung, menyatakan bahwa auksin dan sitokinin bekerja secara antagonistis dalam mengatur pertumbuhan tunas aksilari. Berdasarkan atas pandangan ini, auksin yang ditransportasikan ke bawah tajuk dari tunas terminal, secara pribadi menghambat pertumbuhan tunas aksilari. Hal ini mengakibatkan tajuk tersebut menjadi memanjang dengan mengorbankan percabangan lateral. Sitokinin yang masuk dari akar ke dalam sistem tajuk tumbuhan, akan melawan kerja auksin, dengan mengisyaratkan tunas aksilar untuk mulai tumbuh. Makara rasio auksin dan sitokinin merupakan faktor kritis dalam mengontrol penghambatan tunas aksilar. Banyak penelitian yang konsisten dengan hipotesis penghambatan pribadi ini. Apabila tunas terminal yang merupakan sumber auksin utama dihilangkan, maka penghambatan tunas aksilar juga akan hilang dan tumbuhan menjadi menyemak.
Aplikasi auksin pada permukaan potongan kecambah yang terpenggal, akan menekan kembali pertumbuhan tunas lateral. Mutan yang terlalu banyak memproduksi sitokinin, atau tumbuhan yang diberi sitokinin, juga bertendensi untuk lebih menyemak dibanding yang normal. Auksin dari tunas apikal menghambat pertumbuhan tunas aksilar. Hal ini menolong perpanjangan tunas sumbu utama. Sitokinin, yang ditransportasi dari akar ke atas, berlawanan dengan auksin, menstimulasi pertumbuhan tunas aksilar. Hal inilah yang menjawab mengapa, pada kebanyakan tumbuhan, tunas aksilar di erat ujung tajuk kurang pertumbuhannya dibanding dengan tunas aksilar yang erat dengan akar. Apabila tunas apikal dibuang, maka pada tumbuhan yang sama, memungkinkan tumbuhnya cabang lateral (Smith 2009).
Tabel 10. Jenis den konsentrasi penggunaan sitokinin pada
pembiakan tumbuhan secara in-vitro.
Molar Eqivalen Pnyiapan Bahan
Name Produk Berat molelkul µM untuk 1mg/L Pelarut Pen-campur Kons.Penggu-naan (mg/L)
Adenin Free base 135.1 7.4 HCl (1,0) Air 50-250
Adenin hemisulfate salt 184.2 5.43 Air — 50-250
6-Benzilaminopurin (BA) 225.3 4.44 NaOH(1N) Air 0.1-5.0
6-Benzilaminopurin Hdrochlorida 261.7 3.82 Air — 0.1-5.0
N-Benzyl-9-(2-tetrahidropranil) adenine (BPA) 309.4 3.23 Etanol — 0.1-5.0
N-(2-Chloro-4-piridil)-N'-fenlurea (4-CPPU) 247.7 4.04 DMSO — 0.001-1.0
6-(gamma-Dimetilallilamino)purine (2iP) 203.2 4.92 NaOH(1N) Air 1.0-30.0
1,3-Diphenylurea (DPU) 212.3 4.71 DMSO — 0.1-1.0
Kinetin 215.2 4.65 NaOH(1N) Air 0.1-5.0
Kinetin Hydrochloride 251.7 3.97 Air — 0.1-5.0
1-Phenyl-3-(1,2,3-thiadiazol-5-yl)urea 220.2 4.54 DMSO — 0.001-0.05
trans-Zeatin Free base 219.2 4.56 NaOH(1N) Air 0.01-5.0
Zeatin 219.2 4.56 NaOH(1N) Air 0.01-5.0
trans-Zeatin Hydrochloride 255.7 3.91 Air — 0.01-5.0
trans-Zeatin riboside 351.4 2.85 NaOH(1N) Air 0.01-5.0
Sumber: Smith, 2009.
Sitokinin, sanggup menahan penuaan beberapa organ tumbuhan, dengan menghambat pemecahan protein, dengan menstimulasi RNA dan sintesis protein, dan dengan memobilisasi nutrien dari jaringan di sekitarnya. Apabila daun yang dibuang dari suatu tumbuhan dicelupkan ke dalam larutan sitokinin, maka daun itu akan tetap hijau lebih usang daripada biasanya. Sitokinin juga memperlambat deteorisasi daun pada tumbuhan utuh. Karena imbas anti penuaan ini, para floris melaksanakan penyemprotan sitokinin untuk menjaga supaya bunga potong tetap segar. Aplikasi sitokinin pada tumbuhan memacu pertumbuhan tumbuhan tergantung jenis tumbuhan dan tujuan perlakuan.
Aplikasi sitokinin pada tumbuhan strawberri digunakan kinetin sebanyak 10 mg.L-1 kinetin. Pada tumbuhan orange digunakan Bezil amino purin (BAP) sebanyak 400 mg.L-1, sedanga pada tanaman mushromm digunakan BAP sebkitar 100 mg.L-1. Penggunaan sitokinin alami banyak di gunakan sitokinin alami secaratidak lasung mirip penggunaan air kelapa muda dan ekstrak jagung muda dengan konsentrasi 15 – 75 %. Penggunaan sitokinin dalam perbanyakan tumbuhan secara invitro selalu di kombinasi dengan auksin. Konsentrasi pengguaan sitokinin pada pembiakan tumbuhan scara invitro mirip pada Tabel 2.
4. Etilen
Etilen merupakan senyawa yang berbentuk gas dan sanggup mensugesti perkembangan pada tumbuhan. Senyawa ini diproduksi dalam daun dan sanggup merangsang proses penuaan (senesence), sedangkan pada buah sanggup merangsang pematangan. Sintesisnya sangat dipengaruhi oleh auksin. Jalur metabolism etilen dalam tumbuhan terkait dengan metabolism asam amino metionin Struktur kimia dan sintesa etilen mirip pada Gambar 80.
Etilen ketika ini banyak di manfaatkan terutama untuk mempercepat kematangan dan menyeragamkan kematangan buah. Beberapa etilen sintetik yang banyak di manfaatkan pada praktek pertanian ketika ini sperti pada Gambar 81.
Beberapa respon tumbuhan terhadap etilen antara lain: pembentukan daun (epinasti), absisi daun, pembengkakan batang, penghambatan pertumbuhan pada batang dan akar, pematangan buah dan hilangnya warna mahkota bunga. Etilen mempercepat absisi daun,
batang, bunga, dan buah. Pada proses absisi, etilen berinteraksi dengan auksin dan proses-proses metabolisme yang menyertai penuaan (Helgi. and Stephen , 2005).
Gbr. 80. Metabolisme sintesa etilen pada tumbuhan (Taiz and Zeiger.2002).
Pada penyimpanan buah, etilen memulai proses pematangan buah dan pada gilirannya akan menghasilkan etilen dalam jumlah banyak yang dilepas ke atmosfer. Proses pematangan buah sanggup ditunda dengan menghilangkan etilen di sekitar buah atau dengan menurunkan kadar O2 di udara (Noggle dan Fritz, 1989).
Proses pematangan buah didahului dengan klimakterik (pada buah klimakterik). Klimakterik merupakan suatu periode mendadak yang unik bagi buah dimana selama proses terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses sintesis etilene. Meningkatnya respirasi dipengaruhi oleh jumlah etilene yang dihasilkan, meningkatnya sintesis protein dan RNA.
Gbr. 81. Beberap jenis etilen sintetik yang banyak di gunakan dalam praktek pertanian ketika ini (Smith, 2009).
Perubahan warna sanggup terjadi baik oleh proses-proses perombakan maupun proses sintetik, atau keduanya. Pada jeruk manis perubahan warna ni disebabkan oleh perombakan khlorofil dan pembentukan zat warna karotenoid. Sedang pada pisang warna kuning terjadi lantaran hilangnya khlorofil tanpa atau terlalu sedikitnya pembentukan zat karotenoid. Sisntesis likopen dan perombakan khlorofil merupakan ciri perubahan warna pada buah tomat .
Menjadi lunaknya buah disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut, atau hidrolisis zat pati atau lemak. Perubahan komponen-komponen buah ini diatur oleh enzym-enzym antara lain enzym hidroltik, poligalakturokinase, metil asetate, selullose (Bidwell, 1979).
Proses pematangan juga diatur oleh hormon antara lain auksin, sitokinin, gibberellin, asam-asam absisat dan etilen. Auxin berperanan dalam pembentukan etilen, tetapi auxin juga menghambat pematangan buah. Sitokinin sanggup menghilangkan perombakan protein, gibberellin menghambat perombakan khlorofil dan menunda penimbunan karotenoid-karotenoid. Asam absisat menginduksi enzim penyusun/pembentuk karotenoid, dan etilene sanggup mempercepat pematangan.
Peranan Etilen
Etilen sebagi hormon akan mempercepat terjadinya klimakterik. Biale (1960) telah menunjukan bahwa pada buah adpokat yang disimpan di udara biasa akan matang sehabis 11 hari, tetapi apabila disimpan dalam udara dengan kandungan etilen 10 ppm selama 24 jam buah adpokat tersebut akan matang dalam waktu 6 hari. Pada aplikasi Etilen, makin besar konsentrasi hingga tingkat kritis makin cepat stimulasi respirasinya. Etilen tersebut bekerja paling efektif pada waktu tahap klimakerik, sedangkan penggunaan etilen pada tahap post klimakerik tidak merubah laju respirasi.
Pada buah-buahan non klimakterik respon terhadap penambahan etilen relative sedikit. Hasil penelitian Burg dan Burg (1962), juga sanggup diketahui bahwa etilen merangsang pemasakan klimakerik. Sedangkan berdasarkan Winarno (1979) dikatakan bahwa buah-buahan non klimakterik akan mengalami klimakterik sehabis ditambahkan etilen dalam jumlah yang besar.
Pada Absisi Daun, diatur oleh perubahan keseimbangan etilen dan auksin. Lapisan absisi sanggup dilihat disini sebagai suatu lapisan vertikal pada pangkal tangkai daun. Setelah daunnya gugur, suatu lapisan pelindung dari gabus, menjadi bekas tempelan daun yang membantu mencegah serbuan patogen. Suatu perubahan keseimbangan etilen dan auksin, mengontrol absisi. Daun yang tua, menghasilkan semakin sedikit auksin; yang mengakibatkan sel lapisan absisi lebih sensitif terhadap etilen. Pada ketika imbas etilen terhadap lapisan absisi kuat, maka sel itu memproduksi enzim, yang mencerna sellulose dan komponen dinding sel lainnya.
Etilen mempunyai hubungan yang erat dengan Permeablitas membrane. Etilen yaitu senyawa yang larut di dalam lemak sedangkan memban dari sel terdiri dari senyawa lemak. Oleh lantaran itu etilen sanggup larut dan menembus ke dalam membran mitochondria. Apabila mitochondria pada fase pra klimakterik diekraksi kemdian ditambah etilen, ternyata terjadi pengembangan volume yang akan meningkatkan permeablitas sel sehingga bahan-bahan dari luar mitochondria akan sanggup masuk. Dengan perubahan-perubahan permeabilitas sel akan memungkinkan interaksi yang lebih besar antara substrat buah dengan enzym-enzym pematangan.
Etilen mempunai kiprah penting dalam merangsang acara ATP-ase dalam penyediaan energi yang dibutuhkan dalam metabolisme. ATP-ase yaitu suatu enzim yang diharapkan dalam pembuatan enegi dari ATP yang ada dalam buah.
Etilen sebagai “Genetic Derepression”. Pada reaksi biolgis ada dua faktor yang mengontrol jalannya reaksi. Yang pertama yaitu “Gene repression” yang menghambat jalannya reaksi yang berantai untuk sanggup berlangsung terus. Yang kedua yaitu “Gene Derepression” yaitu faktor yang sanggup menghilangkan kendala tersebut sehingga reaksi sanggup berlangsun. Etilen pada buah mensugesti perubahan pada RNA yang mengakibatkan perubahan dalam sintesis protein yang diatur RNA sehingga pola-pola enzym-enzymnya mengalami perubahan pula.
Interaksi Ethylene dengan Auxin; Etilen pada tumbuhan berinteraksi dengan auksin. Apabila konsentrasi auksin meningkat maka produksi etilen akan meningkat pula. Peranan auksin dalam pematangan buah hanya membantu merangsang pembentukan etilen, tetapi apabila konsentrasi etilen cukup tinggi sanggup mengakibatkan terhambatnya sintesis dan aktifitas auksin.
Pembentukan etilen dalam jaringan-jaringan tumbuhan sanggup dirangsang oleh adanya kerusakan-kerusakan mekanis dan infeksi. Oleh lantaran itu adanya kerusakan mekanis pada buah-buahan yang baik di pohon maupun sehabis dipanen akan sanggup mempercepat pematangannya. Penggunaan sinar-sinar radioaktif sanggup merangsang produksi etilen. Pada buah Peach yang disinari dengan sinar gama 600 krad ternyata sanggup mempercepat pembentukan etilen apabila dibeika pada ketika pra klimakterik, tetapi penggunaan sinar radioaktif tersebut pada ketika klimakterik sanggup menghambat produksi etilen. Produksi etilen juga dipengaruhi oleh faktor suhu dan oksigen. Suhu renah maupun suhu tinggi sanggup menekan produk si etilen. Pada kadar oksigen di bawah 2 % tidak terbentuk etilen, lantaran oksigen sangat diperlukan. Oleh lantaran itu suhu rendah dan oksigen rendah dipergunakan dalam praktek penyimpanan buah-buahan, lantaran akan sanggup memperpanjang masa simpan dari buah-buahan tersebut.
Aktifitas etilen dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu, contohnya pada Apel yang disimpan pada suhu 30 C, penggunaan etilen dengan konsentrasi tinggi tidak menawarkan imbas yang terang baik pada proses pematangan maupun pernafasan. Pada suhu optimal untuk produksi dan aktifitas etilen pada buah tomat dan apel yaitu 320 C, untuk buah-buahan yang lain suhunya lebih rendah.
Asam Absisat
Senyawa ini lebih berperan dalam memelihara dormansi daripada proses absisi pada daun. Diketemukan oleh andal fisiologi Inggris, P.F. Wareing dengan kelompoknya dan oleh kelompok Amerika di bawah pimpinan F.T. Addicot yang menamakan senyawa tersebut sebagai dormin dan absisin II. Sekarang senyawa tersebut dikenal dengan nama asam absisat (ABA) yang mengakibatkan dormansi pada biji. ABA yang dihasilkan ini, aktifitasnya sanggup melawan kerja giberelin pada beberapa tumbuhan dan mempunyai struktur yang mirip dengan giberelin.
Asam Absisat (ABA) Santoksin
Asam absisat lebih dikenal sebagai Zat penghambat pertumbuhan Babarapa jenis zat penghambat pertumbuhan yang bekerja mirik acara Asam absisat telah di produksi secara sintetik dan banyak di gunakan daam praktek pertanian modern antara lain:
ABA dihasilkan oleh kuncup menghambat pembelahan sel pada jaringan meristem apikal dan pada cambium pembuluh sehingga menunda pertumbuhan primer maupun sekunder. ABA memberi sinyal pada kuncup untuk membentuk sisik yang akan melindungi kuncup dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Asam absisat mengakibatkan absisi/rontoknya daun tumbuhan pada animo gugur. Nama ABA telah popular walaupun para peneliti tidak pernah menunjukan kalau ABA terlibat dalam gugurnya daun. Pada kehidupan suatu tumbuhan, merupakan hal yang menguntungkan untuk menunda/ menghentikan pertumbuhan sementara.
Dormansi biji sangat penting artinya terutama bagi tumbuhan setahun di tempat gurun atau tempat semiarid, lantaran proses perkecambahan dengan suplai air terbatas akan mengakibatkan kematian. Sejumlah faktor lingkungan diketahui mensugesti dormansi biji, tetapi pada banyak tumbuhan ABA tampaknya bertindak sebagai penghambat utama perkecambahan. Biji-biji tanaman setahun tetap
dorman di dalam tanah hingga air hujan mencuci ABA keluar dari biji. Dormansi biji, mempunyai peranan penting terhadap kelangsungan hidup tanaman. Biji akan terus dorman selama kondisi lingkungan mirip cahaya, temperatur, dan kelembaban belum optimal. Selama kondisi lingkungan belum optimal, kandungan aba dalam biji cekup tinggi untuk menghambat berlansungnya proses perkecambahan biji.
Level konsentrasi ABA pada ketika pematangan biji bertambah hingga 100 kali lipat sehingga akan mencegah proses perkecambahan, dan menginduksi produksi protein khusus, yang membantu biji untuk encegah kehilangan cairan tubuh akaibat kondisi yang ekstrim selama proses mengiringi pematangan.
Banyak tipe biji yang dorman, akan berkecambah ketika ABA pada biji tersebut dihilangkan, atau dinonaktifkan, dengan beberapa cara. Biji beberapa tumbuhan gurun, akan pecah dormansinya, apabila terjadi hujan yang lebat yang akan mencuci ABA dari biji. Biji lainnya membutuhkan cahaya ataupun membutuhkan kondisi terbuka yang lebih usang terhadap temperatur cuek untuk memicu tidak aktifnya ABA. Sering kali rasio ABA-gibberellin menentukan; apakah biji itu akan tetap dorman atau akan berkecambah. Penambahan ABA ke dalam biji yang sedianya berkecambah, akan kembali menjadikan dorman.
ABA yaitu sinyal internal utama, yang memungkinkan tumbuhan, untuk menahan kekeringan. Apabila suatu tumbuhan mulai mengalami layu, maka ABA berakumulasi di dalam daun, dan mengakibatkan stomata menutup dengan cepat, untuk mengurangi transpirasi, dan mencegah kehilangan air berikutnya. Pengaruh ABA, di melalui pada Ca yang bertindak sebagai mesenjer ke-2, yang mengakibatkan peningkatan pembukaan saluran K (kalium) sebelah luar secara pribadi di dalam membran plasma sel penutup. Hal ini mendorong kehilangan kalium dalam bentuk massif darinya, yang jikalau disertai dengan kehilangan air secara osmotis akan mendorong pengurangan turgor sel penutup sehingga celah stomata mengecil. Dalam beberapa kasus, kekurangan air terlebih dahulu akan mencekam system perakaran sebelum mencekam sistem tajuk. ABA akan ditransportasi dari akar ke daun, yang berfungsi sebagai sistem peringatan dini (early warning system).
Zat Pengatur Tumbuh Hipotetik
Banyak hormon dna inhibitor yang berperan dalam perkembangan, tidak pernah berhasil diisolasi dan dibuktikan keberadaannya. Banyak pula percobaan yang memperlihatkan keberadaan hormon pembungaan atau florigen, tetapi belum berhasil diisolasi. Hormon-hormon lain yang bersifat hipotetik yaitu antesin dan vernalin.
Lingkungan
Banyak rangsangan lingkungan atau eksternal, mensugesti perkembangan tumbuhan. Rangsangan utama lingkungan yang mensugesti perkembangan tumbuhan yaitu :
1. Cahaya; (intensitas, kualitas (warna), lamanya)
2. Suhu adikara dan perioditas
3. Gravitasi
4. Suara
5. Medan magnit
6. Radiasi elektromagnetik
7. Kelembaban
8. Nutrisi
9. Mekanik (misalnya angin)
Dari faktor-faktor lingkungan tersebut, tiga faktor yang pertama merupakan faktor lingkungan yang terpenting.
Tingkat Kerja Pengontrolan
Tingkat Genetik
Pendapat bahwa semua sel totipoten, yaitu bahwa setiap sel membawa semua informasi genetik untuk satu tumbuhan lengkap, telah dikemukakan jauh sebelumnya oleh andal fisiologi Jerman, G. Haberlandt. Percobaan-percobaan kemudian menunjukan pendapatnya, contohnya G.C. Steward di Cornell University, telah memperlihatkan bahwa satu sel floem wortel yang dikultur dengan baik sanggup tumbuh menjadi tumbuhan yang gres dan lengkap. Rahasianya yaitu harus diberi nutrien dan zat pengatur tumbuh yang tepat, untuk merangsang pembelahan sel dan pertumbuhan.
Dengan rangsangan luar tertentu mirip medium padat yang berfungsi menawarkan dukungan elementasi medan gravitas dan menawarkan peluang pemantapan polaritas, sehingga sanggup terdiferensiasi. Dari percobaan tersebut, ditunjukkan bahwa informasi semua insiden perkembangan dalam kehidupan tumbuhan, ada dalam setiap sel hidup dan betapa pentingnya prosedur genetik untuk menanggulangi atau menentukan informasi yang tepat pada waktunya.
Sebagaimana telah dibahas pada teori operon dari Jacob dan Monod, bagaimana kemungkinan suatu metabolik atau suatu materi kimia bertindak sebagai aktifator atau korepresor. Cara lain prosedur pengontrolan tingkat genetik ini, yaitu dengan melibatkan sitokinin. Sitokinin merupakan turunan purin adenin, mereka sanggup membentuk struktur ribosida sama mirip ribosida RNA. Ribosida sitokinin dijumpai dalam jumlah sedikit dalam tRNA. Mula-mula diduga bahwa hal tersebut merupakan kunci untuk aktifitas sitokinin dalam pembelahan sel. Beberapa percobaan memperlihatkan bahwa hal tersebut tidak benar dan aktifitas sitokinin tidak secara pribadi berafiliasi dengan keberadaannya dalam RNA. Meskipun demikian ada kemungkinan salah satu hal yang diduga penting dalam perkembangan pada tingkat genetik ini ialah adanya informasi yang permanen atau tetap, sebagai contoh untuk hal ini yaitu plagiotropisme, yaitu pertumbuhan cabang-cabang yang membentuk sudut tertentu pada pohon (misalnya pinus, ketapang). Pada beberapa pohon, plagio-tropisme ini sanggup bersifat sementara, yaitu akan hilang apabila tunas pucuknya dipotong, tetapi pada beberapa pohon lain sanggup bersifat permanen. Mekanisme kepermanenannya ini masih belum dipahami, tetapi pengontrolan ini benar-benar penting.
Tingkat Biokimia
Pendapat bahwa hormon sanggup mensugesti pertumbuhan dengan imbas aktifitas enzim melalui jalur biokimia yang spesifik, telah banyak menarik para andal fisiologi dan biokimia. Seorang andal fisiologi Amerika, telah memperlihatkan bahwa IAA bekerja secara pribadi mengaktifkan enzim pembentuk sitrat (citrate condensing enzyme) pada daur Krebs. Karena hal ini dianggap sebagai enzim kunci dalam metabolisme energi, hal tersebut sanggup merupakan prosedur pengaturan yang penting.
IAA diketahui pula mensugesti enzim lain pada metabolisme, mirip dalam fotosintesis, tetapi mekanismenya belum diketahui. Salah satu prosedur yang autentik yaitu perangsangan sintetis-amilase dalam perkecambahan biji serealia oelh giberelin, yang pertama kali ditujukkan oleh H. Yomo di Jepang dan L.P. Paleg di Australia. Ahli fisiologi Amerika, J,E, Varner memperlihatkan bahwa giberelin sanggup membebaskan operan yang sebelumnya tertutup menjadi aktif kembali dan enzim amilase disintesis, yaitu enzim yang terlibat dalam hidrolisis persediaan pati selama perkecambahan biji. Meskipun demikian pemahaman kerja hormon dengan hanya melihat dari aktifitas tingkat genetik dan biokimia saja tidaklah cukup.
Tingkat Seluler
Sejumlah prosedur pengontrolan yang membingungkan terjadi pada tingkat seluler. Meskipun hal ini tampaknya sebagai konsekwensi pribadi tingkat pengontrolan beberapa sistem biokimia, Masih banyak prosedur yang belum di pahami dengan baik. Berikut ini yaitu beberapa contoh, yang menawarkan pandangan wacana banyak sekali imbas yang berkaitan dengan hal ini di atas.
1. Pembelahan sel
Pembelahan sel rupanya berada di bawah pengontrolan hormon. Tanpa adanya kinetin, auksin hanya mengakibatkan pembesaran sel dalam kultur jaringan. Apabila ada kinetin, maka pembelahan sel akan terjadi. Tetapi meskipun ada kinetin, kalau auksinya berlebihan sanggup menekan pembelahan sel dan pertumbuhan. Hormon yang seimbang sangat penting dalam menghambat pembesaran sel sehabis dirangsang auksin, terutama lantaran berkombinasi dalam dinding, sehingga kurang plastis. Pemberian kalsium pada medium yang selnya sedang membesar pada kultur jaringan, akan mengakibatkan pengubahan menjadi pembelahan sel. Kalsium telah memodifikasi respon sel terhadap hormon.
2. Pembesaran sel
Pembesaran sel berada di bawah pengontrolan hormon, Pembesaran sel memerlukan penambahan protoplasma sel. Pada proses ini IAA mempuai perana yang sangat penting. IAA bekerja dengan cara melemaskan struktur dinding sel sehingga menjadi plastis (irreversible atau tidak elastis) sehngga pertumbuhanpun sanggup terjadi. Pembesaran sel merupakan proses dasar sehingga tumbuhan dan jaringan yang pembelahan selnya dihambat, masih sanggup terus tumbuh dengan cara pembesaran sel.
3. Polarisasi
Polarisasi dalam organisme dihasilkan dari adanya ketidaksamaan dan terutama terang pada tingkat subseluler. Banyak rangsangan yang berbeda sanggup menimbulkan polarisasi terhadap sel. Sel telur dalam ovarium sangat terpolarisasi lantaran posisinya dalam struktur yang terpolarisasi. Pada zigot Fucus, polarisasi ditentukan oleh rangsangan yang mencakup respon terhadap sentuhan, pH, cahaya, suhu, kandungan oksigen, auksin, dan hadirnya zigot lain. Zigot tidak perlu menawarkan reaksi yang sama terhadap semua rangsangan ini, tetapi semua rangsangan ini bisa menimbulkan polaritas.
Kultur sel tumbuhan tingkat tinggi yang sedang tumbuh, tidak terdiferensiasi dengan gampang apabila disimpan dalam kultur cair, lantaran mereka tidak terpolarisasi. Tetapi apabila sel-sel bebas tersebut kemudian ditempatkan pada permukaan nutrisi supaya yang cocok, mereka secara individual akan terpolarisasi dan diferensiasipun dimulai. Banyak atau hampir semua sel dalam jaringan yang sudah terorganisasi akan terpolarisasi berkenaan dengan posisinya dalam organisme.
4. Pendewasaan sel
Banyak insiden yang terjadi dalam tumbuhan diduga dipengaruhi oleh hormon dan faktor-faktor lainnya. Beberapa indikasi wacana bagaimana hal tersebut sanggup terjadi, dikemukakan oleh andal fisiologi Amerika, R.H. Wetmore bersama kawan-kawan. Apabila sepotong kalus ditempatkan pada nutrisi supaya yang mengandung sukrosa dan setetes larutan IAA yang diletakkan pada permukaan lakus, maka diferensiasi elemen jaringan yang berbeda dipengaruhi oleh konsentrasi IAA dalam larutan, tetapi sifat diferensiasi dikontrol oleh konsentrasi gula dalma agar. Gula yang rendah akan mengakibatkan produksi xilem, sedangkan kadar gula yang tinggi akan merangsang pembentukan floem dan kadar yang menengah akan merangsang kedua-duanya dengan lapisan kambium diantaranya.
5. Tingkat Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan hasil polarisasi pembelahan sel dan spesialisasi sel. Tetapi pengorganisasian jaringan menjadi organ lebih dari itu, lantaran pada tahap ini pola-pola pertumbuhan yang berbeda harus diatur pada tingkat reaksi-reaksi sel secara individual untuk sanggup mengontrol bentuk dan ukuran.
Telah diketahui bahwa auksin dibuat punduk koleoptil rumput-rumputan dan bergerak arah ke bawah. Kejadian mirip ini sangat umum dalam tumbuhan, yaitu auksin bergerak dari pucuk ke potongan basal tumbuhan (angkutan basipetal) dan bukan dari basal ke pucuk (akropetal). Angkutan polaritas ini selalu dipelihara, bahkan apabila tumbuhan dipotong dan diletakkan terbalik potongan basal akan menghasilkan akar dan potongan pucuk akan menghasilkan tunas (Gambar 81).
Zat-zat pengatur tumbuh lainnya tidak melaksanakan angkutan polar mirip auksin. Giberelin bergerak sangat cepat di seluruh potongan tumbuhan tanpa ada batasan. Sitokinin bergerak relatif lebih lambat dan diangkut dari akar ke potongan pucuk tumbuhan. Semua pergerakan hormon-hormon ini memerlukan energi metabolik yang dihasilkan dari respirasi.
Apabila peristiwa-peristiwa morfologi terjadi, biasanya hormon terlibat. Sebaliknya apabila hormon diberikan pada tumbuhan, banyak sekali insiden morfologi dan perkembangan akan terjadi. Pengaruh auksin yang mengakibatkan awal perakaran sudah banyak diketahui dan digunakan secara komersil untuk merangsang perakaran potongan batang.
Reproduksi Seksual pada Tumbuhan Tingkat Tinggi
1. Pembentukan Gamet
Proses reproduktif dimulai dengan pembentukan dan perkembangan gamet jantan dan gamet betina. Di bawah ini tidak akan dibicarakan bagaimana gamet jantan dan betina itu dibuat dalam bunga, tetapi perlu diketahui bahwa gamet jantan dihasilkan dalam anthera (kotak sari) sedangkan gamet betina dihasilkan dalam ovarium. Banyak tumbuhan membentuk baik anthera maupun karpel secara bahu-membahu pada setiap meristem bunga, sehingga menghasilkan bunga yang disebut bunga tepat atau bunga hermaprodit atau bunga yang bisecual. Beberapa tumbuhan menghasilkan dua tipe bunga yaitu bunga yang hanya menghasilkan anthera saja (bunga staminat) atau hanya karpel saja (bunga pistilat). Tumbuhan berumah satu (monocious) menghasilkan kedua jenis bunga tersebut pada satu pohon, sedangkan tumbuhan yang berumah dua (dicious) hanya menghasilkan satu jensi bunga saja pada satu pohon.
Kenyataan bahwa stamen selalu berkembang lebih dulu dari tengah-tengah meristem daripada karpel, diduga akhir perbedaan kadar zat pengatur tumbuh atau hormon yang diturunkan dari atau diarahkan pada tengah-tengah meristem, sangat penting dalam mengontrol ekspresi sec dalam bunga. Pemberian auksin baik alami maupun sintetik yang disemprotkan pada tumbuhan monocious, telah meningkatkan proporsi bunga betina. Auksin telah mengakibatkan perkembangan bunga betina meskipun primordianya secara genetik dipersiapkan untuk bunga jantan sedangkan giberelin menawarkan imbas yang berlawanan. Sekali perkembangan ovarium telah dimulai, maka perkembangan stamennya akan dihambat. Pada tumbuhan berumah dua, perubahan sec ini mungkin saja terjadi. Apabila bunga sudah menghasilkan gamet jantan dan gamet betina, maka penyerbukan atau polinasi sanggup terjadi yang selanjutnya hasil fusi gamet jantan dan gamet betina akan menghasilkan zigot.
Pada beberapa tumbuhan meskipun ada penyerbukan, tetapi pembuahannya sanggup saja tidak terjadi. Dalam tumbuhan ini pembelahan reduksi sel induk megaspora tidak terjadi dan embrio berkembang tanpa miosis dan pembuahan. Hal ini merupakan contoh apomiksis, yaitu reproduksi tanpa melalui penggabungan gamet.
2. Perkembangan Embrio
a. Tumbuh
Zigot merupakan sel pertama dari generasi sporofit yang mempunyai potensi maksimal untuk melaksanakan pertumbuhan, lantaran ia bisa untuk tumbuh menjadi organisme gres yang utuh. Setelah satu kali pembelahan, setiap sel anak akan berkurang kecenderungan morfogenetiknya, lantaran setiap sel anak hanya bisa menghasilkan potongan organisme secara terbatas dan sudah mengarah kepada pembentukan morfologi tertentu. Meskipun demikian apabila kedua sel anak tadi dipisahkan, setiap sel akan memperoleh kembali kapasitasnya untuk tumbuh menjadi suatu organisme. Berkurangnya kapasitas kedua sel anak yang berasal dari zigot tersebut disebabkan lantaran setiap sel anak kini tidak terpisahkan, tetapi dibawah imbas sel-sel lain yang berdekatan dan berafiliasi dengannya melalui hubungan protoplasma (plasmodesmata).
Dengan bertambahnya kompleksitas organisme, kapasitas yang berkaitan dengan pertumbuhan dari setiap sel akan berkurang sejalan dengan imbas semua sel dan jaringan yang mengitarinya.
b. Pertumbuhan Embrio
Tidak usang sehabis terbentuk, zigot mulai tumbuh dengan cepat dan berkembang menjadi suatu embrio, yang selanjutnya akan beristirahat hingga biji berkecambah. Perkembangan endosperm mendahului pertumbuhan embrio dan endosperm ini merupakan jaringan yang akan memberi makan embrio selama pertumbuhannya. Pola pertumbuhan embrio berbeda dari satu tumbuhan ke tumbuhan lainnya, tetapi klarifikasi secara umum akan sangat membantu kita. Permulaan pembelahan sel zigot akan menghasilkan dua sel, satu diantaranya akan berkembang menjadi embrio dan yang lainnya akan menjadi suspensor. Suspensor mengatur pelekatan dan orientasi embrio serta mendorongnya ke dalam masa endosperm yang akan memberinya makanan. Perkembangan embrio melalui tahap-tahap globuiar, jantung, dan torpedo, dikatakan demikian lantaran penampilannya memperlihatkan bentuk-bentuk tersebut. Dua lekukan pada tahap jantung akan berkembang menjadi kotiledon dan pada tahap kotiledon embrio telah menyebarkan radikula (meristem akar) dan meristem “shoot” (tunas pucuk). Dengan tumbuhnya embrio, maka endosperm akan tercerna lantaran digunakan untuk memberi makan embrio. Proses ini berlanjut terus hingga tidak ada endosperm yang tersisa dan semua materi sisa dipindahkan ke kotiledon mirip halnya biji kacang. Alternatif lain mirip pada jagung, endosperm tetap tinggal dalam biji hingga perkecambahan terjadi.
c. Pertumbuhan Embrio In-Vitro
Pada tahun 1930, P. White, spesialis fisiologi Amerika telah berhasil menyebarkan suatu media untuk mengkultur embrio yang berukuran sebesar awal tahap jagung (heart stage) di luar induknya. Akhir-akhir ini diketahui bahwa endosperm kemungkinan besar merupakan sumber nutrien yang terbaik untuk pertumbuhan embrio dan penambahan air kelapa ke dalam medium telah memungkikan embrio yang masih pada tahap awal perkembangannya dikultur dan berhasil. Masalah yang timbul akhir pemakaian air kelapa dalam medium yaitu komposisi air kelapa yang sangat kompleks dan sebagian besar tidak diketahui. Air kelapa kaya akan nitrogen, gula, banyak sekali macam zat tumbuh dan hormon serta banyak lagi senyaw-senyawa lainnya dengan aktifitas fisiologi yang bervariasi.
d. Perkembangan dalam Kultur Sel dan Kultur Jaringan
Pada tahun 1950, laboratorium Steward memperoleh kemajuan pesat dalam perjuangan mengkultur jaringan dan sel dari beberapa tumbuhan terutama wortel, dengan menggunakan medium basal White ditambah dengan air kelapa. Kemudian dengan cara memindahkannya ke dalam medium yang tepat, baik padat maupun cair, sel-sel tersebut secara normal berkembang menghasilkan embrio, membentuk akar dan shoot dan akhirnya menjadi tumbuhan remaja yang lengkap dan berbunga. Jelaslah banya sel-sel yang berasal dari banyak sekali sumber pada tanaman, apabila diperlakukan dan diberi kesempatan yang baik dan tepat, sanggup mengubah dirinya dari keterbatasan-keterbatasan dalam lingkungan induknya kepada sifat-sifat zigot yang khas dan sanggup melaksanakan embriogenesis atau semacamnya, menghasilkan suatu tumbuhan yang utuh. Sel-sel yang berasal dari potongan tumbuhan yang
remaja dan terdiferensiasi (batang, akar, dan lain-lain), responsnya sangat terbatas dan memerlukan perlakuan yang khusus. Kapasitas yang dimiliki oleh zigot akan tetap ada dalam sel dan tidak akan hilang sebagai akhir pembelahan.
Dalam perkembangan suatu organisme, kecenderungan morfogenetik dari sel-selnya akan ditutup dan akan dibuka kembali apabila sel-sel menjadi bebas dari karingan dan dikultur dalam medium yang tepat, perlu menerima perhatian dalam perjuangan menginduksi dan memelihara perkembangan sel secara teratur.
e. Totipotensi Sel Tumbuhan
Sel-sel somatik dari banyak sekali potongan tumbuhan, apabila diberi kondisi yang baik dan tepat, sanggup berkembang menjadi suatu tumbuhan gres yang utuh. Hal ini disebut totipotensi, lantaran mereka mempunyai potensi penuh untuk berkembang, sama mirip yang dimiliki oleh zigot. Meskipun tidak semua sel tumbuhan sanggup melaksanakan pemudaan kembali (rejuvination) melalui cara ini, lantaran beberapa dari mereka telah terpatok pada suatu pola yang peristiwanya tidak sanggup kembali (irreversible), akhir terjadinya pengendapan bahan-bahan dinding sel yang padat dan tidak larut. Meskipun demikian semua jaringan tumbuhan mengandung sel-sel yang totipoten.
Hal di atas merupakan perwujudan yang memperlihatkan bahwa setiap sel hidup tumbuhan, di dalamnya membawa informasi genetik yang lengkap yang penting untuk menghasilkan suatu tumbuhan. Hilangnya kemampuan dalam proses perkembangan bukan disebabkan hilangnya informasi dari sel tersebut, tetapi berkurangnya kemampuan untuk memanfaatkan informasi. Makara setiap sel sebetulnya mempunyai kapasitas penuh untuk tumbuh atau potensi morfogentik mirip yang dimiliki oleh zigot, tetapi dalam proses perkembangan kapasitas untuk tumbuh ini harus dikontrol demi keteraturan dan keserasian.
Sifat totipotensi sel tumbuhan khususnya pada sel-sel jaringan meristematik ketika ini berkembang lebih luas menjadi bidang penelitian secara in-vitro yang sangat popular ketika ini dengan pembakan somatik embryogenesis. Somatik embryogenesis yaitu diffrerensiasi sel-sel haploid atau diploid yang perkembangan menjadi tumbuhan yang utuh. Pada sel-sel yang masih masih mudak hampir seluruh kelompok sel sanggup bergabung membentuk subuah jaringan meristem gres yang sanggup berdifferensiasi menbentuk tumbuhan gres yang utuh. Pada jaringan tumbuhan yang lebih matang, hanya kelompok sel-sel epidermis yang sanggup berkembang menadi embryo (Salisburry & Ross, 1992). Lebih lanjut dikatakan bahwa pada jaringan tumbuhan yang remaja , embryo genenesis hanya sanggup terjadi melalui kalus. Peluang somatik embrygenesis dari sel-sel jaringan reproduktif sepersi kuncup bunga, ovul, kepala sari kotiledon jauh lebih tinggi disbanding dengan kalus dari sel-sel batang, kuncup tunas atau daun.
3. Pembentukan Buah dan Biji
Perkembangan buah dan biji dimulai sehabis penyerbukan terjadi. Apabila tidak terjadi penyerbukan, maka bunga akan cepat renta dan mati. Pada tumbuhan apomistik, rangsangan penyerbukan saja sudah cukup untuk memulai perkembangan embrio dan diduga bahwa polen telah menyediakan zat tumbuh atau hormon yang merangsang perkembangan embrio. Penyemprotan auksin pada bunga yang tidak diserbuki akan menghasilkan buah yang partenokarpi (tanpa biji). Pada beberapa tumbuhan, terutama dari spesies yang berbiji banyak (stony fruit), asam giberelat bertindak sebagai pengganti auksin. Dalam spesies-spesies ini diketahui bahwa polen menghasilkan giberelin dan bukan auksin.
a. Perkembangan Buah dan Biji
Tahap awal dalam perkembangan buah dan biji yaitu pembelahan yang cepat tanpa banyak mengalami pembesaran. Faktor utamanya lantaran terlibatnya sitokinin yang banyak diproduksi oleh endosperm yang triploid atau pentaploid yang tumbuh pada tahap ini. Berbagai jaringan dari tumbuhan induk, mirip ovarium, dasar bunga dan kadang kala dari tabung bunga sanggup terlibat dalam pembentukan buah. Setelah tahap pembelahan sel, fase pertumbuhan berikutnya terutama dilakukan dengan pembesaran sel. Dari beberapa penelitian diduga bahwa hal ini disebabkan oleh auskin yang dihasilkan di dalam biji. Apabila biji-biji tersebut dikeluarkan dari buah yang sedang berkembang, perkembangan buah tersebut akan terhenti, akan tetapi perkembangan sanggup diteruskan apabila diberi auksin. J.P. Nitch, spesialis fisiologi Perancis memperlihatkan bahwa pada buah strawberry dan ketimun, perkembangannya tergantung pada auksin yang berasal dari ovulus. Beberapa buah-buahan menawarkan respon terhadap pemberian giberelin daripada terhadap auksin.
b. Pematangan Buah
Proses pematangan buah banyak melibatkan perubahan kimia dan fisiologi yang kompleks, yang menyangkut rasa, ukuran, warna, tekstur, dan aroma. Pada proses pematangan buah sanggup terjadi konversi asam dan pati menjadi gula bebas, peningkatan pektinase yang akan melunakkan dan merusak dinding sel, peningkatan banyak sekali macam pigmen mirip antosianin, serta hilangnya pigmen khlorofil. Bayak perubahan-perubahan dirangsang atau diakibatkan oleh etilen yang dihasilkan oleh buah itu sendiri.
Produksi etilen oleh buah telah diketemukan pada ketika penyimpanan. Etilen yang diproduksi oleh setiap buah, telah menawarkan imbas kumulatif dan merangsang buah-buah lain untuk matang lebih cepat dan secara tidak sengaja akan memproduksi lebih banyak etilen. Proses pematangan dalam penyimpanan buah secara massal, akan mengakibatkan proses autokatalik mengakibatkan buah tersebut akan menerima cukup air dan diberi kondisi yang baik untuk perkecambahan, biji tersebut tetap tidak akan berkecambah. Dormansi sanggup diakibatkan oleh terbentuknya senyawa-senyawa kimia penghambat pada permukaan biji, kurangnya zat perangsang yang penting atau disebabkan oleh kulit biji yang keras sehingga air dan oksigen tidak sanggup masuk. Dormansi ini sanggup hilang dengan banyak sekali macam cara mirip dengan melaksanakan pembekuan, memperpanjang periode pendinginan, memperpanjang pendedahan pada keadaan dingin, menawarkan kelembaban yang tinggi dengan adanya oksigen, melaksanakan pemanasan secara intensif (dibakar), melalui usus burung atau mamalia, secara mekanik (dipecah) atau dibiarkan ditumbuhi jamur. Apabila kondisi yang diharapkan untuk menghilangkan dormansi ini berjalan, embrio akan mulai membuat giberelin dan sitokinin yang diharapkan untuk mengungguli imbas kerja penghambat pertumbuhan (growth inhibitor), sehingga pertumbuhanpun sanggup dimulai. Kalau paad ketika tersebut air diberikan, maka bijipun akan berkecambah.
c. Kondisi Lngkungan Perkecambahan
Faktor pertama yang diharapkan untuk perkecambahan yaitu air, oksigen, suhu, dan cahaya. Air merupakan faktor yang paling penting, lantaran biji berada dalam keadaan terdehidrasi. Secara normal
Gbr. 81. Mobilisasi sumber nutrisi pada perkecambahan biji (dikutip dari Bidwell, 1979).
biji mengandung air sekitar 5-20% dari berat totalnya dan harus menyerap sejumlah air sebelum perkecambahan dimulai. Tahap awal perkecambahan yaitu pengambilan air dengan cepat yang disebut imbibisi. Ada indikasi bahwa hingga batas kadar air kritis tertentu (berbeda untuk biji dan spesies yang berbeda) pertumbuhan tidak akan terjadi. Apabila air dikeluarkan sebelum mencapai titik air kritis dicapai, biji tidak akan rusak, tetapi apabila batas titik ini dilewati dan metabolisme telah dimulai, biji yang sedang berkecambah ini akan mati apabila dikeringkan kembali.
Oksigen penting untuk perkecambahan. Metabolisme pada tingkat awal perkecambahan mungkin dilakukan secara anaerob, tetapi akan dengan cepat diubah menjadi aerob sehabis kulit biji pecah dan oksigen sanggup berdifusi ke dalam (Gambar 73).
E
A C
B D
F
Gbr. 82. Kecamba biji kacang hijau. Embry dalam keadaan dorman, memperlihatkan posisi alami organ-organ tumbuhan (A). embrio sementara berkecambah memperlihatkan posisi relative organ dalam tubuh tumbuhan (B) tahap awal pembangunan organ-organ dalam tubuh tumbuhan (C dan D). bakal tunas batang (E) dan Bakal Akar (E).
Suhu yang tepat sangat penting untuk perkecambahan, biji biasanya tidak akan berkecambah di bawah suhu tertentu yang spesifik untuk spesies. Cahaya juga penting untuk perkecambahan beberapa biji. Biji-biji kecil yang hanya mempunyai cadangan kuliner sangat sedikit untuk menunjang pertumbuhan awal embrionya, maka perubahan menjadi autotrop secepatnya menjadi penting bagi dirinya.
Apabila biji tersebut berkecambah terlalu dalam di dalam tanah, mereka mungkin akan kehabisan cadangan asimilat (makanan) sebelum bisa mencapai permukaan tanah dan kecambah mungkin akan mati lantaran tidak sempat berfotosintesis. Untuk biji kelompok ini cahaya sangat penting sehingga perkembangannya harus terjadi di
permukaan atau erat permukaan. Di samping itu suatu pigmen yang sensitif terhadap cahaya yang disebut fitokrom memegang peranan penting dalam perkecambahan beberapa biji spesies tertentu, yang akan dibahas kemudian. Dalam proses perkecambahan telah terjadi mobilisasi nutrisi mirip pada Gambar 81. Awal dari proses perkecambahan biji akan di mulai dari induksi akar kemudian diikuti oleh organ-organ tumbuhan lainnya (Gambar 82)
4. Pertumbuhan dan Perkembangan Akar
Perkecambahan biji pada umumnya dimulai dengan munculnya radikula atau radikel (akar embryo) kemudian diikuti dengan perkembangan epikotil. Sebahagian dari spesis tumbuhan mirip pada pinus, dimulai dengan terjadinya sitokinesis pada radikula, sedang spesies lainnya mirip pada jagung di mulai dengan sedikit mitosis kemudian diikuti dengan sitokinesis sebelum proses perkecambahan selesai (Feldman 1984).
Gbr. 83. Sistem perakaran Tanaman dikotil (A) tanamana monokotil (B) dan Iirisan penampang membujur tempat pertumbuhan akar (C)
Pertumbuhan dan perkembangan sistem perakaran tumbuhan ini didukung oleh proses fotosintesis pada daun. Hasil fotosintesis diangkut dari daun oleh floem ke tempat perakaran. Keluarnya calon akar (radicula) dari biji hingga keluarnya ujung kecambah (plumula) ke permukaan tanah akan dilanjutkan dengan pertumbuhan bibit hingga terjadinya penyempurnaan fungsi masing-masing organ tanaman. Tahap selanjutnya radicula segera menyempurnakan diri menjadi akar yang siap
melaksanakan banyak sekali fungsinya. Diagram sederhana yang menggambarkan sistem perakaran tumbuhan dikotil, monokotil dan irisan membujur tempat pertumbuhan akar memperlihatkan anatomi dari sistem akar monokotil dan dikotil (Gambar 83).
Daerah pemanjangan pada akar terletak sekitar 4 mm dari ujung. Sel akar paling ujung membentuk tudung akar melindungi sel-sel gampang yang gres terbentuk dari aktifitas meristem apikal akar ketika menenbus akar dan merupakan potongan sel yang paling peka terhadap gaya gravitasi. Tudung akar mengeluarkan lendir yang disebut musigel pada permukaan luarnya dan banyak mengandung gula, asam organik, vitamin, enzim, dan asam amino. Musigel dari akar merupakan hasil acara dari benda-benda golgi dari sel sitoplasma akar akan terus di produksi oleh tudung akar sepanjanag buhan akar. Musigel menjadi tempat berkumpulnya mikroorganisme tanah yang bersimbiosesis dengan akar dan barang kali menjadi sumber cadanga asimilat bagi mikroorganisme tanah tersebut mirip mikoriza, kuman rizobium, azotobakter dan sebagainya (Foster, 1982).
Akar tumbuhan sanggup mengalami beberapa modifikasi antara lain menjadi akar yang menyimpan cadangan kuliner (pati) contohnya pada bit gula atau akar penyimpan air pada beberapa family Cucurbitaceae yang tumbuh di tempat kering atau tempat yang tidak turun hujan dalam waktu yang panjang, akar nafas (pneumatofor) yang sanggup meningkatkan pertukaran gas antara udara dengan akar-akar yang terendam air pada tumbuhan bakau (Avicennia nitida) akar udara pada anggrek yang sanggup membantu penyerapan air hujan akar parasit/haustorium tali putri (Cuscuta sp), dan mikoriza yaitu simbiosis mutualisme antara akartumbuhan dengan cendawan.
Dibbalik sel-sel tudung akar terdapat Quiescent Center yang merupakan wilayah dimana sel-selnya khas yang tidak aktif. Quiescent Center berfungsi untuk menggantikan sel-sel meristematik dari tudung akar dan memepunyai peranan yang sangat penting dalam mengatur pola-pola pertumbuhan akar (Clowes 1975).
Daerah di belakang Quiescent Center dibagi menjadi tiga zona; (1) Zona pertumbuhan yaitu lokasi dari meristem apikal sekitar 0,5 -1,5 mm di belakang ujung akar dan sel-selnya berasal dari meristem apikal yang memungkinkan terjadinya pertumbuhan akar (2) Zona pemanjangan yaitu lokasi pertumbuhan memanjang dari akar yang sel-selnya berasal dari meristem apical. Pemanjangan akar pada tempat ini terjadi melalui penyerapan air ke dalam vakuola. Proses pemanjangan ini mendorong ujung akar menembus masuk ke dalam tanah. (3) Zona perkembangan; adala tempat dimanan sel-sel akar mulai berdiferensiasi. Di tempat ini akan ternbentuk bulu akar (akar rambut) yang berfungsi untuk meningkatkan penyerapan air dan nutrisi mineral. Pada tempat perkembangan sel-selnya mulai berdifferensiasi menjadi xylem, floem, perisikel, endodermis, korteks dan epidermis dari jaringan pembulu akar. Meristem apikal akar menghasilkan tiga meristems utama yaitu protoderm, apikal meristem, dan procambium. Akar monokotil dan dikotil secara garis besar mempunyai susunan anatomi yang terdiri dari epidermis, korteks, endodermis, dan silinder pusat. Anataomi sistim perakaran tumbuhan di perlihatkan pada Gambar 84).
Epidermis: epidermis berasal dari protoderm dan sekitarnya yang terdiri dari satu lapisan sel tebal. Sel-sel epidermis tidak dilindungi oleh kutikula sehingga mereka sanggup menyerap air dan mineral nutrisi. Pada perkembangan akar selanjutnya, epidermis akar akan digantikan oleh periderm.
Korteks, merupakan susuan sel parenkhim berdinding tipis da tersusun longgar. Kortek menempati sebagian besar akar tumbuhan. Penampang melintang akar memperlihatkan bahwa korteks tampak sebagai lingkaran, sebaliknya pada penampang membujur korteks tampak sebagai bentukan yang memanjang. Korteks dibagi menjadi tiga lapisan, yaitu hipodermis, penyimpanan sel-sel parenchyma, dan endodermis. Hpodermis yaitu lapisan pelindung, dimana sel-selnya dilapisi oleh suberin dan berada tepat di bawah epidermis. Suberin dalam sel-sel ini membantu dalam retensi air. Penyimpanan sel parenchyma berdinding tipis dan sering menyimpan pati.
Endodermis yaitu lapisan terdalam dari korteks. Lapisan sel-sel korteks yang paling dalam tersusun rapat tanpa adanya ruang antar sel dan terdiri dari sel-sel berbentuk kotak yang disebut endodermis. Sel-sel endodermis mengalami penebalan dinding sel pada potongan radial dan vertikalnya dengan penambahan materi suberin (gabus) sehinga membentuk suatu pita yang disebut pita kaspari (Casparian Strip). Pita kaspari mencegah air masuk secara apoplast (melintasi dinding sel), tetapi air sanggup masuk melalui endodermis yang dindingnya tidak menebal dan sering di sebut dengan disebut sel penerus secara simplast (melintasi potongan hidup dari sel), sehingga memungkinkan sel membran untuk mengontrol penyerapan oleh akar.
Silinder pusat (stele), merupakan potongan terdalam dari akar, yang terdapat di sebelah dalam lapisan endodermis. Jaringan yang terdapat dalam silinder pusat mencakup jaringan perisikel, xilem, floem dan empulur. Perisikel atau perikambium merupakan lapisan terluar dai silinder pusat. Pada perkembangan selanjutnya sel-sel perisikel yang letaknya segaris dengan xilem sanggup berkembang menjadi jaringan meristem. Sel-sel tersebut membelah ke arah luar dan membentuk cabang akar (Gambar 85). Oleh lantaran pembentukan cabang akar dimulai dari silinder pusat (pada lapisan perisaikel) maka pertumbuhan cabang akar bersifat endogen (pertumbuhan dari dalam ke luar). Berkas vaskuler (pembuluh angkut atau fasis), terdiri dari xilem dan floem. Pada akar tumbuhn dikotil xilem primer terletak di pusat akar dan membentuk bintang, sedangkan floem primer terletak di sebelah luar xilem primer. Sebaliknya pada akar tumbuhan monokotil, xilem primer terletak berselang-seling dengan floem primer. Pada akar tumbuhan dikotil, di antara xilem dan floem terdapat kambium (tipe kolateral terbuka), sedangkan pada akar tumbuhan monokotil diantara xilem dan floem tidak dijumpai kambium (tipe kolateral tertutup). Kambium merupakan titik pertumbuhan sekunder; kearah dalam membentuk xilem dan kearah luar membentuk floem. Empulur, merupakan jaringan parenkhim yang terdapat diantara berkas vaskuler pada tempat silender pusat.
Ada dua pola pertumbuhan pada tumbuhan biji, yaitu pertumbuhan primer dan pertumbuhan sekunder. Pertumbuhan primer adalah pertumbuhan memanjang dari organ-organ tumbuhan . yang mengakibatkan batang dan akar semakin panjang. Pertumbuhan ini terjadi ketika akar tumbuhan semakin masuk ke dalam tanah. Pertumbuhan sekunder merupakan pertumbuhan yang mengakibatkan tumbuhan akar menjadi lebih tebal, tumbuh memperbesar diameter akar. Beberapa tumbuhan biji mengalami pertumbuhan sekunder akar. Pertumbuhan primer ini merupakan hasil acara meristem lateral yang ada diantara jaringan pembuluh xilem dan floem akar. Tipe pertumbuhan ini hanya ditemukan pada tumbuhan dikotil dan beberapa gymnospermae.
Proses perkecambahan merupakan proses pertumbuhan biji yang disertai dengan pembentukan jaringan-jaringan gres atau diferensiasi. Jaringan-jaringan gres merupakan hasil pertumbuhan dari jaringan meristem, baik meristem apikal, meristem lateral ataupun meristem interkalar, tergantung jenis tumbuhannya. Jaringan meristem apikal, ujung akar dan ujung batang, terus menerus membelah sehingga tumbuhan semakin meninggi dan akar semakin menghujam ke dalam tanah. Sel-sel hasil pembelahan meristem akan mengalami diferensiasi membentuk jaringan epidermis, parenkhim, jaringan pembuluh dan jaringan remaja lainnya.
Pertumbuhan primer akar dihasilkan dari hasil pembelahan dan diferensiasi meristem apikal pada ujung akar. Hampir semua tumbuhan berpembuluh, apakah itu tumbuhan herba, tumbuhan berkayu mengalami proses pertumbuhan primer akar. Pertumbuhan primer dihasilkan dari proses pembelahan mitosis jaringan meristem akar. Pertumbuhan ini pada tumbuhan terdiri atas tiga tahapan yaitu: a) pembelahan sel mitosis dari sel-sel meristem apikal akar; b) perluasan tempat sel; sel-sel anak tumbuh menjadi sel-sel yang fungsional; c) differensiasi dan pematangan; sel-sel berkembang secara fisik dan fisiologis menjadi sel-sel yang mempunyai ciri yang khas untuk membentuk fungsi tertentu. Meristem merupakan jaringan tumbuhan yang tidak mengalami diferensiasi, bisa membelah terus menerus secara mitosis, sehingga menghasilkan pertumbuhan. Meristem apikal merupakan daerah yang sel-selnya secara aktif membelah pada potongan ujung akar dan ujung batang.
Akar merupakan potongan penting untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan kebanyakan tumbuhan. Akar tumbuhan mampu menembus kedalaman tanah pada kondisi tanah kering. Struktur akar berafiliasi dengan banyak sekali fungsi. Fungsi-fungsi tersebut di antaranya akar harus bisa menembus lapisan tanah yang keras sehingga tidak jarang bisa menimbulkan kerusakan pada potongan akar yang selalu tumbuh lantaran sering bergesekan langsung dengan tanah, adanya tudung akar mengakibatkan akar terlindung dari kerusakan. Akar harus bisa menyerap air dan nutrisi mineral yang terlarut di dalamnya dari dalam tanah. Akar harus bisa menyaring bahan-bahan yang dibutuhkan tumbuhan dan mengeluarkan materi yang tidak diharapkan dari dalam air. Selanjutnya, akar harus mengangkut air menuju ke potongan atas tumbuhan. Sebaliknya, akar harus bisa membawa hasil fotosintesis untuk ditranslokasikan ke sel-sel akar sehingga mendapatkan materi asimilat untuk mendukung kegiatan respirasi dan pertumbuhannya. Terkadang akar digunakan untuk tempat penyimpanan kelebihan materi makanan. Akhirnya akar pun harus bisa mendukung dan memperkuat berdirinya tumbuhan di atas tanah. Fungsi di atas sanggup dilakukan oleh jaringan-jaringan yang terspesialisasi dengan fungsi fisiologis yang spesifik.
Bagian akar yang pertama tumbuh yaitu radikel (akar primer). Lapisan epidermis akan membentuk bulu akar yang berfungsi untuk memperluas bidang penyerapan sehingga kemampuan akar dalam mengikat air dan garam mineral pun meningkat. Pertumbuhan akar terjadi akibat pembelahan ujung akar yang mengalami pemanjangan dan diferensiasi membentuk jaringan-jaringan baru. Secara skematis proses pertumbuhan akar, Sel-sel hasil pembelahan jaringan meristem selanjutnya mengalami pertumbuhan memanjang tanpa diikuti proses diferensiasi. Proses diferensiasi terjadi pada potongan atas daerah pemanjangan. Pada tempat diferensiasi sudah tampak adanya pengelompokkan bakal jaringan baru. Bagian yang paling terang yaitu
tempat yang banyak mengandung bulu akar, dimana bulu akar ini tumbuh dari jaringan epidermis. Pada potongan dalam, tampak ikatan pembuluh xilem dan floem. Pada dikotil kedua jaringan ini dipisahkan oleh jaringan kambium atau prokambium.
Akar dikotil berbeda strukturnya dengan monokotil. Akar dikotil mempunyai perisikel yang membuat pertumbuhan sekunder akar, sedangkan akar monokotil relatif memiliki struktur dan bentuk yang tetap. Akar dikotil mempunyai cabang akar yang tumbuh dari bagian dalam stele atau silinder pusat. Cabang akar muncul akhir pertumbuhan dari jaringan perisikel,Jaringan terluar dari akar yaitu jaringan epidermis. Beberapa sel epidermis mengalami pengembangan ke arah lateral membentuk bulu akar, yang menyerap nutrisi mineral dan materi terlarut dari tanah. Bulu akar mempunyai umur yang pendek dan biasanya hanya ditemukan di daerah jaringan dewasa.
Korteks sering juga digunakan sebagai jaringan tempat penyimpanan cadangan asimilat (makanan). Endodermis mengatur pedoman materi ke potongan dalam potongan silinder pusat akar (stele). Endodermis terdiri atas sel-sel dengan pita dari gabus (suberin) pada potongan dinding sel radialnya yang biasa disebut dengan pita kaspari. Perisikel merupakan salah satu jaringan yang tampak mirip dengan struktur korteks, tetapi tempat perisikel berubah menjadi meristematis, membentuk meristem apikal gres dan tudung akar, dan menghasilkan akar lateral yang akan terdorong ke luar ke arah lapisan tanah. Sementara jaringan prokambium menghasilkan jaringan pembuluh untuk mengangkut air dan nutrisi mineral. Prokambium menghasilkan floem primer untuk mengangkut makanan dan materi lainnya, termasuk hormon. Prokambium juga menghasilkan xilem primer, yang berfungsi mengankut air dan materi yang terlarut menuju ke puncak atau potongan atas tumbuhan.
Xilem primer terutama dibangun oleh sel-sel yang mati ketika mengalami kedewasaan untuk memfungsikan dirinya sebagai pengangkut air (pada gymnospermae disebut trakeid, sedangkan pada angiospermae disebut serat dan pembuluh). Prokambium juga menghasilkan jaringan meristematis yang biasa disebut kambium pembuluh, yang ditemukan pada ikatan pembuluh. Akibat pertumbuhan jaringan ini, perubahan pola atau bentuk prokambium pada tumbuhan dikotil yang tadinya berbentuk seperti bintang menjadi melingkar (Gambar 86). Proses pertumbuhan primer dan sekunder pada akar secara skematis sanggup digambarkan mirip pada Gambar 87.
5. Perkembangan dan perkembangan Batang
Pada ujung batang tumbuhan terdapat jaringan meristem apikal yang aktif tumbuh sehingga batang tumbuhan bertambah panjang. Dibelakang jaringan meristem apikal pada tumbuhan dikotil secara berurutan terdapat protoderm yang akan membentuk epidermis, prokambium untuk selanjutnya akan membentuk xilem, floem, kambium vaskuler, serta meristem dasar yang akan membentuk empulur dan korteks.
Pada tumbuhan dikotil Meristem apikal berukuran relatif kecil dibandingkan dengan meristem apikal tumbuhan dikotil. Meristem tersebut membentuk tunas aksiler (tunas di ketiak daun), bakal daun, dan epidermis. Di bawah meristem apikal terdapat meristem perifer (meristem tepi). Meristem perifer merupakan meristem primer yang melebar dan menebal di sekitar meristem apikal (Bambar 88). Meristem perifer berkembang menjadi potongan utama batang yang berisi ikatan pembuluh. Dibelakng jaringan meristem apikel tumbuhan monokotil tersusun dari lapisan epidermis, korteks, dan silinder pusat (Gambar 89).
Umumnya batang tumbuhan tersusun dari lapisan epidermis, korteks, dan silinder pusat.
Epidermis pada batang tumbuhan dikotil terbentuk dari satu lapis sel pipih yang tersusun rapat dan berfungsi melindungi jaringan di dalam batang sehabis batang mengalami pertumbuhan sekunder. Di tempat-tempat tertentu, epidermis pecah dan diisi jaringan gabus yang dihasilkan oleh kambium gabus (felogen) dan sering di sebut lenti sel. Lenti sel berfungsi sebagai tempat pertukaran gas dan proses transpirasi. Pada tumbuhan monokotil, epidermis, mempunyai dinding sel yang lebih tebal dibandingkan pada tumbuhan dikotilserta dilengkapi dengan stomata dan bulu-bulu.
Korteks batang tumbuhan dikotil merupakan jaringan yang terutama tersusun oleh sel-sel parenkhim sebagai jaringan dasarnya. Korteks batang terdiri dari korteks luar dan korteks dalam (endodermis). Korteks luar tersusun dari sel-sel kolenkim yang berkelompok atau sel-sel kolenkim yang berselang-seling dengan sel-sel parenkhim yang membentuk lingkaran tertutup. Korteks luar tersebut tidak dijumpai pada batang setiap jenis tumbuhan. Sebaliknya, korteks dalam dijumpai pada batang setiap jenis tumbuhan lantaran korteks dalam merupakan pemisah antara korteks dengan silinder pusat. Korteks dalam tersusun dari sel-sel parenkhim. Korteks dalam pada tumbuhan berbiji tertutup mempunyai lapisan sel yang membentuk lingkaran dan berisi butir pati sehingga lapisan sel tersebut disebut seludang pati (sarung tepung). Pada tumbuhan monokotil, korteks berupa jaringan yang terdapat di bawah epidermis. Korteks batang tumbuhan monokotil umumnya terdiri dari sel-sel sklerenkim yang merupakan kulit batang, berfungsi untuk memperkuat dan mengeraskan potongan luar batang.
Silinder pusat (stele) batang tumbuhan dikotil merupakan potongan terdalam dari batang yang terletak di sebelah dalam korteks dalam. Silinder pusat terdiri dari lapisan terluar yang disebut perikambium atau perisikel. Pada potongan dalam perikambium terdapat empulur dan berkas vaskuler yang tersusun dari floem dan xilem. Empulur merupakan parenkhim yang berada di tengah-tengah silinder pusat. Empulur yang berada di sekitar berkas vaskuler berbentuk mirip jari-jari sehingga disebut jari-jari empulur. Berkas vaskuler floem dan xilem pada tumbuhan dikotil tersusun mirip cincin secara kolateral terbuka. Hal ini berarti di antara floem dan xilem terdapat kambium. Berkas vaskuler terbentuk dari kambium awal yang kemudian akan berdiferensiasi menjadi berkas kolateral dengan xilem dan floem primer. Prokambium yang berada di antara xilem dan floem berdiferensiasi menjadi kambium vaskuler. Sedangan kambium yang terbentuk dari parenkhim pada daerah di antara xilem dan floem (dua berkas vaskuler) yang berdampingan disebut kambium intravaskuler. Kedua kambium tersebut membentuk lingkaran kambium yang utuh. Pada tumbuhan monokotil, silinder pusat merupakan jaringan yang berada di bawah korteks. Umumnya batas antara silinder pusat dan kortes pada tumbuhan monokotil tidak terang dan berisi berkas vaskuler yang tersebar pada empulur, terutama terkonsentrasi mendekati kulit batang.
Pada irisan melintang batang tumbuhan monokotil, berkas vaskuler dikelilingi oleh sarung sklerenkim yang menunjang sel-sel di dalamnya. Floem dan xilem berada di sebelah dalam sklerenkhim yang tersusun dalam bentuk berkas vaskuler. Tipe berkas vaskuler yaitu kolateral tertutup. Ini berarti di antara floem dan xilem tidak dijumpai adanya kambium. Oleh karenanya, tumbuhan monokotil tidak mengalami pertumbuhan sekunder. Tumbuhan monokotil umumnya hanya mengalami pertumbuhan primer memanjang. Pembesaran batang dilakukan dengan prosedur pembentukar rongga. Ronga tersebut terbentuk dengan menghilangkan bagian empulur, kecuali empulur pada buku-buku batang. Misalnya rongga mirip saluran pada tumbuhan padi. Berbeda dengan tumbuhan dikotil, struktur anatomi batang tumbuhan monokotil muda sama persis dengan tumbuhan yang sudah tua.
Pada masa perkecambahan, pertumbuhan akar akan segera diikuti dengan potongan plumulae atau daun primer muncul pada permukaan tanah yang dilindungi oleh kotiledon. Plumulae merupakan potongan batang pertama yang tumbuh, terdiri dari meristem apikal batang yang selalu membelah diri secara mitosis Bagian ini secara terus eneru melaksanakan pembelahan sehingga batang menjadi meninggi. Daerah meristematik ini disebut juga sebagai daerah pertumbuhan primer batang.
Meristem apikal ujung batang menghasilkan tiga jenis jaringan primer yaitu protoderm, meristem dasar dan prokambium, semua jaringan ini pada akhirnya akan menghasilkan semua jaringan pada ujung batang dan batang. Seperti halnya pada akar, potongan lapisan paling luar dari ujung batang adalah epidermis, yang muncul dari protoderm. Epidermis bisa mengandung stomata dan lentisel yang berfungsi untuk pertukaran gas, atau potongan permukaan yang menghasilkan zat lilin untuk mencegah kekeringan. Korteks pada batang berasal dari meristem dasar. Jaringan pembuluh primer, floem primer dan xilem primer muncul dari prokambium. Ketiga jaringan ini tersusun menjadi ikatan pembuluh yang terpisah. Meskipun demikian, sejalan dengan pertumbuhan sekunder ikatan pembuluh disatukan oleh kambium interfasikuler atau kambium yang tumbuh di antara ikatan pembuluh yang tampak pada batang yang lebih tua. Bagian terdalam dari batang yaitu jaringan empulur, yang sering digunakan untuk penyimpanan cadangan asimilat.
Proses pertumbuhan primer pada batang menghasilkan jaringan baru melalui diferensiasi. Ikatan pembuluh pada pertumbuhan primer
masih tampak terpisah dengan meristem lateral atau kambium yang belum mengalami pertumbuhan. Ketika kambium yang ada dalam ikatan pembuluh tumbuh akhir pembelahan secara terus-menerus, maka terbentuk jaringan kambium gres yang menghubungkan ikatan pembuluh. Kambium yang ada diantara jaringan xilem dan floem disebut kambium vasikuler, sedangkan yang tumbuh di antara ikatan pembuluh disebut kambium intervaskuler. Pertumbuhan sekunder pada dikotil terjadi adanya pembelahan terus menerus dari meristem lateral (kambium). Pembelahan kambium terjadi dalam dua arah, ke arah dalam kambium menghasilkan jaringan xilem sekunder (kayu), sedangkan ke arah luar menghasilkan floem sekunder (bagian terbesar pembentuk kulit kayu). Akibat dari acara kambium ini struktur batang pada lokasi yang berbeda memperlihatkan perbedaan.
Batang yang masih muda masih dibangun oleh jaringan hasil pertumbuhan primer yaitu jaringan primer. Pada batang yang lebih renta (usia satu tahun), strukturnya terdiri atas jaringan kambium, xilem dan floem sekunder serta jaringan gabus. Semakin tua usia batang, potongan yang paling lebih banyak didominasi yaitu kayu atau xilem sekunder. Akibat pertumbuhan sekunder, potongan kayu tumbuhan terus tumbuh melebar membentuk lingkaran-lingkaran. Pembentukan lingkaran pada kayu ini dipengaruhi oleh pertumbuhan kambium pada animo berbeda. Di tempat tropis yang mempunyai dua musim, animo kering dan animo hujan, pembentukan kayu akan terlihat beda pada setiap musimnya. Lingkaran-lingkarn ini oleh para andal botani digunakan untuk menghitung usia dari pohon kayu tersebut.
6. Pertumbuhan Daun
Daun pada umumnya berbentuk tipis melebar, warnanya hijau dan duduknya pada batang menghadap ke atas. Bentuk daun umumnya tipis, datar, diperkuat oleh tulang daun, dan memiliki permukaan luas untuk mendapatkan cahaya. Daun berfungsi untuk transportasi dan menangkap cahaya untuk fotosintesis, yaitu perubahan energi matahari menjadi energi kimia. Pada tumbuhan dikotil, daun terdiri atas tangkai (petiola) dan helai daun (lamina), sedangkan daun monokotil tidak bertangkai, langsung menempel pada batang. Jaringan penyusun daun mencakup epidermis, mesofil (parenkhim), dan berkas pembuluh mirip tampak pada gambar berikut.
Epidermis terdapat di permukaan atas dan di permukaan bawah daun. Umumnya terdiri dari selapis sel, tetapi ada juga yang terdiri atas beberapa lapis sel, mirip pada daun Ficus dan Piper (sirih). Sel-selnya berdinding tebal dan pada potongan yang menghadap ke luar dilapisi oleh kutikula. Untuk membatasi transpirasi air yang terlalu besar, kadang kala pada daun juga dijumpai lapisan lilin atau rambut-rambut. Pada epidermis terdapat stomata (mulut daun), yaitu celah yang dibatasi oleh sel penutup. Lapisan epidermis atas berfungsi melindungi bagian di bawahnya. Stomata berfungsi sebagai tempat masuk dan keluarnya udara dan uap air serta menghubungkan ruang-ruang antarsel di dalam. jaringan parenkhim dengan atmosfer. Pada tumbuhan darat, stomata terdapat di permukaan bawah daun, sedangkan pada tumbuhan air yang terapung, stomata terdapat pada permukaan atas daun. Epidermis menutupi permukaan atas dan permukaan bawah daun yang dilanjutkan dengan epidermis batang. Pada beberapa jenis tumbuhan dikotil, contohnya oleander (Nerium oleander) mempunyai epidermis atas yang berlapis-lapis. Ciri khas epidermis daun hanya pada lapisan terlur, sedang lapisan-lapisan sel di bawahnya berfungsi menampung air untuk digunakan dalam proses fotosintesis dan reaksi-reaksi metabolisme lain yang berlansung dalam daun. Lapisan lemak (kutin) pada sel-sel epidermis membentuk lapisan nonseluler yang tebal, yang disebut lapisan kutikula. Lapisan tersebut sanggup mempertahankan kekakuan daun, selain melindungi daun dari transpirasi yang berlebihan.
Mesofil merupakan jaringan dasar yang tersusun atas jaringan pallisade (jaringan tiang) dan jaringan spons (bunga karang). Pada tumbuhan dikotil, di bawah epidermis terdapat sel-sel parenkhim. Sel-sel parekhim tersebut membentuk jaringan parenkhim pallisade dan jaringan spons.
Jaringan parenkhim pallisade merupakan jaringan parenkhim pada daun yang mempunyai banyak kloroplas sehingga pada jaringan ini terjadi proses fotosintesis. Sel pada parenkhim pallisade tersusun sangat rapat. Jaringan parenkhim pallisade terdiri atas selapis sel, tetapi pada beberapa tumbuhan dikotil mirip bunga soka (Ixora sp.) mempunyai beberapa lapis sel. Pada umumnya, jaringan parenkhim pallisade terdapat pada permukaan atas daun, mirip pada daun Nerium oleander, tetapi ada kalanya jaringan tersebut ditemukan pada kedua permukaan daun, mirip pada daun kayu putih (Eucalyptus sp.). Posisi jaringan parenkhim
pallisade tegak lurus dengan permukaan daun dan sel-sel penyusunnya penuh dengan kloroplas. Tidak ada potongan lain dari tubuh tumbuhan yang mengandung kloroplas sebanyak yang terdapat pada sel-sel jaringan tersebut.
Jaringan spons (bunga karang) pada tumbuhan dikotil merupakan jaringan yang didalamnya terdapat pembuluh pengangkut. Jaringan spons terdiri atas sel-sel yang tersusun lepas, umumnya bercabang tidak beraturan dan saling berafiliasi di ujung-ujung percabangan. Dengan susunan demikian menimbulkan Gambaran mirip bunga karang dengan sistem rongga antarsel yang intensif. Kloroplas yang dikandung tidak sebanyak yang terdapat pada sel-sel jaringan tiang. Pada jaringan ini terdapat kloroplas, namun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan kloroplas dalam parenkhim pallisade. Pada tumbuhan monokotil tidak terdapat jaringan parenkhim pallisade, hanya ada jaringan spons. Proses fotosintesis terjadi di semua sel penyusun jaringan spons yang berbentuk membulat. Jaringan spons pada tumbuhan monokotil di dalamnya terdapat pembuluh pengangkut. Ciri khas jaringan spons yaitu adanya lekukan-lekukan yang menjadi penghubung antar sel.
Berkas vaskuler daun yaitu floem dan xilem terdapat pada ibu tulang daun, tulang-tulang cabang, dan urat-urat daun yang terlihat menonjol padapermukaan bawah daun. Berkas vaskuler ini merupakan lanjutan berkas vaskuler pada batang, walaupun tidak seluas pada batang.
Sistem pembuluh pada daun membentuk sistem percabangan jala yang kompleks pada potongan mesofil, tepatnya pada tempat-tempat pertemuan antara jaringan tiang dengan jaringan bunga karang. Masuknya jalur yang lebih besar mengakibatkan mesofil menonjol keluar, terutama di permukaan bawah membentuk pertulangan daun. Pada kebanyakan tumbuhan dikotil, pertulangan daun membentuk pertulangan daun menjala ( Gambar 91 ). Pada tumbuhan monokotil, umumnya tersusun dari satu lapis sel yang terdapat di permukaan bawah daun dan pada tempat-tempat tertentu di temukan adanya stomata. Pada tumbuhan monokotil khususnya golongan Graminae (rumput-rumputan) terdapat sekumpulan sel-sel epidemis yang tersusun ibarat kipas, yang sering disebut sel bulliform (Gambar 92). Sel bulliform tidak mempunyai lapisan kutikula dan berdidnding tipis, yang berperan dalam penggulungan daun pada waktu udara kering. Jaringan mesofil pada tumbuhan monokotil tidak berkembang tepat mirip pada tumbuhan dikotil. Kebanyakan tumbuhan monokotil mempunyai pertulangan daun sejajar. Pertulangan daun terpecah pada dasar daun atau sepanjang ibu tulang daun dan akhirnya bertemu lagi di ujung daun.
Pertumbuhan dan Perkembagan Daun
Pertumbuhan embrio dimulai beberapa waktu sebelum munculnya radikula atau plumula dari kulit biji. Ada beberapa perbedaan pendapat apakah pembesaran sel mendahului pembelahan sel dalam embrio tetapi pada kebanyakan jenis tumbuhan, kedua proses tersebut terjadi cukup awal dalam pertumbuhan embrio. Pembesaran sel memerlukan periode pengambilan air kedua yang biasanya berbeda pada awal imbibisi. Radikula, pada padi-padian, biasanya yaitu potongan pertama yang muncul dari kulit biji, kemudian diikuti oleh plumula yang semenjak permulaan secara khusus teradaptasi untuk menembus lapisan tanah yang menutupi biji.
Pertumbuhan dan perkembangan bagian-bagian vegetatif tumbuhan di atas tanah terutama ditentukan oleh acara meristem apikal lantaran di sini primordia daun terbentuk. Pada awal pemanjangan batang dari jaringan batang gres yang terbentuk pada meristem apikal dintetukan oleh banyak sekali rangsangan hormonal yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan semua potongan tumbuhan berikutnya, baik hormon yang berasal dari meristem apikal itu sendiri maupun dari daun-daun muda yang terbungkus rapat membentuk tunas apikal. Pada ujung tunas apikal terdapat tunika dimana sel-selnya membelah dengan membentuk dinding-dinding gres dalam suatu bidang antiklinal, tegak lurus pada permukaan ujung. Tunika membesar untuk melindungi ujung yang tumbuh tetapi ketebalannya hanya beberapa lapis sel dan secara komparatif tetap konstan. Dalam korpus tidak ada keteraturan dalam bidang-bidang pembelahan sehngga struktrur lapisan yang positif tidak didapatkan pada potongan tengah. Pembelahan tunika-korpus hanyandapat diterapkan untuk ujung itu sendiri, yaitu kubah jaringan antar dua primordia daun termuda. Sementara itu primordia berkembang mengakibatkan pola sel berubah lantaran pengaturan yang khas pada ujung berkembang menjadi primordia.
Pengaturan daun-daun pada batang (filotaksis) sanggup dilacak secara langsungterhadap kedudukan geometrik dan waktu pembentukan primordia daun yang baru. Pada setiap jenis tumbuhan dengan filotaksis spiral (misalnya kapas), primordia termuda muncul dengan pusatnya dan primordia tertua berikutnya membentuk suatu sudut pada pusat ujung jikalau dipandang dari irisan melintang. Primordia yang lebih muda terpancang lebih tinggi di kubah apikal. Dalam filotaksis yang berselang-seling (misalnya jagung), sudut antara primordia yang berurutan yaitu 180o sehingga semua primordia terpusat dalam satu bidang tegak melewati ujung. Tipe-tipe filotaksis lain tidak didapat pada tumbuhan budidaya penting.
Antara ujung dan primordia daun, berkembang primordiua tunas lateral (samping), dalam kondisi yang sesuai sanggup berkembang menjadi cabang lateral dan biasanya dinamakan anakan pada tumbuhan padi-padian. Tonjolan pada sisi meristem apikal semula dikenak sebagai penyangga
daun. Tonjolan pada sisi meristem ini memanjang, menebal dan membentuk prokambium dan jaringan pengangkut. Pada awal pertumbuhannya melengkung ke dalam, di atas ujung. Ukuran dan jumlah daun yang membentuk kuncup sebelum mulai membuka sangat bervariasi berdasarkan jenis. Sementara itu, daun mulai mulai berbentuk sesui dengan jenis tanamannya. Pada sisi-sisi poros daun, meristem tepi menjadi aktif untuk membentuk helaian daun paa tumbuhan yang berdaun majemuk. Meristem tepi terdapat di tempat terpisah-pisah pada kedua sisi poros daun yang akhirnya akan merupakan tempat kedudukan belum dewasa daun. Menjelang waktu membukanya daun, terjadi pengembangan ke samping dan pemanjangan helaian daun secara cepat dan pemanjangan pangkal poros daun untuk membentuk tangkai daun. Pada waktu yang sama, pembentukan tulang daun yang khas ditentukan oleh diferensiasi jaringan pengangkut dan bentuk anak daun ditentukan oleh pembesaran helaian daun yang berlainan. Pembelahan sel sanggup berhenti sebelum daun mencapai ukuran maksimal. Pengembangan daun yang terakhir sebagian besar merupakan hasil pembesaran sel. Clowes, 1961).
Daun-daun berkembang dalam urutan kronologi yang bila tidak terjadi cekaman. Pola pertubuhan daun memperlihatkan kurva pertumbuhan secara sigmoid. Pada umumnya tidak lebih dari empat daun pada poros yang sama mengembang pada waktu yang sama dan pada beberapa jenis hanya satu atau dua yang sanggup mengembang bersamaan. Perkembangan daun tumbuhan padi-padian dan rumput-rumputan agak berlaianan dengan tumbuhan dikotil. Pada awal perkecambahannya primordium daun berkembang ke samping (lateral) memungkinkan potongan pangkal untuk menyelubungi ujung primordia daun secara sempurnah. Pada waktu yang sama, proses pemanjangan terjadi dan primordiua membentuk tudung di atas ujung. Pemanjangan tabung yang menyelubungi ujung membentuk pelapah daun dan mengakibatkan helaian daun terlepas dari pelepah daun tertua berikutnya. Selanjutnya, helaian daun membuka dan mengembang.
Primordiua tunas samping sanggup dikenalis egera sehabis timbulnya penyangga dari daun di bawahnya. Bentuk daun secara tepat sudah terjadi pada masa pertumbuhan tunas apikal. Daun mengambil bentuk serupa dengan meristem apikal dengan tunika,korpus dan primordia daunnya sendiri. Sementara itu daun di bawahnya mulai membuka, tampak sebagai suatu kuncup vegetatif pada ketiak daun dan masih dorman, tergantung pada rangsangan hormon dan rangsangan lainnya. Pada kondisi aktif tumbuh kuncup tersebut menghasilkan cabang samping. Pada kebanyakan spesies tumbuhan, diluar dari primordia daun dari semai, cabang samping secara morfologi serupa dengan batang pokok. Pada padi-padian yang membentuk anakan mirip padi, pengenalan anakan yang masih sangat kecil sukar teridentifikasi dari batang pokok tanpa pengirisan potongan pangkal batang. Pada padi-padian yang membentuk anakan dan genotipe –genotipe legum dengan batang pokok tegak yang bersifat geotropisme negatif, pertumbuhan cabang-cabang pertama paling sedikit sebagian diageotropisme, tetapi secara bertahap menjadi lebih geotropisme negatif sehingga cabang akhirnya tampak mirip tumbuh ke arah luar pada pangkal dan kemudian membengkok ke atas menjadi sejajar dengan batang pokok. Pada kapas, cabang-cabang buah bersifat tetap diageotropisme selama pertumbuhannya dan pembelokan ke atas hanya sedikit.
Gerak pada Tumbuhan
Gerak yang dimaksud di sini bukan bergeraknya tumbuhan dari satu tempat ke tempat lain, melainkan gerak-gerak yang dilakukan oleh potongan dari tumbuhan tersebut. Beberapa gerak yang dilakukan oleh tumbuhan, dihasilkan oleh respon tumbuhan terhadap sejumlah rangsangan dari luar atau dari lingkungannya. Gerak pada tumbuhan paling banyak berorientasi pada cahaya dan gravitasi.
Berdasarkan atas penyebab timbulnya gerak, sanggup dibedakan antara gerak tumbuh dan gerak turgor. Gerak tumbuh yaitu gerak yang ditimbulkan oleh adanya pertumbuhan, sehingga menimbulkan perubahan statis atau irreversible. Gerak turgor yaitu gerak yang timbul lantaran terjadi perubahan turgor pada sel-sel tertentu dan sifat geraknya lentur atau reversible.
Berdasarkan atas orientasi gerak, gerak pada tumbuhan sanggup kita bagi menjadi gerak tropis dan gerak nasti. Gerak tropis merupakan gerak tumbuh, sebagai respon tumbuhan terhadap rangsangan dari luar. Arah geraknya ditentukan oleh arah rangsangan, sanggup positif atau negatif. Termasuk ke dalam kelompok gerak ini yaitu geotropisme (respon terhadap gravitas), fototropisme (respon terhadap cahaya), tigmatropisme (sentuhan), hidrotropisme (air) dan skototropisme (mencari tempat gelap). Gerak nasti sanggup merupakan gerak tumbuhan atau gerak turgor dan arah geraknya tidak ditentukan oleh arah rangsangan. Termasuk ke dalam gerak nasti yaitu epinasti (membengkok ke bawah), hiponasti (membengkok ke atas), niktinasti (gerak tidur atau gerak bersama), seismonasti (respon terhadap kejutan), termonasti (suhu) dan gerak tumbuhan karnivora.
Gerak Tropis
1. Geotropisme
Tumbuhan sanggup tumbuh ke atas (geotropisme negatif) berlawanan dengan arah gaya tarik gravitasi atau ke bawah (geotropisme positif), horizontal (tegak lurus terhadap arah gravitasi, disebut diageotropisme) atau membentuk suatu sudut tertentu terhadap arah vertikal yang disebut plagiotropisme (Gambar 93).
Bagian tumbuhan yang sanggup mendapatkan rangsangan gravitasi ini yaitu tudung akar dan pucuk batang. Apabila tudung akar dibuang, maka tidak ada respon geotropisme dan akar akan tumbuh dengan cepat. Tudung akar merupakan potongan akar yang menghasilkan zat penghambat asam absisat (ABA). Apabila sebagian dari tudung akar dibuang, maka akar membengkok ke arah potongan yang mengandung tudung. Gravitasi ABA ini terjadi pada tudung akar. Pucuk batang melaksanakan geotropisme yang negatif. Meletakkan tumbuhan pada klinostat dan kemudian posisi tumbuhan dibuat horisontal, maka perputaran klinostat sanggup menghilangkan imbas gravitasi.
Fakta memperlihatkan bahwa antara penerimaan rangsangan dan reaksi terhadap rangsangan tersebut merupakan dua proses yang terpisah. Gravitasi diterima oleh sel melalui dua cara yaitu mendapatkan perbedaan tekanan pada sel sebagai akhir terjadinya distribusi
partikel-partikel ringan dan berat yang tidak merata di dalam sel. Kedua yaitu timbulnya tekanan sebagai akhir adanya fluktuasi perubahan status air dalam sel, akan menimbulkan tekanan yang disebabkan kandungan sel. Sehubungan dengan keterangan di atas, suatu hipotesis menyatakan bahwa rangsangan gravitasi diterima oleh statolit. Statolit yaitu badan-badan kecil dengan spesifik gravitasi tinggi, yang mengendap ke dasar sel. Badan-badan yang mengendap dalam sitoplasma mencakup inti sel, diktiosom, mitokondria, dan butir-butir pati (lebih tepat amiloplas, lantaran butir pati terbentuk dalam plastida). Badan-badan yang ringan mirip vakuola dan tetesan lemak, akan terapung. Di antara badan-badan sel memperlihatkan bahwa butir pati atau amiloplas merupakan statolit di dalam sel yang mendapatkan rangsangan gravitasi, pertama lantaran cukup berat sehingga sanggup mengendap; kedua, butir pati selalu dijumpai pada jaringan-jaringan yang sensitif terhadap geotropisme.
Mekanisme respon terhadap gravitasi ini, pada percobaan F. Went memperlihatkan bahwa pertumbuhan dirangsang oleh auksin. Pembengkokan batang terjadi sebagai akhir adanya perbedaan kadar auksin antara satu sisi dengan sisi yang lainnya. Selanjutnya N. Cholodny dan F. Went dalam percobaannya memperlihatkan bahwa telah terjadi distribusi auksin yang asimetris pada tumbuhan dalam posisi horisontal, sehingga terjadi pembengkokan pucuk arah ke atas dan akar arah ke bawah. Pengaruh gravitasi dalam menunjang pembengkokan ke atas pada pucuk, disebabkan konsentrasi auksin pada potongan bawah menjadi bertambah. Peningkatan kadar auksin pada potongan pucuk akan merangsang pertumbuhan lebih cepat, sehingga pucuk akan membengkok ke atas. Pada akar, imbas gravitasi sama yaitu akan mengakibatkan distribusi zat pengatur tumbuh yang tidak merata.
Akar mempunyai tudung akar yang mengandung asam absisat (ABA) yang bersifat menghambat pertumbuhan. Gravitasi akan mengakibatkan akumulasi asam absisat lebih banyak pada potongan bawah, sehingga akan meningkatkan penghambatan pertumbuhan. Akibatnya potongan sebelah atas yang kadar asam absisatnya lebih kecil, akan tumbuh lebih cepat dan akar akan membengkok ke bawah. Dengan menggunakan IAA radioaktif, Leopold pada percobaannya dengan koleoptil jagung memperlihatkan bahwa auksin sanggup diangkut secara lateral di bawah imbas gravitasi (Gambar 94).
Gbr. 94. Percobaan yang memperlihatkan transpor auksin (Dikutip dari Bidwell, 1979).
2. Fototropisme
Untuk memahami prosedur reaksi fototropis, perlu dilihat kembali percobaan Went pada ketika diketemukannya auksin. Telah diketemukan bahwa apabila koleoptil disinari pada satu sisi, distribusi auksin yang asimetrik akan terjadi, sehingga auksin akan terakumulasi pada sisi koleoptil yang gelap. Kadar auksin yang tinggi pada sisi yang gelap, telah mengakibatkan koleoptil membengkok ke arah cahaya (lihat Gambar 95).
Diperkirakan distribusi auksin yang asimetrik ini diakibatkan oleh adonan tiga prosedur yang berbeda, yaitu :
a. Terjadinya perusakan auksin oleh cahaya (photodestruction) pada potongan lain koleoptil yang terkena cahaya.
b. Meningkatnya sintesis auksin pada potongan koleoptil yang gelap.
c. Adanya angkutan auksin secara lateral dari potongan yang kena cahaya, menuju ke potongan yang gelap.
Percobaan yang dilakukan oleh W.R. Briggs memperlihatkan bahwa angkutan auksin secara lateral merupakan prosedur penyebaran auksin yang penting, Percobaan Leopold dkk, dengan menggunakan 14C-IAA terhadap koleoptil jagung, memperlihatkan adanya perpindahan auksin dari sisi terang menuju ke sisi gelap (lihat Gambar 96).
Respon fototropis pada “shoot” yang berdaun telah ditunjukkan sebagai akhir tidak samanya penyinaran daun yang menghadap dan menjauhi cahaya. Akibatnya telah terjadi sintesis dan ekspor auksin yang tidak sama. Menurut pandangan di atas, akan lebih banyak auksin di ekspor dari daun yang gelap daripada daun yang kena cahaya, sehingga pertumbuhan batang meningkat di bawah daun yang gelap. Percobaan Leopold selanjutnya dengan kecambah bunga matahari menujukkan pertumbuhan batang akan lebih cepar apabila kotiledonnya digelapkan.
Kotiledon merupakan organ penting untuk respon fototropis. Apabila kotiledon disinari, diduga akan menghasilkan inhibitor yang akan menghambat pertumbuhan. Cahaya yang paling efektif dalam merangsang fototropisme yaitu cahaya gelombang pendek, sedangkan cahaya merah tidak efektif. Diduga respon fototropisme ini ada kaitannya dengan karoten dan riboflavin, lantaran kombinasi penyerapan spektrum oleh karoten dan riboflavin mirip dengan pola kerja spektrum terhadap fototropisme (Bidwell 1979).
3. Tigmotropisme
Tigmatropisme merupakan gerak tumbuh yang ditimbulkan oleh rangsangan sentuhan. Salah satu contoh yang termasuk ke dalam gerak ini yaitu gerak sulur atau tendril. Terjadinya kontak antara tendril dengan suatu benda, akan merangsang tendril tersebut melaksanakan pertumbuhan yang membengkok menuju arah benda yang menyentuhnya. Tendrilla kan lebih responsif terhadap benda yang bernafsu daripada benda yang halus atau lunak.
Respon tendril terhadap sentuhan, di samping merangsang gerak tumbuh, sebagian melibatkan perubahan turgor. Diduga telah terjadi perubahan kandungan ATP dan posfat anorganik yang cepat akhir rangsangan sentuhan pada tendril kacang. Perubahan yang cepat terjadi pada permeabilitas membran yang telah memudahkan bergeraknya air dan angkutan secara aktif (distimulasi oleh ATP). Auksin diketahui mensugesti pelilitan tendril, mesl\kipun hubungan IAA dengan rangsangan sentuhan masih belum diketahui.
4. Hidrotropisme
Hidrotropisme yaitu gerak potongan tubuh tumbuhan menuju ke tempat yang lembab atau lantaran rangsang air. Arah gerak pertumbuhan akar menuju lapisan tanah yang cukup air juga merupakan contoh gerak tersebut
5. Kemotropisme
Kemotropisme yaitu gerak potongan tubuh tumbuhan lantaran rangsangan zat kimia. Misalnya gerak tabung sari menuju tempat pembentukan sel telur, gerak ujung akar menuju ke lapisan tanah yang kaya unsur hara, dan gerak akar napas menuju ke tempat yang cukup O2.
6. Apikal Dominan
Apikal lebih banyak didominasi merupakan persaingan antara tunas pucuk dengan tunas lateral dalam melaksanakan pertumbuhannya. Selama masih ada tunas pucuk, pertumbuhan lateral akan terhambat hingga jarak tertentu dari pucuk. Adanya apikal lebih banyak didominasi ini mula-mula diduga lantaran persaingan dalam memperoleh nutrisi, yang mengalirkan materi kuliner ke tempat meristem pucuk (apikal meristem).
Thimann dan Skoog, memperlihatkan bahwa apikal lebih banyak didominasi disebabkan oleh auksin yang didifusikan dari tunas apikal bawah (proal), akan menghambat pertumbuhan tunas lateral lantaran konsentrasinya terlalu tinggi. Membuang tunas apikal dari suatu tumbuhan akan merangsang pertumbuhan tunas lateral, lantaran kadar auksin pada tunas pucuk terhenti
Gerak Nasti
Gerak nasti yaitu gerak yang arah geraknya tidak ditentukan oleh datangnya arah rangsangan. Mereka sanggup merupakan gerak tumbuh yang sifatnya permanen atau gerak variasi yang sifatnya tidak permanen (reversible). Gerak ini ada hubungannya dengan irama endogen yang sudah disiapkam atau jam biologi, yang membantu dalam perkembangannya.
Gerak variasi biasanya melibatkan perpindahan air. Salah satu bentuk gerak variasi yang penting dan khas yaitu gerak membuka dan menutupnya stomata. Gerak daun, anak daun, cabang kecil, sering dilakukan oleh organ khusus yang disebut pulvinus, merupakan massa sel parenkhimatis yang membengkok berada pada potongan dasar tangkai daun (petiolus), tangkai anak daun (petiololus) dan potongan dasar cabang. Air sanggup masuk dan keluar dengan cepat dari sel-sel motor, yang terletak pada sisi berlawanan (opposite side) dari pulvinus dan mengakibatkan daun atau cabang bergerak ke atas dan ke bawah. Keluar dan masuknya air pada pulvinus disebabkan terjadinya perubahan potensial osmotik yang diduga sama prosesnya mirip pada sel epilog stomata.
1. Epinasti
Epinasti yaitu gerak yang membengkok ke bawah yang biasa terjadi pada tangkai daun, sehingga posisi ujung daun membengkok ke arah tanah. Gerak ini bukan respon terhadap gerak gravitasi, lantaran tumbuhan yang memperlihatkan gerak nasti orientasinya bebas dari medan gravitasi, sekalipun kalau kita letakkan pada klinostat. Hal ini disebabkan ole eprbedaan jumlah auksin yang diangkut ke potongan atas dan potongan bawah daun tersebut. Kebalikan dari epinasti yaitu hiponasti sanggup terjadi kalau diinduksi dengan menawarkan asam giberelat (GA).
2. Termonasti
Pada tulip terjadi gerak berulang membuka dan menutupnya bunga sebagai respon terhadap perubahan suhu. Gerak termonasti, disamping yang reversible ada juga yang merupakan gerak tumbuh yang sifatnya permanen. Mekanismenya masih belum diketahui.
3. Niktinasti
Banyak daun tumbuhan melaksanakan gerak “tidur”, yang bangkit di pagi hari dan kemudian melipat (tidur) pada sore hari secara berirama, yang disebut niktinasti. A.W. Galtson dkk, mendeteksi adanya perpindahan ion kalium dari potongan atas ke potongan bawah pulvinus dan sebaliknya. Perpindahan ion kalium telah mengakibatkan perubahan potensial osmotik yang besar pada sel-sel motor yang mengakibatkan daun bergerak ke atas atau ke bawah. Diduga auksin terlibat dalam kegiatan ini. IAA yang diproduksi pada siang hari terutama diangkut ke potongan bawah petiol. Ion kalium akan bergerak ke arah yang kandungan IAA-nya tinggi, air masuk ke potongan bawah pulvinus dan daun bangun. Angkutan auksin berkurang pada malam hari, dan terjadi reaksi sebaliknya dimana auksin yang diberikan ke potongan atas atau potongan bawah pulvinus akan mengakibatkan tidur dan bangunnya daun secara berturut-turut.
Gerak niktinasti di duga ada hubungannya dengan prubahan perubahan turgor suatu jaringan yang mempunyai struktur khusus pada persendian tangkai daun (pulvinus). Jaringan tersebut tersusun dari sel-sel khusus (sel motor) yang berfungsi sebagai pemompa ion K+ dari satu potongan ke potongan lainnya. Dengan demikian akan mengubah potensial air pada sel-sel tertentu. Pada pohon ki hujan (Samanea saman) belum dewasa daunnya menggantung pada malam hari, gerakan ke atas anak daun pada pagi hari disebabkan oleh peningkatan turgor pada sel motor ventral dan penurunan turgor pada sel motor dorsal. Perubahan yang sebaliknya terjadi ketika anak daun melipat dan menggantung pada waktu matahari terbenam. Jika ion K+ dipompa keluar dari sel-sel pulvinus maka akan diikuti mengalirnya air keluar dari sel-selitu. Hal itu mengakibatkan turunnya tekanan turgor pada jaringan pulvinus di jaringan persendian daun sehingga tangkai daun menuju kebawah dan terjadilah gerak tidur (Gambar 99)
4. Seismonasti
Seismonasti berarti respon terhadap goncangan. Mimosa pudica, merupakan contoh baik untuk masalah ini. Tumbuhan ini
menawarkan respon sangat cepat yaitu sekitar 0,1 detik sehabis rangsangan diberikan dan penyebaran reaksi terhadap rangsangan ini ke potongan atas dan bawah tumbuhan berjalan antara 40-50 cm/detik. Apabila tumbuhan sensitif ini diberikan sentuhan atau kejutan, terjadi dua macam reaksi pada pulvini yaitu pada anak daun, potongan atasnya mengkerut sehingga anak daun melipat ke atas, sedangkan pada petiol, potongan bawahnya yang mengkerut sehingga seluruh daun melipat ke bawah. Bagaimana proses terjadinya masih belum diketahui.
5. Gerak Perangkap
Sejumlah tumbuhan pemakan serangga diperlengkapi dengan perangkap, yang bereaksi cepat sekali untuk menangkap serangga hidup. Contoh tumbuhan kelompok ini yaitu Utricularia sp., Dionea sp., dan Drosera sp.. Operasi dari perangkap ini diduga lantaran adanya “nervelike signal” yang sanggup menimbulkan potensi kerja pada perangkap.
6. Gerak Berputar dan Nutasi
Gerak berputar atau “twisting” terjadi pada daun kacang yang membuat gerak rotasi. Gerak ini berjalan secara periodik dengan siklus waktu sedikit di bawah 1 jam dan hanya terjadi pada siang hari ketika daun tidak dalam posisi tidur. Sebagai tambahan daun bergerak ke atas dan ke bawah dengan sudut sekitar 10o dalam periode 1 jam. Nutasi merupakan gerak tumbuh ke atas yang gerakannya mirip spiral. Diduga disebabkan oleh keseimbangan yang tidak stabil pada pucuk batang yang mengakibatkan terjadinya osilasi (oscillation) dalam memproduksi zat pengatur tumbuh.
Fotoperiodisme dan Vernalisasi
Dalam pengorganisasian, proses perkembangan organ tepat pada waktunya merupakan hal yang penting. Salah satu proses perkembangan yang harus tepat waktu yaitu proses pembungaan. Tumbuhan dihentikan berbunga terlalu cepat sebelum organ-organ penunjang lainnya sudah siap, misalnyas ebelum akar dan daun lengkap. Sebaliknya tumbuhanpun dihentikan berbunga terlambat, sehingga buah tumbuh tidak tepat lantaran keburu animo cuek datang.
Kejadian-kejadian tersebut penting artinya bagi tumbuhan yang hidup di tempat 4 musim, sehingga mereka harus benar-benar sanggup memanfaatkan ketika yang tepat untuk melaksanakan perkembangannya. Tumbuhan semusim (annual plant), untuk perkembangannya harus memanfaatkan waktu diantara animo dingin. Tumbuhan dua animo (biannual plant), pada animo pertama akan menghasilkan organ-organ persediaan kuliner di dalam tanah dan pada animo berikutnya melaksanakan pertumbuhan yang diakhiri dengan pembungaan. Tumbuhan tahunan (perennial plant), akan menghentikan pertumbuhan dan perkembangannya (dorman) pada animo dingin, kemudian berbunga tepat waktu pada animo berikutnya supaya supaya cukup waktu bagi buah untuk berkembang dan matang sebelum atau di awal animo gugur.
Kerja Jam Biologi
Bagaimana jam biologi bekerja dalam kaitannya dengan perkembangan tumbuhan. Penyediaan waktu biologi (biological timing atau hourglass) yaitu matang untuk mulai berbunga (ripiness to flowering), merupakan periode waktu tertentu yang harus di capai oleh tumbuhan sebelum pembungaan dimulai. Sebagai contoh paad tumbuhan tomat, tumbuhan ini tidak akan berbunga hingga lima ruas daunnya telah tumbuh dan berkembang pada batang.
Osilator (Oscillator)
Osilator yaitu insiden yang teratur secara berirama terjadi pada tumbuhan mirip halnya pada niktinasti (osilasi yang berirama). Termasuk ke dalam insiden ini yaitu membuka dan menutupnya bunga, bangkit dan tidurnya daun, kadar cepat pertumbuhan, kadar cepat proses metabolisme dan lain-lain.
Tournois, W.W. Gardner dan H.A. Allard pada tahun 1920 di Amerika Serikat, menentukan bahwa tembakau varietas Haryland Mammoth, tumbuh baik secara vegetatif dalam animo panas (summer), tetapi berbunga hanya terjadi pada animo cuek (winter) di rumah kaca. Selanjutnya Gardner dan Allard mendapatkan bahwa kedelai yang ditanam pada waktu yang berbeda, akan berbunga pada waktu hampir bersamaan, yaitu pada selesai animo panas.
Berdasarkan atas lamanya penyinaran yang diharapkan tumbuhan untuk merangsang pembungaannya, tumbuhan dibagi menjadi tumbuhan hari panjang (long day plant), tumbuhan hari pendek ( short day plant) dan tumbuhan hari netral (day netral plant). Yang dimaksud dengan panjang hari disini bukan panjang hari secara mutlak, tetapi panjang hari kritis. Tumbuhan hari panjang (LDP) mungkin mempunyai panjang hari kritis lebih pendek daripada tumbuhan hari pendek (SDP). Dinyatakan bahwa tumbuhan hari panjang akan berbunga apabila memperoleh induksi penyinaran sama atau lebih dari panjang hari kritisnya dan sebaliknya tumbuhan hari pendek akan berbunga, apabila memperoleh penyinaran sama atau lebih pendek dari panjang hari kritisnya.
noon noon noon
noon noon noon
noon noon noon
Gbr. 101. Osilator (dikutip dari Bidwell, 1979).
Mula-mula diduga bahwa tumbuhan dirangsang pembungaannya oleh lamanya panjang hari (day length). Tetapi kemudian percobaan yang dilakukan oleh ahli fisiologi Amerika, K. C. Hamner dan J. Bonner
memperlihatkan bahwa panjangnya malam merupakan periode yang kritis. Mereka menemukan bahwa Xanthium strumarium yang termasuk tumbuhan hari pendek (SDP) akan berbunga apabila periode gelapnya dalam siklus hariannya melebihi 9 jam, seprti terlihat pada Gambar 102.
Sifat khas dalam proses yang berirama ini, akan terus berjalan dalam lingkungan artifisial, yang fluktuasi ritmiknya (cahay dan suhu) dihilangkan. Kejadian tersebut memperlihatkan bahwa proses berirama yang intrinsik atau berosilasi ini, terjadi dan dikontrol dari dalam tumbuhan. Pada kondisi yang kosntan irama intrinsik ini berjalan kira-kira 24 jam, tetapi secara umum antara 21 – 27 jam. Apabila irama osilasi tadi tidak tepat 24 jam, maka prosesnya disebut sirkadian (circadian). Irama tersebut sanggup dibagi menjadi dua bentuk; pertama yang disebut berjalan bebas (free running), periodenya tidak tetap sehingga perangsangan atau mulainya siklus osilasi tidak tetap; kedua yaitu sanggup diatur kembali (entrained), mencoba menuju pada siklus 24 jam. Dalam hal yang kedua ini terjadi proses penyesuaian kembali setiap hari (reset), pada siang atau malam hari. Penyesuaian kembali dilakukan untuk melaksanakan osilasi pada periode yang sama , yang disebut “rephase”. Siklus osilasi dan sirkadian disajikan pada Gambar 81.
Banyak irama osilasi proses metabolisme dengan periode berkisar antara kurang dari 1 menit hingga beberapa jam. Beberapa dari padanya diperkirakan merupakan bahian dalam pengaturan waktu osilasi yang bertanggung jawab untuk irama sirkadian, namun bukti untuk ini masih belum ada.
Waktu Pembungaan
Yang dimaksud dengan waktu pembungaan di sini yaitu proses pembungaan dikaitkan dengan panjang pendeknya hari atau fotoperiodisme dan imbas pendinginan atau vernalisasi.
Fotoperiodisme
Fotoperiodisme yaitu respon tumbuhan terhadap lamanya penyinaran (panjang pendeknya hari), yang sanggup merangsang pembungaan. Percobaan yang dilakukan oleh andal fisiologi Perancis, J. tumbuhan hari pendek, seprti diperlihatkan pad Gambar 103. Intensitas cahaya yang mengganggu periode gelap tidak perlu cahaya yang kuat, cahaya bulan yang terang cukup bagi beberapa tumbuhan. Pada tumbuhan hari pendek tertentu, untuk mencegah gangguan cahaya sinar bulan, daun-daunnya melipat pada waktu malam hari (Bidwell,1979).
Gambar 102 memperlihatkan bahwa melaksanakan gangguan pada periode gelap dengan penyinaran akan menghilangkan imbas periode gelapnya. Hal ini dilakukan baik untuk tumbuhan hari panjang maupun
Percobaan dengan kedelai (SDP) yang diberi penyinaran hari pendek yang tepat, kemudian periode gelapnya diganggu dengan penyinaran cahaya monokromatik dari spektrum cahaya, memperlihatkan bahwa cahaya yang aktif menghambat berada di tempat merah. Perkecambahan biji bayam (Lactuca sativa) yang disinari dengan spektrum cahaya, memperlihatkan bahwa cahaya merah merangsang perkecambahan sedangkan cahaya biru dan infra merah tidak (Bidwell, 1979).
Pengaruh penghambatan oleh cahaya infra merah (far red = FR) sanggup dihilangkan oleh cahaya merah (red=R) dan demikian pula sebaliknya (percobaan Hendrick dan Bortwick). Dalam percobaan tersebut diperlihatkan bahwa penyinaran R dan FR secara bergantian sanggup menghilangkan imbas cahaya sebelumnya (Tabel 9, Gambar 104). Dikatakan bahwa pada tumbuhan ada 2 bentuk pigmen yang berperan dalam menyerap cahaya merah dan infra merah dan satu sama lain sanggup daling berubah. Pigmen tadi diketahui berupa protein yang berwarna merah, yang disebut fitokrom (phytochrome = p).
merah
Pr Infra merah Pfr
Siang panjang Tidak berbunga
Siang pendek Berbunga
Tidak Berbunga
Malam panjang diselingi oleh penyinaran
Merah (R)
Infra Merah (IR) Berbunga
R, FR Berbunga
R, FR, R Tidak Berbunga
R, FR, R, FR Berbunga
Gbr. 104. Efek dari cahaya merah dan infra merah pada tumbuhan hari pendek.
Fitokrom ini kini sanggup diisolasi dan dimurnikan, ternyata berupa glikoprotein dengan berat molekul 125.000, mengandung gugus molekul tetrapirol, yang terbuka. Di antara kedua bentuk fitokrom ini, Pfr ternyata tidak stabil dan berubah secara perlahan menjadi Pr dalam keadaan gelap.
Tabel 9. Perkecambahan biji bayam sehabis diberi penyinaran
cahaya merah dan infra merah secara bergantian.
Sumber fitokrom sanggup kita peroleh dari biji-biji yang etiolasi, sedangkan pada jaringan yang normal hanya sedikit. Pada beberapa jaringan, perubahan Pr ke Pfr tidak selalu diikuti dengan terjadinya respon morfogenetik. Perubahan Pr ke Pfr prosesnya tidak sesederhana mirip yang ditunjukkan di atas. Pengukuran dengan spektrofotometer memperlihatkan bahwa Pfr mungkin dipecah oleh cahaya infra merah daripada kembali ke Pr. Pertambahan Pr sehabis Pfr disinari oleh cahaya infra merah, tidak memperlihatkan hubungan secara kuantitatif dengan hilangnya Pfr. Diduga mungkin Pfr berkembang menjadi suatu derivat yang secara fotokimia tidak aktif.
Tidak aktif
Pr Pfr Pfr.X kerja biologi
dirombak
VII. ANALISIS PERTUMBUHAN
Pola pertumbuhan sepanjang daur hidup tumbuhan dicirikan oleh suatu funsgi pertumbuhan yang disebut Kurva Sigmoid yaitu kurva pertumbuhan berbentuk S. Kajian pertumbuhan secara kuantitatif yang telah diterima secara umum yaitu berat kering, baik dari tumbuhan seluruhnya, atau bagian-bagiannya.
Dinamika dan analisis pertumbuhan terutama bertujuan untuk mengukur kemampuan tumbuhan sebagai penghasil fotosintat (assimilat) yang dinyatakan dengan berat kering. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa 90% potongan kering tumbuhan berasal dari hasil fotosintesis. Konsep dasar dan implikasi fisiologis dalam analisis pertumbuhan relatif sederhana dan telah digunakan secara meluas.
Daun merupakan organ utama yang melaksanakan fotosintesis yang selanjutnya akan menyusun biomassa (berat kering) tanaman. Dengan demikian, maka dalam analisis pertumbuhan hanya dua variabel yang diamati yaitu berat kering dan luas daun yang diukur pada interval tertentu. Interval waktu pengamatan biasanya 2 – 3 hari untuk jumlah tumbuhan yang lebih sedikit atau 1 – 2 ahad untuk jumlah tumbuhan yang lebih banyak.
Pengukuran luas daun sanggup dilakukan dengan banyak sekali cara antara lain:
• penggunaan analisis regeresi linier luas daun = a + b (p x l), penggunaan rumus daun; luas daun = panjang daun (p) x lebar daun (l ) x konstanta (c).
• Penggunaan metode proyeksi daun dengan rumus; luas daun = A/B x Z, di mana a = b = landaian, p = panjang daun, l = lebar daun, c = konstanta, A = bobot proyeksi daun, B = bobot kertas standar, dan Z = luas kertas standar.
• Penggunaan Kertas millimeter, Daun di gambar pada kertas milimeter sehingga luas daun sanggup dihitung dengan menjumlahkan semua kotak-kotak milimiter pada gambar proyeksi daun.
• Area meter : semua daun dirompes, diletakkan di atas ban berjalan dari area meter – luas sanggup dibaca
• Penggunaan peralatan elektrik mirip leaf area meter, fotoelektrik, Canopy analizer dan sebagainya, sanggup lansung di baca luas daun.
Para andal fisiologi tumbuhan pada umumnya melaksanakan analisis pertumbuhan komunitas tumbuhan lantaran hal ini memperlihatkan keseluruhan hasil tanaman, baik hasil hemat maupun hasil biologis. Aanalisis pertumbuhan tumbuhan biasanya bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan variasi yang terlihat pada hasil tumbuhan yang di sebabakan
Tabel 11. Komponen analisis pertumbuhan yang dihitung dari berat kering dan Luas Daun
oleh variabel genetik dan varibel lingkungan yang mensugesti pertumbuhan tanaman. Data hasil pengamatan terhadap varibel-variabel pengamatan sanggup dijadikan teladan dalam mendesain pengaturan sistem budidaya tumbuhan yang akan memperbaiki kemanpuan tumbuhan berfotosintesis.
Komponen-komponen analisis pertumbuhan yang banyak di lakukan adalah: (1) Indeks luas daun tumbuhan (ILD), Nisbah luas daun (NLD), Laju pertumbuhan daun relatif (LPDR), Massa luas daun (MSD), Berat daun spesifik (BDS), Lajua asimilasi netto (LAN), Laju tumbub pertanaman (LTP), dan Laju tumbub relatif (LTR). Perhitungan komponen-komponen analisis pertumbuhan disajikan pada Tabel 11.
Laju Pertumbuhan Tanaman (LTP = LGR) dan Laju Pertumbuhan Relatif
Laju pertumbuhan tumbuhan yaitu pertambahan berat kering tumbuhan seluruhnya yang dinyatakan dalam (g/tanaman/hari). Pengukuran yang lebih umum yaitu laju tumbuh pertanaman yaitu laju pertumbuhan berat kering pertanaman per satuan luas tanah dalam satu satuan waktu yang dinyatakan dalam g. m-2.hari-1. Dalam perhitungan matematis dinyatakan sebagai dw/dt. Pendekatan secara klasik yaitu menghitung laju tumbuh pertanaman rata-rata untuk periode waktu antara dua waktu pengambilan contoh yang berurutan.
Suatu konsep analisis pertumbuha untuk fase awal pertumbuhan yaitu laju pertumbuhan relatif (LTR) yaitu kenaikan berat kering per satuan berat kering yang telah diasimilasi ke dalam tanaman, secara matematis: LTR = 1/w. dw/dt
Indeks Luas Daun dan Laju Satuan Daun
Watson (1947) menerapkan suatu konsep luas daun sebagai suatu ukuran kemampuan pada pertanaman budidaya dengan penentuan Indeks Luas Daun (ILD). ILD yaitu luasan daun hijau (tidak menua) per satuan luas lahan.
Pada individu tanaman, indeks luas daun yaitu ration antara daun dengan luas tegakan atau proyeksi daun. Laju satuan daun didefinisikan sebagai kenaikan berat kering tumbuhan per satuan waktu per satuan luas daun. Laju satuan daun sering pula disebut Laju Asimilasi Netto (LAN) atau Laju Asimilasi Bersih (LAB). LAN sanggup dipandang sebagai suatu ukuran efisiensi dari tiap satuan luas daun yang melaksanakan fotosintesis untuk menambah berat kering tanaman. Secara matematis LAN sanggup dinyatakan dengan rumus LAN = 1/ld. dw/dt. LAN rata-rata selama satu periode pengambilan contoh.
Apabila LAN merupakan ukuran rata-rata laju pertukaran CO2 higienis persatuan luas daun dalam tajuk tanaman, maka perkalian antara LAN dengan ILD akan diperoleh LTP. Sehingga LTP = LAN x ILD.
LAN paling tinggi nilainya pada ketika tumbuhan masih kecil dan sebagian besar daunnya terkena cahaya matahari langsung. LAN kemungkinan akan menurun pada ketika pertambahan luas daun, sehingga tidak bisa melaksanakan fotosintesis secara optimal. Dengan demikian akan terdapat suatu ketika dimana LTP tidak tanggap lagi terhadap peningkatan ILD. ILD pada ketika LTP mencapai maksimum disebut ILD Optimum. Peningkatan luas daun selanjutnya mengakibatkan peningkatan ILD, daun-daun akan saling menutupi satu dengan yang lain dari akhir nilai LAN menurun. Penurunan nilai LAN sedemikian rupa akan mengakibatkan laju pertumbuhan menurun. ILD pada ketika LTP atau LTR mulai menurun disebut ILD Kritis.
Nisbah Luas Daun (NLD)
Laju asimilasi netto sebagai suatu parameter analisis pertumbuhan sanggup dihubungkan dengan laju tumbuh relatif melalui nisbah luas daun (NLD). NLD merupakan suatu luasan daun tertentu untuk membentuk tumbuhan secara keseluruhan dan dihitung berdasarkan luas daun dan berat kering total tumbuhan. Hubungan antara LAN dengan LTP dengan LTR melalui NLD secara matematis yaitu :
LTR = LAN x NLD
Analisis Pertumbuhan, Fiksasi CO2 dan Pertumbuhan Tanaman Budidaya
Biomassa tumbuhan merupakan hasil penimbunan asimilat karbondioksida pada proses fotosintesis selama pertumbuhan. Proses fotosintesis merupakan proses penyerapan energi radiasi matahari melalui reduksi CO2 dengan H2O yang selanjutnya ditimbun oleh tumbuhan pada jaringan-jaringan penyimpan menghasilkan biomassa. Dengan demikian maka faktor yang mensugesti biomassa tumbuhan yaitu jumlah dan efisiensi penyerapan radiasi matahari pada proses fiksasi CO2.
Daun merupakan organ tumbuhan yang utama untuk melaksanakan proses fotosintesa dalam fiksasi CO2. Dengan perkembangan dan kondisi daun maksimum memungkinkan tingkat pertumbuhan tanaman.
Pada analisis pertumbuhan tanaman, parameter utama yang digunakan dalam mengkaji tingkat pertumbuhan tumbuhan yaitu luas daun, keadaan perkembangan daun dari biomassa tanaman. Untuk itu dalam pembahasan selanjutnya akan dicoba melihat hubungan antara analisis pertumbuhan dan proses fiksasi CO2 pada fotosintesis.
Luas Daun dan Pertumbuhan Tanaman
Daun sebagai organ utama dalam fotosintesis harus bisa menyerap radiasi cahaya secara efisien untuk mendukung pertumbuhan ke arah produktivitas yang lebih baik. Daun tumbuhan biasanya muncul dari embrio atau jaringan meristem dari batang atau cabang khususnya pada tumbuhan tahunan (perennial). Pada tumbuhan semusim (annual), terutama yang dibiakkan secara generatif, daun pertama berkembang dari embrio (biji) da sepanjang siklus pertumbuhannya berukuran kecil sehingga memungkinkan penyerapan sebahagian besar radiasi matahari menghasilkan energi bahang (energi sensibel).
Pada tumbuhan golongan C4 (golongan tumbuhan efisien) cenderung pada awal pertumbuhan menghasilkan perkembangan daun lebih dominan. Hal ini memungkinkan pemanfaatan radiasi matahari lebih efisien. Dalam praktek agronomi kondisi mirip ini sanggup dimanipulasi melalui pengaturan jarak tanam yang sempit untuk memperbaiki penutupan tanah sehingga anggot penyerapan radiasi matahari lebih tinggi.
Pertanian intinya berafiliasi dengan peningkatan efisiensi tumbuhan dalam memanfaatkan radiasi matahari pada fotosintesis. Pada tumbuhan budidaya semusim dari golongan serealia, perkembangan daun pada awalnya meningkat dengan laju pertumbuhan eksponensial, tetapi ukuran daun awal relatif kecil mengakibatkan tingkat penyerapan radiasi matahari relatif rendah. Perkembangan luas daun selanjutnya terus meningkat diikuti dengan peningkatan penyerapan energi cahaya matahari (Gambar 90). Perkembangan luas daun terhenti sehabis tumbuhan mulai berbunga ((Gardner, Pearce, dan Mitchell, 1985).
Pada awal pertumbuhan tumbuhan secara individu, laju pertumbuhan bersifat eksponensial dan digambarkan sebagai laju pertumbuhan relatif (LTR). LTR pada awal pertumbuhan tumbuhan yaitu tinggi, tetapi selanjutnya akan terus menurun secara teratur dengan waktu LTR tidak sanggup digunakan sebagai suatu pertanaman di lapangan, tetapi sanggup diterapkan untuk pengkajian laju pertumbuhan tumbuhan pada beberapa ahad pertama pertumbuhan tanaman.
Pertumbuhan tumbuhan selanjutnya akan mengakibatkan daun-daun tumbuhan akan saling menaungi sehingga sebahagian daun tidak efektif berfotosintesis. Pada tahun 1947, Watson memperkenalkan konsep luas daun sebagai suatu ukuran produktif tumbuhan pada tumbuhan budidaya yang disebut Lear Area Indeks (LAI) atau Indeks Luas Daun (ILD). ILD tumbuhan meningkat dari nol pada awal pertumbuhan dan mencapai puncaknya pada pertengahan umur tanaman, kemudian menurun secara tajam pada fase penuaan. Sebelum mengalami penurunan ILD pada umur pertengahan tanaman, ILD relatif konstan lantaran terjadi keseimbangan antara laju penuaan daun dan laju pembentukan daun baru. ILD tertinggi umumnya pada tumbuhan budidaya sekitar 5,0 pada jarak tanam yang umum. Nilai ILD tertinggi dari para peneliti pada tumbuhan jagung antara 3,9 – 5,0, pada kacang tanah 4 – 4,5 dan pada ubi kayu 7,0 (Goldsworthy dan Fisher, 1984).
Tajuk tumbuhan yang mempunyai nilai ILD yang tinggi pada daun-daun mudanya. Pada tajuk teratas mempunyai laju CO2 yang tinggi dan mentranslokasi sebahagian asimilat ke potongan tumbuhan yang aktif tumbuh. Kenaikan berat kering persatuan waktu persatuan luas daun disebut Laju Satuan Daun atau Laju Asimilasi Netto (LAN). Laju satuan daun atau LAN merupakan suatu ukuran rata-rata pertukaran CO2 higienis per satuan luas daun dalam tajuk tanaman, maka LAN sanggup dipandang sebagai suatu ukuran efisiensi dari setiap luas daun melaksanakan fotosintesis melalui peningkatan pertumbuhan.
Fase-fase pertumbuhan tumbuhan merupakan tahapan perbedaan potensial fotosintesis suatu tumbuhan yang sebetulnya diberikan oleh ILD, sehingga nilai LAN diharapkan merupakan imbas lingkungan selama periode yang berbeda dari hidup tanaman.
DAFTAR BACAAN
Abdullah. F. 2002. Teori sel dan Ultra struktur Sel. Unversitas Kebangsaan Malaysia. Kuala lumpur.
Alvin,., P. de T A.D. Machado & F Vellow. 1972. Physiological responses of cocoa to environmental factors. IV int Cocoa Res. Conf. St. Augustine, Trinidad. P. 210-225
Biale, J. B. 1960. The Postharvest Biochemistry Of Tropical And Subtropical Fruits. Advances Food Research 10:293.
Bidwell, R.G.S., 1979. Plant Physiology. Mac Millan Publishing Co. Inc., New York.
Blacman, G.E. dan R.F. Wilson, 1951. Ibid II. The Constancy for Different Species of Logaritmic Relationship Net Assimilation Rate and Light Intensity and its Ecological Significans. Ann.Bot. (N.S) 15.63 – 94 p.
Brown, R.H., 1984. Growth of Green Plant in Physiological Basis of Crop Growth and Development. P 153 – 174. (Ed. Thesar, M.B., 1984). America Society of Agronomy, Medison.
Burg, S.P. 1962. Annu.Rev. Plant Physiology. 13: 265-302.
Campbell, N. A. and J. B. Reece. 2002. Biology. Sixth Edition, Pearson Education. Inc. San Francisco. 802-831.
Campbell N.A. Mitchell LG, Reece JB, Taylor MR, Simon EJ. 2006. Biology, 5th ed. Benjamin Cummings Publishing Company, Inc., Redword City, England.
Clowes, F.A.L. 1961. Apicall Meristems. Blackwell, Oxford
Clowes F.A.L. 1975. Cell production by root caps. Botany School, Botany School, Oxford University South Parks Road, Oxford OX1 3RA .
Clowe, F.A.L. 1975. The quiescent center. Pages3 – 19 in J. G. Torrey and D.T. Clarkston (eds.) The Development and Function of Roots. Acadenim Press. New York.
Dennis, D.T., and David H.T., 1990. Plant Physiology, Biochemistry and Molecular Biology, Dep. Of Boilogy, Queen’s University Kingston. Canada. Longman Group UK Limited. Essec CM 20 2JE, england. 529 p.
Devlin, R.M., 1975. Plant Physiology. D. Van Nestrand Company, New York.
Dwijoseputro, D., 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia, Jakarta.
Evert. R.F. and Susan E.E., 2005. Introduction to Biochemistry, Biology of Plants Seventh Edition. Peter H. Raven Missouri Botanical Garden. University of Wisconsin-Madison
Fahn, A., 1982. Plant Anatomy, Third Edition. Publishing Pengamon Press Ltd.
Feldman, L. J. (1984). Regulation of root development. Ann. Rev. Pl.Physiol. 35, 223-242
Foster R.C., 1982. The Fine Structure of Epidermal Cell Mucilages of Roots. CSIRO Division of Soils, Glen Osmond New Phytol. (1982) 91, 727-740. 727. Published by: Blackwell Publishing on behalf of the New Phytologist Trust Stable URL: http://www.jstor.org/stable/2432027
Fisher, N.M., 1984. Crop Growth and Development: The Vegetatif Phase. In The Physiology of Tropical Field Crops. P 119 – 161. (Ed. Goldsworthy, P.R. dan N.M. Fisher, 1984). John Willey & Sons. Chichester New York, Brisbane, Toronto, Singapore.
Fitter A.H. dan R.K.M. Hay, 1981. Environmental Physiology of Plants (terjemahan Sri Andani dan E.D. Purbayanti, 1991. Ed. B. Srigandono. Fisiologi Lingkungan Tanaman). Gadjah Mada Press. 421p.
Freemen. W.H.and Company. San Fransisco. O. 594.
Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell, 1985. Physiology of Crop Plants. The Iowa State University Press, Anes, Iowa. 50010.
George, F.P. dan J.P. Sherrington, 1981. Plant Propagation by Tissue Culture. Exegetic Ltd. England. 709p.
Gifford, R.M., 1974. A Comparation of Potential Photosynthetic, Production and Yield of Plant Species With Different Photosynthetic Metabolism. Aust. J. Plant Physiol. 1: 107 – 117.
Goldsworthy, P.R., and N.M. Fisher, 1984. The Physiology of Tropical Field Crops, by John Wiley & Sons All Rights reserved.
Gomez-roldan, Victoria; Fermas, Soraya; Brewer, Philip B.; Puech-pag (2008), "Strigolactone inhibition of shoot branching", Nature 455 (7210): 189, doi:10.1038/nature07271
Grennan, Aleel K (2006), "Gibberellin Metabolism Enzymes in Rice", Plant Physiology 141 (2): 524, doi:10.1104/pp.104.900192, PMID 16760495. http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender. fcgiartid=1475483 .
Hari Suseno, 1984. Fisiologi Tumbuhan, Metabolisme Dasar dan Beberapa Aspeknya. Dep. Botani, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor, p. 16-22.
Helgi. Ö, and Stephen A. R., 2005. The Physiology of Flowering Plants. Published 2005 Cambridge University Press Plant physiology Page 191 ISBN 0521662516
Himme, M. and Petit, J. 1957 Cocoa Conf (london, p 227.
Jogl, G; Tong, L (2004), "Crystal structure of yeast acetyl-coenzyme A synthetase in complex with AMP.", Biochemistry 43: 1425–31, doi:10.1021/bi035911a, http://www.rcsb.org/pdb/explore/ pubmed.do?structureId=1RY2
Issogianti, R.S.M., 1993. Biologi Sel. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi, Jakarta.
Lehninger, A.L., 1982. Principle of Biochemistry. Worth Publishing Inc.
Leopold, A.C. dan E. Kriedmann, 1975. Plant Growth and Development. Tata McGrow Hill New Delhi. P.109-135.
Lopes, P. And L.B. Stack (eds.). 2007. New England Floricultural Recommendations 2007-2008. New England Floriculture, Inc.
Loveless, A.R., Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropis I. PT. Gramedia, Jakarta.
Meyer, B.S., dan Anderson, 1959. Plant Physiology. D. Van Norhtrand Company, New York.
Nasaruddin, dan Santi P. 1999. Analisis Petumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelei dengan Penggunaan Reflektor Cahaya dan Metanol pada Sistem Pertanaman Tumpangsari Jagung-Kedelei. Majallah Ilmiah Flora dan Fauna. ISSN: 0854-5243 Fakultas pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar Vol.9. No 1. Januri 1999.
Nasaruddin, 2003. Pengaruh Jenis naungan dan Intensitas cahaya terhadap beberapa aktifitas fisiologi dan pertumbuhan tumbuhan kakao umur 1 tahun. Jurusan Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas Hasanuddin Makassar.
Nasaruddin, 2009. Kakao Budidaya dan Beberapa aspek Fisiologisnya. Yayasan Forest Indinesia dan Fakultas Kehutanan Unhas. Depok Jakarta. P. 239.
Nasaruddin, 2006. Fotosintesis, Respirasi dan Analisis Pertumbuhan Tanaman. Fakultas pertanian dan kehutanan Unhas.
Noggle, R.G., dan G.J. Fritz, 1989. Intoductory Plant Physiology. Prentice Hall of India, New Delhi.
Prawiranata, W., S. Harran dan P. Tjondronegoro, 1981. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Dep. Botani, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. VII: 1-30.
Osborne D.J, Michael T. M., 2005 Hormones, Signals and Target Cells in Plant Development. Published 2005, Cambridge University Press. Page 158.
Salisbury, F.B. dan C.W. Ross, 1995. Plant Physiolgy. Wadsworth Publishing Company. Belmont, California. P.540.
Smith R.S. (2008) The role of auxin transport in plant patterning mechanisms. PLoS Biology 6, e323.
Smith R.S & Emmanuelle M. B, 2009. Auxin transport-feedback models of patterning in plants. Institute of Plant Sciences, University of Bern, Altenbergrain 21, CH-3013 Bern, Switzerland 2009 Blackwell Publishing Ltd, Plant, Cell and Environment, 32, 1258–1271.
Smith. T, 2009. Growth Regulators, Extension Floriculture Program, USDA’s Cooperative State Research, Education, and Extension Service(CSREES) and College of Natural Resources and the Environment, is our federal partner, providing federal assistance and jadwal leadership for numerous research, education, and extension activities. University of Massachusetts Amherst.
Taiz L., E. Zeiger, 2002. Plant Physiology. The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. New York.
Thinman, K.V., 1989. Auxin (ed) Fisiologi Tanaman. Bina Aksara, Jakarta.
Thomas, T.H. 1976. Outlock Abric. 9: 62-68.
Wade. G.L. 2006. Extension Horticulturist, College of Agricultural and Environmental Scienc. The University of Georgia.
Wareing, F.P. dan i.D.J. Philips. The Control of Growth and Differentiation in Plant. Edisi ke-2, New York.
Weaver, R.J., 1972. Plant Growth Substances in Agriculture.
Weier, T., G.R. Stocking, Michael G.B., dan Thimann, L.R., 1975. Botany an Introduction to Plant Biology. Welley
Williams, j. 17975. Carbon dioxide, Climate and Society. New York : Pergamon.
Winarno, F.G. dan M. Aman. 1979. Fisiologi Lepas Panen. Sutra Hudaya. Bogor.
Sumber http://agronomiunhas.blogspot.com
0 Response to "Fisologi Tumbuhan"
Posting Komentar