iklan banner

✔ Sekolah Yang Merakyat, Mengajarkan Pengetahuan Dan Ketrampilan Serta Menanamkan Nilai-Nilai Moral


Oleh: Asep Sapa'at 
(Praktisi Pendidikan, Direktur Sekolah Guru Indonesia)

Dari dulu hingga sekarang, sekolah masih tetap ada di muka bumi ini. Sekolah, selain mengajarkan pengetahuan dan keterampilan, juga punya tugas untuk menanamkan nilai-nilai budpekerti kehidupan. Sejatinya, itulah fungsi dan tugas idealisme suatu sekolah. 
   
Sayang seribu sayang, idealisme sekolah kian luntur tak bisa imbangi realitas zaman yang serbarumit. Hari ini, tugas sekolah tak cukup sekadar bisa memenuhi hak-hak mencar ilmu murid. Tapi, sekolah mesti bisa lakoni tugas sebagai distributor perubahan sosial kehidupan masyarakat.
Budaya hedonis- kapitalis, lahirkan lulusan yang tak sadar diri, untuk apa dan untuk siapa bersekolah. Sekolah hanya jadi institusi yang berkhasiat bagi dirinya sendiri dan melanggengkan kepentingan kelompoknya, tapi tak bisa mengubah potret hidup masyarakat. 

Teringat pernyataan Prof Jimly Asshiddiqie tempo hari, "Sekolah itu sama saja. Mau bersekolah di negeri atau swasta, di kota atau di desa, di dalam negeri atau luar negeri, yang penting punya komitmen pribadi untuk sungguh-sungguh mencari ilmu. Sekolah itu faktor pendukung keberhasilan hidup seseorang. Jika sanggup sekolah bagus, anggap saja itu bonus". 

Saya cukup penasaran, mengapa Prof. Jimly punya cara berpikir ibarat itu soal sekolah? Saya amat bersyukur, tak perlu waktu usang untuk temukan tanggapan dari beliau. "Dulu saya sekolah di Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah --selevel SD dan SMP-- di pelosok desa. Yang menarik, saya gres tahu sekarang, sekolah saya itu ternyata tak punya status. Sekolah saya tak berstatus 'diakui', 'disamakan', 'terakreditasi', tapi hanya berstatus 'diridhai Allah SWT", urai Prof. Jimly sambil terkekeh. 

"Masa depan tergantung KOMITMEN. Lingkungan, itu bonus. Mending jadi orang susah, tapi pikiran terbuka", itulah prinsip hidup Prof. Jimly. Terlahir dari keluarga miskin tak membuatnya risau menatap masa depan. Nah, kira-kira adakah sekolah yang bisa didik belum dewasa orang susah semoga punya pikiran terbuka? Oh ya, saya ingat satu nama, 'Sekolah Dowa Islami' di kota Serang (Banten).  

Entahlah, pertama kali melihat bangunan sekolah yang didominasi materi dari kayu dan bilik, pikiran saya terbang menerawang. "Lulusan ibarat apa yang bisa dihasilkan dari sekolah ini?" Ruangan kelas beralaskan ubin kayu, berdinding bilik, dan beratap seng menjadi saksi bisu usaha jatuh bangunnya sekolah Dowa Islami. Tak ada yang istimewa kalau menyelidiki infrastruktur bangunan sekolahnya. Tapi, ketangguhan dan kemuliaan hati para pendidiknya yang justru memesona diri saya.

Sekolah ini mendapatkan belum dewasa terbuang, yang sulit masuk sekolah elit dan favorit. Tak ada pujian bagi orangtua yang kirimkan anaknya sekolah di Dowa Islami. Wajar memang alasannya yakni sekolah ini dianggap tak punya prestise. Apalagi soal prestasi. Justru alasannya yakni tak punya prestise dan prestasi, sekolah ini memulai dengan keberanian tuk bermimpi. Cita-citanya tak muluk, belum dewasa dari rakyat jelata dan tak berpunya tetap bisa berakal semoga hidupnya mulia dan bermanfaat bagi sesama. 

Lupakan soal gaji. Kepala sekolah dan guru sadar untuk apa mereka berkarya di sekolah Dowa Islami. No money, they're no cry. Biarlah hidup mereka serba terbatas. Tapi, impian untuk melahirkan generasi yang lebih baik tak pernah redup di telan sang waktu. Mereka berikan karya terbaik untuk sekolah. Suasana hidup di lingkungan sekolah serba prihatin. Kondisi yang terang bukan alasannya yakni pilihan mereka sendiri. 

Tantangan terberat tiba dari orangtua murid. Mereka tak yakin anaknya bisa berhasil sekolah di Dowa Islami. Titik persoalan, lebih banyak orangtua yang rajin mengkritik saja ketimbang turut berkontribusi memajukan sekolah. Barisan kepala sekolah dan guru tetap solid hadapi situasi tersebut. Proses pendidikan terus berlangsung, anak didik tetap dirawat semoga tak jadi 'sampah masyarakat'. Ajaran soal moralitas jadi sajian utama. Soal kepintaran, itu nomor dua. Semua murid dibekali keterampilan hidup semoga tak jadi beban buat masyarakat, syukur-syukur kalau ada yang berhasil lanjutkan ke kursi sekolah yang lebih tinggi lewat beasiswa. 

Suasana kebersamaan begitu kental terasa di sekolah Dowa Islami. Jika ada tamu tiba ke sekolah, semua guru dan murid gotong royong memberi pelayanan terbaik. Meski kondisi keuangan sekolah morat-marit, pantang untuk berikan jamuan alakadarnya pada tamu. "Tamu itu mesti dimuliakan. Kami kumpulkan dana dari semua guru dan murid. Kami masak bersama untuk memperlihatkan hidangan istimewa. Itulah cara kami mensyukuri nikmat. Semoga keberkahan menyertai usaha kami", ungkap kepala sekolah di sela-sela bincang santai. Saya merasa begitu sangat terhormat bisa hadir dan bercengkrama bersama guru-guru Dowa Islami tahun 2009 silam.

Atas dasar sikap sabar, syukur, ikhlas, sungguh-sungguh dalam melewati hari-hari penuh perjuangan, sekolah mulai tunjukkan prestasi sedikit demi sedikit. Dulu banyak yang mencibir, kini tak sedikit yang mulai menaruh respek. "Bersyukur saya jadi orang susah. Karena hidup susah, pikiran saya jadi lebih terbuka alasannya yakni ilmu yang diberikan guru-guru Dowa Islami". Cara berpikir murid Dowa Islami yang telah mengalami perubahan.
       
Inkeles dan Dreeben (1968) menyatakan, sekolah sanggup memperlihatkan efek terhadap sikap hidup para pelakunya hanya melalui proses interaksi sosial yang berlangsung di sekolah, bukan alasannya yakni faktor sumbangan materi pengajaran. Sikap pola yang ditunjukkan guru-guru Dowa Islami paling memengaruhi cara berpikir dan bersikap murid-muridnya alasannya yakni adanya interaksi sosial intens antara guru-murid di sekolah tersebut. 

Inilah potret sekolah yang merakyat, sekolahnya punya rakyat. Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Mereka pegang teguh konsep 'berkah'. Apa itu konsep 'berkah'? Jika hidup serba kurang tetap bisa dicukupkan, berlebih tak ada yang sia-sia. Hulu dan hilirnya, semua penuh kebaikan. Kelak, sekolah model inilah yang punya masa depan cerah.

Mengapa? Karena para lulusannya tetap bersahaja, berhati rakyat, dan gunakan segenap kemampuannya saat mereka jadi orang berhasil untuk selamatkan sekolah semoga tetap eksis. Jika pun hanya jadi orang biasa, mereka tetap bersikap tanggung jawab untuk berperilaku baik semoga tak cemarkan nama baik sekolah di mata masyarakat. Karena sejatinya, sekolah telah mewariskan jati diri dan pujian sebagai rakyat yang meskipun hidup susah tetap bisa jaga kehormatan diri. [ROL]

Sumber http://magister-pendidikan.blogspot.com

0 Response to "✔ Sekolah Yang Merakyat, Mengajarkan Pengetahuan Dan Ketrampilan Serta Menanamkan Nilai-Nilai Moral"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel