iklan banner

Sistem Desentralisasi Pendidikan

Salam Cerdas.....

Encyclopedia Of The Social Sciences, mendefenisikan Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, baik yang menyangkut bidang legeslatif, jodikatif, maupun administratif. Menurut Soejito, desentralisasi sebagai suatu sistem yang digunakan dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi, dimana sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan.

Otonomi tempat salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhannya, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintah untuk mewujudkan keinginan masyarakat yang lebih baik, suatu masyarakat yang lebih adil dan lebih sejahtera. Desentralisasi diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintah kepada tempat otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 1 ayat (7) UU Nomor 32 Tahun 2004).[13] Perangkat aturan ini menimbulkan kekuatan dalam pembenahan pendidikan di Indonesia, sebagaimana subtansi dari ayat berikut juga:

Artinya: “Hai jama'ah jin dan manusia, jikalau kau sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kau tidak sanggup menembusnya kecuali dengan kekuatan” (Q.S; (55): 33).

Desentralisasi pendidikan pada hakekatnya merupakan akreditasi bahwa proses pendidikan tidak akan berjalan dengan baik kalau semuanya dikontrol dari pusat. Proses pendidikan bukannya suatu pabrik yang apabila tombol sudah dipencet, maka proses akan berjalan secara teratur sebagaimana telah diprogramkan. Tetapi, pendidikan yaitu merupakan suatu proses di mana melibatkan interaksi antara input dengan lingkungan. Karena interaksi yang ada dan lingkungan mempunyai karakteristik yang berbeda dari satu tempat dengan tempat lain, maka keseragaman secara menyeluruh yang dikomandankan dari pusat tidak akan pernah menghasilkan proses pendidikan yang maksimal. Dengan kata lain, budi desentralisasi akan sanggup mengoptimalkan proses pendidikan yang berkualitas. Dengan desentralisasi berarti pemegang hambatan pendidikan di tingkat bawah akan mempunyai kiprah yang lebih besar. Keadaan ini akan mendorong kreativitas dan improvisasi dalam melakukan pendidikan. Sehingga akan terdapat perjuangan yang terus menerus meningkatkan kualitas pendidikan. 

Pemberlakuan Undang-Undang No 22 tahun 1999 perihal Pemerintahan Daerah menuntut pelaksanaan otonomi tempat dan wawasan demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Dalam konteks pelaksanaan otonomi tempat ditegaskan bahwa sistem pendidikan nasional yang bersifat sentralisasi selama ini mendorong terjadinya demoktratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Sebab sistem pendidikan yang sentralistis diakui kurang bisa mengakomodasi keberagaman daerah, keberagaman sekolah, serta keberagaman penerima didik, bahkan cenderung mematikan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan.

Pemberlakuan otonomi tempat membawa implikasi terhadap perubahan dalam penyelenggaraan pendidikan, yang salah satunya yaitu berkurangnya kiprah pemerintah pusat dalam pengelolaan pendidikan. Disadari bahwa pemberian porsi yang lebih besar kepada tempat untuk melakukan pembangunan di bidang pendidikan, membawa sejumlah implikasi, menyerupai bidang administrasi, kelembagaan, keuangan, perencanaan dan sebagainya. Oleh alasannya itu, kesiapan tempat untuk sanggup menjalankan kiprah yang lebih besar menjadi sentral dalam pelaksanaan disentralisasi pendidikan.[18] Upaya ini merupakan bentuk dekontrasi wewenang yang semula berada di pusat kembali ke daerah. Manajemen pendidikan desentralisasi tersebut tujuannya yaitu:

a.   Menumbuh kembangkan setiap birokrasi.
b.   Mengembangkan pendidikan menurut kehidupan kasatmata dan daerah.
c.   Menciptakan suatu sistem pendidikan dengan kebijakan yang konkrit.
d.   Meningkatkan sumber daya insan yang profesional.
e.   Partisipasi masyarakat menuju masyarakat madani.
f.    Partisipasi dan akuntabilitas pendidikan.

Dalam kontek penyelenggaraan disentralisasi di bidang pendidikan terdapat banyak duduk kasus muncul, alasannya pelaksanaan sentralisasi pendidikan berbeda dengan desentralisasi bidang pemerintahan lainnya yang intinya terkonsentrasi pada tingkat kabupaten dan kota, desentralisasi pendidikan justru tidak hanya terhenti pada tingkat kabupaten dan kota tetapi lebih jauh yaitu hingga pada tingkat sekolah. Dalam upaya memaksimalisasi penyelenggaraan desentralisasi pendidikan tersebut, kini di kembangkan konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), yang berupaya meningkatkan kiprah sekolah dan masyarakat sekitar (stakeholder) dalam pengelolaan pendidikan, sehingga penyelenggaraan pendidikan menjadi lebih baik dan mutu lulusan semakin bisa di tingkatkan. MBS memperlihatkan kekuasaan dan kebebasan yang besar pada sekolah. Disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya pengalihan kewenangan pengambilan keputusan kelevel sekolah, maka sekolah diharapkan lebih berdikari dan bisa memilih arah pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan tuntunan lingkungan masyarakatnya, atau dengan kata lain, sekolah harus bisa membuatkan agenda yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Otonomi di bidang pendidikan hendaknya tidak hanya diartikan sebagai pemberian kewenangan tempat untuk mengelola pendidikan dan sekolah, tetapi juga harus diartikan untuk mengurus aktivitas proses pengelolaan pendidikan di sekolah dalam upaya mengoptimalkan hasil pembelajaran. Prakteknya, untuk tingkat satuan pendidikan ketika ini, pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas telah menyusun perangkat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Keterbatasan pemerintah dalam pengadaan sarana pembelajaran, menimbulkan dukungan serta partisipasi masyarakat menjadi semakin penting, terutama masyarakat yang terkait pribadi dengan sekolah yang bersangkutan. Pendidikan sebagai forum sosial akan semakin lancar dan berhasil dalam melakukan tugasnya, serta memperoleh simpati dari masyarakat, jikalau sanggup menjalin korelasi yang dekat dan harmonis dengan  masyarakat, melalui manajemen pengembangan korelasi sekolah dengan masyarakat. Inilah wujud dari dekonstrasi akhir kebijakan desentralisasi yang mulai dijalankan pemerintah di bidang pendidikan.

Sekolah dianggap mempunyai daya tarik, daya saing dan daya tahan, paling tidak mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:

a.   Sekolah tersebut proses pembelajarannya bermutu dan balasannya juga bermutu. Bermutu dalam bidang akademiknya, bermutu dalam pendampingan emosionalnya, dan bermutu dalam pembimbingan spiritualnya.
b.  Sekolah tersebut biayanya sebanding dengan mutu yang diperlihatkannya. Biasanya orang bau tanah yang sadar akan mutu pendidikan menganggap biaya merupakan duduk kasus nomor dua. Dalam dunia bisnis ada istilah bahwa bisnis yang bermutu itu mahal, dan yang tidak bermutu itu murah. Agaknya perarel dengan pandangan ini juga berlaku dalam dunia pendidikan, bahwa untuk menimbulkan sekolah bermutu ternyata biayannya mahal sekali, dan sulit ditemukan dengan biaya yang sangat rendah, tetapi sekolahnya bermutu.
c.   Sekolah tersebut mempunyai etos kerja tinggi dalam arti komunitas pendidikan tersebut telah mempunyai kebiasaan untuk bekerja keras, mendidik, tertib, disiplin, penuh tanggung jawab, objektif, dan konsisten. Nilai-nilai budaya ini menjadi perilaku dan milik seluruh anggota komunitas pendidiakan pada unit sekolah itu.
d.   Sekolah tersebut dari segi keamanan secara fisik dan psikologis terjamin, dalam arti komplek sekolah tersebut sungguh-sungguh menanamkan perilaku ramah lingkungan untuk hidup tertib, indah, rapi, aman, rindang, nyaman dan menimbulkan orang betah di dalamnya.
e. Sekolah tersebut di dalamnya tercipta suasana yang humanis, terpeliharanya budaya dialog, komunikasi latihan bersama, dan adanya validasi sobat sejawat. Dengan kata lain, terpelihara pendidikan humaniorannya, religiusitannya, moral dan akhlaknya.

Penyempurnaan sistem pendidikan menitikberatkan pada: pertama, pelaksanaan otonomi pengelolaan pendidikan, kedua, pelaksanaan wajib mencar ilmu sembilan tahun, ketiga, pengembangan dan pelaksanaan kurikulum yang menekankan pada kompetensi, keempat, penyelenggaraan sistem pendidikan yang terbuka, kelima peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan, keenam, penyediaan sarana pendidikan yang memadai, ketujuh, pembiayaan pendidikan yang berkeadilan, kedelapan, pemberdayaan kiprah masyarakat, kesembilan, pengawasan evaluasi, dan kreditasi pendidikan, (Direktorat Menegah Umum Depdiknas, 2003).

Sekolah berpeluang membuatkan mutu guru alasannya setiap sekolah diberi otonomi sekolah khusus mengenai pengembangan unsur pendidikan di dalamnya Berbagai kebijakan yang bisa dilakukan oleh sekolah menyerupai hal-hal sebagai berikut:

a.   Menentukan sendiri guru-guru yang akan direkrut oleh sekolah.
b.   Menentukan sendiri kriteria dan jumlah calon siswa yang akan diterima.
c.   Menentukan sendiri sistem penilaian kinerja guru dan penerima didik.
d.   Menentukan sendiri kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka pendidikan.
e.   Menentukan sendiri biaya-biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh orang bau tanah siswa.
f.    Menentukan sendiri metodologi pembelajaran dan kurikulum pendidikan yang akan dipakai.
g.   Menentukan sendiri buku-buku paket yang akan dipakai, dan sebagainya.

Otonomi sekolah sangat perlu dikembangkan untuk kemajuan pendidikan di masa depan. Otonomi sekolah sangat memerlukan kerjasama dan kinerja masing-masing elemen pendidikan dalam menghadirkan fisik dan non fisik kebutuhan pendidikan, termasuk dalam kasus sarana dan prasarana pembelajaran.

Dalam rangka untuk mewujudkan satu perubahan penting dalam pendidikan, seorang kepala sekolah memerlukan dukungan banyak sumber-sumber daya dari komite sekolah. Dukungan yang diharapkan meliputi:

a.   Personil, menyerupai tenaga asli, konsultan, guru, orang tua, pengawas, dan sebagainya.
b.   Dana yang diharapkan untuk mendukung tersedianya sarana dan prasarana pembelajaran.
c.   Dukungan berupa informasi, forum dan perilaku politis.

Pasal 56 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional perihal Komite Sekolah menjelaskan bahwa:

a. Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang mencakup perencanaan, pengawasan, dan penilaian agenda pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah.
b.  Dewan pendidikan sebagai forum berdikari dibuat dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai korelasi hirarkis.
c.  Komite sekolah sebagai forum mandiri, dibuat dan berperan dalam peningkatan mutu pelayan dengan memperlihatkan pertimbangan, isyarat dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkatan satuan pendidikan.
d.   Ketentuan mengenai pembentukan komite sekolah sebagaimana dibuat dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Berbagai kasus pengajaran, menyerupai pengumpulan uang untuk memperindah sekolah untuk menambah ruangan baru, melengkapi kekurangan sarana dan prasarana pembelajaran, dan lain-lain, sanggup diusahakan dengan lebih mudah. Semuanya itu sanggup dimintakan pertolongan dan permufakatan dengan pengurus komite. Akan tetapi, setiap sekolah yang mempunyai komite sekolah, hendaknya selalu menjaga biar ada batas-batas yang tegas antara fungsi atau pekerjaan forum pendidikan Islam sebagai instansi pemerintah yang mempunyai hirarki sendiri, dan kiprah kewajiban pengurus komite tersebut. 


Sumber http://pintubelajarcerdas.blogspot.com

0 Response to "Sistem Desentralisasi Pendidikan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel