Skripsi Pendidikan Pkn Kesadaran Aturan Masyarakat Perihal Perkawinan Di Anak-Anak Terhadap Hak Anak Berdasarkan Uu No. 1 Th 1974 Dan Uu No.23 Th 2002
(KODE : PEND-PKN-0023) : SKRIPSI PENDIDIKAN PKN KESADARAN HUKUM MASYARAKAT TENTANG PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TERHADAP HAK ANAK MENURUT UU NO. 1 TH 1974 DAN UU NO. 23 TH 2002
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Maraknya pelanggaran aturan terhadap hak-hak anak kini ini menjadi perdebatan yang luas oleh khalayak ramai, ada orang renta yang tega menggauli anaknya sendiri ada pula orang renta yang tega menjual bahkan menikahkan anak yang masih di anak-anak alasannya yaitu alasan-alasan yang bekerjsama tidak sanggup diterima oleh anak, hal ini mengambarkan bahwa kurang adanya kesadaran aturan dari orang renta maupun masyarakat terhadap hak anak yang mana kesadaran itu sendiri berdasarkan Sudikno Mertokusumo merupakan sesuatu perihal apa yang seyogyanya kita lakukan atau perbuat atau yang seyogyanya tidak kita lakukan atau perbuat terutama terhadap orang lain.
Anak sebagai generasi muda, merupakan potensi dan penerus harapan usaha bangsa. Anak merupakan modal pembangunan yang akan mempertahankan, memelihara dan membuatkan hasil pembangunan yang ada. Oleh alasannya yaitu itu, Anak memerlukan dukungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, harmonis dan seimbang. Kedudukan anak dalam aturan yaitu sebagai Subyek Hukum di tentukan dari bentuk dan si stem terhadap anak sebagai kelompok masyarakat dan tergolong tidak bisa atau di bawah umur. (UU No. 23 Tahun 2002).
Dalam Hukum Positif Indonesia yang mengatur perihal Perkawinan tertuang dalam UU No. l Tahun 1974 menyatakan bahwa "Perkawinan yaitu Ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (Rumah Tangga) yang senang dan abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
Bagi Perkawinan tersebut tentunya di perbolehkan bagi mereka yang telah memenuhi batasan usia untuk melangsungkan perkawinan menyerupai dalam Pasal 7 ayat 1 UU No. l Tahun 1974 yang berbunyi "Batasan usia untuk melangsungkan perkawinan itu laki-laki telah berusia 19 (Sembilan belas) Tahun dan perempuan telah mencapai usia 16 (Enam belas) Tahun". Secara eksplisit ketentuan tersebut di jelaskan bahwa setiap perkawinan yang dilakukan oleh calon pengantin prianya yang belum berusia 19 tahun atau wanitanya belum berusia 16 tahun disebut sebagai "Perkawinan di bawah umur". Bagi perkawinan di anak-anak ini yang belum memenuhi batas usia perkawinan, pada hakikatnya di sebut masih berusia muda (anak-anak) yang ditegaskan dalam Pasal 81 ayat 2 UU No. 23 Tahun 2002, "Bahwa anak yaitu seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, dikategorikan masih anak-anak termasuk anak yang masih dalam kandungan, apabila melangsungkan perkawinan tegas di katakan yaitu perkawinan di bawah umur.
Hal semacam ini merupakan suatu pemangkasan kebebasan hak anak dalam memperoleh Hak hidup sebagai dewasa yang berpotensi untuk tumbuh, berkembang dan berpotensi secara positif sesuai apa yang di garis bawahi agama. Jika anak masih berusia muda bisa dikatakan kekerasan dan diskriminasi terhadap anak-anak menyerupai yang telah di jelaskan dalam Pasal 81 ayat 2 UU No. 23 Tahun 2002, dalam ayat itu di jelaskan bahwa "Barang siapa dengan sengaja melaksanakan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak melaksanakan hubungan persetubuhan dengannya atau orang lain maka beliau sanggup di pidanakan atau di denda sedikitnya 60 juta", jadi terang bagi orang renta berkewajiban mencegah adanya perkawinan di bawah umur.
Namun kenyataannya perkawinan di anak-anak merupakan insiden yang di anggap masuk akal dan lazim dalam masyarakat Indonesia, tidak terkecuali pula bagi masyarakat di Desa X, yang di huni sekitar 8958 penduduk. Adanya penelitian terdahulu juga mengambarkan bahwa terjadinya perkawinan di anak-anak banyak di pengaruhi oleh faktor rendahnya pendidikan seseorang dan adanya anggapan bahwa perempuan intinya selalu berada di dapur, mereka mengemban kiprah untuk melayani suami dan mendidik anak .
Pemikiran di atas tentu sangat kontras dengan perkembangan IPTEK dikala ini dan seolah menjadi hal yang menarik perhatian, alasannya yaitu bagaimanapun fatwa semacam ini nyatanya bisa mengikis serta mematahkan semangat anak untuk berkarya dan berkembang, baik secara fisik, mental maupun sosial sesuai dengan tingkat kematangannya.
Orang renta kurang menyadari bahwa pemaksaan kehendak terhadap anak yaitu bentuk diskriminasi dan eksploitasi, hal ini melanggar hak anak termasuk melanggar aturan positif yang berlaku di Indonesia, yaitu sebagaimana yang terdapat dalam UU No. 1 Tahun 1974 perihal Perkawinan dan UU No. 23 Tahun 2002 perihal Perlindungan Anak.
Mengingat pentingnya kesadaran aturan masyarakat perihal perkawinan di anak-anak terhadap hak anak, serta akhir yang akan di timbulkan atas pelanggaran tersebut, maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul "KESADARAN HUKUM MASYARAKAT TENTANG PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TERHADAP HAK ANAK MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1974 DAN UU NO.23 TAHUN 2002".
0 Response to "Skripsi Pendidikan Pkn Kesadaran Aturan Masyarakat Perihal Perkawinan Di Anak-Anak Terhadap Hak Anak Berdasarkan Uu No. 1 Th 1974 Dan Uu No.23 Th 2002"
Posting Komentar