iklan banner

Perjanjian Kerja Buruh Outsourcing

Perjanjian Kerja Buruh Outsourcing - Perjanjian Kerja merupakan bentuk perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara verbal dan/atau tulisan, baik itu untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan.

Kalau di terima kerja di suatu perusahaan, pastinya diberikan surat perjanjian kerja. Sebelum Anda menanda-tangani kontrak, ada baiknya di baca terlebih dahulu.


Di perjanjian kerja terdapat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban bagi pekerja dan pemberi kerja/pengusaha yang sesuai dengan Undang- undang ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia, selain itu juga sanggup mengetahui status kerja, apakah berstatus karyawan tetap atau karyawan kontrak

Secara normatif, perusahan hanya sanggup menyerahkan pekerjaan berikut ini kepada perusahaan lain:
  • Pekerjaan jasa kebersihan (cleaning service)
  • Jasa pengamanan (security)
  • Usaha penyediaan makanan (catering) ; dan
  • Usaha jasa penunjang di sektor pertambangan dan minyak serta perjuangan penyediaan angkutan buruh. 

Praktik outsrcing di indonesia tumbuh semakin subur sesudah UU ketenagakerjaan diundangkan. UU ketenagakerjaan membolehkan pengusaha melaksanakan outsorcingterhadap pekerjaan dan tenaga kerja.

Perusahan outsorcing sesuai aturan positif, sanggup mempekerjakan buruh outsorcing dengan salah satu bentuk relasi kerja berikut ini:
  • Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)
  • Perjanjian kerja waktu tidak tertentu ( PKWTT )

Buruh outsorcing kembali mengajukan uji bahan terhadap ketentuan outsorcing. Dalam putusan No. 27/ PUU-IX/2011 MK membatalkan frasa PKWT yang terdapat pada pasal 65 ayat (7) dan pasal 66 ayat (2) karakter b. Amar putusan MK mempunyai dua sisi yang berbeda.

Sisi pertama, putusan MK menyatakan relasi kerja berupa PKWT tidak lagi mengikat di dalam perusahaan outsorcing. Di sisi ini, relasi kerja outsorcing secara tersirat harus berbentuk PKWTT.

Sisi kedua , selain menyatakan frasa PWKT tidak mengikat, MK menyatakan boleh memakai PWKT sepanjang PWKT memuat syarat pengalihan sumbangan hak buruh bila objek kerjanya tetap ada.

Dalam praktik relasi industrial ada fakta yang tidak sanggup disangkal, yaitu relasi kerja antara buruh dan perusahaan outsorcingdibuat dalam bentuk PWKT.

Praktik outsorcingberlangsung tanpa batas. Perusahaan tertentu mempekerjakan buruh outsorcing mengerjakan bidang corebusiness perusahaan lain.

Bahkan, untuk pekerjaan yang bersifat tetap, buruh outsorcing bekerja terus menerus dengan gonta ganti majikan.

Mengakhiri relasi kerja buruh outsorcing selama ini, tampak sangat mudah. Hubungan kerja putus dikala waktu dalam PWKT berakhir dan pada dikala yang sama perusahaan outsorcing tidak wajib membayar uang pesangon.

Kenyataan lain, bila perusahaan pengguna jasa buruh (user ) tidak puas dengan kinerja buruh, usermengembalikan buruh ke perusahaan outsorcing.

Sistem outsorcingyang semakin terbuka membuka kesempatan pengusaha menyerahkan bidang pekerjaan yang bersifat terus menerus ke perusahaan outsorcing.

Misalnya, pekerjaan pencatat meter listrik PLN, security, cleaning service, transport dan catering. Meskipun buruh kerja pada bidang pekerjaan yang sama dalam jangka panjang, buruh outsorcing bekerja dengan kontrak.

Perusahaan penyedia jasa securityselaku perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, mempekerjakan security dengan PWK.

Perusahaan penyedia jasa tenaga security pasca putusan MK No. 27/PUU-IX/2011 harus mengubah bentuk relasi kerja dengan security. Bila tetap memakai PWKT, diakhir kontrak, perusahan outsorcing harus membayar uang pesangon,.

Bila merujuk pada putusan MK dan pasal 9 UU ketenagakerjaan, security merupakan pekerjaan yang bersifat tetap.

MK sudah dua kali mengadili permohonan seputar abolisi ketentuan outsorcing. Permohonan pertama tergistrasi dengan No. 012/PUU-I/2003, dan yang kedua dengan register No. 012/PUU-I/2003 MK menyatakan sistem outsorcing bukan sistem perbudakan modren (modren slavery) dalam proses produksi.

Maka dari itu, MK tidak membatalkan bab apapun dari ketentuan outsorcing MK mengatakan, sistem outsorcing tidak bertentangan dengan konstitusi. Menurut MK, outsorcingsebagai kebijakan yang masuk akal dan relevan dengan efesiensi usaha. 

MK mendeskripsikan pertimbangannya sebagai berikut :

Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain mealui perjanjian pemborongan pekerjaan secara tertulis atau melalui perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh (perusahaan outsorcing) ialah kebijakan perjuangan yang masuk akal dari suatu perusahaan dalam rangka efesiensi usaha’’.

Dalam putusan No. 012/PUU-I/2003 dan no. 27/PUU-IX/2011-MK tidak menyampaikan ketentuan outsorcing bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

MK hanya menyampaikan frasa perjanjian kerja waktu tertentu (PWKT) dalam ayat (7) pasal 65 dan ayat (2) karakter b UU no.13 tahun 2003 tidak mengikat.

Dengan demikian ketentuan outsorcing yang terdapat dalam UU ketenegakerjaan kecuali mengenai frasa PWKT tetap berlaku sebagai landasan aturan pengusaha melaksanakan outsorcing.

Sumber http://jubahhukum.blogspot.com

0 Response to "Perjanjian Kerja Buruh Outsourcing"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel