iklan banner

Keadilan (Al-Adalah)

     QS. An-Nisa [4]: 58-59

Sesungguhnya Allah menyuruh kau memberikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila memutuskan aturan di antara insan supaya kau memutuskan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah yaitu Maha mendengar lagi Maha melihat. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian bila kau berlainan pendapat ihwal sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), bila kau benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baiik akibatnya.”
(QS. An-Nisa: 58-59)
Asbabun Nuzzul:
            Diketengahkan oleh Ibnu Murdawaih dari jalur Kalbi dari Abu Shalih dari Ibnu Abbas, katanya: “Tatkala Rasulullah saw membebaskan kota Mekkah, di panggilnya Utsman bin Thalhah, kemudian sesudah tiba maka sabdanya: “coba lihat kunci ka’bah”, kemudian diambilkannya tatkala Utsman mengulurkan tangannya untuk menyerahkan kunci itu, tiba-tiba Abbas bangkit, seraya katanya: “wahai Rasulullah, demi ibu bapakku yang menjadi tebusanmu, gabungkanlah kiprah ini dengan pelayanan minuman jemaah”.
            Mendengar itu Ustman pun menahan tangannya, maka sabda Rasulullah saw: “berikanlah kunci itu, hai Utsman”. Maka jawabannya: “inilah amanat dari Allah”. Maka Rasulullah pun bangkitlah, lali dibukanya ka’bah dan kemudian keluar, kemudian bertawaf sekeliling Baitullah. Kemudian Jibril pun menurunkan wahyu biar mengembalikan kunci, maka dipanggilya Utsman bin Thalhah kemudian diserahkannya kunci itu kepadanya, kemudian dibacakannya ayat “Sesungguhnya Allah menyuruhmu supaya kau memberikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kau memutuskan aturan diantara insan hendaknya kau menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat”.[1]
            Diketengahkannya oleh Syu’bah dalam tafsirnya dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij, katanya “Ayat ini diturunkan mengenai Utsman bin Thalhah, yang Rasulullah mendapatkan kunci Ka’bah daripadanya. Dengan kunci itu dia memasuki Baitullah pada hari pembebasan, kemudian keluar seraya membaca ayat ini. Katanya pula, “Kata Umar bin Khathab:”tatkala Rasulullah keluar dari ka’bah sambil membaca ayat ini, dan demi ibu bapak yang menjadi tebusannya, tidak pernah saya dengar ia membacanya sebelum oyi”. Kata saya :”jika dilihat dari sini ternyata surat tersebut turun dalam ruangan Ka’bah”.[2]
Firman Allah swt:
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan Taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan)  diantara kamu. Kemudian, bila kau berbeda pendapat ihwal sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunahnya), bila kau beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang denikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
            Berbeda dengan citra sejumlah masyarakat yang memandang agama sebagai perkara individu dan relasi antara dirinya dan pencipta, agama samawi, khususnya Islam, ajarannya diperuntukkan bagi individu dan sosial. Islam bahkan melihat iktikad dan agama mempunyai kelaziman untuk memelihara keadilan dan amanah dalam masyarakat.[3]
Dalam beberapa riwayat disebutkan, “Jangan kalian melihat lamanya ruku dan sujud seseorang, tetapi lihatlah kejujuran dan amanahnya. Karena khianat dalam amanah memberikan kemunafikan dan sifat bermuka dua. Makna amanah sangat luas meliputi amanah harta, ilmu dan keluarga. Bahkan dalam beberapa riwayat, kepemimpinan sosial dikategorikan sebagai amanah  ilahi yang besar, dimana masyarakat harus berhati-hati dan menyerahkannya kepada seorang yang saleh dan layak. Bahkan kunci kebahagiaan masyarakat terletak pada kepemimpinan yang saleh dan professional. Sebaliknya, sumber dari kesulitan sosial yaitu para pemimpin yang tidak saleh dan korup.
Dalam ayat 58 dijelaskan yang paling menonjol dalam berzakat yaitu memberikan amat dan memutuskan perkara diantara insan dengan cara yang adil. Allah memerintahkan kedua amal tersebut. Khusus untuk ayat ini para mufasir banyak mengaitkanya dengan persoalan pemerintahan atau urusan negara.[4] Oleh sebab itu, apabila seseorang telah diserahi amat tertentu, ia harus melakukan amanah tersebut dengan adil. Hal ini penting sebab dalam menunaikan  diri kita niscaya akan berhadapan dengan masyarakat dari banyak sekali kelompok yang beragam.


                          [1]Imam Jalaluddin Al-Mahalli,Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Algensio, 2009), hlm 424.
         [2]Ibid.
           [3]candysweet-aina.blogspot.com/search?q=21/keadilan-dalam-perspektif-islam/, diakses tanggal 17 November 2016 pukul 16:30 WIB.

Sumber http://nadyanuraisyah.blogspot.com

0 Response to "Keadilan (Al-Adalah)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel