iklan banner

Upah Dan Pesangon Buruh


Pada pertengahan tahun 2006 kontroversi mengenai revisi Undang-undang nomor 13 tahun 2003 wacana Ketenagakerjaan. Revisi UU ini diharapakan untuk memperbaiki iklim investasi dan ekonomi bangsa Indonesia pasca krisis. Meski revisi UU ini tak seheboh RUU Antipornografi dan Pornoaksi, tapi sudah melibatkan tripartite (pemerintah, pengusaha dan buruh). Hubungan industrial yang kurang sehat dengan banyaknya demo para buruh, khususnya mengenai upah dinilai oleh sebagian pengusaha merupakan kerugian yang besar. Dan dukungan upah yang minim tanpa mempertimbangkan kebutuhan ekonomi buruh dinilai sebagian besar buruh sebagai penindasan dan pelecehan terhadap sumbangsih kinerjanya.


Paradigma dasar inilah yang ketika ini terus berkembang. Meski tujuan revisi UU ketenagakerjaan dimaksudkan untuk membuat korelasi industrial yang baik dan serasi antara pekerja dan pengusaha yang mengarah kepada kemitraan dan menarik masuknya investasi. Akan tetapi pandangan buruh sebagai pekerja di perusahaan tidak sepenuhnya menyerupai itu. Revisi UU ini hanya dimaksudkan untuk memasung hak-hak buruh. Oleh alasannya itu pembahasan revisi UU ketenagakerjaan hingga ketika ini masih a lot.

Urgensi permaslahan ini terletak pada 4 kasus yaitu, outsourcing, Upah buruh, Pesangon dan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Penetapan upah buruh yang sudah desentralisasi tergantung dengan tempat masing-masing memang sebuah terobosan yang sinkron dengan kurun otonomi daerah. Akan tetapi hal ini sanggup saja menjadikan problem baru, alasannya sanggup timbul perasaan iri antar buruh antar tempat satu dengan tempat yang lainnya. Oleh alasannya itu perlu metode dan konsep penetapan upah yang sesuai dengan masing-masing tempat yang ada di Indonesia.

Pasca ditolaknya revisi UU ketenagakerjaan oleh sebagian besar anggota dewan perwakilan rakyat RI dan DPD, Pemerintah mengalihkan perhatiannya dengan membuat peraturan perundang-undangan melalui Peraturan Pemerintah (PP). Rencana PP ini mengatur 4 klausul controversial di atas, khususnya mengenai pesangon. Perubahan pelembagaan dalam dukungan pesangon merupakan terobosan pemerintah untuk menghindari perusahan-perusahan yang gulung tikar kemudian pesangon tidak dibayarkan kepada buruh, karenanya buruh pengangguran dan tidak sanggup pesangon dari perusahaan.

Pembayaran pesangon yang sebelumnya diamanatkan kepada masing-masing perusahaan akan dialihkan kepada PT Jamsostek. Dengan pengalihan ini diharapkan pengusaha membayar pesangon pekerjanya kepada PT Jamsostek tiap bulan yang berasal dari pemotongan upah buruh. Upaya ini diprediksi sanggup mengantisipasi semoga pesangon buruh tetap terbayar apabila perusahaan gulung tikar atau pailit. Hal ini merupakan peningkatan jaminan social bagi tenaga kerja.

Upah dan pesangon buruh selalu dijadikan kambing hitam bagi tidak sehatnya iklim investasi di Indonesia. Memberi kesan bahwa, seperti hanya upah dan pesangon yang menjadi penyebab tidak sehatnya iklim investasi, padahal masih banyak factor yang mepengaruhi iklim investasi, menyerupai bidang perpajakan, bea cukai, mekanisme birokrasi yang berbelit-belit khususnya mengenai perijinan dan sebagainya. 

Kedudukan upah dan pesangon sebagai sarana penunjang kesejahteraan buruh disamping jaminan social yang lain merupakan ruang lingkup yang cukup luas, apabila dihubungkan dengan peningkatan produktivitas sebuah perusahaan. Banyak factor untuk meningkatkan produktivitas antara lain, kebijakan pemerintah, korelasi industrial yang baik, manjemen perusahaan yang bagus, keselamatan dan kesehatan pekerja, sarana produksi dan teknologi, upah & pesangon, jamsostek, keamanan, dan peningkatan sumber daya insan dalam hal ini buruh atau pekerja dengan pendidikan, pelatihan, motivasi kerja, perilaku mental dan fisik.

Factor-faktor di atas merupakan satu kesatuan yang tidak sanggup dilepaskan satu dengan yang lainnya dalam peningkatan produktivitas. Di antara factor-faktor di atas yang sering menjadi pemicu kontroversi atau korelasi bipatrit (pengusaha dengan pekerja) yang tidak sehat ialah upah dan pesangon. Karena upah dan pesangon ini sangat dekat hubungannya dengan harga produksi dan penambahan atau pengurangan tenaga kerja (buruh). Hal inilah yang dilematis dalam korelasi industrial khususnya korelasi bipatrit. 

Penetapan upah dan pesangon yang terkadang kurang mempertimbangkan factor ekonomi dari buruh menjadikan reaksi yang keras dari buruh. Begitu juga sebaliknya penetapan upah dan pesangon yang terlalu memanjakan buruh sanggup menjadi boomerang bagi pengusaha dan ujung-ujungnya PHK dan pengangguran dimana-mana. Maka diharapkan pertimbangan-pertimbangan khusus dalam menetapkan upah dan pesangon, semoga korelasi industrial bipatrit membaik dan kondusif.

Sumber http://jubahhukum.blogspot.com

0 Response to "Upah Dan Pesangon Buruh"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel