iklan banner

✔ Penyebaran Kebudayaan Bacson-Hoabinh Di Indonesia

Di Pegunungan Bacson dan di Provinsi Hoabinh akrab Hanoi, Vietnam, oleh peneliti Madeleine Colani ditemukan sejumlah besar alat yang kemudian dikenal dengan kebudayaan Bacson-Hoabinh. Jenis alat serupa juga ditemukan di Thailand, Semenanjung Melayu, dan Sumatra. 

Peninggalan-peninggalan di Sumatra berupa bukit-bukit kerang yang dinamakan kjokkenmoddinger (sampah dapur) yang memanjang dari Sumatra Utara hingga Aceh.

Ciri dari kebudayaan Bacson-Hoabinh yaitu penyerpihan pada satu atau dua sisi permukaan kerikil kali yang berukuran satu kepalan dan cuilan tepinya sangat tajam. Hasil penyerpihannya mengatakan aneka macam bentuk, menyerupai lonjong, segi empat, dan ada yang bentuknya berpinggang. Di wilayah Indonesia, alat-alat kerikil kebudayaan Bacson-Hoabinh ditemukan di Papua, Sumatra, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. 

Penyebaran kebudayaan Bacson-Hoabinh bersamaan dengan perpindahan ras Papua Melanesoid ke Indonesia melalui jalan barat dan jalan timur (utara). Mereka tiba di Nusantara dengan perahu bercadik dan tinggal di pantai timur Sumatra dan Jawa, namun mereka terdesak oleh ras Melayu yang tiba kemudian. Akhirnya, mereka menyingkir ke wilayah Indonesia Timur dan dikenal sebagai ras Papua yang pada masa itu sedang berlangsung budaya Mesolitikum sehingga pendukung budaya Mesolitikum yaitu Papua Melanesoid. Ras Papua ini hidup dan tinggal di gua-gua (abris sous roche) dan meninggalkan bukit-bukit kerang atau sampah dapur (kjokkenmoddinger). 

Ras Papua Melanesoid hingga di Nusantara pada zaman Holosen. Saat itu keadaan bumi kita sudah layak dihuni sehingga menjadi tempat yang nyaman bagi kehidupan manusia. 

Penyelidikan kjokkenmoddinger dilakukan oleh Dr. P.V. Van Stein Callenfels tahun 1925. Juga banyak ditemukan kapak genggam yang kemudian dinamakan kapak Sumatra, terbuat dari kerikil kali yang dibelah, sisi luarnya tidak dihaluskan, dan sisi dalamnya dikerjakan sesuai dengan keperluan. Jenis lain yaitu kapak pendek (hache courte), bentuknya setengah lingkaran, cuilan tajamnya pada sisi lengkung. Ditemukan pula batu penggiling (pipisan) sebagai penggiling masakan atau cat merah, ujung mata panah,  flakes, dan kapak Proto Neolitikum.

Ras Papua Melanesoid hidup masih setengah menetap, berburu, dan bercocok tanam sederhana. Manusia yang hidup di zaman budaya Mesolitikum sudah mengenal kesenian, menyerupai lukisan menyerupai babi hutan yang ditemukan di Gua Leang-Leang (Sulawesi). Lukisan tersebut memuat gambar hewan dan cap telapak tangan. Mayat dikubur dalam gua dengan perilaku jongkok, beberapa cuilan jenazah diolesi dengan cat merah. Merah yaitu warna darah, tanda hidup. 

Mayat diolesi warna merah dengan maksud biar sanggup mengembalikan kehidupannya sehingga sanggup berdialog. Kecuali alat batu, juga ditemukan sisa-sisa tulang dan gigi-gigi binatang menyerupai gajah, badak, beruang, dan rusa. Jadi, selain mengumpulkan hewan kerang, mereka pun memburu binatang-binatang besar.

Di tempat Sumatra alat-alat kerikil jenis kebudayaan Bacson-Hoabinh ditemukan di Lhokseumawe dan Medan. Di Pulau Jawa, alat kebudayaan yang sejenis kebudayaan Bacson-Hoabinh ditemukan di tempat sekitar Bengawan Solo, yakni bersamaan waktu penggalian fosil insan purba. Peralatan yang ditemukan dibentuk dengan cara yang sederhana, belum diserpih dan belum diasah. Alat tersebut diperkirakan dipergunakan oleh jenis Pithecanthropus erectus di Trinil, Jawa Timur.



Sumber http://sejarah10-jt.blogspot.com

0 Response to "✔ Penyebaran Kebudayaan Bacson-Hoabinh Di Indonesia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel