Asas-Asas Program Perdata
Asas-asas Acara Perdata - Dalam dunia peradilan yang ada di Indonesia ada asa aturan yang harus dipatuhi. Begitu juga dalam aturan perdata, dimana ada asas-asas aturan yang bersifat mengikat untuk mendapat keputusan yang seadil-adilnya.
Karena itu sebagai pratisi aturan juga harus mematuhi asa aturan tersebut afar terjalin profesionalisme dalam bidang hukum. yakni pilar dalam bernegara dan berbangsa.
2. Asas Obyektifitas
Asas tidak memihaknya pengadilan terdapat dalam pasal 5 ayat 1 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman (Undang-undang No.48 tahun 2009). Didalam mengusut masalah dan menjatuhkan putusan, hakim harus obyektif dan dilarang memihak. Semua putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili. (pasal 23 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman, pasal 184 ayat 1 dan 319 HIR, 195 dan 618 RGB). Alasan-alasan atau argumentasi tersebut dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban hakim terhadap masyarakat, sehingga mempuyai nilai obyektif. Karena ada alasan-alasan itulah maka putusan memiliki wibawa dan bukan alasannya yakni hakim tertentu yang menjatuhkannya. Dalam praktek, beberapa putusan MA menetapkan bahwa putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup dipertimbangkan merupakan alasan untuk kasasi dan harus dibatalkan.
3. Asas sederhana, cepat, dan biaya ringan
Sederhana maksudnya yakni program yang jelas, gampang dipahami dan tidak berbelit-belit. Cepat pertanda pada jalannya pengadilan, hal ini bukan hanya jalnnya sidang saja tetapi penyusunan informasi program investigasi di persidangan samapai dengan penandatanganan putusan oleh hakim.
4. Gugatan/permohonan Dapat Diajukan dengan Surat atau Lisan
Pasal 118 Ayat 1 HIR menyatakan somasi perdata/tuntutan sipil yang dalam tingkat pertama masuk wewenang pengadilan negeri, harus diajukan dengan surat gugatan/surat permintaan, yang telah ditandatangani oleh penggugat atau oleh orang yang dikuasakan berdasarkan Pasal 123 HIR kepada ketua Pengadilan Negeri yang dalam tempat hukumnya terletak tempat tinggal tergugat atau kalau tidak diketahui tempat tinggalnya tempat tergugat bekerjsama berdiam.
Dengan demikian secara terang Acara Perdata mengharuskan somasi tertulis. Pengajuan somasi secara tertulis ini ternyata dibeberapa negara beberapa masa yang kemudian sdh dikenal. Sebagaimana yang dikemukan oleh R. Subekti: bahwa zivilprozesordnung dari Jerman barat semenjak tahun 1877.
Sedangkan mengenai somasi verbal pasal 120 HIR mengatakan, bilamana penggugat tidak sanggup menulis maka somasi sanggup diajukan secara verbal kepada Ketua Pengadilan negeri. Ketua Pengadilan negeri tersebut menciptakan catatan atau menyuruh menciptakan catatan perihal somasi itu.
Menurut Soepomo, Acara Perdata dimuka pengadilan negeri berlaku verbal (mondelinge procedure), berlainan dengan program yang berlaku di Raad Van Justitiedahulu, yang bersifat program dengan surat (schriftelijke Procedure). Acara verbal berarti, bahwa investigasi masalah pada pokoknya berjalan dengan tanya jawab dengan verbal dimuka hakim. Sudah tentu kedua belah pihak diperbolehkan juga mengajukan surat-surat. Bahkan pasal 121 ayat 2 IR memberi kesempatan kepada tergugat untuk menjawab dengan tulisan.
5. Inisiatif berperkara diambil oleh Pihak yang Berkepentingan
Dalam Acara Perdata, inisiatif yaitu ada atau tidak suatu masalah harus diambil oleh sesorang atau beberapa orang yang merasa bahwa haknya atau hak mereka dilanggar. Ini berbeda dengan sifat Acara Pidana pada umumnya, terkecuali delik aduan. Oleh alasannya yakni dalam Acara Perdata inisiatif ada pada penggugat, maka penggugat memiliki efek yang besar terhadap jalannya perkara, selah masalah diajukan, dalam batas-batas tertentu sanggup mengubah atau mencabut kembali gugatannya.
6. Keaktifan Hakim dalam Pemeriksaan
Soepomo berpendapat: berlainan dari sistem RV (Reglement Rechtsvordering) yang pada pokoknya mengandung prinsip pasivitet dari hakim, maka IR mengharuskan hakim aktif dari pemulaan sampai simpulan prose. Pasal 119 HIR mengatakan, ketua pengadilan negeri berwenang untuk memberi pesan yang tersirat dan pertolongan kepada penggugat atau kepada kuasanya dalam hal mengajukan guguatannya itu.
Pasal 132 HIR mengatakan, kalau berdasarkan pertimbangan ketua semoga masalah berjalan dengan baik, dan teratur, ketua berwenang pada waktu mengusut masalah memberi pesan yang tersirat kepada kedua belah pihak dan memperlihatkan kepada mereka perihal upaya aturan dan alat bukti, yang sanggup dipergunakan oleh mereka.
Selaku pimpinan sidang hakim harus aktif memimpin investigasi masalah dan tidak merupakan pegawai atau sekadar alat dari pada para pihak, dan harus berusaha sekeras-keranya mengatasi segala kendala dan rintangan untuk sanggup tercapainya keadilan.
7. Beracara dikenakan Biaya
Pasal 121 ayat (4) HIR/ 145 Ayat (4) RGB yaitu: mendaftar dalam daftar ibarat yang dimaksud dalam ayat pertama, dilarang dilakukan sebelum oleh penggugat dibayar lebih dahulu kepada Panitera sejumlah uang yang besarnya untuk sementara diperkarakan oleh ketua pengadilan negeri berdasarkan keadaan perkara, untuk ongkos panitera melaksanakan panggilan serta pemberitahuan yang diwajibkan kepada kedua pihak dan harga bahan yang akan dipergunakan; jumlah yang akan dibayar lebih dahulu akan diperhitungkan.
8. Para Pihak sanggup meminta pertolongan atau mewakilkan kepada seorang Kuasa
Dengan demikian tidak diwajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada orang lain, sehingga investigasi di Persidangan sanggup terjadi secara pribadi terhadap pihak yang berkepentingan. Namun berdasarkan pasal 123 HIR/147 RGB para pihak sanggup meminta pertolongan atau mewakilkan kepada seorang kuasa. Berbeda dengan RV ( Acara Perdata bagi Golongan Eropa) mewajibkan para pihak mewakilkan kepada orang lain (procureur) dalam beracara dimuka pengadilan. Perwakilan ini merupakan suatu keharusan dengan tanggapan batalnya tuntutan hak. (pasal 106 (1) RV) atau diputus diluar hadir tergugat (pasal 109 RV) apabila para pihak ternyata tidak diwakili.
Baik dalam HIR maupun RGB tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa seorang pembantu atau wakil yakni spesialis atau sarjana hukum. Kenyataan sampaumur ini di dalam praktek sebagian besar seorang kuasa yakni sarjana hukum, terutama di kota-kota besar.
9. Sifat terbukanya Persidangan
Sifat sidang terbuka untuk umum artinya setiap orang dibolehkan hadir dan menyaksikan investigasi di persidangan. Tujuan dari asas ini tidak lain untuk memperlihatkan proteksi HAM dalam bidang peradilan serta untuk lebih menjamin obyektifitas peradilan. (pasal 17 dan 18 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman).
Apabila putusan diucap dalam sidang yang tidak dinyatakan terbuka untuk umum berarti putusan itu tidak sah dan tidak memiliki kekuatan aturan serta menjadikan batalnya putusan itu berdasarkan hukum. Secara formal asas ini membuka kesempatan untuk dikontrol masyarakat terhadap jalannya sidang di pengadilan.
Kecuali apabila ditentukan lain oleh Undang-undang atau apabila berdasarkan alasan-alasan yang penting yang dimuat dalam informasi program yang diperintahkan oleh hakim, maka persidangan dilaksanakan dengan pintu tertutup. (pasal 17 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman), contohnya dalam sidang investigasi masalah perceraian dan perzinahan.
Dalam peradilan TUN juga diatur mengenai hal ini, yaitu untuk keperluan investigasi hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum. Namun, apabila majelis hakim memandang bahwa sengketa yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan sanggup dinyatakan tertutup untuk umum (Pasal 70 (1,23) Undang-undang Peradilan TUN).
10. Mendengarkan Kedua Belah Pihak
Di dalam hukum, kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama. Pengadilan mengadili berdasarkan aturan dengan tidak membedakan orang (pasal 5 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman). Hal ini mengandung pengertian bahwa pihak-pihak yang berperkara harus sama-sama diperhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan adil serta masing-masing harus diberi kesempatan untuk memberi pendapat. Para pihak harus didengar (audi alteram partem).
11. Hakim Bersifat Menunggu
maksudnya ialah hakim bersifat menunggu datangnya tuntutan hak di olok-olokan kepadanya, kalau tidak ada tuntutan hak atau penuntutan maka tidak ada hakim. Kaprikornus apakah akan ada proses atau tidak, apakah suatu masalah atau tuntutan hak itu akan di olok-olokan atau tidak, sepenuhnya di serahkan kepada pihak yang berkepentingan.(pasal 118 HIR, 142 Rbg.)
12. Hakim Pasif
hakim di dalam mengusut masalah perdata bersikap pasif dalam arti kata bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang di olok-olokan kepada hakim untuk di periksa pada asasnya di tentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan oleh hakim.
Sifat Terbukanya Persidangan :
sidang investigasi pengadilan pada asasnya yakni terbuka untuk umum, yang berarti bahwa setiap orang di bolehkan hadir dan mendengarkan investigasi di persidangan. Tujuannya ialah untuk memberi proteksi hak-hak asasi insan dalam bidang peradilan serta untuk lebih menjamin objektifitas peradilan dengan mempertanggung jawabkan investigasi yang fair (pasal 19 ayat 1 dan 20 UU no.4 tahun 2004). Apabila tidak di buka untuk umum maka putusan tidak sah dan batal demi hokum.
13. Mendengar Kedua Belah Pihak
dalam pasal 5 ayat 1 UU no.4 tahun 2004 mengandung arti bahwa di dalam hokum program perdata yang berperkara harus sama-sama di perhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan adil serta masing-masing harus di beri kesempatan untuk memperlihatkan pendapatnya.
Putusan Harus Di Sertai Alasan-alasan :
semua putusan pengadilan harus memuat ganjal an-alasan putusan yang di jadikan dasar untuk mengadili ( pasal 25 UU no 4 tahun 2004,) 184 ayat 1, 319 HIR, 195, 618 Rbg). Alasan-alasan atau argumentasi itu dimaksudkan sebagai pertanggungan jawab hakim dari pada putusanya terhadap masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu hokum, sehingga oleh akibatnya memiliki nilai objektif.
Beracara di Kenakan biaya :
untuk beracara pada asasnya di kenakan biaya (pasal 3 ayat 2 UU no 4 tahun 2004, 121 ayat 4, 182,183 HIR, 145 ayat 4, 192-194 Rbg). Biaya masalah ini mencakup biaya kepaniteraan, dan biaya untuk pengadilan, pemberitahuan para pihak serta biaya materai.
Tidak ada keharusan mewakilkan :
pasal 123 HIR, 147 Rbg tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada orang lain, sehingga investigasi di persidangan terjadi secara pribadi terhadap para pihak yang pribadi berkepentingan.
Sumber http://jubahhukum.blogspot.com
Berikut ini klarifikasi lengkap asas-asas aturan program perdata :
1. Peradilan Bebas dari Campur Tangan Pihak-pihak di Luar Kekuasaan Kehakiman
Kebebasan dalam melaksanakan wewenang Judicieel berdasarkan Undang-undang Kekuasaan Kehakiman tidak mutlak sifatnya, alasannya yakni kiprah daripada hakim yakni menegakkan aturan dan keadilan berdasarkan Pancasila dengan jalan menafsirkan aturan serta asas-asas yang jadi landasannya, melalui perkara-perkara yang dihadapkan kepadanya sehingga keputusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat.
1. Peradilan Bebas dari Campur Tangan Pihak-pihak di Luar Kekuasaan Kehakiman
Kebebasan dalam melaksanakan wewenang Judicieel berdasarkan Undang-undang Kekuasaan Kehakiman tidak mutlak sifatnya, alasannya yakni kiprah daripada hakim yakni menegakkan aturan dan keadilan berdasarkan Pancasila dengan jalan menafsirkan aturan serta asas-asas yang jadi landasannya, melalui perkara-perkara yang dihadapkan kepadanya sehingga keputusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat.
2. Asas Obyektifitas
Asas tidak memihaknya pengadilan terdapat dalam pasal 5 ayat 1 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman (Undang-undang No.48 tahun 2009). Didalam mengusut masalah dan menjatuhkan putusan, hakim harus obyektif dan dilarang memihak. Semua putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili. (pasal 23 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman, pasal 184 ayat 1 dan 319 HIR, 195 dan 618 RGB). Alasan-alasan atau argumentasi tersebut dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban hakim terhadap masyarakat, sehingga mempuyai nilai obyektif. Karena ada alasan-alasan itulah maka putusan memiliki wibawa dan bukan alasannya yakni hakim tertentu yang menjatuhkannya. Dalam praktek, beberapa putusan MA menetapkan bahwa putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup dipertimbangkan merupakan alasan untuk kasasi dan harus dibatalkan.
3. Asas sederhana, cepat, dan biaya ringan
Sederhana maksudnya yakni program yang jelas, gampang dipahami dan tidak berbelit-belit. Cepat pertanda pada jalannya pengadilan, hal ini bukan hanya jalnnya sidang saja tetapi penyusunan informasi program investigasi di persidangan samapai dengan penandatanganan putusan oleh hakim.
4. Gugatan/permohonan Dapat Diajukan dengan Surat atau Lisan
Pasal 118 Ayat 1 HIR menyatakan somasi perdata/tuntutan sipil yang dalam tingkat pertama masuk wewenang pengadilan negeri, harus diajukan dengan surat gugatan/surat permintaan, yang telah ditandatangani oleh penggugat atau oleh orang yang dikuasakan berdasarkan Pasal 123 HIR kepada ketua Pengadilan Negeri yang dalam tempat hukumnya terletak tempat tinggal tergugat atau kalau tidak diketahui tempat tinggalnya tempat tergugat bekerjsama berdiam.
Dengan demikian secara terang Acara Perdata mengharuskan somasi tertulis. Pengajuan somasi secara tertulis ini ternyata dibeberapa negara beberapa masa yang kemudian sdh dikenal. Sebagaimana yang dikemukan oleh R. Subekti: bahwa zivilprozesordnung dari Jerman barat semenjak tahun 1877.
Sedangkan mengenai somasi verbal pasal 120 HIR mengatakan, bilamana penggugat tidak sanggup menulis maka somasi sanggup diajukan secara verbal kepada Ketua Pengadilan negeri. Ketua Pengadilan negeri tersebut menciptakan catatan atau menyuruh menciptakan catatan perihal somasi itu.
Menurut Soepomo, Acara Perdata dimuka pengadilan negeri berlaku verbal (mondelinge procedure), berlainan dengan program yang berlaku di Raad Van Justitiedahulu, yang bersifat program dengan surat (schriftelijke Procedure). Acara verbal berarti, bahwa investigasi masalah pada pokoknya berjalan dengan tanya jawab dengan verbal dimuka hakim. Sudah tentu kedua belah pihak diperbolehkan juga mengajukan surat-surat. Bahkan pasal 121 ayat 2 IR memberi kesempatan kepada tergugat untuk menjawab dengan tulisan.
5. Inisiatif berperkara diambil oleh Pihak yang Berkepentingan
Dalam Acara Perdata, inisiatif yaitu ada atau tidak suatu masalah harus diambil oleh sesorang atau beberapa orang yang merasa bahwa haknya atau hak mereka dilanggar. Ini berbeda dengan sifat Acara Pidana pada umumnya, terkecuali delik aduan. Oleh alasannya yakni dalam Acara Perdata inisiatif ada pada penggugat, maka penggugat memiliki efek yang besar terhadap jalannya perkara, selah masalah diajukan, dalam batas-batas tertentu sanggup mengubah atau mencabut kembali gugatannya.
6. Keaktifan Hakim dalam Pemeriksaan
Soepomo berpendapat: berlainan dari sistem RV (Reglement Rechtsvordering) yang pada pokoknya mengandung prinsip pasivitet dari hakim, maka IR mengharuskan hakim aktif dari pemulaan sampai simpulan prose. Pasal 119 HIR mengatakan, ketua pengadilan negeri berwenang untuk memberi pesan yang tersirat dan pertolongan kepada penggugat atau kepada kuasanya dalam hal mengajukan guguatannya itu.
Pasal 132 HIR mengatakan, kalau berdasarkan pertimbangan ketua semoga masalah berjalan dengan baik, dan teratur, ketua berwenang pada waktu mengusut masalah memberi pesan yang tersirat kepada kedua belah pihak dan memperlihatkan kepada mereka perihal upaya aturan dan alat bukti, yang sanggup dipergunakan oleh mereka.
Selaku pimpinan sidang hakim harus aktif memimpin investigasi masalah dan tidak merupakan pegawai atau sekadar alat dari pada para pihak, dan harus berusaha sekeras-keranya mengatasi segala kendala dan rintangan untuk sanggup tercapainya keadilan.
7. Beracara dikenakan Biaya
Pasal 121 ayat (4) HIR/ 145 Ayat (4) RGB yaitu: mendaftar dalam daftar ibarat yang dimaksud dalam ayat pertama, dilarang dilakukan sebelum oleh penggugat dibayar lebih dahulu kepada Panitera sejumlah uang yang besarnya untuk sementara diperkarakan oleh ketua pengadilan negeri berdasarkan keadaan perkara, untuk ongkos panitera melaksanakan panggilan serta pemberitahuan yang diwajibkan kepada kedua pihak dan harga bahan yang akan dipergunakan; jumlah yang akan dibayar lebih dahulu akan diperhitungkan.
8. Para Pihak sanggup meminta pertolongan atau mewakilkan kepada seorang Kuasa
Dengan demikian tidak diwajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada orang lain, sehingga investigasi di Persidangan sanggup terjadi secara pribadi terhadap pihak yang berkepentingan. Namun berdasarkan pasal 123 HIR/147 RGB para pihak sanggup meminta pertolongan atau mewakilkan kepada seorang kuasa. Berbeda dengan RV ( Acara Perdata bagi Golongan Eropa) mewajibkan para pihak mewakilkan kepada orang lain (procureur) dalam beracara dimuka pengadilan. Perwakilan ini merupakan suatu keharusan dengan tanggapan batalnya tuntutan hak. (pasal 106 (1) RV) atau diputus diluar hadir tergugat (pasal 109 RV) apabila para pihak ternyata tidak diwakili.
Baik dalam HIR maupun RGB tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa seorang pembantu atau wakil yakni spesialis atau sarjana hukum. Kenyataan sampaumur ini di dalam praktek sebagian besar seorang kuasa yakni sarjana hukum, terutama di kota-kota besar.
9. Sifat terbukanya Persidangan
Sifat sidang terbuka untuk umum artinya setiap orang dibolehkan hadir dan menyaksikan investigasi di persidangan. Tujuan dari asas ini tidak lain untuk memperlihatkan proteksi HAM dalam bidang peradilan serta untuk lebih menjamin obyektifitas peradilan. (pasal 17 dan 18 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman).
Apabila putusan diucap dalam sidang yang tidak dinyatakan terbuka untuk umum berarti putusan itu tidak sah dan tidak memiliki kekuatan aturan serta menjadikan batalnya putusan itu berdasarkan hukum. Secara formal asas ini membuka kesempatan untuk dikontrol masyarakat terhadap jalannya sidang di pengadilan.
Kecuali apabila ditentukan lain oleh Undang-undang atau apabila berdasarkan alasan-alasan yang penting yang dimuat dalam informasi program yang diperintahkan oleh hakim, maka persidangan dilaksanakan dengan pintu tertutup. (pasal 17 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman), contohnya dalam sidang investigasi masalah perceraian dan perzinahan.
Dalam peradilan TUN juga diatur mengenai hal ini, yaitu untuk keperluan investigasi hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum. Namun, apabila majelis hakim memandang bahwa sengketa yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan sanggup dinyatakan tertutup untuk umum (Pasal 70 (1,23) Undang-undang Peradilan TUN).
10. Mendengarkan Kedua Belah Pihak
Di dalam hukum, kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama. Pengadilan mengadili berdasarkan aturan dengan tidak membedakan orang (pasal 5 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman). Hal ini mengandung pengertian bahwa pihak-pihak yang berperkara harus sama-sama diperhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan adil serta masing-masing harus diberi kesempatan untuk memberi pendapat. Para pihak harus didengar (audi alteram partem).
11. Hakim Bersifat Menunggu
maksudnya ialah hakim bersifat menunggu datangnya tuntutan hak di olok-olokan kepadanya, kalau tidak ada tuntutan hak atau penuntutan maka tidak ada hakim. Kaprikornus apakah akan ada proses atau tidak, apakah suatu masalah atau tuntutan hak itu akan di olok-olokan atau tidak, sepenuhnya di serahkan kepada pihak yang berkepentingan.(pasal 118 HIR, 142 Rbg.)
12. Hakim Pasif
hakim di dalam mengusut masalah perdata bersikap pasif dalam arti kata bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang di olok-olokan kepada hakim untuk di periksa pada asasnya di tentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan oleh hakim.
Sifat Terbukanya Persidangan :
sidang investigasi pengadilan pada asasnya yakni terbuka untuk umum, yang berarti bahwa setiap orang di bolehkan hadir dan mendengarkan investigasi di persidangan. Tujuannya ialah untuk memberi proteksi hak-hak asasi insan dalam bidang peradilan serta untuk lebih menjamin objektifitas peradilan dengan mempertanggung jawabkan investigasi yang fair (pasal 19 ayat 1 dan 20 UU no.4 tahun 2004). Apabila tidak di buka untuk umum maka putusan tidak sah dan batal demi hokum.
13. Mendengar Kedua Belah Pihak
dalam pasal 5 ayat 1 UU no.4 tahun 2004 mengandung arti bahwa di dalam hokum program perdata yang berperkara harus sama-sama di perhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan adil serta masing-masing harus di beri kesempatan untuk memperlihatkan pendapatnya.
Putusan Harus Di Sertai Alasan-alasan :
semua putusan pengadilan harus memuat ganjal an-alasan putusan yang di jadikan dasar untuk mengadili ( pasal 25 UU no 4 tahun 2004,) 184 ayat 1, 319 HIR, 195, 618 Rbg). Alasan-alasan atau argumentasi itu dimaksudkan sebagai pertanggungan jawab hakim dari pada putusanya terhadap masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu hokum, sehingga oleh akibatnya memiliki nilai objektif.
Beracara di Kenakan biaya :
untuk beracara pada asasnya di kenakan biaya (pasal 3 ayat 2 UU no 4 tahun 2004, 121 ayat 4, 182,183 HIR, 145 ayat 4, 192-194 Rbg). Biaya masalah ini mencakup biaya kepaniteraan, dan biaya untuk pengadilan, pemberitahuan para pihak serta biaya materai.
Tidak ada keharusan mewakilkan :
pasal 123 HIR, 147 Rbg tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada orang lain, sehingga investigasi di persidangan terjadi secara pribadi terhadap para pihak yang pribadi berkepentingan.
0 Response to "Asas-Asas Program Perdata"
Posting Komentar