iklan banner

Amerika Mengaku Sangat Takut Dengan 1 Orang Ini.

The Curious Case of Soekarno

Sungguh sangat mencengangkan ketika mengetahui isu ini diangkat kembali oleh media, ketika tanpa kita tidak tahu bahwa ternyata Amerika yang kita kenal dengan negara adikuasa nya pernah mengalami takut oleh satu orang yang ada di dunia ini.

Soekarno bersama Eisenhower
Bung Karno geram. Ike mencoba merayunya, “Tolong bebaskan pilotku”. Tapi Bung Karno tetap saja geram. Mungkin juga alasannya yang merayu Soekarno yakni Ike, seorang laki-laki tua. Ike itu yakni nama panggilan D. Dwight Eisenhower, presiden AS di masa itu. Kali ini Amerika memang kena batunya.

Negara digdaya itu dibikin aib Indonesia ketika pilotnya, Allen Pope ditembak jatuh di pulau Morotai. Lebih aib lagi, alasannya dengan tertangkapnya pilot itu, kedok AS dan CIA alhasil terbuka. Kedok yang pertanda AS melalui CIA sudah main api dengan petualangannya di balik pemberontakan separatisme di Indonesia. Termasuk juga infiltrasi AS yang mempersenjatai para pemberontak itu. Ini yang bikin Bung Karno geram, dan mulai memainkan kartu trufnya.

Bung Karno yang tadinya dikerjai Amerika, kini balas mengerjai Amerika. Bung Karno sadar, tertangkapnya Allen Pope mendongkrak posisi tawar Indonesia di hadapan Amerika. Cerita selanjutnya yakni bagaimana Ike dan John F. Kennedy jadi repot dibuatnya.
Inilah moment bersejarah ketika Indonesia yang miskin untuk pertama kalinya punya posisi tawar tinggi di hadapan “juragan kaya”, Amerika.

Bung Karno tidak cuma menuntut Amerika mesti minta maaf. Tapi masih ada sederet seruan lain yang bikin Amerika “maju kena mundur kena”. Eisenhower minta Indonesia melepaskan pilot Allen Pope. Tapi Bung Karno tidak mau melepas begitu saja dengan gratis. Pilot itu yakni kartu truf-nya.


Allen Pope

Inilah kisah bagaimana Bung Karno dengan amarah “memiting leher Allen Pope” sambil telunjuknya memberi isyarat semoga Amerika mau bersimpuh di kaki Bung Karno (tentu saja ini hanya simbolisasi teatrikal).

Gantung Allen Pope! Hukum mati Allen Pope! Begitu gelombang protes di depan kedutaan AS di Jakarta setelah Allen Pope tertangkap. tahun 1958 itu . Rakyat Indonesia memang dibikin naik darah oleh kelakuan Allen Pope. Soalnya si pilot ini sudah menjatuhkan bom di Ambon yang memakan tak sedikit korban jiwa.

Di tengah suasana panas itu, teman-teman Mas Tok atau Guntur Soekarnoputra tidak berhenti menjejalinya dengan pertanyaan-pertanyaan seputar pilot Allen Pope.

Percakapan Bung Karno dengan putra sulungnya berkaitan hal itu, sudah banyak diungkap banyak sekali sumber. Tapi sebetulnya ada yang lebih penting lagi di balik percakapan antara Bung Karno dan Mas Tok berikut ini…..

Bung Karno sedang mandi. Mas Tok yang masih dewasa menggedor-gedor pintu kamar mandi. Tidak sabar. Karena pintu terus digedor, Bung Karno melongok sebentar. “Ada apa tho Mas Tok? Bapak belum selesai mandi”.

Begitu pintu terbuka, Mas Tok eksklusif menyambar ayahnya dengan pertanyaan, “Bener nggak sih bapak menukar pembebasan Allen Pope dengan tebusan pesawat Hercules?”. Mas Tok memang tidak sabaran ingin segera tahu jawabnya. Saat itu juga ia harus mendapatkan bocoran jawabannya. Memang sebelumnya di antara teman-temannya, mereka sudah kasak-kusuk membenarkan gosip itu. Mas Tok jadi panas juga. Soalnya sebagai anak Bung Karno, seharusnya ia lebih tahu dari teman-temannya.

Mas Tok yang ingin tau tidak perlu menunggu usang menanti jawab ayahnya. Pertanyaan Mas Tok itu eksklusif disambar dengan tawa khas ayahnya. Menggelegar, “Hahahahaha……biar saja Amerika kasih Hercules itu buat Bapak. Kalau Amerika kirim pesawat lagi, nanti Bapak suruh tembak lagi. Sebagai tebusannya, Bapak minta Marilyn Monroe dan Ava Gardner”.


Ava Gardner

Itu humor khas Bung Karno. Humor seorang negarawan nyentrik. Cara Bung karno bercanda dengan politikus sejawatnya sehari-hari, tidak beda jauh dengan guyonan-nya dengan anak-anaknya. Mas Tok dan adik-adiknya sudah hafal moral ayahnya. Dasar Bung Karno!
Tapi sebetulnya di balik canda itu, mungkin bahkan Bung Karno dan Mas Tok sendiri waktu itu belum menyadari sesuatu. Yaitu buntut dari posisi tawar Indonesia tadi, Bung Karno telah memulai tonggak lahirnya sejarah armada gres bagi AURI, yaitu lahirnya skuadron Hercules di Indonesia. Armada ini kelak turut punya andil dalam merebut Irian Barat dari Belanda.

Itu semua berawal dari perundingan tarik ulur demi pembebasan seorang pilot yang bikin Amerika gelisah. Bagaimana tidak? Soalnya jikalau tidak segera diselamatkan, bisa-bisa pilot itu buka verbal wacana info rahasia yang berkaitan dengan permainan CIA.

Dulu serangan Maukar ke Istana didesas-desuskan akhir Bung Karno menarik hati tunangan sang pilot.
Gosip selanjutnya menghantam Bung Karno lagi. Yaitu pembebasan pilot Allen Pope digosipkan alasannya Bung Karno dirayu oleh istri Pope, yang sengaja didatangkan dari Amerika. Walaahhh….

Kedengaran kayak gosip murahan. Tapi tunggu dulu! Sejarah kadang memang diwarnai gosip murahan, yang bermuara pada hasil yang tidak murahan. Konon itu yang namanya intrik politik tingkat tinggi. Intrik yang memakai sisi kelemahan Bung Karno. Kelemahan apalagi jikalau bukan soal perempuan? Mentang-mentang Bung Karno mata keranjang…..

Bung Karno memang mata keranjang. Tapi pihak yang anti Bung Karno kadang memanipulasi sisi ini secara berlebihan. Sama halnya CIA yang memakai kelemahan don yuan-nya Bung Karno untuk menjatuhkan dapat dipercaya presiden RI di mata rakyatnya. Menjatuhkan Bung Karno yakni satu-satunya cara semoga Amerika bisa bercokol besar lengan berkuasa di Indonesia. Sudah dicoba segala cara semoga Bung Karno jatuh, tidak berhasil juga. Dicoba dengan cara ancaman embargo, penghentian bantuan…..ehhh Bung Karno malah teriak, “Go to hell with your aid!”.


Go to hell with your aid!

Akhirnya CIA pakai cara lain. Yaitu infiltrasi ke banyak sekali pemberontakan di Indonesia. Puncaknya terjadi dalam pertempuran di pulau Morotai, tahun 1958. Ketika itu Tentara Nasional Indonesia (pasukan marinir, pasukan gerak cepat AU, dan AD) menggempur Permesta, gerakan pemberontakan di Sulawesi Utara.

Persenjataan Permesta tidak bisa dianggap enteng. Soalnya ada proteksi senjata dari luar. Tadinya tudingan bahwa CIA yakni biang kerok semua ini masih dugaan saja. Ketika kapal pemburu AL dan mustang AU melancarkan serangannya, satu pesawat Permesta terbakar jatuh.

Soekarno


Sebelum jatuh, ada dua parasut yang tampak mengembang keluar dari pesawat itu. Parasut itu tersangkut di pohon kelapa. Tentara Nasional Indonesia segera membekuk dua orang. Yang satu namanya Harry Rantung anggota Permesta. Dan yang tak terduga, satunya lagi bule Amerika. Itulah si pilot Allen Pope. Dari dokumen-dokumen yang disita, terkuak Allen Pope terkait dengan operasi CIA. Yaitu menyusup di gerakan pemberontakan di Indonesia untuk menggulingkan Soekarno.
Tak pelak lagi, tuduhan bahwa Amerika dengan CIA yakni dalang pemberontakan separatis, bukan isapan jempol!

Peristiwa tertangkapnya Allen Pope yakni tamparan bagi Amerika. Itu mungkin terwakili dalam kalimat Allan Pope ketika tertangkap. Setelah pesawat B-26 yang dipilotinya jatuh dihajar mustang AU dan kapal pemburu AL, komentar Pope: “Biasanya negara saya yang menang, tapi kali ini kalian yang menang”. Setelah itu ia masih sempat minta rokok.


B-26 kena tembak

Tapi sebetulnya yang lebih bikin aib Amerika bukan soal kalah yang dikatakan Pope tadi. Tapi tertangkapnya Allan Pope mengungkap permainan kotor AS untuk menggulingkan Soekarno. Amerika terus ngeyel menyangkal. Tapi bukti-bukti yang ada, alhasil membungkam verbal Amerika.

Taktik kotor itu jadi gunjingan internasional. Tanpa ampun, kedok Amerika dengan CIA-nya berhasil dibuka Indonesia, lengkap dengan bukti-bukti telak. Amerika terpaksa berubah 180 derajat menjadi baik pada Soekarno. Semua operasi CIA untuk mengguncang Bung Karno (untuk sementara) dihentikan.

Amerika berusaha mati-matian minta pilotnya dibebaskan. Segala cara pun mulai dilakukan untuk mengambil hati Bung Karno. Eisenhower mengundang Soekarno ke AS bulan Juni 1960. Lalu Soekarno juga diundang John Kennedy di bulan April 1961. Di balik segala alasan diplomatik wacana kunjungan itu, tak bisa disangkal itu semua buntut dari cara Bung Karno memainkan kartunya terhadap Amerika.
Selama periode itu, Bung Karno main tarik ulur dengan pembebasan Pope. Tarik ulur itu berjalan alot. Karena Bung Karno ogah melepaskan Pope begitu saja. Bung Karno sengaja berlama-lama “memiting leher” Allan Pope sebelum Amerika meng-iya-kan seruan Indonesia. Amerika mati kutu. Tak ada jalan lain. Negosiasi pun segera dimulai. Negosiasi alot yang memakan waktu 4 tahun, sebelum alhasil Allen Pope benar-benar bebas.

Dimulai dengan Ike atau Eisenhower yang membujuk, merayu dan mengundang Bung Karno ke Amerika. Namun sesudahnya Bung Karno tetap tidak mau tunduk diatur-atur Ike. Situasi mulai berubah sedikit melunak setelah dingklik kepresidenan AS beralih ke John F. Kennedy.


Soekarno bersama JFK

John Kennedy tahu, kepribadian Soekarno sangat besar lengan berkuasa dan benci di-dikte. Karena itu dengan persahabatan ia bisa “merangkul” Soekarno. “Kennedy yakni presiden Amerika yang sangat mengerti saya”, kata Bung Karno.

Dengan John, perundingan mulai mengarah ke titik terang. Berkaitan itu pula, John mengirim adiknya Robert Kennedy ke Jakarta. Robert membawa sejumlah misi, diantaranya: “bebaskan Pope”.

Robert Kennedy dan istri (di blkg Soekarno)
Konon ketika itu juga Amerika mengirim istri Allen Pope yang cantik. Perhitungannya, perempuan bagus bisa meluluhkan hati Bung Karno. Ini asal mula beredar issue bahwa Bung Karno dirayu istri Allen Pope. Yang tidak banyak disebutkan orang, yaitu ibu dan saudara perempuan Allen Pope juga tiba memohon-mohon dengan tangisan minta belas kasihan Bung Karno.

Buat Bung Karno, pilot itu dibebaskan atau tidak dibebaskan, hasilnya sama saja. Yaitu tidak menciptakan korban-korban bom si pilot bisa hidup kembali. Makara kenapa tidak memanfaatkan saja ketakutan Amerika yang ciut jikalau pilot itu buka mulut?

Bung Karno memainkan kartu trufnya atas dasar apa yang diharapkan bangsa Indonesia pada waktu itu. Indonesia betul-betul sengsara dan kelaparan, jadi butuh uang dan nasi. Indonesia sedang bertempur melawan Belanda untuk merebut Irian Barat. Makara butuh senjata, sejumlah perangkat perang dan armada tempur.

Permintaan Bung Karno itu tentu saja tidak disampaikan dengan cara mengemis. Tapi dengan cara yang menyeret Amerika untuk menciptakan interpretasi diplomatik. Mau tidak mau, isyarat diplomatik Soekarno bikin Amerika harus bisa membaca yang tersirat di balik yang tersurat.

Dibanding Ike alias Eisenhower, John Kennedy lebih peka membaca isyarat itu. Itulah yang dimaksud Bung Karno bahwa John Kennedy mengerti dirinya. Kennedy tidak cuma sekedar mengundang Bung Karno ke Amerika untuk plesiran. Tapi juga ada tindak lanjut aktual di balik undangan diplomatik itu.

John paham Indonesia butuh perangkat perang untuk merebut Irian Barat. Di antaranya armada tempur. Karena itu diajaknya Bung Karno mengunjungi pabrik pesawat Lockheed di Burbank, California. Di sana Bung Karno dbantu dalam pembelian 10 pesawat hercules tipe B, terdiri dari 8 kargo dan 2 tanker.


Lockheed ,Burbank- California.

Negosiasi pembebasan Allen Pope antara Ike dan Bung Karno tadinya alot. Tapi jadi licin jalannya dengan John. Dia tidak pelit membalas “kebaikan” Bung Karno yang memenuhi seruan AS untuk membebaskan Allen Pope.


Allen Pope diadili

Hasilnya? Hercules dari Amerika, menjadi cikal bakal lahirnya armada Hercules bagi AURI (armada yang kelak ikut bertempur merebut Irian Barat). Bung Karno bisa menciptakan Amerika menghentikan embargo. Lalu menyuntik dana ke Indonesia. Juga beras 37.000 ton dan ratusan persenjataan perangkat perang. Kebutuhan itu semua memang sesuai dengan kondisi Indonesia ketika itu.

Ternyata begini ini yang namanya perundingan tingkat tinggi. Akhirnya Allen Pope dibebaskan secara rahasia oleh suatu misi rahasia di suatu subuh, Februari 1962. Negosiasi itu seluruhnya tentu makan biaya yang tidak sedikit. Siapa yang mesti membayar semua itu? Konon rekening Permesta yang harus membayar ganti rugi akhir perundingan itu. Sempat terdengar selentingan bahwa jalan by pass Cawang-Tanjung Priok dan Hotel Indonesia usang di Bundaran HI Thamrin, yakni wujud dari ganti rugi itu. Benarkah demikian? Wallahualam.

Sayang relasi mesra Bung Karno dengan Amerika berakhir setelah Kennedy terbunuh tahun 1963. Terbunuhnya Kennedy menciptakan CIA kembali leluasa mewujudkan mimpi usang yang sempat terhenti. Yaitu terus mengguncang dingklik Bung Karno, hingga Putra Sang Fajar itu alhasil benar-benar terbenam. Kita semua tahu bagaimana selesai episode itu.

Walentina Waluyanti
Nederland, 9 Februari 2010

Allen Lawrence Pope yakni seorang tentara bayaran yang ditugasi CIA dalam banyak sekali misi. Beberapa misinya dilakukan di Asia Tenggara di antaranya ketika pertempuran di Dien Bien Phu, Vietnam dan pada ketika pemberontakan PRRI/Permesta di Indonesia. Dia tertangkap oleh tentara Indonesia ketika usahanya mengebom armada adonan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan pesawat pembom B-26 Invader AUREV gagal dan tertembak jatuh. Diduga ia tertembak jatuh oleh pesawat P-51 Mustang Angkatan Udara Republik Indonesia yang diterbangkan oleh Ignatius Dewanto namun kesaksian lain menyampaikan ia tertembak jatuh oleh tembakan gencar yang dilakukan armada maritim Angkatan Laut Republik Indonesia. Buku-buku yang menuliskan sepak terjang CIA di banyak sekali kancah konflik tidak lupa menyebut-nyebut nama Allen Pope.

Lawrence Allen Pope sendiri yakni seorang perjaka putus kuliah di Universitas Florida, kelahiran Miami, Oktober 1928. Setelah berhenti kuliah, ia berguru terbang di Texas kemudian bekerja sebagai ko-pilot pesawat angkut.
Menjadi sukarelawan

Pada tahun 1953, ia ikut nekad terjun menjadi sukarelawan dalam Perang Korea. Dalam peperangan itu, Pope menerima pengalaman dalam melaksanakan misi terbang malam hari ke belakang garis pertahanan lawan. Lepas perang Korea, Pope kembali ke Amerika Serikat, bekerja pada perusahaan penerbangan kecil dan berumah tangga. Namun pekerjaan ini ternyata menciptakan dirinya merasa bosan.

Pada ketika inilah biro CIA mendekati dirinya. Setelah menceraikan istrinya, Pope kemudian bergabung dengan Civil Air Transport (CAT) yang merupakan perusahaan kamuflase CIA dalam melaksanakan banyak sekali misinya di banyak sekali belahan dunia, ibarat halnya perusahaan Intermountain, Southern Air Transport dan Air America.
Menjadi tentara bayaran

Setelah bergabung ke CAT, Allen Pope kemudian berangkat ke Taiwan, sentra perusahaan itu namun kemudian diberangkatkan ke Vietnam. Di Vietnam, ia menjadi kapten untuk pesawat C-47 Dakota (DC-3 Dakota versi Militer). Setelah menentukan bertempat tinggal di Saigon, ia menikah dengan perempuan setempat. Kemudia ia melaksanakan misinya melaksanakan serangkaian penerbangan berbahaya di Vietnam dan Laos. Misinya antara lain yakni mengangkut senjata dan kebutuhan logistik atau bahkan melaksanakan penerjunan secara rahasia. Waktu luang dan cutinya digunakannya untuk berburu.

Allen Pope sendiri sepertinya yakni orang yang suka menyendiri namun berdasarkan penuturan teman-temannya ia dikenal sebagai seorang yang sangat pemberani untuk memasuki tempat yang ditebari senjata penangkis serangan udara. Ia tidak ragu-ragu masuk tempat Dien Bien Phu ketika benteng Perancis tersebut dikepung ketat pasukan Viet Minh di bawah pimpinan Ho Chi Minh dan Jenderal Vo Nguyen Giap dalam Perang Indochina I, di tengah hujan peluru untuk menerjunkan suplai makanan. Ini yakni ciri khas tentara bayaran. Penerbang-penerbang militer profesional, ibarat contohnya penerbang Korps Marinir Amerika Serikat (USMC/United States Marine Corps) yang paling gila sekalipun masih berpikir sepuluh kali untuk melakukannya. Hal inilah yang kemudian dijadikannya alasan ketika persidangan di Jakarta kepada para hakim dengan menyampaikan bahwa dirinya telah bertempur melawan komunis semenjak berusia 22 tahun dari perang Korea hingga Dien Bien Phu. Ketika di Vietnam, Allen Pope kemudian dibujuk CIA untuk membantu PERMESTA.
Menjadi penerbang AUREV

Dalam misinya untuk membantu PERMESTA, Pope kemudian ditugasi sebagai pilot AUREV (Angkatan Udara Revolusioner) yang berpangkalan utama di Mapanget, Sulawesi Utara (sekarang Bandara Sam Ratulangi) di bawah pimpinan Mayor Petit Muharto. AUREV sendiri berkekuatan tidak kurang sekitar 10 pesawat pengebom-tempur di antaranya yakni pesawat pengebom sedang/ringan B-26 Invader dan P-51Mustang.

CIA sendiri bergotong-royong sudah menyediakan 15 pesawat pengebom B-26 untuk PRRI/PERMESTA dari sisa-sisa Perang Korea, setelah dipergunakan di banyak sekali konflik di Kongo, Kuba dan Vietnam. Pesawat-pesawat itu disiagakan di sebuah lapangan terbang di Filipina, tempat yang juga dipakai untuk melatih para awak sebelum dikirim ke wilayah PERMESTA. Sejumlah modifikasi dilakukan semoga tidak terlalu kelihatan bahwa mereka disiapkan oleh Amerika Serikat yang mempunyai teknologi maju. Di antara modifikasi yang dilakukan yakni mengubah jumlah senapan mesin yang semula mempunyai enam laras pada hidung pesawat, menjadi delapan laras.

Sejak ketika itu, kekuatan udara AUREV menjadi momok yang seram di wilayah Indonesia potongan Tengah dan Timur. Berbagai misi dilakukan AUREV, di antaranya serangan udara pada tanggal 13 April 1958 terhadap lapangan terbang Mandai (sekarang Bandara Hassanuddin), Makassar. Yang lainnya yakni pelabuhan Donggala, Ambon, Balikpapan, Ternate dan tempat lainnya menjadi sasaran serangan yang cukup mematikan. Kapal perang Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI), RI Hang Toeah (satu dari empat kapal perang korvet yang dihibahkan Belanda atas perjanjian Konferensi Meja Bundar) yang sedang membuang jangkar di pelabuhan Balikpapan dibom hingga tenggelam. Kondisi inilah yang menciptakan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia segera merampungkan operasi PRRI dan eksklusif juga merampungkan operasi PERMESTA dengan pemusatan perebutan keunggulan di udara yang ketika itu masih dikuasai AUREV.

Di Mapanget sendiri banyak penerbang ajaib selain penerbang kulit putih. Ada pula penerbang lain yang berkebangsaan Filipina dan juga Taiwan. Taiwan sendiri sudah banyak membantu dan sudah siap-siap akan mengikuti Amerika Serikat untuk mengakui negara gres yang akan disebut-sebut akan didirikan PERMESTA bila mereka berhasil.
Ditembak jatuh

Pada tanggal 18 Mei 1958, Gugus Tugas amfibi (Amphibius task force) ATF-21 Angkatan Laut Republik Indonesia yang berkekuatan dua kapal angkut dan lima kapal pelindung type penyapu ranjau cepat, dipimpin oleh Letnan Kolonel (KKO/sekarang Korps Marinir) Hunholz dengan Kepala Staf Mayor Soedomo berlayar dengan posisi bersahabat Pulau Tiga lepas Ambon guna melaksanakan Operasi Mena II dalam rangka merampungkan konflik PERMESTA dengan sasaran Morotai guna merebut lapangan terbang, operasi itu didukung oleh P-51 Mustang dan B-26 Angkatan Udara Republik Indonesia serta Pasukan Gerak Tjepat (PGT, kini Kopaskhas Tentara Nasional Indonesia AU). Pasukan yang turun antara lain adonan Marinir, Pasukan Angkatan Darat KODAM BRAWIJAYA dan Brigade Mobil (BRIMOB). Di atas kapal disiagakan senjata penangkis udara banyak sekali type.

Harry Rantung ketika itu bersama Allen Pope, menyamar sebagai seorang berkebangsaan Filipina berjulukan Pedro. Setelah ia bersama Allen Pope menyerang Ambon dari Mapanget, ia melihat konvoi kapal perang Republik Indonesia. Setelah melapor ke Manado untuk mendapatkan instruksi lebih lanjut dan perintah untuk menyerang, Allen Pope mengarahkan pesawat B-26 Invader menukik dan menyerang konvoi kapal perang dengan menjatuhkan bom dengan sasaran KRI Sawega, namun meleset hanya beberapa meter dari buritan kapal.

Awak kapal yang siaga setelah melihat dan mendapatkan tanda ancaman udara itu, eksklusif menembak balas atas perintah Soedomo. Tidak hanya senjata penangkis udara dan anti serangan udara yang dimiliki kelima kapal itu, tetapi juga semua pasukan yang ada di atas kapal mengarahkan senjatanya ke udara mulai dari senapan serbu, senapan otomatis, senapan infantri hingga pistol mereka.

Peristiwa itu terjadi sekitar enam hingga tujuh mil lepas pantai Tanjung Alang, tak jauh dari kota Ambon, tempat yang sebelumnya diserang Pope dengan pesawat B-26-nya itu. Kabar serangan itu disampaikan kepada Kapten Penerbang AURI Ignatius Dewanto yang sudah siap di kokpit P-51 Mustangnya di apron Liang, alasannya pagi itu ditugaskan untuk menyerang Sulawesi Utara. Dewanto eksklusif memacu pesawatnya dan lepas landas. Dia tidak menemukan B-26 AUREV buruannya tetapi melihat Ambon dengan gejala terkena serangan udara. Sesuai petunjuk P-51 Mustang ia arahkan ke barat. Ferry Tank (Tangki materi bakar cadangan) dilepas, di maritim terlihat konvoi mitra yang diserang B-26 AUREV buruannya. Dengan cepat dikejar Dewanto dengan mengambil posisi di belakang lawan. Roket ditembakkan berkali-kali tetapi lolos, disusul dengan tembakan 6 meriam 12,7 yang tersedia pada pesawat dengan rentetan penuh, alasannya jaraknya lebih bersahabat kemungkinannya kenanya lebih besar. Dewanto yakin tembakannya mengenai sasaran.

Sementara itu, pasukan yang menembak balas dari seluruh armada maritim juga melihat pesawat B-26 AUREV terbakar terkena tembakan. Masih tidak terang tembakan siapa yang mengena namun berkat prestasi itu, Kapten Penerbang Dewanto menerima gelar ace angkatan udara. Mereka juga melihat pesawat P-51 Mustang yang dianggap tidak terang mitra atau lawan alasannya setelah pesawat B-26 AUREV terbakar dan jatuh, P-51 Mustang itu lepas dari perhatian dan terbang menjauh.

Dua awak B-26 AUREV kemudian berhasil menyelamatkan diri dengan parasut. Allen Pope tersangkut pohon dan jatuh luka-luka terhempas karang. Sementara seorang lagi, operator radio Harry Rantung yang menyamar sebagai seorang warga Filipina berjulukan Pedro kelahiran Davao namun identitas bergotong-royong gampang diketahui alasannya diatas kapal KRI Sawega terdapat seorang sersan AURI yang mengenalinya alasannya pernah satu angkatan dalam pendidikan tentara. Sebenarnya Allen Pope berusaha membunuh dirinya dengan menyerahkan pistol kepada Rantung untuk menembaknya. Namun seruan ini ditolak Rantung.

Tertangkapnya Allen Pope kemudian dilaporkan ke Jakarta. Namun hal ini tetap dirahasiakan alasannya Operasi Morotai sendiri harus dijaga kerahasiaannya hingga semuanya tuntas. Sejak tertangkapnya Allen Pope, bisa dikatakan AUREV lumpuh dan keunggulan di udara di wilayah Indonesia Timur berangsur-angsur dikuasai oleh AURI. Operasi-operasi pendaratan-pendaratan yang dilakukan ABRI berhasil dilakukan di banyak sekali tempat yang sebelumnya dikuasai PERMESTA.
Reaksi Amerika Serikat dan perubahan relasi dengan Indonesia

Tiga ahad sebelum Allen Pope ditembak jatuh, sebagai upaya basuh tangan Amerika Serikat (AS), maka Menteri Luar Negeri AS , John Foster Dulles lantang menyatakan bahwa apa yang terjadi di Sumatera yakni urusan dalam negeri Indonesia. AS tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri negara lain. Mengenai senjata-senjata yang terbilang mutakhir di tangan PRRI dan di Pekanbaru, Presiden AS, Dwight David Eisenhower mengadakan jumpa pers dengan memberi keterangan bahwa AS akan tetap netral dan tidak akan berpihak selama tidak ada urusannya dengan AS. Dikatakannya bahwa senjata-senjata yang ditemukan oleh ABRI yakni senjata-senjata yang gampang ditemukan di pasar gelap dunia. Di samping itu, sudah biasa di mana ada konflik niscaya akan ditemukan tentara bayaran. Apa yang dikatakan Eisenhower kemudian jadi arahan. Ketika kemudian terdengar ada penerbang AS tertangkap di Ambon dan bagaimana ia tertangkap, Duta Besar Amerika Serikat di Jakarta cepat-cepat menimpali bahwa orang itu tentara bayaran.

AS yakin alasannya Allen Pope niscaya tertangkap dalam keadaan bersih. Walaupun bukti-bukti pesawat sudah jelas, AS masih berdalih bahwa itu serdadu bayaran. Namun ketika ABRI mencari dan berusaha mendapatkan barang bukti yang lebih banyak, hasilnya bukan sekedar nama-nama sejumlah pedagang yang ikut mengail di air keruh dan peranan Korea Selatan, namun menciptakan pemerintah AS terperangah dan mengutuk Pope mengapa ia tidak sekalian ikut mati saja di dasar maritim dengan pesawatnya. Washington kehilangan muka. Bukti-bukti mengarahkan tuduhan ke forum yang dipimpin saudara kandung Menteri Luar Negeri AS yang merupakan pimpinan CIA, Allen Dulles meski CIA sendiri tidak disebut-sebut sementara Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF/United States Air Force) dinilai terlibat.

Prosedur CIA sendiri bergotong-royong mengharuskan tiap awak pesawat yang akan melaksanakan misinya harus dipastikan higienis dan diperiksa dengan teliti dan disediakan pakaian khusus yang akan dipakai dalam penerbangan misinya itu yang bersifat rahasia sehingga mereka tidak mempunyai identitas apapun. Namun Allen Pope cukup cerdik. Mungkin alasannya dianggap sudah berpengalaman sehingga ia tidak diperiksa, padahal pada ketika sebelum diberangkatkan ke Mapanget, ia menyelipkan beberapa keterangan mengenai dirinya di pesawat. Ia tahu jikalau hingga ia ditangkap dalam keadaan bersih, maka negaranya bisa saja menyampaikan bahwa ia bukan warga negaranya atau serdadu bayaran atau apa saja dengan demikian ia bisa mati konyol. Barangkali Pope merasa semua itu hanya menguntungkan satu pihak sementara CIA merasa hal tersebut yakni potongan dari kontrak. Kenyataannya semua identitas Pope ditemukan di badannya. Di antaranya yakni surat keterangan yang mengizinkan Pope memasuki semua akomodasi militer di Clark Field (Pangkalan udara AS, Clark di Filipina]]. Juga ada kartu klub perwira di pangkalan itu. Pope berharap semoga identitas itu mengangkat dirinya dari semacam petualang murahan menjadi pion politik yang punya harga. Kenyataannya, ini mengangkat namanya ke permukaan dunia khususnya yang bekerjasama dengan spionase. Banyak buku yang menceritakan ulah CIA tidak lupa mengisahkan Lawrence Allen Pope, dan Amerika Serikat terpojok dibuatnya.

Peristiwa ini memaksa pemerintah Amerika Serikat merubah sikapnya terhadap Presiden Sukarno. Washington menjadi ramah dengan impian Presiden Indonesia itu akan diam. Soekarno sendiri sudah menyebutkan adanya kemungkinan proteksi dari seukarelawan-sukarelawan penerbang China dan sudah menyebut-nyebutkan Perang Dunia III. Dalam waktu lima hari disetujui seruan Indonesia semoga sanggup mengimpor beras dengan pembayaran rupiah. Bola politik benar-benar dimainkan oleh Presiden Soekarno. Penahanan Pope diulur untuk mendapatkan manfaat keramahtamahan diplomasi Amerika Serikat. Embargo senjata terhadap Republik Indonesia dicabut. Pemerintah Amerika Serikat segera menyetujui pembelian senjata juga banyak sekali sparepart yang diharapkan ABRI termasuk sparepart persawat terbang AURI. Dukungan terhadap pemberontak dihapuskan.
Sidang pengadilan, penahanan dan pembebasan Allen Pope

Allen Pope kemudian dihadapkan ke pengadilan militer dan disana sempat berdebat dengan para saksi yang dihadirkan oleh oditur militer. Allen Pope kemudian dijatuhi eksekusi mati namun naik banding sedangkan Harry Rantung diganjar eksekusi 15 tahun. Kabarnya ia ditahan di sebuah villa di Kaliurang bersahabat Yogyakarta dan penerbang ini sempat mengajari para penjaganya dengan teknik bela diri judo.

Setelah John F. Kennedy menjadi Presiden Amerika Serikat, relasi Amerika Serikat dengan Presiden Soekarno mengalami perbaikan. Presiden Soekarno sendiri menyampaikan bahwa hanya dialah presiden AS yang mengerti jalan pikirannya. Pemerintah Amerika Serikat berusaha juga untuk membebaskan Allen Pope. Jaksa Agung Amerika Serikat Robert Kennedy diutus ke Jakarta untuk menemui Presiden Soekarno dengan membawa surat Kepresidenan yang isinya semoga Allen Pope dibebaskan. Di samping itu, istri Allen Pope yang bagus juga diterbangkan secara khusus dari Amerika Serikat untuk menghadap Soekarno. Konon, Presiden Soekarno mendapatkan dengan penuh keramahan. Rupanya kekaguman Presiden Soekarno kepada perempuan dimanfaatkan Amerika Serikat untuk membujuk Presiden.

Menurut Harry Rantung, suatu hari menjelang subuh pada Februari 1962, ia dan Pope yang berstatus sebagai terpidana didatangi beberapa anggota Corps Polisi Militer (CPM) bersenjata lengkap. Keduanya diminta ikut. Pope diminta mengemasi milik pribadinya, sedangkan Rantung diperintahkan ikut saja tanpa perlu membawa apa-apa. Diluar penjara ternyata sudah menunggu sebuah panser dan kemudian setelah mereka naik, mereka bergerak kencang menuju arah yang mereka tidak tahu. Anggota CPM tidak berbicara sepatah katapun. Rantung bicara kepada Pope wacana situasi yang akan mereka alami. Dengan damai Allen Pope menjawab bahwa dirinya tidak tahu, namun ia menerka bahwa mereka tidak akan berani berbuat apa-apa kepada kita, alasannya mengetahui bahwa pemerintahnya sudah mengirimkan utusan khusus.

Setelah setengah jam perjalanan, kemudian panser berhenti dan mereka dipersilahkan turun. Ternyata mereka dibawa ke Bandara Kemayoran. Di pintu masuk ruang tunggu VIP, beberapa orang ajaib menunggu diantaranya terlihat Duta Besar Amerika Serikat dan stafnya di Jakarta. Sebuah pesawat Lockheed Constellation sudah siap. Dalam perpisahannya, Allen Pope memeluk Rantung dan dengan mata berkaca-kaca ia menyampaikan niscaya kita akan berjumpa lagi. Beberapa tahun kemudian, Rantung mengaku pernah mendapatkan undangan dari Allen Pope yang ketika itu bekerja di sebuah perusahaan penerbangan di California, semuanya gratis. Harry Rantung sendiri, setelah pembebasan bekerja di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta dan menerima pensiun dari kedutaan. Konon, untuk itu pemerintah Indonesia menerima kompensasi di antaranya proyek jalan raya by pass di Jakarta.

Selama beberapa bulan Allen Pope disembunyikan oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dan kemudian pulang ke Miami serta hidup dengan istri dan keluarganya namun tidak usang kemudian istrinya meminta cerai. Alasan istrinya yakni kekejaman yang keterlaluan, Pope dikatakan "ringan tangan". Pihak berwenang menekan istrinya semoga tidak membawa-bawa CIA di depan hakim dalam sidang perceraian mereka. Perempuan yang mengisi hidup Lawrence Allen Pope di Saigon itu hanya bisa menyampaikan bahwa suaminya berubah. Sejak pulang dari Indonesia, setiap malam Allen Pope selalu meletakkan pistol siap tembak dibawah bantalnya. Ia mengkhawatirkan keselamatan dirinya dan anak-anaknya.

Kembali Pope bertualang, kembali Allen Pope dikabarkan jatuh ke tangan CIA dengan menandatangani kontrak di perusahaan penerbangan Southern Air Transport. Tidak terang kabar Lawrence Allen Pope kini setelah semua perusahaan penerbangan CIA dikabarkan dilikuidasi dan dijual. Tetapi kehadiran Allen Pope di Indonesia telah menawarkan pengalaman betapa dilema keamanan dalam negeri juga sanggup mengakibatkan "kerepotan" bagi Angkatan Udara.




Sumber http://maulanaeo14.blogspot.com

0 Response to "Amerika Mengaku Sangat Takut Dengan 1 Orang Ini."

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel