iklan banner

Kiprah Serta Kewenangan Kurator


Sahabat Kiprah Serta Kewenangan Kurator, berikut ini penjelasannya : 

Kiprah Serta Kewenangan Kurator :


1. Siapa yang sanggup menjadi kurator

Tidak semua orang sanggup menjadi kurator. Dahulunya, sewaktu masih berlakunya peraturan kepailitan zaman Belanda, hanya Balai Harta Peninggalan (BHP) saja yang sanggup menjadi kurator tersebut. Akan tetapi kini ini oleh Undang-Undang Kepailitan diperluas sehingga yang sanggup bertindak menjadi kurator kini yakni sebagai berikut :

Balai Harta Peninggalan (BHP), atau Kurator lainnya

Yang dimaksud dengan kurator lainnya (yaitu kurator yang bukan Balai Harta Peninggalan) yakni mereka yang memenuhi syarat-syarat sebagai mereka yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

(a) Perorangan atau komplotan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit; dan

(b) Telah terdaftar pada Departemen Kehakiman sebagai kurator.
  • Apabila debitur atau kreditur tidak mengajukan usul pengangkatan kurator ke pengadilan, maka Balai Harta Peninggalan bertindak selaku kurator.
  • Akan tetapi apabila diangkat kurator yang bukan Balai Harta Peninggalan, maka kurator tersebut tersebut haruslah independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan pihak debitur atau kreditur (Ahmad Yani Dkk, 2000 : 63)


2. Kedudukan Kurator Dalam Pailit

Tugas dan kewenangan dari kurator relatif berat. Pada prinsipnya kiprah umum dari kurator yakni melaksanakan pengurusan dan/atau pemberesan terhadap harta pailit. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut kurator bersifat independen dengan pihak debitur dan kreditur. Dalam menjalankan tugasnya tersebut kurator tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau memberikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur, meskipun dalam keadaan biasa (di luar kepailitan) persetujuan atau pemberitahuan tersebut dipersyaratkan.

Pada prinsipnya kurator sudah berwenang melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit semenjak adanya putusan pernyataan pailit dari Pengadilan Niaga, sungguhpun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi (Pasal 12 Undang-Undang Kapailitan). Ini yakni sebagai konsekuensi aturan dari sifat “serta merta” (uitvoorbaar bij Voorraad) dari putusan pernyataan pailit (Pasal 6 ayat (5) Undang-Undang Kepailitan). Akan tetapi, sungguhpun demikian, tidak berarti kurator sanggup melaksanakan tindakan pengurusan dan pemberesan sesukanya. Untuk melaksanakan tindakannya, kurator haruslah memperhatikan antara lain hal-hal sebagai berikut : 

Apakah beliau berwenang untuk melaksanakan hal tersebut;
  • Apakah merupakan dikala yang sempurna (terutama secara ekonomi dan bisnis) untuk melaksanakan tindakan – tindakan tertentu;
  • Apakah terhadap tindakan – tindakan tersebut diharapkan dahulu persetujuan/izin/keikutsertaan dari pihak-pihak tertentu, menyerupai dari pihak Hakim Pengawas, Pengadilan Negeri, panitia kreditur, debitur dan sebagainya.
  • Apakah terhadap tindakan tersebut memerlukan mekanisme tertentu, menyerupai harus dalam rapat dengan korum tertentu, harus dalam sidang yang dihadiri/dipimpin oleh Hakim Pengawas, dan sebagainya.
  • Harus dilihat bagaimana cara yang layak dari segi hukum, kebiasaan dan sosial dalam menjalankan tindakan-tindakan tertentu. Misalnya kalau menjual asset tertentu, apakah melalui pengadilan, lelang, bawah tangan, dan sebagainya.

Terhadap acara yang dilakukan oleh kurator, apabila ada yang keberatan sanggup melaksanakan perlawanan kepada Hakim Pengawas (Pasal 68 ayat (1)). Sementara kalau ada yang keberatan terhadap ketetapan Hakim Pengawas sanggup naik banding ke Pengadilan Niaga (Pasal 66 ayat (1)). 


3. Kewenangan, Tugas dan Hak Kurator

Menurut Undang-Undang Kepailitan, yang menjadi hak, kewajiban, tanggung jawab dan kewenangan khusus dari kurator sangat banyak, antara lain yang terpenting di antaranya yakni sebagai berikut:

(1) Tugas kurator secara umum yakni melaksanakan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit (Pasal 67 ayat (1)) 

Tugas ini sudah sanggup dijalankannya, semenjak tanggal putusan pernyataan pailit dijatuhkan. Meskipun putusan tersebut belum inkracht, yakni meskipun terhadap putusan tersebut masih diajukan kasasi dan/atau peninjauan kembali (Pasal 112 ayat (1)) 

(2) Seorang kurator yang ditunjuk untuk kiprah khusus beradasarkan putusan pernyataan pailit, berwenang untuk bertindak sendiri sebatas tugasnya (pasal 70A ayat (3)) 

(3) Dapat melaksanakan pinjaman (mengambil loan) dari pihak ketiga dengan syarat bahwa pengambilan pinjaman tersebut semata-mata dilakukan dalam rangka meningkatkan harta pailit (Pasal 67 ayat (2)) 

(4) Terhadap pengambilan pinjaman dari pihak ketiga, dengan persetujuan Hakim Pengawas, pihak kurator berwenang pula untuk membebani harta pailit dengan hak tanggungan, gadai dan hak agunan lainnya (Pasal 67 ayat (3)) 

(5) Kurator sanggup menghadap pengadilan dengan seizin Hakim Pengawas kecuali untuk hal-hal yang disebut dalam Pasal 36,38,39 dan 57 ayat (2) yang tidak memerlukan izin dari Hakim Pengawas (Pasal 67 ayat (2) (5); Menjadi penggugat atau tergugat berkenaan dengan somasi yang bekerjasama dengan harta pailit (Pasal 24 ayat (1)); Mengambil alih masalah yang sedang berjalan (Pasal 26 ayat (1) dan (27)); 

(6) Kewenangan yang dimaksud dalam pasal 36 (perjanjian timbal balik); 

(7) Kewenangan untuk menjual agunan dari kreditur separatis sesudah dua bulan insolvensi (Pasal 57 ayat (2)); atau kurator menjualnya dalam masa stay (Pasal 56 ayat (3)). Ataupun membebaskan barang agunan dengan membayar kepada kreditur separatis yang bersangkutan jumlah terkecil antara harga pasar dan jumlah hutang yang dijamin dengan barang agunan tersebut (Pasal 57 ayat (3)); 

(8) Kewenangan untuk melanjutkan perjuangan debitur yang dinyatakan pailit (atas persetujuan panitia kreditur atau Hakim Pengawas kalau tidak ada panitia kreditur) walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali (Pasal 95 ayat (1)); 

(9) Kurator berwenang untuk mengalihkan harta pailit sebelum verifikasi (atas persetujuan Hakim Pengawas) (Pasal 98); 

(10) Kewenangan untuk mendapatkan atau menolak permohonan pihak kreditur atau pihak ketiga untuk mengangkat penangguhan atau pasar barang agunan dan julah uang dijamin dengan barang agunan tersebut (Pasal 57 ayat (3)); 

(11) Hak kurator atas imbalan jasa (fee) yang ditetapkan dalam putusan pernyataan pailit oleh hakim yang berlandaskan pada aliran yang ditetapkan oleh Menteri Kehakiman (Pasal 69 juncto Pasal 67D); 

(12) Kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalainanya dalam melaksanakan tugas-tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit (Pasal 67C); 

(13) Kurator harus independen dan terbebas dari setiap pinjaman kepentingan dengan debitur atau kreditur (Pasal 13 ayat (3)); 

(14) Kewajiban menyapaikan laporan tiga bulan kepada Hakim Pengawas mengenai keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya (Pasal 70B); 

(15) Apabila telah ditetapkan hari pelelangannya, pelalangan dilanjutkan oleh kurator atas beban harta pailit dengan kuasa dari Hakim Pengawas (Pasal 34); 

(16) Kurator sanggup menghentikan ikatan sewa menyewa (Pasal 38); 


Sewa menyewa yang sanggup tidak boleh alasannya yakni debitur menyatakan pailit yakni kalau debitur pailit tersebut menyewa suatu barang dari pihak lain. Dalam hal ini baik kurator ataupun pihak yang menyewakan barangnya sama-sama sanggup menetapkan hubungan sewa menyewa tersebut. untuk hal tersebut Undang-Undang mensyaratkan biar dilakukan suatu pemberitahuan pengakhiran sewa (notice), dengan jangka waktu sebagai berikut : 
  • Jangka waktu dilihat kepada kebiasaan setempat, dan 
  • Jangka waktu dilihat kepada pengaturannya dalam kontrak, atau 
  • Jangka waktu dilihat kepada kelaziman untuk kontrak menyerupai itu, atau 
  • Setidak-tidaknya jangka waktu tiga bulan dianggap sudah cukup. 

Akan tetapi, kalau sudah dibayar uang sewa di muka, sewa menyewa tersebut tidak sanggup diakhiri hingga dengan berakhirnya jumlah uang sewa yang dibayar di muka tersebut. 

Sejak pernyataan pailit, segala uang sewa harus dibayar oleh debitur merupakan hutang harta pailit (estate debt). Ketentuan perihal sewa menyewa di atas berlaku kalau yang menyewa barang tersebut yakni debitur pailit. Akan tetapi, kalau debitur pailit justru sebagai pihak yang menyewakan barangnya, tidak ada pengaturannya dalam Undang-Undang Kepailitan, sehingga yang berlaku yakni kontrak yang bersangkutan dan peraturan sewa menyewa pada umumnya. 

(17) Kurator sanggup menetapkan hubungan kerja dengan karyawannya (Pasal 39). 

Jika sesudah diputuskan pernyataan pailit, ada karyawan yang belerka pada debitur pailit, maka baik karyawan maupun kurator sama-sama berhak untuk menetapkan hubungan kerja. Namun demikian, untuk pemutusan hubungan kerja tersebut diharapkan suatu pemberitahuan PHK (notice) dengan jangka waktu pemberitahuan sebagai berikut : 
  • Jangka waktu Pemberitahuan PHK yang sesuai dengan perjanjian kerja, atau 
  • Jangka waktu tersebut sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenaga kerjaan, atau 
  • Dapat di PHK dengan pemberitahuan minimal dalam jangka waktu enam minggu. 

Di samping itu, sama dengan uang sewa yang belum dibayar, maka semenjak debitur dinyatakan pailit, upah karyawan dianggap hutang harta pailit (estate debt), sebagaimana diatur dalam pasal 39 Undang-Undang Kepailitan. 

Ketentuang perihal PHK menyerupai tersebut di atas hanya berlaku kalau pihak karyawan yang bekerja pada debitur pailit. Jika debitu pailit yang menjadi karyawan pada pihak lain, tidak ada pengaturannya dalam perundang-undangan perihal kepailitan, sehingga untuk hal yang demikian sepenuhnya berlaku perjanjian kerja dan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan. 

(18) Kurator sanggup mendapatkan waisan tetapi kalau diterima, harus dilakukan registrasi mengenai warisan tersebut (pasal 40 ayat (1)). 

(19) Kurator sanggup menolak warisan dengan kuasa dari Hakim Pengawas (Pasal 40 ayat (2)); 

(20) Barang-barang Berharga Milik Debitur Disimpan Oleh Kurator. Adalah wajr kalau kurator sangat berkepentingan terhadap barang-barang berharga milik debitur pailit. Karena itu, kurator dianggap berwenang untuk menyimpannya dengan cara yang dianggap paling aman. Misalnya emas, berlian, surat berharga disimpan oleh kurator dalam safe deposit pada bank-bank. Akan tetapi Hakim Pengawas berwenang pula untuk memilih cara-cara penyimpanan oleh kurator tersebut, vide Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan. 

(21) Kurator berkewajiban menjual harta pailit dalam rangka pemberesan 

Menjual asset – asset debitur pailit sesungguhnya merupakan salah satu kiprah utama dari kreditur sesuai dengan prinsip Cash is the King. Penjualan asset debitur ini (setelah insolvensi dan tidak dilakukan pengurusan harta debitur) tidak memerlukan persetujuan siapa-siapa. Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang, menyerupai yang terdapat dalam Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan. Pasal 88 ayat (1) ini mensyaratkan adanya persetujuan Hakim Pengawas dalam hal pengalihan aset debitur pailit untuk tujuan – tujuan tertentu dalam masa sebelum insolvensi. 

Bagaimana cara menjual harta debitur pailit juga hal yang harus selalu diperhatikan dalam proses pemberesan harta pailit. Untuk itu harus dilakukan pertimbangan – pertimbangan sebagai berikut : 

a) Pertimbangan Yuridis 

Tentunya biar pihak kurator yang menjual harta debitur pailit tidak disalahkan, yang pertama sekali harus diperhatikan yakni apa persyaratan yuridis terhadap tindakan tersebut. contohnya kapan beliau harus menjualnya, bagaimana mekanisme menjual, apakah memerlukan izin tertentu, undang-undang mana dan pasal berapa yang mengaturnya, dan sebagainya. 

b) Pertimbangan Bisnis 

Selain dari pertimbangan yuridis, kurator yang menjual aset debitur juga harus memperhatikan pertimbangan bisnis. Bila perlu sanggup disewa para andal untuk menawarkan masukan – masukan untuk materi pertimbangan bagi kurator. Fokus utama dari pertimbangan bisnis disini yakni apakah dengan penjualan tersebut sanggup dicapai harga yang setinggi-tingginya. Karena itu harus dipertimbangkan antara lain hal-hal sebagai berikut : 
  • Kapan dikala yang sempurna untuk menjual aset debitur tersebut, biar diperoleh harga yang tinggi 
  • Apakah lebih baik dijual secara borongan, atau dijual retail 
  • Apakah lebih baik dijual sebagian-sebagianm dari bisnis atau dijual seluruh bisnis dalam satu paket 
  • Apakah perlu pakai mediator profesional atau tidak 
  • Apakah perlu dilakukan tender atau tidak 
  • Apakah perlu dibentuk iklan penjualan atau tidak 

Undang – Undang Kepailitan (pasal 171 ayat (1)) mengintrodusir dua cara penjualan aset-aset debitur, yaitu sebagai berikut : 
  • Menjual di Depan Umum; atau 
  • Menjual di Bawah Tangan (dengan izin Hakim Pengawas) 

Dengan penjualan di depan umum ini dimaksudkan yakni bahwa penjualan dilakukan di depan kantor lelang sebagaimana mestinya. Sementara penjualan di bawah tangan sanggup dengan banyak sekali cara, menyerupai lewat negosiasi, tender bebas atau tender terbatas, iklan di surat kabar, pemakaian biro penjualan profesional, dan sebagainya. Untuk penjualan di bawah tangan ini diharapkan izin Hakim Pengawas (Munir Fuady, 1999 : 53) 

Sumber http://jubahhukum.blogspot.com

0 Response to "Kiprah Serta Kewenangan Kurator"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel