iklan banner

Sejarah Perkembangan Profesi Akuntan



 

PENDAHULUAN

Data keuangan dan data ekonomi sangat diharapkan seiring dengan kemajuan perekonomian dikala ini. Para pemilik atau penanam modal sudah menyebar ke segala pelosok kawasan dan operasinya sudah tidak hanya di lingkungan dalam negeri namun sudah meluas hingga ke luar negeri. Modal yang ditanamkan dalam perusahaan harus mendapatkan pengawasan atau pengendalian. Oleh lantaran itu, mereka sangat memerlukan laporan keuangan yang sanggup mendapatkan amanah dari perusahaan dimana mereka menanamkan modalnya.

Bank-bank melaksanakan pengawasan dalam pemberian kredit semoga uang yang dipinjamkan tersebut selamat dan menghasilkan bunga yang diharapkan. Sehingga mereka sangat memerlukan laporan keuangan guna menilai kemampuan ekonomi para nasabah atau calon nasabahnya. Dalam pasar modal juga sangat diharapkan laporan keuangan bagi perusahaan yang akan go public. Demikian juga pemerintah memerlukan laporan keuangan wajib pajak sebagai dasar penentuan pajak semoga lebih obyektif. Pihak-pihak lain menyerupai calon kreditur, calon investor, serikat buruh, lembaga-lembaga keuangan serta industri lainnya juga sangat memerlukan laporan keuangan. Oleh lantaran itu laporan keuangan yang disajikan harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya, sehingga para pengambil keputusan yang mendasarkan diri pada laporan keuangan tersebut tidak tersesat. Hal itulah yang menjadikan peranan akuntan sangat penting dalam penyajian laporan keuangan.

PEMBAHASAN

A. Sejarah Awal Profesi Akuntan

Profesi akuntan telah dimulai semenjak era ke-15 walaupun bahu-membahu masih dipertentangkan para hebat mengenai kapan bahu-membahu profesi ini dimulai. Pada era ke-15 di Inggris pihak yang bukan pemilik dan bukan pengelola yang kini disebut auditor diminta untuk menyidik apakah ada kecurangan yang terdapat di pembukuan atau di laporan keuangan yang disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.

Menurut sejarahnya para pemilik modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk dikelola / dimanfaatkan untuk kegiatan perjuangan yang akibatnya nanti akan dibagi antara pemilik dan pengelola modal tadi.

Kalau kegiatan ini belum besar umumnya kedua belah pihak masih sanggup saling percaya penuh sehingga tidak diharapkan pemeriksaan. Namun semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana adakala merasa was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh pengelolanya atau mungkin pengelolanya memperlihatkan informasi yang tidak obyektif yang mungkin sanggup merugikan pemilik dana.

Keadaan inilah yang menciptakan pemilik dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh masyarakat untuk menyidik kelayakan atau kebenaran laporan keuangan/ laporan pertanggungjawaban pengelolaan dana. Pihak itulah yang kita kenal sebagai Auditor.

B. Perkembangan Profesi Akuntan
Menurut Baily, perkembangan profesi akuntan sanggup dibagi ke dalam 4 periode yaitu:

1) Pra Revolusi Industri
Sebelum revolusi industri, profesi akuntan belum dikenal secara resmi di Amerika ataupun di Inggris. Namun terdapat beberapa fungsi dalam manajemen perusahaan yang sanggup disamakan dengan fungsi pemeriksaan.
Misalnya di zaman dahulu dikenal adanya dua juru tulis yang bekerja terpisah dan independen. Mereka bekerja untuk menyakinkan bahwa peraturan tidak dilanggar dan merupakan dasar untuk menilai pertanggungjawaban pegawainya atas penyajian laporan keuangan.
Hasil kerja kedua juru tulis ini kemudian dibandingkan, dari hasil perbandingan tersebut terperinci sudah terdapat fungsi audit dimana investigasi dilakukan 100%. Tujuan audit pada masa ini yakni untuk menciptakan dasar pertanggungjawaban dan pencarian kemungkinan terjadinya penyelewengan. Pemakai jasa audit pada masa ini yakni hanya pemilik dana.

2. Masa Revolusi Industri Tahun 1900
Sebagaimana pada periode sebelumnya pendekatan audit masih bersifat 100% dan fungsinya untuk menemukan kesalahan dan penyelewengan yang terjadi. Namun lantaran munculnya perkembangan ekonomi setelah revolusi industri yang banyak melibatkan modal, faktor produksi, serta organisasi maka kegiatan produksi menjadi bersifat massal.

Sistem akuntansi dan pembukuan pada masa ini semakin rapi. Pemisahan antara hak dan tanggung jawab manajer dengan pemilik semakin kentara dan pemilik umumnya tidak banyak terlibat lagi dalam kegiatan bisnis sehari-hari dan muncullah kepentingan terhadap investigasi yang mulai mengenal pengujian untuk mendeteksi kemungkinan penyelewengan.

Umumnya pihak yang ditunjuk yakni pihak yang bebas dari efek kedua belah pihak yaitu pihak ketiga atau kini dikenal dengan sebutan auditor eksternal. Kepentingan akan investigasi pada masa ini yakni pemilik dan kreditur.

Secara resmi di Inggris telah dikeluarkan undang-undang Perusahaan tahun 1882, dalam peraturan ini diharapkan adanya investigasi yang dilakukan oleh pemeriksan independen untuk perusahaan yang menjual saham. Inilah asal mula profesi akuntan secara resmi (formal).

3. Tahun 1900 – 1930
Sejak tahun 1900 mulai muncul perusahaan-perusahaan besar gres dan pihak-pihak lain yang mempunyai kaitan kepentingan terhadap perusahaan tersebut. Keadaan ini menimbulkan perubahan dalam pelaksanaan tujuan audit. Pelaksanaan audit mulai memakai investigasi secara testing/ pengujian lantaran semakin baiknya sistem akuntansi/ manajemen pembukuan perusahaan, dan tujuan audit bukan hanya untuk menemukan penyelewengan terhadap kebenaran laporan Neraca dan laporan Laba Rugi tetapi juga untuk memilih kewajaran laporan keuangan.

Pada masa ini yang membutuhkan jasa investigasi bukan hanya pemilik dan kreditor, tetapi juga pemerintah dalam memilih besarnya pajak.

4. Tahun 1930 – Sekarang
Sejak tahun 1930 perkembangan bisnis terus merajalela, demikian juga perkembangan sistem akuntansi yang menerapkan sistem pengawasan intern yang baik. Pelaksanaan auditpun menjadi berubah dari pengujian dengan persentase yang masih tinggi menjadi persentase yang lebih kecil (sistem statistik sampling). Tujuan auditpun bukan lagi menyatakan kebenaran tetapi menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan yang terdiri dari Neraca dan Laba Rugi serta Laporan Perubahan Dana. Yang membutuhkan laporan akuntanpun menjadi bertambah yaitu: pemilik, kreditor, pemerintah, serikat buruh, konsumen, dan kelompok-kelompok lainnya menyerupai peneliti, akademisi dan lain-lain.

Peran besar akuntan dalam dunia perjuangan sangat membantu pihak yang membutuhkan laporan keuangan perusahaan dalam menilai keadaan perusahaan tersebut. Hal ini menimbulkan pemerintah AS mengeluarkan aturan ihwal perusahaan Amerika yang menyatakan bahwa setiap perusahaan terbuka Amerika harus diperiksa pembukuannya oleh auditor independen dari Certified Public Accounting Firm (kantor akuntan bersertifikat).

Namun pada tahun 2001 dunia akuntan dikejutkan dengan informasi terungkapnya kondisi keuangan Enron Co. yang dilaporkannya yang terutama didukung oleh penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Para analis pasar menduga bahwa sukses kinerja keuangan Enron di masa kemudian hanyalah hasil rekayasa keuangan Andersen sebagai auditornya.

Kepercayaan terhadap akuntan mulai merosot tajam pada awal tahun 2002, hal ini menciptakan dampak yang sangat besar terhadap kantor akuntan lain. Untuk mencegah hal yang lebih parah, pemerintah AS pada dikala itu segera mengevaluasi hampir semua kantor akuntan termasuk “the big four auditors”. Walaupun masih menerima cacian dari banyak sekali kalangan, para akuntan berusaha untuk memulihkan nama mereka, salah satu caranya yakni dengan mematuhi kode etik akuntan.

Perkembangan Profesi Akuntan di Indonesia
Perkembangan profesi akuntan di Indonesia berdasarkan Olson sanggup dibagi dalam 2 periode yaitu:

1. Periode Kolonial
Selama masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan yakni akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Pada waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi yakni pendidikan tata buku diberikan secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan secara non formal pendidikan akuntansi diberikan pada kursus tata buku untuk memperoleh ijazah.

2. Periode Sesudah Kemerdekaan
Pembahasan mengenai perkembangan akuntan setelah kemerdekaan di bagi ke dalam enam periode yaitu:
a. Periode I [sebelum tahun 1954]
Pada periode I telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi masyarakat bisnis. Hal ini disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin sulit, meruncingnya persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha sehingga makin sangat dirasakan kebutuhan akan penerangan serta nasehat para hebat untuk mencapai perbaikan dalam sistem manajemen perusahaan. Sudah tentu mereka hendak memakai jasa orang-orang yang hebat dalam bidang akuntansi. Kebutuhan akan sumbangan akuntan yang makin besar itu menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak berpengetahuan dan berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai akuntan.
Padahal, pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan syarat yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti pelajaran pada perguruan tinggi negeri dengan hasil baik. Oleh lantaran itu, pemerintah memutuskan peraturan dengan undang-undang untuk melindungi ijazah akuntan semoga pengusaha dan tubuh yang lain tidak tertipu oleh pemakaian gelar “akuntan” yang tidak sah.

b. Periode II [tahun 1954 – 1973]
Setelah adanya Undang-Undang No. 34 tahun 1954 ihwal pemakaian gelar akuntan, ternyata perkembangan profesi akuntan dan auditor di Indonesia berjalan lamban lantaran perekonomian Indonesia pada dikala itu kurang menguntungkan namun perkembangan ekonomi mulai pesat pada dikala dilakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Mengingat terbatasnya tenaga akuntan dan asisten akuntan yang menjadi auditor pada waktu itu, Direktorat Akuntan Negara meminta sumbangan kantor akuntan publik untuk melaksanakan audit atas nama Direktorat Akuntan Negara.

Perluasan pasar profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada dikala pemerintah mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Meskipun pada waktu itu para pemodal “membawa” akuntan publik sendiri dari luar negeri kebutuhan terhadap jasa akuntan publik dalam negeri tetap ada.

Profesi akuntan publik mengalami perkembangan yang berarti semenjak awal tahun 70-an dengan adanya ekspansi kredit-kredit perbankan kepada perusahaan. Bank-bank ini mewajibkan nasabah yang akan mendapatkan kredit dalam jumlah tertentu untuk menyerahkan secara periodik laporan keuangan yang telah diperiksa akuntan publik. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia gres memerlukan jasa akuntan publik jikalau kreditur mewajibkan mereka menyerahkan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik.

c. Periode III [tahun 1973 – 1979]
M. Sutojo pada Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember 1989 memberikan hasil penelitiannya mengenai: Pengembangan Pengawasan Profesi Akuntan Publik di Indonesia, bahwa profesi akuntan publik ditandai dengan satu kemajuan besar yang dicapai Ikatan Akuntan Indonesia dengan diterbitkannya buku Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta tanggal 30 November – 2 Desember 1973. Dengan adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju selangkah lagi lantaran mempunyai standar kerja dalam menganalisa laporan keuangan badan-badan perjuangan di Indonesia. Dalam kongres tersebut disahkan pula Kode Etik Akuntan Indonesia sehingga lengkaplah profesi akuntan publik mempunyai perangkatnya sebagai suatu profesi. Dengan kelengkapan perangkat ini, pemerintah berharap profesi akuntan publik akan menjadi forum penunjang yang handal dan sanggup mendapatkan amanah bagi pasar modal dan pasar uang di Indonesia.

Pada selesai tahun 1976 Presiden Republik Indonesia dalam surat keputusannya nomor 52/1976, memutuskan pasar modal yang pertama kali semenjak memasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar modal di Indonesia, kebutuhan akan profesi akuntan publik meningkat pesat. Keputusan ini jikalau dilihat dari segi ekonomi memang ditujukan untuk pengumpulan modal dari masyarakat, tetapi tindakan ini juga memperlihatkan perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap profesi akuntan publik.

Menurut Katjep dalam “The Perception of Accountant and Accounting Profession in Indonesia” yang dipertahankan tahun 1982 di Texas, A&M University menyatakan bahwa profesi akuntan publik dibutuhkan untuk mengaudit dan memperlihatkan pendapat tanpa catatan (unqualified opinion) pada laporan keuangan yang go public atau memperdagangkan sahamnya di pasar modal.

Untuk lebih mengefektifkan pengawasan terhadap akuntan publik, pada tanggal 1 Mei 1978 dibuat Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung di bawah IAI. Sampai kini seci yang ada di IAI, selain seci akuntan publik, yakni seci akuntan manajemen dan seci akuntan pendidik.

Sophar Lumban Toruan pada tahun 1989 menyampaikan bahwa pertambahan jumlah akuntan yang berpraktek terus meningkat sehingga Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan dengan IAI menciptakan pernyataan bersama yang mengatur hal-hal berikut:

1) Kesepakatan untuk pemakaian PAI dan NPA sebagai suatu landasan objektif yang diterima oleh semua pihak.
2) Kepada wajib pajak tubuh dianjurkan semoga laporan keuangan diperiksa terlebih dahulu oleh akuntan publik sebelum diserahkan kepada Kantor Inspeksi Pajak (sekaran Kantor Pelayanan Pajak). Laporan tersebut akan dipergunakan sebagai dasar penetapan pajak.
3) Kalau terjadi penyimpangan etika profesi (professional conduct) oleh seorang akuntan publik, akan dilaporkan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada IAI untuk diselidiki yang mempunyai kegunaan dalam memutuskan pengenaan sanksi.

Kesepakatan ini kemudian dikuatkan oleh Instruksi Presiden No. 6 tahun 1979 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret 1979 yang menggariskan bahwa laporan keuangan harus didasarkan pada investigasi akuntan publik dan mengikuti PAI. Maksud kode dan surat keputusan tersebut yakni untuk merangsang wajib pajak memakai laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik, dengan memperlihatkan dispensasi pembayaran pajak perseroan dan memperoleh pelayanan yang lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal dengan nama 27 Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam sejarah perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai kerikil ujian bagi akuntan publik dan masyarakat pemakainya.

d. Periode IV [tahun 1979 – 1983]
Periode ini merupakan periode suram bagi profesi akuntan publik dalam pelaksanaan paket 27 Maret. Tiga tahun setelah akomodasi diberikan pemerintah masih ada akuntan publik tidak memanfaatkan maksud baik pemerintah tersebut. Beberapa akuntan publik melaksanakan malpraktik yang sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan cara bekerjasama dengan pihak manajemen perusahaan melaksanakan penggelapan pajak. Ada pula akuntan publik yang tidak menyidik kembali laporan keuangan yang diserahkan oleh perusahaan atau opini akuntan tidak disertakan dalam laporan keuangan yang diserahkan ke kantor inspeksi pajak.

e. Periode V [tahun 1983 – 1989]
Periode ini sanggup dilihat sebagai periode yang berisi upaya konsolidasi profesi akuntan termasuk akuntan publik. PAI 1973 disempurnakan dalam tahun 1985, disusul dengan penyempurnaan NPA pada tahun 1985, dan penyempurnaan kode etik dalam kongres ke V tahun 1986.

Setelah melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memperlihatkan proteksi terhadap masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk mendukung pertumbuhan profesi tersebut. Pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK.001/1986 ihwal Akuntan Publik. Keputusan ini mengatur bidang pekerjaan akuntan publik, mekanisme dan persyaratan untuk memperoleh izin praktik akuntan publik dan pendirian kantor akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang sanggup dijatuhkan kepada kauntan publik yang melanggar persyaratan praktik akuntan publik.

Dengan keputusan Menteri Keuangan tersebut dibuktikan pula sekali lagi komitmen pemerintah yang konsisten kepada pengembangan profesi akuntan publik yaitu dengan mendengar pendapat Ikatan profesi pada kongres ke VI IAI antara lain mengenai: pengalaman kerja yang perlu dimiliki sebelum praktik; keharusan akuntan publik fultimer (kecuali mengajar); izin berlaku tanpa batas waktu; kewajiban pelaporan terjadwal (tahunan) mengenai kegiatan praktik kepada pemberi izin; pembukaan cabang harus memenuhi syarat tertentu; izin diberikan kepada individu bukan kepada kantor; pencabutan izin perlu mendengar pendapat dewan kehormatan IAI; pemohon harus anggota IAI; pengawasan yang lebih ketat kepada akuntan asing.

Pada tahun 1988 diterbitkan petunjuk pelaksaan keputusan Menteri Keuangan melalui Keputusan Direktur Jenderal Moneter No. Kep.2894/M/1988 tanggal 21 Maret 1988. Suatu hal yang fundamental dari keputusan tersebut yakni pelatihan para akuntan publik yang bertujuan:

1) Membantu perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia
2) Memberikan masukan kepada IAI atau seci akuntan publik mengenai liputan yang dikehendaki Departemen Keuangan dalam aktivitas pendidikan
3) Melaksanakan penataran bersama IAI atau IAI-seci akuntan publik mengenai hal-hal yang dianggap perlu diketahui publik (KAP), termasuk mengenai manajemen KAP.
4) Mengusahakan semoga staf KAP abnormal yang diperbantukan di Indonesia untuk memberi penataran bagi KAP lainnya melalui IAI atau IAI-Seksi Akuntan Publik dan membantu pelaksanaannya
5) Memantau laporan terjadwal kegiatan tahunan KAP

Sebelum diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Moneter tersebut, pada tahun 1987 profesi akuntan publik telah mendapatkan tempat terhormat dan strategis dari pemerintah yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 859/KMK.01/1987 ihwal Emisi Efek melalui Bursa yang telah memilih bahwa:

1) Untuk melaksanakan emisi efek, emiten harus memenuhi persyaratan, antara lain: mempunyai laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan public / akuntan negara untuk dua tahun buku terakhir secara berturut-turut dengan pernyataan pendapat “wajar tanpa syarat” untuk tahun terakhir.
2) Laporan keuangan emiten untuk dua tahun terakhir tersebut harus disusun sesuai dengan PABU di Indonesia disertai dengan laporan akuntan publik/ akuntan negara.
3) Jangka waktu antara laporan keuangan dan tanggal pemberian izin emisi imbas dilarang melebihi 180 hari. (M. Sutojo, 1989: 10)

f. Periode VI [tahun 1990 – sekarang]
Dalam periode ini profesi akuntan publik terus berkembang seiring dengan berkembangnya dunia perjuangan dan pasar modal di Indonesia. Walaupun demikian, masih banyak kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para usahawan dan akademisi.

Namun, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:

1) Tumbuhnya pasar modal
2) Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank.
3) Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan kiprah akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
4) Berkembangnya penanaman modal abnormal dan globalisasi kegiatan perekonomian

Pada awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk melaksanakan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia perjuangan tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:

1) Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
2) Makin baiknya transportasi dan komunikasi
3) Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
4) Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akhir dari fenomena pertama dan kedua.

Konsekuensi perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan menimbulkan:

1) Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya mencakup investigasi akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
2) Kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuan.
3) Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin bermacam-macam dan rumit.

Pendapat yang dikemukakan Olson tersebut di atas cukup sesuai dan relevan dengan fungsi akuntan yang intinya berafiliasi dengan sistem informasi akuntansi. Dari pemaparan yang telah dikemukakan, profesi akuntan diharapkan sanggup mengantisipasi keadaan untuk pengembangan profesi akuntan di masa yang akan datang.

sumber :
- Buku Setengah Abad Profesi Akuntansi, Theodorus M Tuanakotta
- http://tugasku.netgoo.org/t233-sejarah-masing-etika-profesi
     - http://books.google.co.id/
     - candysweet-aina.blogspot.com/search?q=14/perkembangan-akuntansi-publik/
     - http://id.wikipedia.org/wiki/IAI
     - http://id.wikipedia.org/wiki/IAPI
     - http://warnadunia.com/
     - http://www.e-dukasi.net/
     - http://www.sinarharapan.co.id/berita/0202/19/opi01
     - https://info.perbanasinstitute.ac.id/makalah/K-PEAK04.pdf

 

Sumber http://fuzudhoz.blogspot.com

0 Response to "Sejarah Perkembangan Profesi Akuntan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel