iklan banner

Sekilas Perihal Kdrt Perspektif Positif


Konsep KDRT dalam UU No. 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT

Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan terhadap perempuan telah tumbuh sejalan dengan pertumbuhan kebudayaan manusia. Namun hal tersebut gres menjadi perhatian dunia internasional semenjak 1975. 

Kekerasan terhadap perempuan berdasarkan perserikatan bangsa-bangsa dalam deklarasi abolisi kekerasan terhadap perempuan pasal 1 kekerasan terhadap perempuan yakni segala bentuk tindakan kekerasan yang berbasis gender yang mengakibatkan atau akan mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan terhadap perempuan baik secara fisik, seksual, psikologis, termasuk ancaman, pembatasan kebebasan, paksaan, baik yang terjadi di area publik atau domestik.


Menurut Herkutanto, kekerasan terhadap perempuan yakni tindakan atau perilaku yang dilakukan dengan tujuan tertentu sehingga sanggup merugikan perempuan baik secara fisik maupun secara psikis. Hal penting lainnya ialah bahwa suatu tragedi yang bersifat kebetulan (eccidental) tidak dikategorikan sebagai kekerasan walaupun menimbulkan kerugian pada perempuan.

Pengertian di atas tidak memperlihatkan bahwa pelaku kekerasan terhadap perempuan hanya kaum laki-laki saja, sehingga kaum perempuanpun sanggup dikategorikan sebagai pelaku kekerasan.

Kekerasan dalam Rumah Tangga khususnya penganiayaan terhadap istri, merupakan salah satu penyebab kekacauan dalam masyarakat. Berbagai inovasi penelitian masyarakat bahwa penganiayaan istri tidak berhenti pada penderitaan seorang istri atau anaknya saja, rentetan penderitaan itu akan menular ke luar lingkup rumah tangga dan selanjutnya mewarnai kehidupan masyarakat kita.

Menurut Mansour Fakih, Kekerasan yakni serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas keutuhan mental psikologi seseorang. Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga khususnya terhadap istri sering didapati, bahkan tidak sedikit jumlahnya. Dari banyaknya kekerasan yang terjadi hanya sedikit saja yang sanggup diselesaikan secara adil, hal ini terjadi karena dalam masyarakat masih berkembang pandangan bahwa kekerasan dalam rumah tangga tetap menjadi diam-diam atau malu rumah tangga yang sangat tidak pantas kalau diangkat dalam permukaan atau tidak layak di konsumsi oleh publik.

Menurut UU RI No. 23 tahun 2004 wacana Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), Kekerasan dalam Rumah Tangga yakni setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologi, atau penelantaran rumah tangga termasuk juga hal-hal yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak percaya, atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Bentuk-bentuk Kekeraan Terhadap Istri

Bentuk-bentuk kekeraan terhadap istri sanggup berupa fisik, atau psikis, hal ini sanggup dilakukan secara aktif (menggunakan kekerasan) atau pasif (menelantarkan) dan pelanggaran seksual. Undang-undang PKDRT untuk lebih jelasnya penulis akan mencantumkan pasal demi pasal yang tertuang dalam pasal 5-9.

Pasal 5.

“Setiap orang dihentikan melaksanakan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:
a. Kekerasan fisik

b. Kerasan psikis

c. Kekerasan seksual, atau

d. Penelantaran rumah tangga”


Pasal 6

“Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 aksara a yakni perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat”

Pasal 7

“Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 aksara b yakni perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

Pasal 8

“Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 aksara c meliputi:

a. Pemaksaan kekerabatan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.

b. Pemaksaan kekerabatan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu”


Pasal 9

(1) Setiap orang dihentikan menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal berdasarkan aturan yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memperlihatkan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

(2) Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi

setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut.

Adapun Ketentuan Pidananya diatur dalam Pasal 44 hingga dengan pasal 53. Misalnya dalam Pasal 44 menjelaskan bahwa :

(1) Setiap orang yang malakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 aksara a dipidana dengan pidana penjara paling usang 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15. 000.000,00 (lima belas juta rupiah);

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban menerima jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling usang 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah);

(3) Dalam Hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling usang 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh juta rupiah);

(4) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau aktivitas sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling usang 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Kekerasan dalam Rumah Tangga bukanlah duduk kasus domestic (privat) yang tidak boleh diketahui orang lain. KDRT merupakan pelanggaran hak asasi insan dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. UU ini merupakan jaminan yang diberikan negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku KDRT, dan melindungi korban KDRT.

Undang-undang ini juga tidak bertujuan untuk mendorong perceraian, sebagaimana sering dituduhkan orang. UU PKDRT ini justru bertujuan untuk memelihara keutuhan rumah tangga yang (benar-benar) serasi dan sejahtera dengan mencegah segala bentuk kekerasan sekaligus melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga.

Menurut Harkutanto bentuk-bentuk kekerasan sanggup berupa Kekerasan Psikis, bentuk tindakan ini sulit untuk dibatasi pengertiannya karena sensifitas emosi seseorang sangat berfariasi. Dalam suatu rumah tangga hal ini sanggup berupa tidak diberikannya suasana kasih sayang pada istri biar terpenuhi kebutuhan emosionalnya. Hal ini penting untuk perkembangan jiwa seseorang identifikasi yang timbul pada kekerasan psikis lebih sulit diukur dari pada kekerasan fisik. Kekerasan Fisik, bila didapati perlakuan bukan karena kecelakaan pada perempuan. Perlakuan itu sanggup diakibatkan oleh suatu episode kekerasan yang tunggal atau berulang, dari yang ringan hingga yang fatal.

Penelantaran perempuan, penelantaran yakni kelalaian dalam memperlihatkan kebutuhan hidup pada seseorang yang mempunyai ketergantungan pada pihak lain khususnya pada lingkungan rumah tangga. Pelanggaran seksual, setiap aktifitas seksual yang dilakukan oleh orang cukup umur atau perempuan. Pelanggaran seksual ini sanggup dilakukan dengan pemaksaan atau dengan tanpa pemaksaan. Pelanggaran seksual dengan unsur pemaksaan akan mengakibatkan perlukaan yang berkaitan dengan stress berat yang dalam bagi perempuan.

Faktor Terjadinya Kekerasan Terhadap Perempuan

Secara garis besar faktor-faktor yang menjadikan kekerasan dalam rumah tangga sanggup dirumuskan menjadi dua, yakni faktor eksternal dan faktor internal. Faktor ekternal ini berkaitan bersahabat hubunganya dengan kekuasaan suami dan diskriminasi dikalangan masyarakat. Di antaranya:

a. Budaya patriarkhi yang menempatkan pada posisi laki-laki dianggap lebih unggul dari pada perempuan dan berlaku tanpa perubahan, seperti itulah kodrati.

b. Interpretasi agama, yang tidak sesuai dengan universal agama, contohnya menyerupai Nusyuz, yakni suami boleh memukul istri dengan alasan mendidik atau istri tidak mau melayani kebutuhan seksual suami, maka suami berhak memukul dan istri dilaknat malaikat.

c. Kekerasan berlangsung justru tumpang tindih dengan legitimasi dan menjadi pecahan dari budaya, keluarga, negara dan praktik di masyarakat sehingga menjadi pecahan kehidupan.

Faktor-faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga antara lain:

a. Labelisasi perempuan dengan kondisi fisik yang lemah cenderung menjadi anggapan objek pelaku kekerasan sehingga pengkondisian lemah ini dianggap sebagai pihak yang kalah dan dikalahkan. Hal ini sering kali dimanfaatkan laki-laki untuk mendiskriminasikan perempuan sehingga perempuan tidak dilibatkan dalam banyak sekali tugas strategis. Akibat dari labeling ini, sering kali laki-laki memanfaatkan kekuatannya untuk melaksanakan kekerasan terhadap perempuan baik secara fisik, psikis, maupun seksual.

b. Kekuasaan yang berlindung dibawah kekuatan jabatan juga menjadi sarana untuk melaksanakan kekerasan. Jika hakekat kekuasaan bersama-sama merupakan kewajiban untuk mengatur, bertanggung jawab dan melindungi pihak yang lemah, namun sering kali kebalikannya bahwa dengan sarana kekuasaan yang legitimate, penguasa sering kali melaksanakan kekerasan terhadap warga atau bawahannya. Dalam kontek ini contohnya negara terhadap rakyat dalam banyak sekali bentuk kebijakan yang tidak sensitif pada kebutuhan rakyat kecil.

c. Sistem Ekonomi kapitalis juga menjadi alasannya yakni terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Dalam sistem ekonomi kapitalis dengan prinsip ekonomi cara mengeluarkan modal sedikit untuk mencapai laba sebanyak-banyaknya, maka memanfaatkan perempuan sebagai alat dan tujuan ekonomi akan membuat contoh eksploitasi terhadap perempuan dan banyak sekali perangkat tubuhnya. Oleh karena itu perempuan menjadi komoditas yang sanggup diberi honor rendah atau murah.

Sedangkan faktor internal timbulnya kekerasan terhadap istri yakni kondisi psikis dan kepribadian suami sebagai pelaku tindak kekerasan yaitu: a) sakit mental, b) pecandu alkohol, c) penerimaan masyarakat terhadap kekerasan, d) kurangnya komunikasi, e) penyelewengan seks, f) gambaran diri yang rendah, g), frustasi, h) perubahan situasi dan kondisi, i) kekerasan sebagai sumber daya untuk menuntaskan masalah (pola kebiasaan keturunan dari keluarga atau orang tua).

Salah satu indikasi permasalahan sosial yang berdampak negative pada keluarga yakni kekerasan yang terjadi dalam forum keluarga, hampir semua bentuk kekerasan dalam keluarga oleh laki-laki contohnya pemukulan terhadap istri pelecehan seksual dalam keluarga dan lain sebagainya semua itu jarang menjadi materi pemberitaan masyarakat karena dianggap tidak ada masalah, sesuatu yang tabu atau tidak pantas dibicarakan korban, dari banyak sekali bentuk kekerasan yang umumnya yakni perempuan lebih khususnya lagi yakni istri cenderung membisu karena merasa sia-sia. Para korban biasanya malu bahkan tidak berani menceritakan keadaanya kepada orang lain

Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan

Dampak kekerasan yang dialami oleh istri sanggup menimbulkan akhir secara kejiwaan menyerupai kecemasan, murung, setres, minder, kehilangan percaya kepada suami, menyalahkan diri sendiri dan

sebagainya. Akibat secara fisik menyerupai memar, patah tulang, cacat fisik, ganggungan menstruasi, kerusakan rahim, keguguran, terserang penyakit menular, penyakit-penyakit psikomatis bahkan kematian.

Dampak psikologis lainya akhir kekerasan yang berulang dan dilakukan oleh orang yang mempunyai kekerabatan intim dengan korban yakni jatuhnya harga diri dan konsep diri korban (ia akan melihat diri negatif banyak menyalahkan diri) maupun depresi dan bentuk-bentuk gangguan lain sebagai akhir dan bertumpuknya tekanan, kekecewaan dan kemarahan yang tidak sanggup diungkapkan.

Penderitaan akhir penganiayaan dalam rumah tangga tidak terbatas pada istri saja, tetapi menimpa pada bawah umur juga. Anak-anak bisa mengalami penganiayaan secara pribadi atau mencicipi penderitaan akhir menyaksikan penganiayaan yang dialami ibunya, paling tidak setengah dari bawah umur yang hidup di dalam rumah tangga yang didalamnya terjadi kekerasan juga mengalami perlakuan kejam. Sebagian besar diperlakukan kejam secara fisik, sebagian lagi secara emosional maupun seksual.

Kehadiran anak dirumah tidak membuat laki-laki atau suami tidak menganiaya istrinya. Bahkan banyak kasus, lelaki penganiaya memaksa anaknya menyaksikan pemukulan ibunya. Sebagian memakai perbuatan itu sebagai cara embel-embel untuk menyiksa dan menghina pasangannya.

Menyaksikan kekerasan merupakan pengalaman yang sangat traumatis bagi anak-anak, mereka sering kali membisu terpaku, ketakutan, dan tidak bisa berbuat sesuatu dikala sang ayah menyiksa ibunya sebagian berusaha menghetikan tindakan sang ayah atau meminta pinjaman orang lain.

Menurut data yang terkumpul dari seluruh dunia bawah umur yang sudah besar hasilnya membunuh ayahnya sesudah bertahun-tahun tidak bisa membantu ibunya yang diperlakan kejam. Selain terjadi efek pada istri, bisa juga kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dialami oleh anak. Diantara ciri-ciri anak yang menyaksikan atau mengalami KDRT adalah:

a. Sering gugup
b. Suka menyendiri
c. Cemas
d. Sering ngompol
e. Gelisah
f. Gagap
g. Sering menderita gangguan perut
h. Sakit kepala dan asma
i. Kejam pada binatang
j. Ketika bermain menggandakan bahasa dan prilaku kejam
k. Suka memukul teman.

Kekerasan dalam Rumah Tangga merupakan pelajaran pada anakbahwa kekejaman dalam bentuk penganiayaan yakni pecahan yang masuk akal dari sebuah kehidupan. Anak akan berguru bahwa cara menghadapi tekanan yakni dengan melaksanakan kekerasan. Menggunakan kekerasan untuk menuntaskan duduk kasus anak sesuatu yang biasa dan baik-baik saja. KDRT memperlihatkan pelajaran pada anak laki-laki untuk tidak menghormati kaum perempuan.

Sumber http://jubahhukum.blogspot.com

0 Response to "Sekilas Perihal Kdrt Perspektif Positif"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel