iklan banner

✔ Masalah Anak Disaat Liburan: Pr Menumpuk Yang Tidak Dinilai Guru

Magister-pendidikan. Liburan panjang menjelang hari Idulfitri yang dinanti telah tiba. Sebagian belum dewasa sekolah di Indonesia sudah mulai libur semenjak Sabtu kemarin, sementara sebagian lagi akan memasuki liburan sekolahnya pekan ini.

Jangankan anak-anak, kita saja para orang renta terutama para ibu, girangnya bukan main jikalau masa liburan telah tiba. Seolah terlepas sejenak dari "beban" kewajiban mengurusi segala sesuatu yang berkaitan dengan sekolah anak-anak. 

Bebas dari kewajiban menyebarkan bekal untuk makan siang di sekolah, bebas dari kewajiban mendampingi anak mengerjakan PR, bebas dari kewajiban mengantar dan menjemput anak ke sekolah dan daerah les, dan lain-lain aktifitas sehari-hari yang cukup menguras pikiran dan tenaga. Lega rasanya ketika belum dewasa mendapat libur barang dua pekan. Cukuplah bagi kita untuk sejenak beristirahat, dan beralih pada kesibukan yang berbeda, menyerupai mengerjakan hobi atau mengunjungi keluarga dan teman.

Tapi tunggu dulu, benarkah di ekspresi dominan liburan ini, belum dewasa kita benar-benar libur ? tidak bersentuhan dengan buku tulis dan pensil sama sekali? ataukah justru sebaliknya, mereka terpaksa mengisi liburan dengan kening berkerut dan keluh kesah berkepanjangan lantaran para guru di sekolah membekali murid-muridnya dengan kiprah yang luar biasa banyaknya ?. Kalau sudah begini, apa boleh buat, kita para orang tuapun harus merelakan waktu untuk selalu mendampingi belum dewasa belajar, yang itu artinya, menciptakan kita seolah kembali bersekolah.

Mengapa PR tetap diberikan di ketika liburan ?

Ada satu problem yang sering dihadapi para guru ketika belum dewasa kembali masuk sekolah sesudah liburan usai, yakni sulitnya belum dewasa memasuki bahan pelajaran tertentu yang terputus lantaran libur. Kebanyakan belum dewasa terlupa dengan bahan yang sudah dibahas, lantaran jeda libur yang terlampau lama. Akibatnya guru harus mengulang menjelaskan dari awal lagi, dan ini berarti guru dan murid merugi waktu, lantaran seharusnya yang dibahas yaitu bahan berikutnya. Fenomena ini sangat kerap ditemukan, yang oleh lantaran itu harus dicarikan solusinya.

Kemudian para gurupun menawarkan Pekerjaan Rumah kepada murid-muridnya, dengan tujuan biar para murid tetap mencar ilmu di sela-sela waktu liburnya yang panjang, juga biar belum dewasa tidak terlupa pada bahan pelajaran yang sudah dibahas.

Selain itu, pertolongan PR diperlukan sanggup menjadi semacam "jembatan" yang menghubungkan antara proses mencar ilmu di sekolah dengan proses mencar ilmu di rumah. Kerjasama yang sinergis antara pendidikan di sekolah dan pendidikan di rumah (keluarga) memang sangat dibutuhkan. Hal ini menuntut pihak keluarga khususnya orang renta untuk terlibat secara aktif dalam proses pendidikan anak. Asumsinya, orang renta harus membantu anak memahami bahan pelajaran yang sulit, mengingat faktor keterbatasan waktu di sekolah, dan keterbatasan perhatian guru yang harus memecah konsentrasinya pada semua muridnya dalam satu kelas dengan kemampuan setiap murid yang bermacam-macam pula.

PR itu sudah biasa. Tapi kalau terlalu banyak, ya bete juga !

Sampai disini bekerjsama tidak ada problem lantaran alasan pertolongan PR tersebut sangat masuk nalar dan bermanfaat bagi anak. Namun akan berbeda permasalahannya jikalau PR yang diberikan oleh guru sangat banyak, dan setiap guru seolah berlomba menawarkan seabrek PR kepada belum dewasa kita. Walhasil, alih-alih liburan menyenangkan yang didapat oleh anak dan orang tua, belum dewasa justru menjadi anti pati terhadap suatu pelajaran tertentu atau bahkan murka kepada gurunya. Secara psikologis hal ini tentu sangat merugikan anak-anak, lantaran bagaimanapun, belum dewasa dihentikan mempunyai pandangan yang keliru terhadap proses mencar ilmu termasuk memendam perasaan yang negatif kepada para gurunya.

Dalam psikologi pendidikan disebutkan bahwa waktu efektif bagi seorang anak untuk berkonsentrasi mencar ilmu dengan duduk diam, mendengarkan klarifikasi dan mengerjakan latihan soal , tak lebih dari 20 menit saja. Selebihnya anak akan merasa gelisah, teralihkan perhatiannya, dan ingin melaksanakan aktivitas yang lain. Oleh lantaran itu tak usah heran jikalau ketika kita mendampingi anak mengerjakan PR nya, gres 20 menit, beliau sudah tak sabar, inginnya mondar-mandir dengan banyak alasan. Yang ingin minumlah, ingin sambil makan permen, ingin ke toilet dulu, mengusik adik bayinya, dll. Sebetulnya bukan semua itu yang mereka butuhkan. Mereka hanya merasa bosan saja. Nah, itu jugalah yang terjadi di sekolah. Terbayang bukan, bagaimana seorang guru harus menghadapi ulah anak sekelas yang semuanya merasa bosan ? kalau guru tidak kreatif mensiasati keadaan ini, bisa cepat kena penyakit darting beliau !

Apakah semua PR Itu diperiksa dan diberi nilai oleh guru ?

Kalau memang pada umumnya seorang anak hanya punya waktu konsentrasi mencar ilmu secara efektif hanya 20 menit, kemudian mengapa guru harus menawarkan PR yang harus dikerjakan anak dalam waktu 2 jam sehari selama seminggu ? sudah begitu semua guru menawarkan PR yang sama banyaknya ? tak ada keuntungannya bukan ? lantaran percayalah, boleh jadi semua PR nya selesai, namun mereka mengerjakannya dengan gerutuan panjang pendek, yang menciptakan orang renta hanya bisa mengelus dada ( lantaran jujur, orang tuapun mencicipi hal yang sama. Kesal lantaran terbawa sibuk membantu mengerjakan PR ! ).

Masih mending kalau ketika masuk sekolah nanti semua PR yang segunung itu diperiksa dan diberi nilai. Masih agak terhiburlah hati anak-anak, apalagi kalau guru menawarkan nilai bagus. Namun pada kenyataannya, aneka macam guru yang sama sekali mengabaikan PR yang diberikan kepada murid-muridnya tanpa dinilai sama sekali, padahal PR itu jelas-jelas telah menyita sebagian waktu liburan anak- anak !

Sama sekali tidak diperiksa  nggak usah heran kalau guru semacam ini jadi target kebencian dan kemarahan para murid di belakang punggungnya.

Jadi apa yang harus dilakukan ?

1. Saran Bagi Orang Tua

Bagaimanapun, PR mempunyai manfaat yang besar bagi belum dewasa kita. Libur yang terlampau panjang tanpa diisi sama sekali dengan aktivitas mencar ilmu (mengulang dan berlatih pelajaran di sekolah ) akan menciptakan anak terlena, hilang motivasi, atau terlupa pada bahan pelajaran yang mungkin saja sesungguhnya sudah beliau kuasai. Oleh lantaran itu orang renta harus mensupport belum dewasa dalam mengerjakan tugas-tugasnya, yakni dengan mendampingi, kalau perlu membantu mereka menuntaskan pekerjaannya.

Membantu mengerjakan PR ? ya, mengapa tidak ? boleh kok kita membantu anak mengerjakan PR, sebatas bukan kita yang mengerjakan semua PR itu, namun memberitahu cara termudah mengerjakannya. Termasuk seumpama membantu mencarikan sumber mencar ilmu di internet, membelikan alat- alat yang dibutuhkan untuk PR tertentu menyerupai menciptakan peta bumi, melaksanakan tanya jawab, atau bahkan sesederhana sekedar duduk disampingnya sambil membaca buku, sementara anak asyik mengerjakan PR nya. Percayalah, hanya sekedar melihat Ayah-Bundanya ada di sampingnya saja, terkadang sudah lebih dari cukup bagi seorang anak untuk bersemangat mengerjakan PR-PR nya hingga selesai.

Bagaimana jikalau PR yang diberikan guru sangat banyak dan menyita waktu liburan belum dewasa ? kiprah kitalah sebagai orang tua, untuk membantu mengatur jadwal mereka. Berilah pengertian, dan doronglah belum dewasa untuk mencicil PR nya bertahap setiap hari, yang penting selesai. Jangan hingga lantaran kelalaian orang renta dan keasyikan liburan , anak- anak terpaksa merapel pekerjaannya yang segunung dalam waktu yang sangat sempit. Anak akan kelelahan, atau bahkan jatuh sakit, dan kita bisa jadi uring-uringan nanti.

Dan ini yang tak kalah penting : jangan lupa untuk selalu mengusut dan memastikan belum dewasa sudah benar mengerjakan PR nya. Wah, kok jadi terlihat menyerupai guru ya ? ya begitulah faktanya. Orang renta yaitu guru yang utama bagi anak- anak. Itulah gunanya dahulu kita bersekolah. Ilmu yang kita miliki akan sangat bermanfaat bagi putra-putri kita, tak peduli apa profesi kita. Bersyukurlah bagi teman-teman yang berprofesi sebagai Ibu rumah tangga full timer. Itu artinya anda mempunyai cukup banyak waktu untuk berkonsentrasi menjadi guru di rumah bagi belum dewasa tercinta. Lalu bagaimana dengan Ayah-Ibu yang keduanya berkarir di luar rumah ? jawabannya sama saja : anda harus tetap meluangkan waktu untuk mendampingi belum dewasa berlajar di rumah, jikalau anda ingin anak -anak sukses dalam pendidikannya. Atau anda ingin menyerahkan soal pendidikan belum dewasa pada babysitter atau ajudan rumah tangga barangkali ? pikirkanlah dampaknya baik-baik.

2. Saran Bagi Guru

Untuk belahan ini, saya serasa berkontemplasi, mengingatkan diri sendiri biar menjadi pendidik yang baik dan bertanggung jawab, yang kehadirannya di kelas selalu dinantikan belum dewasa dengan penuh semangat.
Teman-teman Pendidik yang budiman, Ingatlah selalu bahwa mata pelajaran di sekolah itu bukan hanya mata pelajaran yang kita ajarkan saja. Masih banyak mata pelajaran lainnya . Ketika kita harus menawarkan PR yang harus dikerjakan pada ketika liburan, jangan pernah lupa bahwa guru lainpun ada kemungkinan melaksanakan hal yang serupa. Jika satu guru menawarkan PR masing-masing 2 bab, maka berapa belahan PR yang harus dikerjakan seorang anak untuk sedikitnya 10 mata pelajaran ? 20 belahan bukan ? nah, apakah itu masuk akal bagi seorang anak ? apakah ketika kita seusia mereka kita akan sanggup mengerjakannya ?

Berilah PR kepada murid-murid kita semata-mata lantaran motif manfaat, bukan motif yang lainnya, apalagi motif kewibawaan. Tak pernah ada ceritanya, guru berwibawa di mata para murid lantaran banyak menawarkan PR, menawarkan soal ulangan yang musykil, pelit nilai, atau bersikap galak. Anak-anak hanya akan takut pada kita, bukan merasa segan. Dan kita tahu, alangkah besarnya perbedaan antara makna takut dengan segan !

Selalulah menjalin komunikasi dengan rekan sejawat. Cari tahu sebanyak apa PR yang mereka berikan, biar belum dewasa tidak terlalu terbebani dengan banyaknya PR yang kita berikan. Di ketika liburan, belum dewasa berhak libur, berhak istirahat. Mana mungkin mereka sanggup beristirahat dan bersenang-senang, sanggup bertumbuh kembang fisik dan mentalnya dengan baik, jikalau di ketika liburanpun, mereka harus tetap terlibat dalam situasi yang serius, yang menciptakan mereka penat ?. Jika memang harus menawarkan PR, upayakan biar waktu mereka tidak banyak tersita. Buatlah sedemikian rupa biar PR kita sanggup diselesaikan belum dewasa maksimal dalam waktu 30 menit saja. Yang penting belum dewasa tidak melupakan pelajarannya.

Bersikaplah kreatif dalam menawarkan PR. Jangan hanya menekankan segi kognitif saja. Anak-anakpun harus berkembang dalam sisi afektif dan psikomotoriknya. Sesungguhnya PR sanggup dibentuk sedemikian rupa biar belum dewasa lebih merasa bermain ketimbang mengerjakan PR. Semisal kiprah mengunjungi dan bersilaturahmi kepada guru TK, SD, atau Sekolah Menengah Pertama nya, kiprah membuka dan membaca website yang kita tentukan, kiprah membaca satu buku cerita/ novel, kiprah mengunjungi taman kota, melihat-lihat kampus perguruan tinggi tinggi, kiprah memotret pemandangan yang paling unik dan menarik di sekitar lingkungan daerah tinggal mereka, kiprah menonton pertunjukkan seni, kiprah mengunjungi museum, kiprah wisata kuliner, dll, yang kesemuanya itu akan dipresentaskan di kelas di hadapan teman-temannya . Dan masih banyak lagi kreatifitas yang sanggup dilakukan dalam menawarkan PR kepada para siswa. Semua kiprah itu sangat mungkin diintegrasikan dalam mata pelajaran apapun. Anak akan merasa senang, lantaran mereka sanggup melakukannya sambil bermain.

Satu hal yang paling penting : jangan pernah membiarkan PR belum dewasa terkumpul di meja kita atau di inbox email kita tanpa diperiksa dan dinilai. Kasihan mereka yang sudah bersusah payah mengerjakannya. Berilah penghargaan pada belum dewasa yang rajin, jangan hanya terpelajar menghukum mereka yang tidak mengerjakan PR. Memeriksa dan menilai setiap pekerjaan murid, yaitu kiprah kita yang utama. Bagaimana kita bisa tahu tingkat pemahaman anak-anak, jikalau melihat PR mereka saja kita tak sudi ?. Atau, tak perlulah kita memberi PR jikalau kita tak sanggup mengusut dan menilainya. Janganlah berbuat curang pada anak-anak, sekecil apapun. Tak ada yang lebih jelek daripada menjadi guru yang dibenci oleh muridnya sendiri.

Akhir kata, biarkanlah belum dewasa bergembira ria di ketika liburan. Mereka berhak mendapatkannya sesudah sepanjang semester mereka mencar ilmu dengan keras dan rajin. Biarkanlah belum dewasa mengisi liburannya dengan aktivitas yang bermanfaat dan menyehatkan. Menyehatkan fisik dan mentalnya. Jadilah guru dan orang renta yang bijak dalam menyikapi fenomena PR di ketika liburan, demi keberhasilan pendidikan belum dewasa kita tercinta. Nah, semoga bermanfaat, selamat mendidik ya teman-teman :)

___________________
Sumber : Harian Kompas Senin, 29 Juli 2013

Sumber http://magister-pendidikan.blogspot.com

0 Response to "✔ Masalah Anak Disaat Liburan: Pr Menumpuk Yang Tidak Dinilai Guru"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel