iklan banner

Kasus Pelanggaran Hak Asasi Insan Di Indonesia

     
         
Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi insan setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk abdnegara negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara aturan mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi insan seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapat atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan aturan yang adil dan benar menurut mekanisme aturan yangberlaku.
Hampir sanggup dipastikan dalam kehidupan sehari-hari sanggup ditemukan pelanggaran hak asasi manusia, baik di Indonesia maupun di cuilan dunia lain. Pelanggaran itu, sanggup dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, baik secara perorangan ataupun kelompok. Kasus pelanggaran HAM ini sanggup dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, mencakup :
  1. Pembunuhan masal (genisida)
  2. Pembunuhan absolut atau di luar putusan pengadilan
  3. Penyiksaan
  4. Penghilangan orang secara paksa
  5. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, mencakup :
  1. Pemukulan
  2. Penganiayaan
  3. Pencemaran nama baik
  4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
  5. Menghilangkan nyawa orang lain

Setiap insan selalu mempunyai dua keinginan, yaitu impian berbuat baik, dan impian berbuat jahat. Keinginan berbuat jahat itulah yang menjadikan pengaruh pada pelanggaran hak asasi manusia, menyerupai membunuh, merampas harta milik orang lain, menjarah dan lain-lain.
hak asasi insan sanggup terjadi dalam interaksi antara abdnegara pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat. Namun, yang sering terjadi yaitu antara abdnegara pemerintah dengan masyarakat.
Apabila dilihat dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia, ada beberapa peristiiwa besar pelanggaran hak asasi insan yang terjadi dan mendapat perhatian yang tinggi dari pemerintah dan masyarakat Indonesia, menyerupai :

a. Kasus Tanjung Priok (1984)
Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara abdnegara dengan warga sekitar yang berawal dari duduk kasus SARA dan unsur politis. Dalam insiden ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia jawaban kekerasan dan penembakan.
b. Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja perempuan PT Catur Putera Surya Porong, Jatim (1994)
Marsinah yaitu salah satu korban pekerja dan kegiatan yang hak-hak pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.

c. Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996)
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) yaitu seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan kesannya ditemukan sudah tewas.
Selain kasusu-kasus besar diatas, terjadi juga pelanggaran Hak Asasi Manusia menyerupai dilingkungan keluarga, dilingkungan sekolah atau pun dilingkungan masyarakat.

Baca Juga

Contoh kasus pelanggaran HAM dilingkungan keluarga antara lain:
  1. Orang renta yang memaksakan keinginannya kepada anaknya (tentang masuk sekolah, menentukan pekerjaan, dipaksa untuk bekerja, menentukan jodoh).
  2. Orang renta menyiksa/menganiaya/membunuh anaknya sendiri.
  3. Anak melawan/menganiaya/membunuh saudaranya atau orang tuanya sendiri.
  4. Majikan dan atau anggota keluarga memperlakukan pembantunya absolut dirumah.
Contoh kasus pelanggaran HAM di sekolah antara lain :
  1. Guru membeda-bedakan siswanya di sekolah (berdasarkan kepintaran, kekayaan, atau perilakunya).
  2. Guru memperlihatkan hukuman atau hukuman kepada siswanya secara fisik (dijewer, dicubit, ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur di tengah lapangan).
  3. Siswa mengejek/menghina siswa yang lain.
  4. Siswa memalak atau menganiaya siswa yang lain.
  5. Siswa melaksanakan tawuran pelajar dengan sobat sekolahnya ataupun dengan siswa dari sekolah yang lain.
Contoh kasus pelanggaran HAM di masyarakat antara lain :
  1. Pertikaian antarkelompok/antargeng, atau antarsuku(konflik sosial).
  2. Perbuatan main hakim sendiri terhadap seorang pencuri atau anggota masyarakat yang ketahuan melaksanakan perbuatan asusila.
  3. Merusak sarana/fasilitas umum alasannya yaitu kecewa atau tidak puas dengan kebijakan yang ada.



Kasus Marsinah
Marsinah (10 April 1969?–Mei 1993) yaitu seorang pelopor dan buruh pabrik PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik dan kemudian ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993 sesudah menghilang selama tiga hari. Mayatnya ditemukan di hutan di Dusun Jegong Kecamatan Wilangan Nganjuk, dengan gejala bekas penyiksaan berat.
Dua orang yang terlibat dalam otopsi pertama dan kedua mayat Marsinah, Haryono (pegawai kamar mayat RSUD Nganjuk) dan Prof. Dr. Haroen Atmodirono (Kepala Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya), menyimpulkan, Marsinah tewas jawaban penganiayaan berat. Marsinah memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada tahun yang sama. Kasus ini menjadi catatan ILO (Organisasi Buruh Internasional), dikenal sebagai kasus 1713.

Awal tahun 1993, Gubernur KDH Taman Kanak-kanak I Jawa Timur mengeluarkan surat edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha biar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memperlihatkan kenaikan honor sebesar 20% honor pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut dengan bahagia hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahannya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS tetapkan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250.

Marsinah yaitu salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif dalam agresi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam agresi unjuk rasa tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo.
3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah agresi buruh.
4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka perjuangkan dan sanggup diterima, termasuk oleh buruh yang absen.
Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melaksanakan negosiasi dengan pihak perusahaan.
Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di daerah itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.
Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya hingga kesannya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
Tanggal 30 September 1993 telah dibuat Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melaksanakan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu yaitu Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya.
Delapan petinggi PT CPS ditangkap secara belakang layar dan tanpa mekanisme resmi, termasuk Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun mental selama diinterogasi di sebuah daerah yang kemudian diketahui sebagai Kodam V Brawijaya. Setiap orang yang diinterogasi dipaksa mengaku telah menciptakan skenario dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah. Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga termasuk salah satu yang ditangkap.
Baru 18 hari kemudian, kesannya diketahui mereka sudah mendekam di tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah. Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya rekayasa oknum abdnegara kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.
Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan mengusut 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut yaitu Anggota TNI.
Hasil penyidikan polisi saat menyebutkan, Suprapto (pekerja di bab kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di bersahabat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, kemudian dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.
Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu dieksekusi berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menjadikan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini yaitu "direkayasa".

 


Sumber http://maulanaeo14.blogspot.com

Related Posts

0 Response to "Kasus Pelanggaran Hak Asasi Insan Di Indonesia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel