iklan banner

Sistem Pendidikan Indonesia Pada Era Orde Lama

Salam cerdas…..

Perkembangan pendidikan sejak mencapai kemerdekaan memperlihatkan citra yang penuh dengan kesulitan. Pada masa ini, usaha penting dari pemerintah Indonesia pada permulaan ialah tokoh pendidik yang telah berjasa dalam zaman kolonial menjadi menteri pengajaran. Dalam kongres pendidikan, Menteri Pengajaran dan Pendidikan tersebut membentuk panitia perancang RUU mengenai pendidikan dan pengajaran. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk sebuah sistem pendidikan yang berlandaskan pada ideologi Bangsa Indonesia sendiri.

Praktek pendidikan zaman Indonesia merdeka hingga tahun 1965 bisa dikatakan banyak dipengaruhi oleh sistem pendidikan Belanda. Praktek pendidikan zaman kolonial Belanda ditujukan untuk mengembangkan kemampuan penduduk pribumi secepat-cepatnya melalui pendidikan Barat. Diharapkan praktek pendidikan Barat ini akan bisa mempersiapkan kaum pribumi menjadi kelas menengah gres yang bisa menjabat sebagai "pangreh praja". Praktek pendidikan kolonial ini tetap memperlihatkan diskriminasi antara anak pejabat dan anak kebanyakan. Kesempatan luas tetap saja diperoleh belum dewasa dari lapisan atas. Dengan demikian, bahwasanya tujuan pendidikan ialah demi kepentingan penjajah untuk sanggup melangsungkan penjajahannya. Yakni, membuat tenaga kerja yang bisa menjalankan tugas-tugas penjajah dalam mengeksploitasi sumber dan kekayaan alam Indonesia. Di samping itu, dengan pendidikan model Barat akan diharapkan muncul kaum bumi putera yang berbudaya barat, sehingga tersisih dari kehidupan masyarakat kebanyakan. Pendidikan zaman Belanda membedakan antara pendidikan untuk orang pribumi. Demikian pula bahasa yang dipakai berbeda. Namun perlu dicatat, betapapun juga pendidikan Barat (Belanda) mempunyai kiprah yang penting dalam melahirkan p0juang-p0juang yang kesudahannya berhasil melahirkan kemerdekaan Indonesia.

Pada zaman Jepang meski hanya dalam tempo yang singkat, tetapi bagi dunia pendidikan Indonesia mempunyai arti yang amat signifikan. Sebab, lewat pendidikan Jepang-lah sistem pendidikan disatukan. Tidak ada lagi pendidikan bagi orang gila dengan pengantar bahasa Belanda. Satu sistem pendidikan nasional tersebut diteruskan se telah bangsa Indonesia berhasil merebut kemerdekaan dari penjajah Belanda. Pemerintah Indonesia berupaya melakukan pendidikan nasional yang berlandaskan pada budaya bangsa sendiri. Tujuan pendidikan nasional ialah untuk membuat warga negara yang sosial, demokratis, cakap dan bertanggung jawab dan siap sedia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negara. Praktek pendidikan selepas penjajahan menekankan pengembangan jiwa patriotisme. Dari pendekatan "Macrocosmics", bisa dianalisis bahwa praktek pendidikan tidak bisa dilepaskan dari lingkungan, baik lingkungan sosial, politik, ekonomi maupun lingkungan lainnya. Pada masa ini, lingkungan politik terasa mendominir praktek pendidikan. Upaya membangkitkan patriotisme dan nasionalisme terasa berlebihan, sehingga menurunkan kualitas pendidikan itu sendiri.

Sesudah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, terjadi perubahan kehidupan sosial dalam masyarakat Indonesia. Pada waktu zaman kolonial Belanda adanya diskriminasi sebagai ciri pokoknya menempatkan bangsa Belanda sebagai warga negara kelas satu, kemudian timur gila dan yang terakhir ialah golongan pribumi Indonesia. Struktur itu berubah lagi sehabis zaman pendudukan Jepang tingkatannya mencakup kelas 1 ialah orang Jepang, Pribumi Indonesia kelas 2, dan Timur Asing dan Indo menjadi warga negara kelas 3. Setelah Indonesia merdeka diskriminasi yang pernah dilakukan oleh kolonial Belanda maupun Jepang dihapuskan. Indonesia tidak mengadakan perbedaan perlakuan menurut ras, keturunan, agama, atau kepercayaan yang dianut warga negaranya. Semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Namun, di sana-sini masih terdapat sisa-sisa semangat diskriminasi dari zaman penjajahan yang harus kita lenyapkan.

Tetapi zaman permulaan yang penuh semangat kebangsaan dalam menghadapi musuh dari luar, menyerupai bahaya Belanda yang masih selalu berusaha kembali ke Indonesia bersama NICA, juga mulai masuk musuh dari dalam yang berbentuk efek ideologi Komunis. Akhirnya PKI menjadi partai politik yang terbesar dan terkuat. Pengaruh ini mulai masuk ke dalam parpol menyerupai PNI dengan mengubah namanya menjadi Marhaenism dari PNI menjadi Marxisme yang diterapkan dalam kondisi Indonesia.

Ke dalam dunia pendidikan, efek ideologi kiri masuk melalui pengangkatan Menteri PP dan K Prof. Dr. Priyono dari partai kiri Murba. semangat bergulirnya pemikiran dari tokoh pendidikan klasik seperti:

a.   Ki Hajar Dewantoro
Ki Hajar Dewantoro ialah Bapak Pendidikan Nasional Indonesia yang banyak mengkonsep sistem pendidikan nasional pada masa awal kemerdekaan. Visi, misi dan tujuan pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantoro ialah bahwa pendidikan sebagai alat usaha untuk mengangkat harkat, martabat dan kemajuan umat insan secara universal. Sehingga mereka bisa berdiri kokoh sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju dan tetap berpijak kepada identitas dirinya sebagai bangsa yang telah mempunyai peradaban dan kebudayaan yang berbeda dengan bangsa lain.

Selanjutnya Ki Hajar Dewantoro juga menginginkan semoga pendidikan yang diberikan kepada bangsa Indonesia ialah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman, yaitu pendidikan yang sanggup membawa kemajuan bagi penerima didik. Ungkapan ini merupakan respon dari adanya pendidikan yang diberikan oleh pemerintah Belanda kepada rakyat kita, yaitu pendidikan yang mengajarkan hal-hal yang sulit dipelajari tetapi tidak berfungsi untuk masa depan.
  
b.   Hasyim Asy’ari
Gagasan Hasyim Asy’ari ialah bahwa untuk berjuang mewujudkan harapan nasional termasuk dalam bidang pendidikan, diharapkan wadah berupa organisasi pada tahun 1926 ia mendirikan Jam’iyah Nahdlatul Ulama, dalam organisasi ini Hasyim Asy’ari berjuang membina dan menggerakkan masyarakat melalui pendidikan. Beliau juga mendirikan pondok pesantren sebagai basis pendidikan dan usaha melawan Belanda.

c.   K.H. Ahmad Dahlan
Selain itu, Ahmad Dahlan juga berpandangan bahwa pendidikan harus membekali siswa dengan pengetahuan dan ketrampilan yang diharapkan untuk mencapai kehidupan dunia. Oleh sebab itu, pendidikan yang baik ialah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dimana siswa itu hidup. Dengan pendapatnya yang demikian itu, bahwasanya Ahmad Dahlan mengkritik kaum tradisionalis yang menjalankan model pendidikan yang diwarisi secara turun temurun tanpa mencoba melihat relevansinya dengan perkembangan zaman.

Ahmad Dahlan sadar, bahwa tingkat partisipasi muslim yang rendah dalam sektor-sektor pemerintahan itu sebab kebijakan pemerintah kolonial yang menutup peluang bagi muslim untuk masuk. Berkaitan dengan kenyataan serupa ini, maka Ahmad Dahlan berusaha memperbaikinya dengan memperlihatkan pencerahan perihal pentingnya pendidikan yang sesuai perkembangan zaman bagi kemajuan bangsa. Berkaitan dengan problem ini Ahmad Dahlan mengutip ayat 13 surat al-Ra’d yang artinya: Sesungguhnya Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.

Upaya mewujudkan visi, misi dan tujuan pendidikan sebagaimana tersebut di atas dilaksanakan lebih lanjut melalui organisasi Muhammadiyah yang didirikannya. Salah satu kegiatan atau kegiatan unggulan organisasi ini ialah bidang pendidikan. Sekolah Muhammadiyah yang pertama berdiri satu tahun sebelum Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi berdiri. Pada tahun 1911 Ahmad Dahlan mendirikan sebuah madrasah yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan kaum muslimin terhadap pendidikan agama dan pada dikala yang sama bisa memperlihatkan mata pelajaran umum.

Indonesia di abad Soekarno (Orde Lama), merupakan negara yang sarat dengan harapan sosialisme. Cita-cita sosialisme ini termasuk juga dalam bidang pendidikan. Statuta Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1951 sangat tegas menyatakan bahwa tujuan UGM ialah menyokong sosialisme pendidikan. Namun pada tahun 1992, di bawah kekuasaan Orde Baru, statuta ini diganti dengan banyak perubahan pada isinya di mana salah satu perubahannya ialah menghilangkan pasal mengenai tujuan menyokong sosialisme pendidikan Indonesia. Indonesia pada abad tersebut sangat mendukung pendidikan sebagai satu alat akselarasi masyarakat menuju masyarakat adil dan makmur sesuai harapan Undang-Undang Dasar 1945. Indonesia bahkan bisa mengekspor guru ke negara tetangga, menyekolahkan ribuan mahasiswa ke luar negeri, dan berbagi mahasiswa-mahasiswa ke seluruh penjuru negeri untuk mengatasi buta huruf. Tahun 1960-an terjadi peningkatan luar biasa perguruan-perguruan tinggi yang sekaligus berarti peningkatan jumlah mahasiswa dan pelajar di seluruh negeri. Tenaga-tenaga pengajar diupah dengan layak, bahkan menjadi primadona pekerjaan bagi rakyat. Semangat antikolonialisme sehabis lepas dari kolonialisme Belanda dan Jepang diejawantahkan dengan semangat membangun sosialisme, termasuk dalam hal pendidikan. Tidak ada halangan hemat yang merintangi seseorang untuk berguru di perguruan tinggi atau sekolah. Diskriminasi dianggap sebagai tindakan kolonialis (seperti dilakukan kolonial Belanda).

Orde Lama merupakan satu fase yang menyerupai dengan fase pascarevolusi demokratik di Prancis pada 1789. Saat itu di mana-mana muncul semangat egalitarianisme yang mengejawantah dalam masyarakat. Panggilan-panggilan terhadap orang, baik yang sudah berumur maupun belum, disamaratakan dengan sebutan “bung”. “Bung” merupakan pengganti sebutan orang yang tidak mengenal strata kelas, status, dan umur. Semangat ini merupakan refleksi masyarakat terhadap kolonialisme yang membuat masyarakat berkasta-kasta menurut warna kulit, agama, dan asal daerah. Inilah orde di mana semua orang merasa sejajar, tanpa dibedakan warna kulit, keturunan, agama, dan sebagainya. Begitu juga dalam dunia pendidikan. Orde Lama berusaha membangun masyarakat sipil yang kuat, yang berdiri di atas demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara termasuk dalam bidang pendidikan. Inilah amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan salah satu harapan pembangunan nasional ialah mencerdaskan bangsa. Di dalam kampus muncul kebebasan akademis yang luar biasa, ditandai dengan fragmentasi politik yang begitu jago di kalangan mahasiswa. Mahasiswa bebas beroroganisasi sesuai dengan pilihan atau keinginannya. Kebebasan berpendapat, memang sempat muncul juga pembredelan pers oleh Soekarno, namun relatif lebih baik dibandingkan masa Orde Baru yang pada suatu waktu (setelah bencana demonstrasi mahasiswa 1978) pernah membredel 15 media massa sekaligus. Inilah salah satu abad keemasan bagi gagasan dan ilmu pengetahuan di Indonesia.

Sumber http://pintubelajarcerdas.blogspot.com

0 Response to "Sistem Pendidikan Indonesia Pada Era Orde Lama"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel