Perbedaan Antropologi Dengan Adat
Perbedaan Antropologi dengan Adat - Pada abat ke-18 para ilmuan barat banyak tertarik pada bahn-bahan perihal bangsa -bangsa dan suku-suku bangsa (etnografi) di negara-negara jajahan, menyerupai di asia, afrika dan amerika. Bahan etnografi itu berasal dari karya-karya laporan para pengelena, musafir atau pelaut, petugas-petugas agama atau pegawai-pegawai pemrintah jajahan.
Tetap kalau tidak kita lihat segi insan yang melaksanakan penelitian dan menempatkannya menjadi ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, mak sanggup dilihat adanya perbedaan latar belakang budayanya. Para sarajan eropa kontinental, menyerupai dari jerman dan be;anda lebih banyak beriorentasi pada norma-norma aturan (normwissnschaften atau sollenwissnschaften) sedangkan para sarjan ari anglo-amerikan, lebih banyak beriorentasi pada perilaku-prilaku aturan atau peristiw-peristiwa aturan yang konkret (tatsachenwissnschaften atau seinwissnchaften). Kaprikornus tidakalah heran kalau hoebel sebagai spesialis antropologi aturan menyatakan bahwa :
‘’thus although the dutch in their works at idealized norm, their eports reveal a quality of accuracy and the fell of a greater reality most of the german products. Nevertheles, the systematic dutch adat-law studies, based as they are no the ideological approach, pay little attention to the testing of principles by cases, to the nature of he sanctions used, or to devition and the range permissible leeway (hoebel, 1979:33).
Jadi, walupun karya penelitian belanda menuju pada norma-norma yang ideal, tetapi laporan mereka memperlihatkan kualitas yang teliti dan memperlihatkan kenyataan-kenyatan yang banyak daripada hasil penelitian jerman. Namun demikisn sistemstik studi aturan asdat belanda itu yakni didasrkan pada pendekatan yang ideologis, kartena hanya sedikit urainnya sedikit sekali urainnya perihal pokok perkara, menyerupai bagaimana perihal pemakaian sanksi, bagaimana jiika terjadi penyimpangan dan bagaimana kemungkinan jalan keluarnya.
Dari ungkapan hoebel tersebut maka jelaslah mengapa di ndonesia selama ini lebih menyebarkan aturan sopan santun yang dipelajari di perguruan tinggi tinggi, terutama pada fakultas aturan daripada antropologi aturan ini belum banyak dikenal dan dipelajari di indonesia, apalagi pendekatan yang banyak dilaukan oleh para sarjan aturan yakni pendekatan ideologi bukan pendekatan elektika (electic approach) sebagaimana dilakukan dalam antroplogi hukum. Sesungguhnya perlu sekali bagi indonesia yang sedang berkembang dan sedang gencarnya melaksanakan pembangunan, pendekatan ideologis dan pendekatan elektika yang berpandangan luas itu dimanfaatkan bersama-sama
Lebih lanjut untuk mengetahui latar belakang perbedaan antar antroplogi aturan dan ilmu aturan sopan santun penulis dalam hal ini mencoba menguraikannya dengan berprgang pada uraian william twinning perihal stereotypes sarjana hukm dan sarjana ntropologi, yang mana sarjana diukatakan dengan aturan-aturan; mengutamakan problea yang kontemporer dan masa yang akan datang, mengarah pada sistem nasional dan sistem teknologi yang berkesenambungan; memusatkan perhatian paa aturan semata-mata dan mengutamakan duduk kasus persengketaan; tetapi kurang sekali atau tidak percaya instuisi dan imaginasi serta lebbih banyak melaksanakan penelitian kepustakaan daripada penelitian lapangan.
sopan santun yakni sebagian dari ilmu pengetahuan aturan yang dipelajari oleh kerlompok profesi aturan dengan ruang lingkup yang lebih luas dari antropologi hukum. Kepustakaan aturan teoritis leih bau tanah dan lebih padat daripada kepustakan antropologi sosial. Sasaran huykum sopan santun mencakup kekuasaan politik, jembatan-jembatan mudah pemerintah umum, di mana para jago aturan sopan santun berperan serta aktip dalam memperlihatkan bimbingan dan bersifat kritis terhadap aktivuitas pemerintah.
Pengintegrasian bahan-bahan etnografi itu terjadi pada bad ke-19 sehingga hingga pada selesai kala ke-19 dari bahan-bahan etnografi itu lahir etnologi yang kemudian disebut antroplogi sebagai ilmu pengetahuan yang dipelajari di perguruan tinggi tinggi (perhatikan koentjaraningat, 1979:13-17). Begitu pual bahn etnografi di indonesia lahirlah etnologi dan ilmu pengetahuan aturan sopan santun yang di pelopori van vollenhoven. Dengan demikian intinya antroplogi aturan (anthopological law) dan aturan sopan santun (customary dan etnologi) itu bertitik pangkal dari sumber yang sama ioalah etnografi dan etnologi.
Tetap kalau tidak kita lihat segi insan yang melaksanakan penelitian dan menempatkannya menjadi ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, mak sanggup dilihat adanya perbedaan latar belakang budayanya. Para sarajan eropa kontinental, menyerupai dari jerman dan be;anda lebih banyak beriorentasi pada norma-norma aturan (normwissnschaften atau sollenwissnschaften) sedangkan para sarjan ari anglo-amerikan, lebih banyak beriorentasi pada perilaku-prilaku aturan atau peristiw-peristiwa aturan yang konkret (tatsachenwissnschaften atau seinwissnchaften). Kaprikornus tidakalah heran kalau hoebel sebagai spesialis antropologi aturan menyatakan bahwa :
‘’thus although the dutch in their works at idealized norm, their eports reveal a quality of accuracy and the fell of a greater reality most of the german products. Nevertheles, the systematic dutch adat-law studies, based as they are no the ideological approach, pay little attention to the testing of principles by cases, to the nature of he sanctions used, or to devition and the range permissible leeway (hoebel, 1979:33).
Jadi, walupun karya penelitian belanda menuju pada norma-norma yang ideal, tetapi laporan mereka memperlihatkan kualitas yang teliti dan memperlihatkan kenyataan-kenyatan yang banyak daripada hasil penelitian jerman. Namun demikisn sistemstik studi aturan asdat belanda itu yakni didasrkan pada pendekatan yang ideologis, kartena hanya sedikit urainnya sedikit sekali urainnya perihal pokok perkara, menyerupai bagaimana perihal pemakaian sanksi, bagaimana jiika terjadi penyimpangan dan bagaimana kemungkinan jalan keluarnya.
Dari ungkapan hoebel tersebut maka jelaslah mengapa di ndonesia selama ini lebih menyebarkan aturan sopan santun yang dipelajari di perguruan tinggi tinggi, terutama pada fakultas aturan daripada antropologi aturan ini belum banyak dikenal dan dipelajari di indonesia, apalagi pendekatan yang banyak dilaukan oleh para sarjan aturan yakni pendekatan ideologi bukan pendekatan elektika (electic approach) sebagaimana dilakukan dalam antroplogi hukum. Sesungguhnya perlu sekali bagi indonesia yang sedang berkembang dan sedang gencarnya melaksanakan pembangunan, pendekatan ideologis dan pendekatan elektika yang berpandangan luas itu dimanfaatkan bersama-sama
Lebih lanjut untuk mengetahui latar belakang perbedaan antar antroplogi aturan dan ilmu aturan sopan santun penulis dalam hal ini mencoba menguraikannya dengan berprgang pada uraian william twinning perihal stereotypes sarjana hukm dan sarjana ntropologi, yang mana sarjana diukatakan dengan aturan-aturan; mengutamakan problea yang kontemporer dan masa yang akan datang, mengarah pada sistem nasional dan sistem teknologi yang berkesenambungan; memusatkan perhatian paa aturan semata-mata dan mengutamakan duduk kasus persengketaan; tetapi kurang sekali atau tidak percaya instuisi dan imaginasi serta lebbih banyak melaksanakan penelitian kepustakaan daripada penelitian lapangan.
sopan santun yakni sebagian dari ilmu pengetahuan aturan yang dipelajari oleh kerlompok profesi aturan dengan ruang lingkup yang lebih luas dari antropologi hukum. Kepustakaan aturan teoritis leih bau tanah dan lebih padat daripada kepustakan antropologi sosial. Sasaran huykum sopan santun mencakup kekuasaan politik, jembatan-jembatan mudah pemerintah umum, di mana para jago aturan sopan santun berperan serta aktip dalam memperlihatkan bimbingan dan bersifat kritis terhadap aktivuitas pemerintah.
Di indonesia contohnya betapa besar peranan prof. Dr. Soepomo dalam menciptakan klarifikasi undang-undang dasar 1945, beliaulah yang menempatkan betapapenting arti ‘’semangatí’’ dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sebagaimana dikatakan dalam bab umum IV klarifikasi Undang-Undang Dasar 1945., anatra lain, ‘’ yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidupnya negara, ialah semangat, semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin-pemimpin pemerintahan. Meskipun dibikin undang-undang dasar yang berdasarkan kata-katanya bersifat kekeluargaan apabila semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan itu perseorangan, undang-undang dasar tadi tidak ada artinya dalam praktek.’’
Kecenderungan para jago aturan sopan santun dalam melihat situasi aturan yakni berpartisipasi dan ikut berperan serta aktif dalam situasi itu, dengan memperlihatkan bimbingan, penyuluhan, nasihat, pembelaan dan penyelesaian terhadap perselisihan. Lain halnya dengan para jago antropologi yang hanya bersifat sebagai pengamat, tidak sebagai pemain tetapi sebagai penonton. Para jago aturan selalu berusaha untuk mendp[atkan pemikiran-pemikiran yang objektif-praktis dan berusaha untuk mengidentifikasi dari dalam baik secara sadar atau tidak sadar mengenai tipe-tipe kegiatan tertentu dari para praktisi dalam melaksnakan proses aturan tertentu.
sopan santun merupakan suatu studi dengan sistematik tersendiri, yang uraiannya cenderung bersifat monokultur dan tersendiri, yang uraiannya cenderung bersifat monokultur dan etnosentrik, yang mana fungsinya sebagai ilmu pengetahuan yakni untuk menjelmakan mahasiswanya biar sanggup memecahkan aneka macam duduk kasus budaya yang pelik. Brbeda dari antroplogi aturan yang mangaitkan studinya dengan budaya aturan absurd biar orang-orang yang masih kurang jelas pengetahuannya sanggup mengetahuiperbedaan antara budaya aturan yang satu dengan budaya aturan yag lain. (perhatikan p.bohanan 1957).
Selanjutnya bidang studi aturan sopan santun mencakup aturan nasional, aturan dari suatu negara tertentu yang kebanyakan tidak tertulisdalam bentuk perundangan yang resmi dibentuk oleh pihak penguasa pemerintah umum. Oleh hasilnya maka pengertian aturan sopan santun di indonesia, dikatakan ‘’hukum indonesia orisinil yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan republik indonesia yang di sana-sini mengandung unsur agama’’) BPHN, 1976:250). Lain halnya dengan antroplogi aturan yang hanya menitikberkatkan pada aturan dari suatu masyarakat sopan santun tertentu, dari suatu bab suku atau suku tertentu dari kawasan tertentu. Kaprikornus mengarah pada aturan lokal.
Penelitian aturan sopan santun diarahkan pula pada sistem aturan masyarakat yang kehidupan ekonominya berkembang, sedangkan penelitian antropologi aturan diarahkan pada kasus-kasus yang terjadi sebagai tanggapan perubahan sistem aturan itu. Penelitian aturan sopan santun bukan saja keadaan yang kini tetapi juga memandang jauh ke masa yang akan datang, dengan memperhatikan aspek-aspek aturan amsa lampau yang bagaimana yang perlu untuk kini dan yang akan datang. Kaprikornus ia tidak hanya menyajikan menyerupai yang duilakukan oleh antropologi huum yang hanya bersifat indikatif dan temporal.
Kemudian penelitian aturan sopan santun bersifat rule-oriented, berorientasi pada hukum, pada aturan-aturan hukumnya, yang mana aturan-aturan aturan itu dilihat bagaimana isinya, tafsirannya pelaksanaannya dan evaluasinya. Sedangkan penelitian antropologi aturan cenderung untuk memperhatikan struktur, prose dan konspsi yang umum dari uraian aturan-aturan itu dalam kenyataannya. Ia bukan tidak percaya apakah aturan-aturan itu tidak berlaku lagi, tetapi ia ingin tahu bagaimana penerapan aturan-aturan itu sebenarnya.
Dalam megolah penomena aturan bagi jago aturan sopan santun dipisahkan penomena aturan dari penomena sosial yang lain, sedangkan bagi jago antropologi aturan hal itu dikaitkan. Kaprikornus pengolahan aturan sopan santun lebih kaku dari pengolahan antroplogi hukum, oleh alasannya yakni sudah merup[akan tradisi pengolahan aturan sebagai suatu disiplin yang otonom; di mana tinjauan ilmiahnya pertanda suatu tipe berdarah cuek (coldbloodly). Sehubungan dengan ini holmes menyatakan:
‘’ the law is not the place for the artist or the poet. The law is the calling of thunkers (holmes, 1913 22).
jadi aturan bukanlah tempat para artis dan pujangga. itu yakni inspirasi dari pada ahi pikir. Dala, antropologi aturan ruang lingkupnya demikian luas termasuk hal-hal yang bersifat empaty (ketegasan), imagination (khayalan) dan intution (gerak hati).
Tetapi jangan lupa pada apa yang dikatakan van vollenhoen mengenai perbedaan aturan sopan santun dari aturan barat, bahwa dalam ilmu aturan barat banyak lembaga-lembaga aturan (rechts instellingen)dan kaidah-kaidah aturan (rechtsregels) yang tidak berdasar atau tak sanggup dihubungkan dengan fsktor religiomagis dalamhukum (religieuze factor in het recht), asal saja bermanfaat, memberiuntung, mudah (nutting, voordelig, practish). Tetapi dlam aturan sopan santun banyak lembaga-lembaga aturan dan klaidah-kaidah aturan yang bekerjasama dengan tatanan dunia di luar dan di atas kemampuan insan (hoogere weredorde) (soekanto, 1958: 154, hilman hadikusuma, 1980:27).
Mempelajari kasus-kasus aturan yang terjadi, dalam aturan sopan santun yakni dimaksudkan unutk, meningkatkan mutu para jago aturan biar sanggup menghadapi aneka macam masalah yang pelik selanjutnya, biar menjadi materi yang bermanfaat (pragmatis), dalam rangka mengusut dan mempertimbangkan dalam memilih suatu generalisasi, terhadap hal-hal yang diragukan, biar mempunyai kemampuan untuk memperlihatkan adanya perbedaan-perbedaan yang penting dari aturan yang dikehendaki dan aturan yang nyata. sedangkan dalam antropologi aturan sebagaimana dikembangkan oleh kolaborasi liwellyn dan hoebel dengan metode kasusnya juga demikian, maka dalam hal ini nampak adanya kesamaan objek, walaupun akan terdapat perbedaan analitis, sehubungan dengan hal itu max gluckman mengemukakan:
‘’ anthropologist have independently developed teh detailed analysis of a series of cesess and other incidents in the lives of the same set of people’’ (max gluckman 1967).
Jadi para jago antropologi ia bebas untuk menyebarkan analisisnya terhadap aneka macam masalah dan insiden yang sama dalam kehidupan masyarakat. Sebagai jago antropologi ia akan lebih banyak menganalisis duduk kasus berdasarkan sikap manusianya, sedangkan bagi jago aturan ia akan lebih banyak melihat dan menganalisis secara normatf-ideologis.
Akhirnya dalam tradisi pendekatan aturan sopan santun yakni melaksanakan penelitian kepustakaan yang seluas-luasnya, sehingga sedikit sekali melaksanakan penelitian empiris dan masih sedikit pula yang memakai sistem teknik kerja lapangan yang sistematis. Lain halnya dengan jago antropologi aturan yang tegas-tegas manyatakan perlunya dilaksnakan penelitian lapangan. Gambaran perbedaan antropologi aturan dan ilmu aturan sopan santun diuraikan tersebut masih juga merupakan suatu hipotesa, suatu asumsi yang masih samar,masih juga perlu dilihat kenyataan yang sesungguhnya. Namun sebagaimana dikatakan william twinning, ‘’however, they serve as rough working tools fpr the immediate purpose’’ (w. Twinning, 1973:575). Betapapun juga ia sanggup dipakai sebagai alat kerja yang masih agresif untuk suatu tujuan lebih jauh.
Manfaat yang sanggup ditarik dari pengetahuan perbedaan antara antropologi aturan dan ilmu aturan sopan santun ialah betapa pentingnya antara kedua ilmu itu untuk sanggup saling mengisi kekurangannya. Hasil kolaborasi antara jago aturan liewellyn dan ahliantropologi hoebel, memperlihatkan keuntungannya kolaborasi antardisiplin ilmu, bukan saja antara aturan dan antropologi tetapi juga antara aturan dan ilmu-ilmu sosial yang lain, bahkan berdasarkan penulis begitu juga natar para jago aturan dengan para jago ilmu kesehatan, teknik pembangunan, pertanian, kehutanan dan lain sebagainya.
Di indonesia semenjak permulaan kala 20 para jago aturan sopan santun telah menyadari betapa pentingnya antropologi sebagai ilmu pembantu dalam penelitian aturan adat, sehingga dengan demikian sanggup difahami latar belakang budaya dari manusia, masyarakat dan aturan sopan santun yang berlaku setempat. Pendekatan elektika bukan saaja milik dari antroplopgi aturan semata, tetapi juga patut dipakai oleh para sarjana hukm baik para teoretisi maupun praktisi.
Pendekatan aturan yang bersifat normatif-ideologis semata, walaupun di kalangan aturan dikenal ilmu penafisran hukum, akan menjadikan para jago aturan berpikir sempit, sedangkan insan sebagai akiat modrenisasi dan pembangunan berjalan tiada hentinya.
Dengan mempelajri antropologi hukum, maka titik perhatian akan diarahakan pada manusia, pada sikap budaya dan sikap aturan manusia, baik sikap insan dalam profesi hukum, maupun insan sebagai anggota masyarakat yang mendukung hukumbersangkutan. Dengqan menggnakan antropologi aturan akan sanggup dipecahkan maslah kanyataan-kenyataan hukum, peristiwa-peristiwa aturan yang sulit dijawab oleh aturan perundangan. Banyak terjadi insiden aturan yang berdasarkan penilaian aturan perundangan bertentangan dengan kesadaran aturan dan keadilan masyarakat, hal itu merupakan materi disklusi yang hangat.
Ketika goresan pena ini disiapkan, penulis menyaksikan suatu insiden aturan yang mengerikan, yaitu suatu insiden yang diistilahkan masyarakat awan ‘’misterius’’ di suatu tempat di kawasan kabupaten lampung selatan. Penjahat itu mati ditembak msiterius kata pak tani di desa transmigrasi itu, biar dia mampus, pak. Penulis bertantya kepada penduduk yang lain, yang bau tanah yang muda, yang laki-laki yang wanita, kesemuanya menjawab setuju, walaupun yang mati itu yakni tetangga mereka.
Kecenderungan para jago aturan sopan santun dalam melihat situasi aturan yakni berpartisipasi dan ikut berperan serta aktif dalam situasi itu, dengan memperlihatkan bimbingan, penyuluhan, nasihat, pembelaan dan penyelesaian terhadap perselisihan. Lain halnya dengan para jago antropologi yang hanya bersifat sebagai pengamat, tidak sebagai pemain tetapi sebagai penonton. Para jago aturan selalu berusaha untuk mendp[atkan pemikiran-pemikiran yang objektif-praktis dan berusaha untuk mengidentifikasi dari dalam baik secara sadar atau tidak sadar mengenai tipe-tipe kegiatan tertentu dari para praktisi dalam melaksnakan proses aturan tertentu.
sopan santun merupakan suatu studi dengan sistematik tersendiri, yang uraiannya cenderung bersifat monokultur dan tersendiri, yang uraiannya cenderung bersifat monokultur dan etnosentrik, yang mana fungsinya sebagai ilmu pengetahuan yakni untuk menjelmakan mahasiswanya biar sanggup memecahkan aneka macam duduk kasus budaya yang pelik. Brbeda dari antroplogi aturan yang mangaitkan studinya dengan budaya aturan absurd biar orang-orang yang masih kurang jelas pengetahuannya sanggup mengetahuiperbedaan antara budaya aturan yang satu dengan budaya aturan yag lain. (perhatikan p.bohanan 1957).
Selanjutnya bidang studi aturan sopan santun mencakup aturan nasional, aturan dari suatu negara tertentu yang kebanyakan tidak tertulisdalam bentuk perundangan yang resmi dibentuk oleh pihak penguasa pemerintah umum. Oleh hasilnya maka pengertian aturan sopan santun di indonesia, dikatakan ‘’hukum indonesia orisinil yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan republik indonesia yang di sana-sini mengandung unsur agama’’) BPHN, 1976:250). Lain halnya dengan antroplogi aturan yang hanya menitikberkatkan pada aturan dari suatu masyarakat sopan santun tertentu, dari suatu bab suku atau suku tertentu dari kawasan tertentu. Kaprikornus mengarah pada aturan lokal.
Penelitian aturan sopan santun diarahkan pula pada sistem aturan masyarakat yang kehidupan ekonominya berkembang, sedangkan penelitian antropologi aturan diarahkan pada kasus-kasus yang terjadi sebagai tanggapan perubahan sistem aturan itu. Penelitian aturan sopan santun bukan saja keadaan yang kini tetapi juga memandang jauh ke masa yang akan datang, dengan memperhatikan aspek-aspek aturan amsa lampau yang bagaimana yang perlu untuk kini dan yang akan datang. Kaprikornus ia tidak hanya menyajikan menyerupai yang duilakukan oleh antropologi huum yang hanya bersifat indikatif dan temporal.
Kemudian penelitian aturan sopan santun bersifat rule-oriented, berorientasi pada hukum, pada aturan-aturan hukumnya, yang mana aturan-aturan aturan itu dilihat bagaimana isinya, tafsirannya pelaksanaannya dan evaluasinya. Sedangkan penelitian antropologi aturan cenderung untuk memperhatikan struktur, prose dan konspsi yang umum dari uraian aturan-aturan itu dalam kenyataannya. Ia bukan tidak percaya apakah aturan-aturan itu tidak berlaku lagi, tetapi ia ingin tahu bagaimana penerapan aturan-aturan itu sebenarnya.
Dalam megolah penomena aturan bagi jago aturan sopan santun dipisahkan penomena aturan dari penomena sosial yang lain, sedangkan bagi jago antropologi aturan hal itu dikaitkan. Kaprikornus pengolahan aturan sopan santun lebih kaku dari pengolahan antroplogi hukum, oleh alasannya yakni sudah merup[akan tradisi pengolahan aturan sebagai suatu disiplin yang otonom; di mana tinjauan ilmiahnya pertanda suatu tipe berdarah cuek (coldbloodly). Sehubungan dengan ini holmes menyatakan:
‘’ the law is not the place for the artist or the poet. The law is the calling of thunkers (holmes, 1913 22).
jadi aturan bukanlah tempat para artis dan pujangga. itu yakni inspirasi dari pada ahi pikir. Dala, antropologi aturan ruang lingkupnya demikian luas termasuk hal-hal yang bersifat empaty (ketegasan), imagination (khayalan) dan intution (gerak hati).
Tetapi jangan lupa pada apa yang dikatakan van vollenhoen mengenai perbedaan aturan sopan santun dari aturan barat, bahwa dalam ilmu aturan barat banyak lembaga-lembaga aturan (rechts instellingen)dan kaidah-kaidah aturan (rechtsregels) yang tidak berdasar atau tak sanggup dihubungkan dengan fsktor religiomagis dalamhukum (religieuze factor in het recht), asal saja bermanfaat, memberiuntung, mudah (nutting, voordelig, practish). Tetapi dlam aturan sopan santun banyak lembaga-lembaga aturan dan klaidah-kaidah aturan yang bekerjasama dengan tatanan dunia di luar dan di atas kemampuan insan (hoogere weredorde) (soekanto, 1958: 154, hilman hadikusuma, 1980:27).
Mempelajari kasus-kasus aturan yang terjadi, dalam aturan sopan santun yakni dimaksudkan unutk, meningkatkan mutu para jago aturan biar sanggup menghadapi aneka macam masalah yang pelik selanjutnya, biar menjadi materi yang bermanfaat (pragmatis), dalam rangka mengusut dan mempertimbangkan dalam memilih suatu generalisasi, terhadap hal-hal yang diragukan, biar mempunyai kemampuan untuk memperlihatkan adanya perbedaan-perbedaan yang penting dari aturan yang dikehendaki dan aturan yang nyata. sedangkan dalam antropologi aturan sebagaimana dikembangkan oleh kolaborasi liwellyn dan hoebel dengan metode kasusnya juga demikian, maka dalam hal ini nampak adanya kesamaan objek, walaupun akan terdapat perbedaan analitis, sehubungan dengan hal itu max gluckman mengemukakan:
‘’ anthropologist have independently developed teh detailed analysis of a series of cesess and other incidents in the lives of the same set of people’’ (max gluckman 1967).
Jadi para jago antropologi ia bebas untuk menyebarkan analisisnya terhadap aneka macam masalah dan insiden yang sama dalam kehidupan masyarakat. Sebagai jago antropologi ia akan lebih banyak menganalisis duduk kasus berdasarkan sikap manusianya, sedangkan bagi jago aturan ia akan lebih banyak melihat dan menganalisis secara normatf-ideologis.
Akhirnya dalam tradisi pendekatan aturan sopan santun yakni melaksanakan penelitian kepustakaan yang seluas-luasnya, sehingga sedikit sekali melaksanakan penelitian empiris dan masih sedikit pula yang memakai sistem teknik kerja lapangan yang sistematis. Lain halnya dengan jago antropologi aturan yang tegas-tegas manyatakan perlunya dilaksnakan penelitian lapangan. Gambaran perbedaan antropologi aturan dan ilmu aturan sopan santun diuraikan tersebut masih juga merupakan suatu hipotesa, suatu asumsi yang masih samar,masih juga perlu dilihat kenyataan yang sesungguhnya. Namun sebagaimana dikatakan william twinning, ‘’however, they serve as rough working tools fpr the immediate purpose’’ (w. Twinning, 1973:575). Betapapun juga ia sanggup dipakai sebagai alat kerja yang masih agresif untuk suatu tujuan lebih jauh.
Manfaat yang sanggup ditarik dari pengetahuan perbedaan antara antropologi aturan dan ilmu aturan sopan santun ialah betapa pentingnya antara kedua ilmu itu untuk sanggup saling mengisi kekurangannya. Hasil kolaborasi antara jago aturan liewellyn dan ahliantropologi hoebel, memperlihatkan keuntungannya kolaborasi antardisiplin ilmu, bukan saja antara aturan dan antropologi tetapi juga antara aturan dan ilmu-ilmu sosial yang lain, bahkan berdasarkan penulis begitu juga natar para jago aturan dengan para jago ilmu kesehatan, teknik pembangunan, pertanian, kehutanan dan lain sebagainya.
Di indonesia semenjak permulaan kala 20 para jago aturan sopan santun telah menyadari betapa pentingnya antropologi sebagai ilmu pembantu dalam penelitian aturan adat, sehingga dengan demikian sanggup difahami latar belakang budaya dari manusia, masyarakat dan aturan sopan santun yang berlaku setempat. Pendekatan elektika bukan saaja milik dari antroplopgi aturan semata, tetapi juga patut dipakai oleh para sarjana hukm baik para teoretisi maupun praktisi.
Pendekatan aturan yang bersifat normatif-ideologis semata, walaupun di kalangan aturan dikenal ilmu penafisran hukum, akan menjadikan para jago aturan berpikir sempit, sedangkan insan sebagai akiat modrenisasi dan pembangunan berjalan tiada hentinya.
Dengan mempelajri antropologi hukum, maka titik perhatian akan diarahakan pada manusia, pada sikap budaya dan sikap aturan manusia, baik sikap insan dalam profesi hukum, maupun insan sebagai anggota masyarakat yang mendukung hukumbersangkutan. Dengqan menggnakan antropologi aturan akan sanggup dipecahkan maslah kanyataan-kenyataan hukum, peristiwa-peristiwa aturan yang sulit dijawab oleh aturan perundangan. Banyak terjadi insiden aturan yang berdasarkan penilaian aturan perundangan bertentangan dengan kesadaran aturan dan keadilan masyarakat, hal itu merupakan materi disklusi yang hangat.
Ketika goresan pena ini disiapkan, penulis menyaksikan suatu insiden aturan yang mengerikan, yaitu suatu insiden yang diistilahkan masyarakat awan ‘’misterius’’ di suatu tempat di kawasan kabupaten lampung selatan. Penjahat itu mati ditembak msiterius kata pak tani di desa transmigrasi itu, biar dia mampus, pak. Penulis bertantya kepada penduduk yang lain, yang bau tanah yang muda, yang laki-laki yang wanita, kesemuanya menjawab setuju, walaupun yang mati itu yakni tetangga mereka.
Sebagian besar penduduk desa itu tahu bahwa yan mati itu yakni otak perampokan di desa mereka, ia yakni rsdivis alais bromocorah ujar perangkat desa, kini desa kondusif kata yang satu lagi. Bagaimana pembaca sekalian terhadap kenyataan ini? Soal ini bukan semat-mata soal aturan perundangan, soal hak-hak asasi insan yang merupakan landasan kitab undang-undag aturan program pidana No. 8 tahun 1981, tetapi ia juga soal antropologi aturan dengan prilaku manusianya dan kenyataan yang disetujui masyarakat setempat, dan juga soal aturan sopan santun yang lebih mengutamakan tujuan aturan dan keadilan, ketertiban dan keamanan, bukan semata peradilan dan perundangan.
dalam ilmu aturan sopan santun yakni aturan yang dikehendaki berlaku oleh masyarakat, seangkan aturan dalam antropologi aturan yakni suatu sistem kontrol sosial, ia merupakan suatu acara budaya insan dalam bidang kontrol sosial. Oleh karenannya bagi antropologi aturan bahan-bahan aturan adqat yang di indonesia tidak sedikit sudah di bukukan merupakan materi yang mempunyai kegunaan untuk mempelajari kenyataan berlakunya dalam masyarakat, dengan memperhatikan aneka macam insiden aturan yang terjadi.
dalam ilmu aturan sopan santun yakni aturan yang dikehendaki berlaku oleh masyarakat, seangkan aturan dalam antropologi aturan yakni suatu sistem kontrol sosial, ia merupakan suatu acara budaya insan dalam bidang kontrol sosial. Oleh karenannya bagi antropologi aturan bahan-bahan aturan adqat yang di indonesia tidak sedikit sudah di bukukan merupakan materi yang mempunyai kegunaan untuk mempelajari kenyataan berlakunya dalam masyarakat, dengan memperhatikan aneka macam insiden aturan yang terjadi.
Sebaliknya bagi ilmu aturan sopan santun bahan-bahan hasil penelitian antyroplogi aturan itu mempunyai kegunaan untuk mengetahui apakah norma-norma aturan sopan santun yang telah dibukukan selama ini masih berlaku sepenuhnuya, ataukah sudah berubah dan tidak berlaku lagi.
Sumber http://jubahhukum.blogspot.com
0 Response to "Perbedaan Antropologi Dengan Adat"
Posting Komentar