Makalah Sejarah Pendidikan Islam Indonesia Pada Masa Orde Lama
Salam cerdas…..
A. Pendahuluan
Bangsa Indonesia telah mengalami aneka macam bentuk praktek pendidikan: praktek pendidikan Hindu, pendidikan Budhis, pendidikan Islam, pendidikan zaman VOC, pendidikan kolonial Belanda, pendidikan zaman pendudukan Jepang, dan pendidikan zaman sehabis kemerdekaan. Berbagai praktek pendidikan mempunyai dasar filosofis dan tujuan yang berbeda-beda. Beberapa praktek pendidikan yang telah dilaksanakan oleh bangsa Indonesia adalah: pendidikan modern zaman kolonial Belanda, praktek pendidikan zaman kemerdekaan hingga pada tahun 1965, yang sering kita sebut sebagai orde lama, praktek pendidikan dalam masa pembangunan orde baru, dan praktek pendidikan di periode deretan sekarang.[1] Pada masa orde usang ini, pendidikan berkembang dengan baik, alasannya adanya kesadaran pemimpin bangsa untuk memasukkan bangsa Indonesia.
B. Pembahasan
1. Sistem Pendidikan
Perkembangan pendidikan semenjak mencapai kemerdekaan memperlihatkan citra yang penuh dengan kesulitan. Pada masa ini, usaha penting dari pemerintah Indonesia pada permulaan yaitu tokoh pendidik yang telah berjasa dalam zaman kolonial menjadi menteri pengajaran. Dalam kongres pendidikan, Menteri Pengajaran dan Pendidikan tersebut membentuk panitia perancang RUU mengenai pendidikan dan pengajaran. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk sebuah sistem pendidikan yang berlandaskan pada ideologi Bangsa Indonesia sendiri.[2]
Praktek pendidikan zaman Indonesia merdeka hingga tahun 1965 bisa dikatakan banyak dipengaruhi oleh sistem pendidikan Belanda. Praktek pendidikan zaman kolonial Belanda ditujukan untuk mengembangkan kemampuan penduduk pribumi secepat-cepatnya melalui pendidikan Barat. Diharapkan praktek pendidikan Barat ini akan bisa mempersiapkan kaum pribumi menjadi kelas menengah gres yang bisa menjabat sebagai "pangreh praja". Praktek pendidikan kolonial ini tetap memperlihatkan diskriminasi antara anak pejabat dan anak kebanyakan. Kesempatan luas tetap saja diperoleh bawah umur dari lapisan atas. Dengan demikian, bergotong-royong tujuan pendidikan yaitu demi kepentingan penjajah untuk sanggup melangsungkan penjajahannya. Yakni, membuat tenaga kerja yang bisa menjalankan tugas-tugas penjajah dalam mengeksploitasi sumber dan kekayaan alam Indonesia. Di samping itu, dengan pendidikan model Barat akan diharapkan muncul kaum bumi putera yang berbudaya barat, sehingga tersisih dari kehidupan masyarakat kebanyakan. Pendidikan zaman Belanda membedakan antara pendidikan untuk orang pribumi. Demikian pula bahasa yang dipakai berbeda. Namun perlu dicatat, betapapun juga pendidikan Barat (Belanda) mempunyai kiprah yang penting dalam melahirkan p0juang-p0juang yang karenanya berhasil melahirkan kemerdekaan Indonesia.[3]
Pada zaman Jepang meski hanya dalam tempo yang singkat, tetapi bagi dunia pendidikan Indonesia mempunyai arti yang amat signifikan. Sebab, lewat pendidikan Jepang-lah sistem pendidikan disatukan. Tidak ada lagi pendidikan bagi orang gila dengan pengantar bahasa Belanda. Satu sistem pendidikan nasional tersebut diteruskan se telah bangsa Indonesia berhasil merebut kemerdekaan dari penjajah Belanda. Pemerintah Indonesia berupaya melakukan pendidikan nasional yang berlandaskan pada budaya bangsa sendiri. Tujuan pendidikan nasional yaitu untuk membuat warga negara yang sosial, demokratis, cakap dan bertanggung jawab dan siap sedia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk negara. Praktek pendidikan selepas penjajahan menekankan pengembangan jiwa patriotisme. Dari pendekatan "Macrocosmics", bisa dianalisis bahwa praktek pendidikan tidak bisa dilepaskan dari lingkungan, baik lingkungan sosial, politik, ekonomi maupun lingkungan lainnya. Pada masa ini, lingkungan politik terasa mendominir praktek pendidikan. Upaya membangkitkan patriotisme dan nasionalisme terasa berlebihan, sehingga menurunkan kualitas pendidikan itu sendiri.[4]
Sesudah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, terjadi perubahan kehidupan sosial dalam masyarakat Indonesia. Pada waktu zaman kolonial Belanda adanya diskriminasi sebagai ciri pokoknya menempatkan bangsa Belanda sebagai warga negara kelas satu, kemudian timur gila dan yang terakhir yaitu golongan pribumi Indonesia. Struktur itu berubah lagi sehabis zaman pendudukan Jepang tingkatannya mencakup kelas 1 yaitu orang Jepang, Pribumi Indonesia kelas 2, dan Timur Asing dan Indo menjadi warga negara kelas 3. Setelah Indonesia merdeka diskriminasi yang pernah dilakukan oleh kolonial Belanda maupun Jepang dihapuskan. Indonesia tidak mengadakan perbedaan perlakuan menurut ras, keturunan, agama, atau kepercayaan yang dianut warga negaranya. Semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Namun, di sana-sini masih terdapat sisa-sisa semangat diskriminasi dari zaman penjajahan yang harus kita lenyapkan.[5]
Tetapi zaman permulaan yang penuh semangat kebangsaan dalam menghadapi musuh dari luar, mirip bahaya Belanda yang masih selalu berusaha kembali ke Indonesia bersama NICA, juga mulai masuk musuh dari dalam yang berbentuk efek ideologi Komunis. Akhirnya PKI menjadi partai politik yang terbesar dan terkuat. Pengaruh ini mulai masuk ke dalam parpol mirip PNI dengan mengubah namanya menjadi Marhaenism dari PNI menjadi Marxisme yang diterapkan dalam kondisi Indonesia.[6]
Ke dalam dunia pendidikan, efek ideologi kiri masuk melalui pengangkatan Menteri PP dan K Prof. Dr. Priyono dari partai kiri Murba. semangat bergulirnya pemikiran dari tokoh pendidikan klasik seperti:[7]
a. Ki Hajar Dewantoro
Ki Hajar Dewantoro yaitu Bapak Pendidikan Nasional Indonesia yang banyak mengkonsep sistem pendidikan nasional pada masa awal kemerdekaan. Visi, misi dan tujuan pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantoro yaitu bahwa pendidikan sebagai alat usaha untuk mengangkat harkat, martabat dan kemajuan umat insan secara universal. Sehingga mereka bisa berdiri kokoh sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju dan tetap berpijak kepada identitas dirinya sebagai bangsa yang telah mempunyai peradaban dan kebudayaan yang berbeda dengan bangsa lain.
Selanjutnya Ki Hajar Dewantoro juga menginginkan semoga pendidikan yang diberikan kepada bangsa Indonesia yaitu pendidikan yang sesuai dengan tuntutan zaman, yaitu pendidikan yang sanggup membawa kemajuan bagi penerima didik. Ungkapan ini merupakan respon dari adanya pendidikan yang diberikan oleh pemerintah Belanda kepada rakyat kita, yaitu pendidikan yang mengajarkan hal-hal yang sulit dipelajari tetapi tidak berfungsi untuk masa depan.
b. Hasyim Asy’ari
Gagasan Hasyim Asy’ari yaitu bahwa untuk berjuang mewujudkan impian nasional termasuk dalam bidang pendidikan, dibutuhkan wadah berupa organisasi pada tahun 1926 ia mendirikan Jam’iyah Nahdlatul Ulama, dalam organisasi ini Hasyim Asy’ari berjuang membina dan menggerakkan masyarakat melalui pendidikan. Beliau juga mendirikan pondok pesantren sebagai basis pendidikan dan usaha melawan Belanda.
c. K.H. Ahmad Dahlan
Selain itu, Ahmad Dahlan juga berpandangan bahwa pendidikan harus membekali siswa dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk mencapai kehidupan dunia. Oleh alasannya itu, pendidikan yang baik yaitu pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dimana siswa itu hidup. Dengan pendapatnya yang demikian itu, bergotong-royong Ahmad Dahlan mengkritik kaum tradisionalis yang menjalankan model pendidikan yang diwarisi secara turun temurun tanpa mencoba melihat relevansinya dengan perkembangan zaman.
Ahmad Dahlan sadar, bahwa tingkat partisipasi muslim yang rendah dalam sektor-sektor pemerintahan itu alasannya kebijakan pemerintah kolonial yang menutup peluang bagi muslim untuk masuk. Berkaitan dengan kenyataan serupa ini, maka Ahmad Dahlan berusaha memperbaikinya dengan memperlihatkan pencerahan ihwal pentingnya pendidikan yang sesuai perkembangan zaman bagi kemajuan bangsa. Berkaitan dengan problem ini Ahmad Dahlan mengutip ayat 13 surat al-Ra’d yang artinya: Sesungguhnya Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.
Upaya mewujudkan visi, misi dan tujuan pendidikan sebagaimana tersebut di atas dilaksanakan lebih lanjut melalui organisasi Muhammadiyah yang didirikannya. Salah satu acara atau jadwal unggulan organisasi ini yaitu bidang pendidikan. Sekolah Muhammadiyah yang pertama berdiri satu tahun sebelum Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi berdiri. Pada tahun 1911 Ahmad Dahlan mendirikan sebuah madrasah yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan kaum muslimin terhadap pendidikan agama dan pada ketika yang sama bisa memperlihatkan mata pelajaran umum.
Indonesia di periode Soekarno (Orde Lama), merupakan negara yang sarat dengan impian sosialisme. Cita-cita sosialisme ini termasuk juga dalam bidang pendidikan. Statuta Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1951 sangat tegas menyatakan bahwa tujuan UGM yaitu menyokong sosialisme pendidikan. Namun pada tahun 1992, di bawah kekuasaan Orde Baru, statuta ini diganti dengan banyak perubahan pada isinya di mana salah satu perubahannya yaitu menghilangkan pasal mengenai tujuan menyokong sosialisme pendidikan Indonesia. Indonesia pada periode tersebut sangat mendukung pendidikan sebagai satu alat akselarasi masyarakat menuju masyarakat adil dan makmur sesuai impian Undang-Undang Dasar 1945. Indonesia bahkan bisa mengekspor guru ke negara tetangga, menyekolahkan ribuan mahasiswa ke luar negeri, dan mengembangkan mahasiswa-mahasiswa ke seluruh penjuru negeri untuk mengatasi buta huruf. Tahun 1960-an terjadi peningkatan luar biasa perguruan-perguruan tinggi yang sekaligus berarti peningkatan jumlah mahasiswa dan pelajar di seluruh negeri. Tenaga-tenaga pengajar diupah dengan layak, bahkan menjadi primadona pekerjaan bagi rakyat. Semangat antikolonialisme sehabis lepas dari kolonialisme Belanda dan Jepang diejawantahkan dengan semangat membangun sosialisme, termasuk dalam hal pendidikan. Tidak ada halangan irit yang merintangi seseorang untuk berguru di perguruan tinggi atau sekolah. Diskriminasi dianggap sebagai tindakan kolonialis (seperti dilakukan kolonial Belanda).[8]
Orde Lama merupakan satu fase yang mirip dengan fase pascarevolusi demokratik di Prancis pada 1789. Saat itu di mana-mana muncul semangat egalitarianisme yang mengejawantah dalam masyarakat. Panggilan-panggilan terhadap orang, baik yang sudah berumur maupun belum, disamaratakan dengan sebutan “bung”. “Bung” merupakan pengganti sebutan orang yang tidak mengenal strata kelas, status, dan umur. Semangat ini merupakan refleksi masyarakat terhadap kolonialisme yang membuat masyarakat berkasta-kasta menurut warna kulit, agama, dan asal daerah. Inilah orde di mana semua orang merasa sejajar, tanpa dibedakan warna kulit, keturunan, agama, dan sebagainya. Begitu juga dalam dunia pendidikan. Orde Lama berusaha membangun masyarakat sipil yang kuat, yang berdiri di atas demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara termasuk dalam bidang pendidikan. Inilah amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan salah satu impian pembangunan nasional yaitu mencerdaskan bangsa. Di dalam kampus muncul kebebasan akademis yang luar biasa, ditandai dengan fragmentasi politik yang begitu ahli di kalangan mahasiswa. Mahasiswa bebas beroroganisasi sesuai dengan pilihan atau keinginannya. Kebebasan berpendapat, memang sempat muncul juga pembredelan pers oleh Soekarno, namun relatif lebih baik dibandingkan masa Orde Baru yang pada suatu waktu (setelah kejadian demonstrasi mahasiswa 1978) pernah membredel 15 media massa sekaligus. Inilah salah satu periode keemasan bagi gagasan dan ilmu pengetahuan di Indonesia.[9]
2. Kurikulum
Kurikulum yaitu perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu forum penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada penerima pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini diubahsuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut. Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya diubahsuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk sanggup mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam acara pembelajaran secara menyeluruh.[10]
Berbagai kurikulum yang mewarnai dunia pendidikan di Indonesia masa orde usang adalah:
a. Rencana Pelajaran 1947. Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan menggunakan istilah leer plan (dalam bahasa Belanda) artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Rencana Pelajaran 1947 gres dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950.
b. Rencana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952.[11]
3. Pendidikan Islam
Pada awal kemerdekaan, pemerintah dan bangsa Indonesia mewarisi sistem pendidikan dan pengajaran yang dualisme, yaitu sistem pendidikan dan pengajaran pada sekolah-sekolah umum bercorak sekuler, tak mengenal pedoman agama, yang merupakan warisan dari pemerintah kolonial Belanda dan sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Islam sendiri. Kedua sistem pendidikan tersebut sering dianggap saling bertentangan serta tumbuh dan berkembang secara terpisah satu sama lain.
Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) mengusulkan “hendaknya diadakan satu macam sekolah untuk segala lapisan masyarakat atau mengintegrasikan kedua sistem pendidikan warisan budaya bangsa tersebut”, yaitu pemberian pengajaran agama secara teratur dan secama di sekolah-sekolah yang bersifat sekuler dan netral terhadap agama serta bercorak kolonial. Sehingga menjadi sekolah-sekolah yang bersendi agama dan kebudayaan bangsa, sebagaimana dikehendaki oleh pendiri bangsa dan negara ini. Sedangkan pemberian tuntunan dan derma kepada madrasah dan pesantren-pesantren dimaksudkan semoga forum pendidikan Islam bisa meningkatkan usaha dan kiprah sertanya sebagai alat pendidikan dan pencerdasan kehidupan bangsa serta bisa berkembang dan mengadakan pembaharuan secara terintegrasi dalam satu pendidikan nasional.[12]
Kenyataan yang demikian timbul alasannya kesadaran umat Islam yang dalam, sehabis sekian usang terpuruk di bawah kekuasaan penjajah. Sebab pada zaman penjajahan Belanda pintu masuk pendidikan modern bagi umat Islam terbuka secara sangat sempit. Dalam hal ini, minimal ada dua hal yang menjadi penyebabnya, yaitu:
a. Sikap dan kebijakan pemerintah kolonial yang amat deskriminatif terhadap kaum muslimin.
b. Politik non kooperatif para ulama terhadap Belanda yang memfatwakan bahwa ikutserta dalam budaya Belanda, termasuk pendidikan modernnya, yaitu suatu bentuk penyelewengan agama. Mereka berpegangan pada salah satu hadist nabi Muhammad saw yang artinya “barang siapa mirip suatu golongan, maka ia termasuk ke dalam golongan itu” hadis tersebut melandasi perilaku para ulama pada waktu itu.[13]
Di tengah-tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah tetap membina pendidikan agama. Khusus untuk mengelola pendidikan agama yang diberikan di sekolah-sekolah umum tersebut, maka pada bulan Desember 1946, dikeluarkanlah Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menteri Agama, yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama pada sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta), yang berada di bawah kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. [14]
Maka semenjak itulah terjadi dualisme (dikhotomi) pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Di satu pihak, Departmen Agama mengelola semua jenis pendidikan agama baik di sekolah-sekolah agama maupun di sekolah-sekolah umum. Di pihak lain, pihak Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengelola pendidikan pada umumnya dan mendapat kepercayaan untuk melakukan sistem pendidikan nasional. Kejadian mirip ini sempat dipertentangkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bahagia dengan pendidikan agama terutama golongan komunis, sehingga ada kesan seperti pendidikan agama khususnya Islam, terpisah dari pendidikan.[15]
Selanjutnya pendidikan agama diatur secara khusus dalam UU Nomor 4 tahun 1950 pada BAB XII Pasal 20, yaitu:
a. Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang bau tanah murid memutuskan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.
b. Cara menyelenggarakan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, bahu-membahu dengan Menteri Agama.[16]
Pada tahun 1958, pemerintah mendorong untuk mendirikan madrasah negeri dengan ketentuan kurikulum 30% pelajaran agama dan 70% untuk pelajaran umum.[17] Dalam perkembangannya, kurikulum pendidikan agama dari waktu-kewaktu senantiasa mengalami perubahan seiring dengan kemajuan zaman. Semua ini dilakukan yaitu dengan tujuan peningkatan kualitas pendidikan agama di forum pendidikan agama dan menghilangkan efek dikotomi dalam dunia pendidikan Islam selama ini di Indonesia.
Menyangkut upaya membangun pendidikan Islam secara terpadu untuk mengembangkan insan Indonesia seutuhnya. Pendidikan Islam di beberapa negara Islam yang secara umum dikuasai penduduknya beragama Islam termasuk Indonesia tidak lebih dari duplikasi terhadap pendidikan di negara negara Barat sekuler. Dengan demikian produk sistem pendidikan Barat mustahil menjadi atau berupa alternatif. Karena itu, tantangan yang fundamental bagi pendidikan Islam ketika ini yaitu mencari sistem pendidikan alternatif sebagai sintesa dari aneka macam sistem pendidikan yang pernah ada. Bagaimana wujud sintesa tersebut yaitu perlunya pendidikan Islam yang lebih menitikberatkan pada aspek afektif seimbang dengan segi kognitif, serta memadukan secara serasi pendidikan formal, non formal dan informal.
C. Kesimpulan
Pada masa orde usang ini, pendidikan berkembang dengan baik, alasannya adanya kesadaran pemimpin bangsa untuk memasukkan bangsa Indonesia sesuai amanah Undang-Undang Dasar 1945. meskipun praktek pendidikan zaman Indonesia merdeka hingga tahun 1965 bisa dikatakan banyak dipengaruhi oleh sistem pendidikan Belanda. Praktek pendidikan zaman kolonial Belanda ditujukan untuk mengembangkan kemampuan penduduk pribumi secepat-cepatnya melalui pendidikan Barat.
Oleh : Hasanusi
[1]Anonim, Sistem Pendidikan Pada Masa Orde Lama, candysweet-aina.blogspot.com/search?q=%20sistem-pendidikan-pada-masa-orde-lama, (diakses, 9 desember 2010).
[2]Anonim, Sistem Pendidikan Pada Masa Orde Lama, candysweet-aina.blogspot.com/search?q=%20sistem-pendidikan-pada-masa-orde-lama, (diakses, 9 desember 2010).
[3]Anonim, Sistem Pendidikan Pada Masa Orde Lama, candysweet-aina.blogspot.com/search?q=%20sistem-pendidikan-pada-masa-orde-lama, (diakses, 9 desember 2010).
[4]Anonim, Sistem Pendidikan Pada Masa Orde Lama, candysweet-aina.blogspot.com/search?q=%20sistem-pendidikan-pada-masa-orde-lama, (diakses, 9 desember 2010).
[5]Anonim, Sistem Pendidikan Pada Masa Orde Lama, candysweet-aina.blogspot.com/search?q=%20sistem-pendidikan-pada-masa-orde-lama, (diakses, 9 desember 2010).
[6]Anonim, Sistem Pendidikan Pada Masa Orde Lama, candysweet-aina.blogspot.com/search?q=%20sistem-pendidikan-pada-masa-orde-lama, (diakses, 9 desember 2010).
[7]Anonim, Sistem Pendidikan Pada Masa Orde Lama, candysweet-aina.blogspot.com/search?q=%20sistem-pendidikan-pada-masa-orde-lama, (diakses, 9 desember 2010).
[8]Willy Aditya, Membanding Sistem Pendidikan Indonesia Dan Kuba, (Jakarta: Voice of Human Rights News Centre, 2007) dan http://www.vhrmedia.net/home/index.php?id=view&aid =4864&lang= (diakses, 9 Desemer 2010)
[9]Willy Aditya, Membanding Sistem Pendidikan Indonesia Dan Kuba, (Jakarta: Voice of Human Rights News Centre, 2007) dan http://www.vhrmedia.net/home/index.php?id=view&aid =4864&lang= (diakses, 9 Desemer 2010)
[10]Anonim, “Kurikulum Pendidikan di Indonesia”, candysweet-aina.blogspot.com/search?q=%20sistem-pendidikan-pada-masa-orde-lama, 9-12-2010
[11]Anonim, “Kurikulum Pendidikan di Indonesia”, candysweet-aina.blogspot.com/search?q=%20sistem-pendidikan-pada-masa-orde-lama, 9-12-2010
[12]Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003), hal. 83
[13]H.A. Ridwan Saidi, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, (Jakarta: Rajawali, 1984), hal. 6.
[14]Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 76.
[15]Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, hal. 76-77.
[16]Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, hal. 77.
[17]Musrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 129.
0 Response to "Makalah Sejarah Pendidikan Islam Indonesia Pada Masa Orde Lama"
Posting Komentar