iklan banner

Psikologi Forensik

Pengantar Psikologi Forensik


The committee on ethical Guidelines for Forensik Psychology mendefinisikan psikologi forensik sebagai semua bentuk layanan psikologi yang dilakukan di dalam hukum. Luasnya bidang psikologi forensik dan penggunaan istilah yang bermacam-macam menciptakan seringkali masyarakat menjadi galau akan kiprah psikolog forensik serta istilah yang paling sempurna digunakan. Ada yang memakai istilah psychology and criminology, psychology of court room, investigative psychology. Meliala (2008) menyatakan psikologi forensik merupakan istilah yang sanggup memayungi luasnya cakupan keilmuan psikologi forensik. Komunitas psikologi forensik di Indonesia juga menyepakati istilah psikologi forensik dengan membentuk komunitas minat di bawah HIMPSI dengan nama Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (APSIFOR).

Psikolog forensik yakni psikolog yang mengaplikasikan ilmunya untuk membantu penyelesaian problem hukum. Di Indonesia, profesi psikolog forensik masih kurang dikenal, baik di kalangan psikolog maupun di kalangan pegawapemerintah hokum.

Tugas psikolog forensik pada proses peradilan pidana yakni membantu pada ketika pemeriksaan di kepolisian, di kejaksaan, di pengadilan maupun ketika terpidana berada di forum pemasyarakatan. Gerak psikolog dalam peradilan terbatas dibanding dengan jago hukum. Psikolog sanggup masuk dalam peradilan sebagai saksi jago (UU RI nomor 8 tahun 1981 perihal KUHAP). Oleh sebab itu diharapkan promosi kepada bidang aturan akan pentingnya psikologi dalam permasalahan hukum, sehingga dalam kasus-kasus pidana, jago aturan mengundang psikologi. Tanpa permintaan pegawapemerintah hukum, maka psikologi akan tetap berada di luar sistem dan kebanyakan menjadi ilmuwan, dan bukan sebagai praktisi psikolog forensik. 

Inti kompetensi psikolog yakni asesmen, intervensi, dan prevensi. Yang membedakan psikolog forensik dengan psikolog lainnya yakni konteks daerah ia bekerja. Psikolog forensik menerapkan kompetensi asesmen, intervensi, dan prevensinya dalam konteks permasalahan hukum.

Interogasi bertujuan biar pelaku mengakui kesalahannya. Teknik usang yang dipakai polisi yakni dengan melaksanakan kekerasan fisik, teknik ini banyak mendapat kecaman sebab orang yang tidak bersalah sanggup mengakui kesalahan akhir tidak tahan akan kekerasan fisik yang diterimanya. Teknik interogasi dengan memakai teori psikologi sanggup dipakai contohnya dengan teknik maksimalisasi dan minimalisasi (Kassin & McNall dalam Constanzo, 2006). Psikolog forensik sanggup memberi training kepada polisi perihal teknik interogasi yang memakai prinsip psikologi. 

Criminal profiling sanggup disusun dengan sumbangan teori psikologi. Psikolog forensik sanggup membantu polisi melacak pelaku dengan menyusun profil kriminal pelaku. Misal pada masalah teroris sanggup disusun criminal profile dari teroris, yang berkhasiat dalam langkah penyidikan di kepolisian maupun masukan bagi hakim (misalnya apakah sempurna teroris dieksekusi mati atau hanya seumur hidup).

Psikolog forensik juga sanggup membantu polisi dengan melaksanakan asesmen untuk menawarkan citra perihal kondisi mental pelaku. 

Pada Korban. Beberapa masalah dengan stress berat yang berat menolak untuk menceritakan tragedi yang dialaminya. Psikolog forensik sanggup membantu polisi dalam melaksanakan penggalian informasi terhadap korban, misal pada belum dewasa atau perempuan korban kekerasan dibutuhkan keterampilan biar korban merasa nyaman dan terbuka. Penggalian korban perkosaan pada anak yang masih sangat belia sanggup dipakai alat bantu boneka (Probowati, 2005). 

Psikolog forensik sanggup melaksanakan otopsi psikologi. Pada masalah di Malang ketika seorang ibu yang membunuh 4 anaknya dan ia bunuh diri. Seorang psikolog sanggup menyusun otopsi psikologis menurut sumber bukti tidak eksklusif yaitu catatan yang ditinggalkan oleh almarhum, data yang diperoleh dari teman, keluarga korban atau sahabat kerja. Tujuan otopsi psikologi yakni merekonstruksi keadaan emosional, kepribadian, pikiran, dan gaya hidup almarhum. Otopsi psikologi akan membantu polisi dalam menyimpulkan kemungkinan korban dibunuh atau bunuh diri.

Pada saksi. Proses peradilan pidana tergantung pada hasil pemeriksaan trehadap saksi, sebab baik polisi, jaksa dan hakim tidak melihat eksklusif tragedi perkara. Penelitian menemukan hakim dan juri di Amerika menaruh kepercayaan 90 % terhadap pernyataan saksi, padahal banyak penelitian yang mengambarkan bahwa kesaksian yang diberikan saksi banyak yang bias. Diperlukan teknik pemeriksaan saksi yang sempurna a.l: teknik hipnosis dan wawancara kognitif. 

Teknik hipnosis dipakai ketika informasi perihal suatu tragedi tidak ada kemajuan yang berarti atau pada Saksi/korban yang emosional (malu, marah) dan menghilangkan memorinya. Dengan teknik hipnosis, ia merasa bebas dan sanggup memunculkan ingatannya kembali.

Wawancara kognitif merupakan teknik yang diciptakan oleh Ron Fisher dan Edward Geiselman tahun 1992. Tujuannya yakni untuk meningkatkan proses retrieval yang akan meningkatkan kuantitas dan kualitas informasi dengan cara menciptakan saksi/korban merasa relaks, dan kooperatif. Geiselman menemukan bahwa teknik wawancara kognitif menghasilkan 25-35 % lebih banyak dan akurat dibanding teknik wawancara standar kepolisian. Psikolog forensik sanggup melaksanakan training teknik pemeriksaan saksi pada polisi.

Pengadilan

Peran psikolog forensik dalam peradilan pidana di pengadilan, sanggup sebagai saksi ahli, bagi korban (misal masalah KDRT, masalah dengan korban anak-anakseperti perkosaan,dan penculikan anak), dan bagi pelaku dengan permasalahan psikologis (misal Mental retarded, pedophilia, dan psikopat).

Psikolog forensik juga sanggup bekerja untuk pengacara dalam menawarkan masukan terkait dengan jawaban-jawaban yang harus diberikan kliennya biar tampak meyakinkan. Sebelum persidangan yang sesungguhnya, psikolog merancang kalimat, lisan dan gaya yang akan ditampilkan terdakwa biar ia tidak mendapat sanksi yang berat.

Sumber http://jubahhukum.blogspot.com

0 Response to "Psikologi Forensik"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel