iklan banner

Revolusioner Yang Terlupakan




Tan Malaka atau Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka (lahir di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 19 Februari 1896 – meninggal di Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, 16 April 1949 pada umur 53 tahun) yaitu seorang penggagas pejuang nasionalis Indonesia, seorang pemimpin sosialis, dan politisi yang mendirikan Partai Murba. Pejuang yang militan, radikal dan revolusioner ini banyak melahirkan pemikiran-pemikiran yang berbobot dan berperan besar dalam sejarah usaha kemerdekaan Indonesia. Dengan usaha yang gigih maka ia dikenal sebagai tokoh revolusioner yang legendaris.

Dia kukuh mengkritik terhadap pemerintah kolonial Hindia-Belanda maupun pemerintahan republik di bawah Soekarno pasca-revolusi kemerdekaan Indonesia. Walaupun berpandangan sosialis, ia juga sering terlibat konflik dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Tan Malaka menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam pembuangan di luar Indonesia, dan secara tak henti-hentinya terancam dengan penahanan oleh penguasa Belanda dan sekutu-sekutu mereka. Walaupun secara terang disingkirkan, Tan Malaka sanggup memainkan tugas intelektual penting dalam membangun jaringan gerakan sosialis internasional untuk gerakan anti penjajahan di Asia Tenggara. Ia dinyatakan sebagai "Pahlawan revolusi nasional" melalui ketetapan DPR dalam sebuah undang-undang tahun 1963.

Tan Malaka juga seorang pendiri partai Murba, berasal dari Sarekat Islam (SI) Jakarta dan Semarang. Ia dibesarkan dalam suasana semangatnya gerakan modernis Islam Kaoem Moeda di Sumatera Barat.

Tokoh ini diduga besar lengan berkuasa sebagai orang di belakang bencana penculikan Sutan Sjahrir bulan Juni 1946 oleh "sekelompok orang tak dikenal" di Surakarta sebagai akhir perbedaan pandangan usaha dalam menghadapi Belanda.

Riwayat 

  • Saat berumur 16 tahun, 1912, Tan Malaka dikirim ke Belanda. 
  • Tahun 1919 ia kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai guru disebuah perkebunan di Deli. Ketimpangan sosial yang dilihatnya di lingkungan perkebunan, antara kaum buruh dan tuan tanah menimbulkan semangat radikal pada diri Tan Malaka muda.
  • Tahun 1921, ia pergi ke Semarang dan bertemu dengan Semaun dan mulai terjun ke kancah politik
  • Saat kongres PKI 24-25 Desember 1921, Tan Malaka di undang dalam aktivitas tersebut.
  • Januari 1922 ia ditangkap dan dibuang ke Kupang.
  • Pada Maret 1922 Tan Malaka diusir dari Indonesia dan mengembara ke Berlin, Moskwa dan Belanda.


Pada tahun 1921 Tan Malaka telah terjun ke dalam gelanggang politik. Dengan semangat yang berkobar dari sebuah gubuk miskin, Tan Malaka banyak mengumpulkan pemuda-pemuda komunis. Pemuda cerdas ini banyak juga berdiskusi dengan Semaun (wakil ISDV) mengenai pergerakan revolusioner dalam pemerintahan Hindia Belanda. Selain itu juga merencanakan suatu pengorganisasian dalam bentuk pendidikan bagi anggota-anggota PKI dan SI (Sarekat Islam) untuk menyusun suatu sistem wacana kursus-kursus kader serta ajaran-ajaran komunis, gerakan-gerakan agresi komunis, keahlian berbicara, jurnalistik dan keahlian memimpin rakyat. Namun pemerintahan Belanda melarang pembentukan kursus-kursus semacam itu sehingga mengambil tindakan tegas bagi pesertanya.

Melihat hal itu Tan Malaka memiliki niat untuk mendirikan sekolah-sekolah sebagai belum dewasa anggota SI untuk penciptaan kader-kader baru. Juga dengan alasan pertama: memberi banyak jalan (kepada para murid) untuk mendapat mata pencaharian di dunia kapitalis (berhitung, menulis, membaca, ilmu bumi, bahasa Belanda, Melayu, Jawa dan lain-lain); kedua, memperlihatkan kebebasan kepada murid untuk mengikuti kegemaran mereka dalam bentuk perkumpulan-perkumpulan; ketiga, untuk memperbaiki nasib kaum miskin. Untuk mendirikan sekolah itu, ruang rapat SI Semarang diubah menjadi sekolah. Dan sekolah itu bertumbuh sangat cepat hingga sekolah itu semakin usang semakin besar.

Perjuangan Tan Malaka tidaklah hanya sebatas pada usaha mencerdaskan rakyat Indonesia pada ketika itu, tapi juga pada gerakan-gerakan dalam melawan ketidakadilan menyerupai yang dilakukan para buruh terhadap pemerintahan Hindia Belanda lewat VSTP dan aksi-aksi pemogokan, disertai selebaran-selebaran sebagai alat propaganda yang ditujukan kepada rakyat biar rakyat sanggup melihat adanya ketidakadilan yang diterima oleh kaum buruh.

Seperti dikatakan Tan Malaka pada pidatonya di depan para buruh “Semua gerakan buruh untuk mengeluarkan suatu pemogokan umum sebagai pernyataan simpati, apabila nanti menglami kegagalan maka pegawai yang akan diberhentikan akan didorongnya untuk berjuang dengan gigih dalam pergerakan revolusioner”.

Pergulatan Tan Malaka dengan partai komunis di dunia sangatlah jelas. Ia tidak hanya memiliki hak untuk memberi usul-usul dan dan mengadakan kritik tetapi juga hak untuk mengucapkan vetonya atas aksi-aksi yang dilakukan partai komunis di kawasan kerjanya. Tan Malaka juga harus mengadakan pengawasan supaya anggaran dasar, aktivitas dan seni administrasi dari Komintern (Komunis Internasional) dan Profintern menyerupai yang telah ditentukan di kongres-kongres Moskwa diikuti oleh kaum komunis dunia. Dengan demikian tanggung-jawabnya sebagai wakil Komintern lebih berat dari keanggotaannya di PKI.

Sebagai seorang pemimpin yang masih sangat muda ia meletakkan tanggung jawab yang sangat berat pada pundaknya. Tan Malaka dan sebagian kawan-kawannya memisahkan diri dan kemudian tetapkan kekerabatan dengan PKI, Sardjono-Alimin-Musso.

Pemberontakan 1926 yang direkayasa dari Keputusan Prambanan yang berakibat bunuh diri bagi usaha nasional rakyat Indonesia melawan penjajah waktu itu. Pemberontakan 1926 hanya merupakan gejolak kerusuhan dan keributan kecil di beberapa kawasan di Indonesia. Maka dengan gampang dalam waktu singkat pihak penjajah Belanda sanggup mengakhirinya. Akibatnya ribuan pejuang politik ditangkap dan ditahan. Ada yang disiksa, ada yang dibunuh dan banyak yang dibuang ke Boven Digoel, Irian Jaya. Peristiwa ini dijadikan dalih oleh Belanda untuk menangkap, menahan dan membuang setiap orang yang melawan mereka, sekalipun bukan PKI. Maka perjaungan nasional mendapat pukulan yang sangat berat dan mengalami kemunduran besar serta lumpuh selama bertahun-tahun.

Tan Malaka yang berada di luar negeri pada waktu itu, berkumpul dengan beberapa temannya di Bangkok. Di ibu kota Thailand itu, bersama Soebakat dan Djamaludddin Tamin, Juni 1927 Tan Malaka memproklamasikan berdirinya Partai Republik Indonesia (PARI). Dua tahun sebelumnya Tan Malaka telah menulis "Menuju Republik Indonesia". Itu ditunjukkan kepada para pejuang intelektual di Indonesia dan di negeri Belanda. Terbitnya buku itu pertama kali di Kowloon, Hong Kong, April 1925.

Prof. Mohammad Yamin, dalam karya tulisnya "Tan Malaka Bapak Republik Indonesia" memberi komentar: "Tak ubahnya daripada Jefferson Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina pecah…."

Madilog
Madilog merupakan istilah gres dalam cara berpikir, dengan menghubungkan ilmu bukti serta menyebarkan dengan jalan dan metode yang sesuai dengan akar dan urat kebudayaan Indonesia sebagai bab dari kebudayaan dunia. Bukti yaitu fakta dan fakta yaitu lantainya ilmu bukti. Bagi filsafat, idealisme yang pokok dan pertama yaitu akal (mind), kesatuan, pikiran dan penginderaan. Filsafat materialisme menganggap alam, benda dan realita konkret obyektif sekeliling sebagai yang ada, yang pokok dan yang pertama.

Bagi Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika) yang pokok dan pertama yaitu bukti, walau belum sanggup diterangkan secara rasional dan logika tapi bila fakta sebagai landasan ilmu bukti itu ada secara konkrit, sekalipun ilmu pengetahuan secara rasional belum sanggup menjelaskannya dan belum sanggup menjawab apa, mengapa dan bagaimana.

Semua karya Tan Malaka dan permasalahannya didasari oleh kondisi Indonesia. Terutama rakyat Indonesia, situasi dan kondisi nusantara serta kebudayaan, sejarah kemudian diakhiri dengan bagaimana mengarahkan pemecahan masalahnya. Cara tradisi konkret bangsa Indonesia dengan latar belakang sejarahnya bukanlah cara berpikir yang teoritis dan untuk mencapai Republik Indonesia sudah beliau cetuskan semenjak tahun 1925 lewat Naar de Republiek Indonesia.

Jika membaca karya-karya Tan Malaka yang mencakup semua bidang kemasyarakatan, kenegaraan, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan hingga kemiliteran (Gerpolek-Gerilya-Politik dan Ekonomi, 1948), maka akan ditemukan benang putih keilmiahan dan ke-Indonesia-an serta benang merah kemandirian, perilaku konsisten yang terang dalam gagasan-gagasan serta perjuangannya.


Peristiwa 3 Juli 1946 yang didahului dengan penangkapan dan penahanan Tan Malaka bersama pimpinan Persatuan Perjuangan, di dalam penjara tanpa pernah diadili selama dua setengah tahun. Setelah meletus pemberontakan FDR/PKI di Madiun, September 1948 dengan pimpinan Musso dan Amir Syarifuddin, Tan Malaka dikeluarkan begitu saja dari penjara akhir bencana itu.

Di luar, sesudah mengevaluasi situasi yang amat parah bagi Republik Indonesia akhir Perjanjian Linggajati 1947 dan Renville 1948, yang merupakan buah dari hasil diplomasi Sutan Syahrir dan Perdana Menteri Amir Syarifuddin, Tan Malaka merintis pembentukan Partai MURBA, 7 November 1948 di Yogyakarta.

Pada tahun 1949 tepatnya bulan Februari Tan Malaka hilang tak tentu rimbanya, mati tak tentu kuburnya di tengah-tengah usaha bersama Gerilya Pembela Proklamasi di Pethok, Kediri, Jawa Timur. Tapi hasilnya misteri tersebut terungkap juga dari penuturan Harry A. Poeze, seorang Sejarawan Belanda yang menyebutkan bahwa Tan Malaka ditembak mati pada tanggal 21 Februari 1949 atas perintah Letnan dua Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya[1].

Direktur Penerbitan Institut Kerajaan Belanda untuk Studi Karibia dan Asia Tenggara atau KITLV, Harry A Poeze kembali merilis hasil penelitiannya, bahwa Tan Malaka ditembak pasukan Tentara Nasional Indonesia di lereng Gunung Wilis, tepatnya di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri pada 21 Februari 1949.

Namun menurut keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Soekarno 28 Maret 1963 tetapkan bahwa Tan Malaka yaitu seorang hero kemerdekaan Nasional.


Sumber http://jubahhukum.blogspot.com

0 Response to "Revolusioner Yang Terlupakan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel