iklan banner

2 Teori Gender

Salam cerdas…..

Terdapat dua teori tugas pria dan wanita yang berlawanan, yaitu teori nature dan teori nurture. Teori nature yang disokong oleh teori biologis dan teori fungsionalisme struktural ini, menyampaikan bahwa perbedaan tugas gender bersumber dari perbedaan biologis pria dan perempuan. Sedangkan teori nurture, yang disokong oleh teori konflik dan teori feminisme, mengandaikan bahwa perbedaan tugas gender antara pria dan wanita bukan merupakan konsekuensi dari perbedaan biologis yang kodrati, namun lebih sebagai hasil konstruksi manusia, yang pembentukannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-kultural yang melingkupinya.

Kedua teori tugas ini, pada tahap berikutnya senantiasa berjalan secara berlawanan. Laki-laki atau perempuan, tidak didefinisikan secara alamiah namun kedua jenis kelamin ini dikonstruksikan secara sosial. Berdasarkan teori ini, anggapan bahwa pria yang dikatakan kuat, macho, tegas, rasional, dan seterusnya, sebagai kodrat laki-laki, sebetulnya merupakan rekayasa masyarakat patriarkhi. Demikian juga sebaliknya, anggapan bahwa wanita lemah, emosional dan seterusnya sebetulnya hanya diskenerioi oleh struktur masyarakat patriarkhi. Oleh alasannya yaitu itu dibutuhkan pemosisian apakah identitas jenis kelamin wanita dan pria itu merupakan entitas kodrati atau konstruksi. Hal ini penting didudukkan mengingat implikasi dari konsep yang berbeda tersebut sangat besar bagi kehidupan sosial, pria dan wanita dalam lingkup sosio-kultural yang lebih luas. Di samping itu, perdebatan in kemudian juga berdampak pada adanya pembatasan “gerak” yang masuk akal dan pantas atau yang tidak masuk akal dilakukan oleh pria atau perempuan.


Teori nature (Kelemahan Sebagai Kodrat Perempuan) adalah teori yang mengandaikan bahwa tugas pria dan perempuan, merupakan tugas yang telah digariskan oleh alam. Munculnya teori ini, sanggup dikatakan diilhami oleh sejumlah teori filsafat semenjak kala kuno. Dalam konteks filsafat Yunani Kuno misalnya, dinyatakan bahwa alam dikonseptualisasikan dalam kontradiksi kosmik yang kembar, misalnya: siang malam, baik buruk, kesimbungan-perubahan, terbatas-tanpa batas, basah-kering, tunggal-ganda, terang-gelap, akal-perasaan, jiwa-raga, laki-perempuan, dan seterusnya. Dengan demikian, ada dua entitas yang selalu berlawanan, yang berada pada titik eksistensial yang a simetris dan tidak berimbang. Dalam hal ini, kelompok pertama selalu dikonotasikan secara positif dan dikaitkan dengan laki-laki, sementara kelompok kedua berkonotasi negatif yang selalu dikaitkan dengan perempuan.

Senada dengan pandangan di atas, Plato sedikit menunjukkan daerah bagi perempuan, dengan menyatakan bahwa wanita mempunyai jiwa pria yang rendah dam pengecut. Kendati memposisikan wanita rendah, namun ia masih menyisakan daerah bagi perempuan, untuk menembus kesejatian laki-laki. Menguatkan teori nature tentang pria dan perempuan, Arstoteles juga mendukung ide Plato wacana dikhotomi jiwa-raga., dengan anggapan ketidaksetaraan di antara insan sebagai sesuatu yang alami dan bahwa yang berpengaruh harus mendominasi yang lemah. Lebih jauh, Aristoteles juga melembagakan penolakan kewarganegaraan wanita dalam negara kota, yang pada ketika itu mulai berkembang.

Jika Plato melihat dunia sebagai proses oposisi kembar yang tiada hentinya, Aristoteles juga mengandaikan bahwa dualisme hirarkhi, yakni oposisi kembar mengharuskan adanya dominasi satu pihak atas pihak lainnya. Jiwa mendominasi tubuh, logika mendominasi perasaan, pria mendominasi wanita dan seterusnya. Perempuan yang didefinisikan sebagai suatu yang ganjil, menyimpang dari prototipe insan generik yaitu budak-budak dari fungsi badan yang pasif dan emosiaonal. Akibatnya wanita lebih rendah dari pria yang mempunyai pikiran aktif dan cakap. Dampak dari dasar filsafat di atas, maka wanita dianggap sebagai perahu/kapal daerah menyimpan dan mengasuh benih insan alasannya yaitu ia keluar tanpa jiwa. Laki-lakilah yang dianggap sebagai pencipta sejati.

Teori Nurture (Laki-laki dan Perempuan dalam Konstruksi Sosial), Pendefinisian pria yang dilakukan oleh masyarakat patriarkhi, sebetulnya tidak sanggup dilepaskan dari tiga konsep metafisika, yakni: identitas, dikhotomi dan kodrat. Identitas merupakan konsep aliran klasik yang selalu mencari kesejatian pada yang identik. Segala sesuatu harus mempunyai identitas, mempunyai kategorisasi dan terumuskan secara jelas. Aristoteles yang dikatakan sebagai bapak identitas, menyatakan bahwa sesuatu tanpa identitas yaitu mustahil. Berdasarkan kateorisasi yang melengkapi atribut identas, maka lahirlah dikhotomi, pembedaan secara rigid dengan batas-batas tertentu. Konsepsi dikhotomi yang mewarnai teladan pikir filsafat Barat semenjak kala klasik sampai modern ini, sebetulnya lahir dari ide Plato. Implikasi dari teladan pikir ini yaitu adanya penempatan salah satu oposisi dalam posisi subordinat atas yang lain. Misalnya dinyatakan bahwa rasio dihukumi lebih tinggi dari emosi, jiwa lebih unggul dari tubuh, ide dianggap lebih unggul dari materi, dan seterusnya.


Sumber http://pintubelajarcerdas.blogspot.com

0 Response to "2 Teori Gender"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel