iklan banner

✔ 7 Permasalahan Pendidikan Di Indonesia -

 Pendidikan yaitu suatu proses membiasakan seseorang atau sekelompok orang melalui pembel ✔ 7 Permasalahan Pendidikan di Indonesia -


Pendidikan yaitu suatu proses membiasakan seseorang atau sekelompok orang melalui pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan adaptasi yang dibimbing oleh orang lain maupun secara  dengan tujuan untuk mendewasakan seseorang biar menjadi orang yang cerdas, beriman, terampil, dan mempunyai ahlak mulia.


Kamus Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan menerima imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan yaitu proses pengubahan perilaku dan tata laris seseorang atau kelompok orang dalam perjuangan mendewasakan insan melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Menurut UU Pendidikan (UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003) definisi pendidikan dalah perjuangan sadar dan terpola untuk mewujudkan suasana berguru dan proses pembelajaran biar akseptor didik secara aktif menyebarkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, watak mulia, serta keterampilan yang diharapkan dirinya dan masyarakat.


Tujuh Permasalahan Pendidikan di Indonesia Menurut JPPI (di kutip dalam Republika.co.id, Jakarta)

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat tujuh masalah pendidikan yang harus diselesaikan pemerintah untuk mewujudkan Nawacita bidang pendidikan. Koordinator Nasional JPPI A. Ubaid Matraji menyampaikan "Masih ada celah yang harus terus diperbaiki, terutama dalam meningkatkan mutu pendidikan sebagaimana dicita-citakan." Adapun tujuh permasalahan pendidikan di Indonesia berdasarkan JPPI yaitu sebagai berikut:

 Pendidikan yaitu suatu proses membiasakan seseorang atau sekelompok orang melalui pembel ✔ 7 Permasalahan Pendidikan di Indonesia -

1. Program Wajib Belajar 12 Tahun

Nasib kegiatan wajib berguru 12 tahun ini masih di persimpangan jalan. Alasannya, kegiatan itu belum mempunyai payung hukum. Perbincangan soal realisasi masuk akal 12 tahun ini mengemuka semenjak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sampai 2015. Namun, sepanjang 2016-2017, tidak ada lagi perbincangan dan langkah untuk mewujudkan hal itu. Ubaid beranggapan, seharusnya, UU Sisdiknas harus diamandemen khususnya pasal terkait wajib berguru sembilan tahun diubah menjadi 12 tahun. Atau, bisa juga didorong melalui Instruksi Presiden dan perda wacana pelaksanaan wajib berguru 12 tahun di provinsi.

2. Angka Putus Sekolah

Angka putus sekolah dari Sekolah Menengah Pertama ke jenjang Sekolah Menengan Atas mengalami kenaikan. Hal ini dipicu maraknya pungutan liar di jenjang MA/SMK/SMA. Banyak kabupaten/kota yang dulu sudah menggratiskan SMA/SMK, tapi sekarang mereka bingung lantaran banyak provinsi yang membolehkan sekolah untuk menarik iuran dan SPP untuk menutupi kekurangan anggaran untuk pendidikan. Menurutnya, alih wewenang pengelolaan jenjang sekolah menengah ini tidak menjawab kebutuhan masuk akal 12 tahun. Namun, hanya peralihan wewenang yang justru menjadikan problem baru.

3. Pendidikan Agama di Sekolah

Pendidikan agama di sekolah mendesak untuk dievaluasi dan dibenahi, baik metode pembelajarannya maupun gurunya. Berdasarkan penelitian Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Jakarta (Desember 2016), terdapat 78 perden guru PAI (Pendidikan Agama Islam) di sekolah, baiklah bila pemerintah berdasyarkan syariat Islam dan 77 persen guru PAI mendukung organisasi-organisasi yang memperjuangkan syariat Islam. Ubaid menilai hal itu merupakan cara pandang yang berbahaya bagi keutuhan NKRI. Jika dibiarkan, benih-benih intoleran dan perilaku keagamaan yang radikal akan tumbuh subur di sekolah.

4. Lemahnya Pengakuan Negara Atas Pendidikan Pesantren dan Madrasah (diniyah)

Masih lemahnya ratifikasi negara atas pendidikan pesantren dan madrasah (diniyah). Model pendidikan ini berperan semenjak dahulu, jauh sebelum Indonesia merdeka. Namun, sekarang kiprahnya termarginalkan lantaran tidak sejalan dengan kurikulum nasional. Maka, tidak heran, bila belakangan ini kekerasan atas nama agama, SARA, dan benih-benih radikalisme tumbuh subur. Sebab, pendidikan agama di sekolah tidaklah cukup memadahi. 

Pendidikan agama tidak bisa dilakukan secara instan di sekolah. Jadi, sekolah perlu bersinergi dengan forum pesantren dan madrasah diniyah untuk memperlihatkan pemahaman agama yang komprehensif (tafaqquh fiddin), yang bervisi rahmatan lil alamin. Untuk itu, RUU madrasah dan pesantren harus masuk Prolegnas 2017.

5. Pendistribusian Kartu Indonesia Pintar (KIP)

Pendistribusian Kartu Indonesia Pintar (KIP) harus sempurna sasaran dan sempurna waktu. Bersekolah bagi kaum marginal masih jadi impian. Marginal di sini terutama dialami oleh warga miskin dan bawah umur yang berkebutuhan khusus.  Angka putus sekolah didominasi oleh kedua kelompok tersebut. Program BOS, BSM, dan KIP perlu dievaluasi lantaran nyatanya masih banyak anak miskin yang susah masuk sekolah. Pendistribusian yang lambat, alokasi yang tidak akurat, dan juga penyelewengan dana turut menyelimuti implementasi kegiatan tersebut. Khusus untuk kelompok difabel, mereka terkendala susahnya menemukan sekolah inklusi. Akhirnya, mereka harus bersekolah dengan teman yang senasib, dan semakin menjadikannya tereksklusi dari realitas sosial.

6. Kekerasan dan Pungutan Liar di Sekolah

Kekerasan dan pungutan liar di sekolah masih merajalela. Potret buram pendidikan di Indonesia masih diwarnai oleh masalah kekerasan di sekolah dan pengaduan pungli. Modus kekerasan ini sudah sangat rumit untuk diurai, lantaran para pelakunya dari banyak sekali arah. 

Komponen utama sekolah, yakni, wali murid, guru, dan siswa, satu sama lain berperan ganda. Artinya, masing-masing sanggup berperan sebagai pelaku, sanggup pula jadi korban. Penerapan sekolah ramah anak menjadi penting untuk direvitalisasi. Di sisi lain, fakta pungutan liar di seakan tidak sanggup dikendalikan, terutama terjadi di sekolah negeri yang harusnya bebas pungutan dan juga terjadi di jenjang sekolah menengah.

7. Ketidaksesuaian Antara Dunia Pendidikan Dengan Dunia Kerja

Ketidak-sesuaian antara dunia pendidikan dengan dunia kerja. Saat ini ada lebih dari tujuh juta angkatan kerja yang belum mempunyai pekerjaan. Sementara di ketika yang sama, dunia perjuangan mengalami kesulitan untuk merekrut tenaga kerja terampil yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dan siap pakai.

Ini memperlihatkan bahwa ada celah antara dunia industri dengan ketersedian tenaga terampil di Indonesia. Ini penting, alasannya yaitu di periode MEA, serbuan tenaga kerja abnormal akan meminggirkan dan mempensiundinikan tenaga kerja Indonesia. Untuk itu, perbaikan dan penyempurnaan kurikulum di sekolah juga harus bisa menjawab problem ini.

Sumber http://pendidikandanteknolog.blogspot.com

0 Response to "✔ 7 Permasalahan Pendidikan Di Indonesia -"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel