iklan banner

Bisnis Baju Anak Berawal Dari Hobi Tembus Ekspor

Tidak pernah ada dalam benak Hesti Djatmiko untuk menekuni bisnis baju anak Bisnis Baju Anak Berawal Dari Hobi Tembus EksporTidak pernah ada dalam benak Hesti Djatmiko untuk menekuni bisnis baju anak. Sarjana arsitektur lanskap lulusan Universitas Trisakti jakarta ini tolong-menolong hanya hobi menciptakan baju anak perempuan untuk anak dan keponakannya. Namun usang kelamaan baju yang beliau buat semakin banyak dan mau tidak mau harus dijual biar tidak memenuhi lemari bajunya.


Semula alasannya yaitu saya terlalu bahagia mendapatkan anak perempuan, semua baju-bajunya saya buatkan sendiri. Apalagi saya mempunyai banyak waktu alasannya yaitu sudah keluar dari pekerjaan semenjak mengandung. Kemudian saya juga mempunyai keponakan yang lucu-lucu.


Model baju anak yang dibentuk Hesti bukan hanya mempunyai desain yang sederhana, melainkan juga memakai teknik sulam juga. Benang sulam mempunyai warna warni yang indah, selain itu Hesti memang suka menyulam semenjak masih kecil.


Ketika pertama kali hendak menjual baju hasil karyanya, Hesti kebingungan, tidak tahu harus kemana menjual baju-baju tersebut. Beruntung dua orang temannya tiba dan mengajaknya untuk mengadu peruntungan di Singapura, mengajaknya mengikuti pameran kerajinan di Singapura. Di sanalah Hesti pertama kali menjual baju-baju hasil karyanya, dan memulai bisnis baju anak.


Ketika mengikuti pameran itulah Hesti mendapatkan seorang pembeli yang hendak memulai perjuangan toko pakaian anak. Melihat baju anak buatan Hesti, orang itu eksklusif tertarik dan memesan dalam jumlah besar. Salah satu hal yang menciptakan tertarik yaitu alasannya yaitu sulaman pada baju anak karya Hesti rapi dan bagus.


Awalnya ketika ditawari ikut pameran tersebut Hesti agak ragu. Namun kemudian beliau berpikir, anggap saja sambil jalan-jalan. Makara jikalau toh tidak laku, beliau akan merasa tidak rugi, anggap saja jalan-jalan. Mungkin Anda harus punya pertimbangan menyerupai itu juga dalam memulai usaha, sehingga tidak terlalu stres  memikirkan modal yang mungkin akan melayang.


Perkenalan dengan pelanggan di Singapura tersebut rupanya berjalan dengan mulus dan menguntungkan kedua belah pihak. Selain membeli untuk keperluan toko pakaian anak miliknya sendiri, pembeli itu juga merekomendasikan dan memperkenalkan Hesti pada calon pembeli dari Australia dan Timur Tengah. Tidak hanya itu, tak usang berselang beliau juga menerima pelanggan dari Tokyo dan Osaka dengan jumlah pembelian yang cukup besar.


Karena semenjak awal bisnis baju anak yang dijalani Hesti banyak berafiliasi dengan luar negeri, risikonya diputuskan untuk fokus pada pasar ekspor, daripada penjualan ke dalam negeri. Pernah Dia punya pengalaman menitipkan baju anak di sebuah toserba yang cukup besar di Jakarta, namun sayang pembayarannya agak tersendat, pembayaran dicicil dalam jumlah kecil pula. Dia merasa ini tidak sehat untuk arus kas usahanya.


Resiko Yang harus Dihadapi


Bukan berarti penjualan ke luar negeri itu tanpa resiko. Setiap bisnis mempunyai resiko, kiprah seorang pengusaha yaitu melewati banyak sekali resiko yang mungkin menghadang bisnisnya.


Hesti pernah dua kali menerima pengalaman tidak menyenangkan dengan pembeli dari luar negeri. Dua kali Hesti merasa ditipu dengan pembeli dari Malaysia dan Brunei. Pembeli dari Brunei mengembalikan baju anak yang telah dipesan sesudah tiga bulan. Padahal baju itu dibentuk menurut pesanan khusus dengan warna yang mencolok. Pembayaran selalu ditunda, sesudah tiga bulan bukannya pembayaran yang diterima, namun justru barang dikembalikan. Dan Hesti merasa rugi alasannya yaitu mengalami kesulitan untuk menjual baju-baju anak berwarna mencolok tersebut.


Sedang dengan pembeli Malaysia, transaksi pertama dan kedua berjalan lancar. Pada transaksi ketiga, pembayaran tidak kunjung diterima, risikonya alasannya yaitu tidak sabar menunggu, Hesti pergi ke Malaysia, ternyata alamat yang diberikan sudah tidak berlaku lagi, pembeli itu sudah pindah entah kemana. Jumlah kerugian yang harus ditanggun pun cukup besar.


Kedua pengalaman jelek dalam menjalani bisnis baju anak tersebut menciptakan Hesti lebih berhati-hati lagi dalam bertransaksi. Untuk hal ini Hesti mengandalkan instingnya. Jika perasaan sudah menyampaikan ada sesuatu yang tidak beres, maka dengan banyak sekali alasan Hesti menolak pesanan tersebut.


Dalam mengerjakan baju dengan sulaman harus memperhitungkan kemampuan diri. Jika memang tidak bisa lebih baik menolak pesanan, daripada menciptakan pelanggan kecewa. Pernah suatu ketika Hesti dengan bahagia hati mendapatkan semua pesanan. Namun risikonya keluhan pelanggan yang didapatnya, alasannya yaitu pekerjaan tidak selesai sesuai jadwal, banyak pelanggan yang mengeluh dan merasa kecewa.


Walaupun mempunyai banyak tenaga kerja, belum tentu pekerjaan-pekerjaan itu bisa diselesaikan sempurna waktu. Karena proses sulam membutuhkan waktu yang lama, harus dikerjakan secara manula, tidak bisa memakai mesin. Selain itu terkadang, alasannya yaitu semua pekerjanya yaitu wanita, permasalahan pribadi yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan sanggup mengganggu jalannya produksi. Menjalin kekerabatan baik dengan aryawan menjadi kunci keberhasilan mengelola karyawan untuk menjaga kelancaran proses produksi.


Semoga pengalaman Hesti dalam menjalani bisnis baju anak sanggup menginspirasi ide bisnis Anda dalam memulai maupun menjalani bisnis.


sumber gambar: gampangbeli.com



Sumber https://www.pojokbisnis.com

0 Response to "Bisnis Baju Anak Berawal Dari Hobi Tembus Ekspor"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel