iklan banner

Makalah Ulumul Qur’An Qira’Ah Sab’Ah


KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar, sehingga kami sanggup menuntaskan Makalah ULUMUL QUR’AN yang berjudul “QIRA’AT SAB’AH“ ini sanggup diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Junjungan kita Rasulullah SAW yang mana telah membawa kita semua dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang ibarat ketika ini.
Kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh alasannya yaitu itu, kepada para pembaca kami mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan makalah yang kami buat selanjutnya. Semoga makalah ini benar-benar bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi kami.
Kami berharap semoga makalah ini sanggup bermanfaat bagi kita semua yang membacanya dan sanggup sedikit mewujudkan pengetahuan didalam lembaran ini.
 
Serang, 15 Mei 2013
 
 
 
 
Penyusun
 
 
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................................         i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................         ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG .................................................................................         1
B.     RUMUSAN MASALAH ............................................................................         2
C.     TUJUAN MAKALAH ................................................................................         2
BAB II PEMBAHASAN
QIRA’AT SAB’AH .................................................................................................         3
A.    PENGERTIAN QIRA’AT SAB’AH...........................................................         3
B.     LATAR BELAKANG TIMBULNYA PERBEDAAN QIRA’AT ............         4
C.     DASAR HUKUM ........................................................................................         5
D.    MACAM-MACAM QIRA’AT ....................................................................         5
E.     HIKMAH MEMPELAJARI QIRA’AT ......................................................         10
BAB III PENUTUP
1.      Kesimpulan ...................................................................................................         11
2.      Daftar Pustaka ..............................................................................................         12
   
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Al-qur’an yaitu kalammullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui mediator malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an yaitu sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar aturan yang meliputi segala hal, baik aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan sebagainya. Selain sebagai sumber ilmu, Al Qur’an juga mempunyai ilmu dalam membacanya.
Dalam surat Al Isra’, Alloh SWT telah berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya Al Alquran ini memperlihatkan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar bangga kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS. Al-Isra’:9)
Juga telah di sebutkan dalam sebuah hadits, Sabda Rasulullah SAW : “Orang yang membaca satu karakter dari Kitabullah maka baginya satu kebaikan dan setiap kebaikan setara dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak menyampaikan alif laam miim satu karakter akan tetapi alih satu huruf, laam satu karakter dan miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)
Begitu besar keagungan Al Qur’an  hingga – hingga dalam membacanya pun harus disertai ilmu membaca yang di sebut ilmu qiro’at, alasannya yaitu di kawatirkan apabila dalam membaca Al Qur’an tidak disertai ilmunya akan berakibat berubahnya arti, maksud serta tujuan dalam setiap firman yang tertulis dalam Al Qur’an.
Selain ilmu qiro’at, Al Qur’an juga suatu rangkain kalimat yang harmonis satu dengan yang lainnya. keserasian kalimat antar kalimat, ayat antar ayat hingga kepada surat antar surat menciptakan Al Qur’an di juluki suatu rangkain syair yang begitu indah tidak mungkin untuk di serupai. dalam rangkaian Ulumul Qur’an, keserasian dalam Al Qur’an di sebut Munasabah Al Qur’an.
B.     RUMUSAN MASALAH
  1. Apa pengertian Qira’at Sab’ah?
  2. Ada barapa macam-macam Qira’ah?
  3. Apa hikmah dari adanya Qira’at?
C.    TUJUAN MAKALAH
  1. Memahami pengertian Qiro’at Sab’ah.
  2.  Untuk mengetahui macam-macam Qiro’at serta imamnnya.
  3. Untuk Mengetahui Hikmah dari adanya Qira’at.
 
BAB II
PEMBAHASAN
QIRA’AT SAB’AH
A.    PENGERTIAN QIRA’AT SAB’AH
Qira’at merupakan cabang ilmu tersendiri dalam ulumul Qur'an. Ilmu Qira’at tidak mempelajari halal-haram atau hukum-hukum tertentu. Menurut bahasa قراءات yaitu bentuk jamak dari قراءة yang merupakan isim masdar dari قرأ yang artinya "Bacaan".
Adapun berdasarkan istilah, ilmu qira′at yaitu Ilmu yang membahas wacana tata cara pengucapan kata-kata Al-Qur`an berikut cara penyampaiannya, baik yang disepakati (ulama hebat Al-Qur`an ) maupun yang terjadi dengan menisabkan setiap wajah bacaannya kepada seorang Iman Qiro’at.
Qira’at yaitu bentuk ucapan (pengucapan) kalimat Al Qur’an yang didalamnya termasuk perbedaan-perbedaan yang bersumber dari Rosululloh SAW. Tiap-tiap Qiraat yang disandarkan pada seorang Imam mempunyai kaidah-kaidah bacaan tertentu dan juga mempunyai rumusan-rumusan tajwid yang berbeda-beda dalam rangka untuk membaguskan bacaannya. Dari sini sanggup dikatakan bahwa Qira’at dan tajwid merupakan dua ilmu yang berbeda tetapi sangat berkaitan erat. Ilmu Qira’at mengenai bentuk peengucapan bacaan, sedangkan ilmu tajwid bagaimana mengucapkan dengan baik.
Qiro’at Sab’ah atau Qiro’at Tujuh yaitu macam cara membaca Al-Qur’an yang berbeda. Disebut qiro’at tujuh alasannya yaitu ada tujuh imam qiro’at yang populer masyhur yang masing-masing mempunyai langgam bacaan tersendiri. Tiap imam qiro’at mempunyai dua orang murid yang bertindak sebagai perawi. Tiap perawi tersebut juga mempunyai perbedaan dalam cara membaca Qur’an, Sehingga ada empat belas cara membaca al-qur’an yang masyhur. Perbedaan cara membaca itu sama sekali bukan dibuat-buat, baik dibentuk oleh imam Qiro’at maupun oleh perawinya. Cara membaca tersebut merupakan aliran Rasulullah dan memang ibarat itulah Al-Qur’an diturunkan. Jadi, kesemuannya ini yaitu bacaan-bacaan al Alquran yang sama berpengaruh derajat ke Qur’anannya. Bacaan ini, masing-masing boleh di baca siapapun meski pembaca atau pendengarnya tidak mengerti. Contohnya, bacaan عَليهمْ -و عليهمُ – عليهُم . Boleh mambaca salah satunya, asalkan bacaannya menjalur pada satu model bacaan, tidak campur dengan bacaannya Imam Tujuh. Contoh lagi, (ملك - مالك)  mim panjang atau yang pendek boleh-boleh saja. Contoh yang dihentikan yaitu (الدين يَومَ مَلَكَ), mungkin ini maknanya masih sama dengan (الدين يومَ مَلكِ) tapi dihentikan membaca (الدين يَومَ مَلَكَ) alasannya yaitu ini bukan salah satu dari bacaannya Imam Tujuh.
B.     LATAR BELAKANG TIMBULNYA PERBEDAAN QIRA’AT
Beberapa faktor yang melatar belakangi timbulnya perbedaan qira’at diantaranya yaitu :
  1. Perbedaan syakkal, harokat atau huruf. Karena mushaf mushaf terdahulu tidak menggunakan syakkal dan harokat, maka imam-imam qira’at membantu memperlihatkan bentuk-bentuk qira’at.
  2. Nabi sendiri melantunkan banyak sekali versi qira’ah didepan sahabat-sahabatnya. Seperti dalah suatu hadis:
            “Dari umar bin khathab, ia berkata, “aku mendengar hisyam bin hakim membaca surat al-furqon di masa hidup rasulullah. saya perhatikan bacaannya. tiba-tiba ia membaca dengan banyak karakter yang belum pernah dibacakan rasulullah kepadaku, sehingga hampir saja saya melabraknya di ketika ia shalat, tetapi saya urungkan. maka, saya menunggunya hingga salam. begitu selesai, saya tarik pakaiannya dan saya katakan kepadanya, ‘siapakah yang mengajarkan bacaan surat itu kepadamu?’ ia menjawab, ‘rasulullah yang membacakannya kepadaku. kemudian saya katakan kepadanya, ‘kamu dusta! demi Allah, rasulullah telah membacakan juga kepadaku surat yang sama, tetapi tidak ibarat bacaanmu. kemudian saya bawa beliau menghadap rasulullah, dan saya ceritaan kepadanya bahwa saya telah mendengar orang ini membaca surat al-furqon dengan huruf-huruf (bacaan) yang tidak pernah engkau bacakan kepadaku, padahal engkau sendiri telah membacakan surat al-furqon kepadaku. maka rasulullah berkata, ‘lepaskanlah dia, hai umar. bacalah surat tadi wahai hisyam!’ hisyam pun kemudian membacanya dengan bacaan ibarat kudengar tadi. maka kata rasulullah, ‘begitulah surat itu diturunkan.’ ia berkata lagi, ‘bacalah, wahai umar!’ kemudian saya membacanya dengan bacaan sebagaimana diajarkan rasulullah kepadaku. maka kata rasulullah, ‘begitulah surat itu diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah dengan karakter yang gampang bagimu di antaranya.’” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, Ahmad, dan Ibnu Jarir)
 
3. Adanya pengukuhan nabi (takrir) terhadap banyak sekali versi qira’ah para sahabatnya. 
4. Perbedaan riwayat dari para sobat nabi menyangkut bacaan ayat-ayat tertentu.
5. Karen perbedaan dialek (lahjah) dari banyak sekali unsur etnik dimasa nabi.
Jadi itulah beberapa faktor yang melatar belakangi timbulnya perbedaan qira’at di kalangan umat islam.[1]
C.    DASAR HUKUM
Agar Al-Qur’an gampang dibaca sebagian kabilah arab yang kenyataannya pada masa itu mereka mempunyai tingkat yang berbeda beda, maka Rosulullah menciptakan bacaaan Al-Qur’an dari Allh AWT untuk bacaan bahasa yang mereka miliki. Banyak hadis-hadis nabi yang menunjukan bahwa Allah telah mengizinkan bacaan Al Qur’an dengan tujuh wajah umat Islam gampang membacanya. Karena itu mushaf-mushaf sanggup dibaca dengan banyak sekali qira’at sebagaimana dalam sabda Rosulullah SAW yang artinya:
“sesungguhnya Al-qur’an ini diturunkan atasa tujuh karakter (cara bacaan), maka bacalah (menurut) makna yang engkau anggap mudah.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Dalam sebuah hadis lain juga dijelaskan yang berbunyi :
“Dari Ibnu Abas RA ia berkata : Rasulullah bersabda : Jibril telah memperlihatkan Al-Qur’an kepadaku dengan satu huruf, kemudian saya senantiasa mendesak dan berulang kali meminta biar ditambah, dan ia menambahnya hingga hingga tujuh huruf” (HR. Bukhori Muslim)
D.    MACAM–MACAM QIRA’AT
Berkenaan dengan Qira’at ini terdapat majemuk Qira’at dan yang masyhur ada 7 macam, dikenal dengan sebutan qira’ah Sab’ah, suatu qira’at yang dibangsakan kepada tujuh imam Qira’at yaitu :
As-Suyuti mengutip Ibnu Al-Jazari yang mengelompokkan qira’ah berdasarkan sanad kepada enam macam, diantaranya :
1.      Qira’ah Mutawatir, yaitu Qira’ah yang periwayatannya melalui beberapa orang, ibarat Qira’ah Sab’ah yang berdasarkan jumhhur ulama’ Qira’ah sab’ah ini semua riwatnya yaitu mutawatir,[2] para imam yang termasuk dalam Qira’ah sab’ah adalah:
a.       Nafi’ bin Abdurrahman (w.169 H.) di Madinah
Nama lengkapnya yaitu Abu Ruwaim Nafi’ ibnu Abdurrahman ibnu Abi Na’im al-Laitsy, asalnya dari Isfahan. Dengan kemangkatan Nafi’ berakhirlah kepemimpinan para qari di Madinah al-Munawwarah. Beliau wafat pada tahun 169 H. Perawinya yaitu Qalun wafat pada tahun 12 H, dan Warasy wafat pada tahun 197 H.
Syaikh Syathiby mengemukakan: “Nafi’ seorang yang mulia lagi harum namanya, menentukan Madinah sebagai tempat tinggalnya. Qolun atau Isa dan Utsman alias Warasy, sobat mulia yang mengembangkannya.
b.      Ashim bin Abi Nujud Al-asady (w. 127 H.) di Kufah
Nama lengkapnya yaitu ‘Ashim ibnu Abi an-Nujud al-Asady. Disebut juga dengan Ibnu Bahdalah. Panggilannya yaitu Abu Bakar, ia yaitu seorang tabi’in yang wafat pada sekitar tahun 127-128 H di Kufah. Kedua Perawinya adalah; Syu’bah wafat pada tahun 193 H dan Hafsah wafat pada tahun 180 H.
Kitab Syathiby dalam sya’irnya mengatakan: “Di Kufah yang gemilang ada tiga orang. Keharuman mereka melebihi wangi-wangian dari cengkeh Abu Bakar atau Ashim ibnu Iyasy panggilannya. Syu’ba perawi utamanya lagi populer pula si Hafs yang populer dengan ketelitiannya, itulah murid Ibnu Iyasy atau Abu Bakar yang diridhai.
c.       Hamzah bin Habib At-Taymy (w. 158 H.) di Kufah
Nama lengkapnya yaitu Hamzah Ibnu Habib Ibnu ‘Imarah az-Zayyat al-Fardhi ath-Thaimy seorang bekas hamba ‘Ikrimah ibnu Rabi’ at-Taimy, dipanggil dengan Ibnu ‘Imarh, wafat di Hawan pada masa Khalifah Abu Ja’far al-Manshur tahun 158 H. Kedua perawinya yaitu Khalaf wafat tahun 229 H. Dan Khallad wafat tahun 220 H. dengan mediator Salim.
Syatiby mengemukakan: “Hamzah sungguh Imam yang takwa, sabar dan tekun dengan Al-Qur’an, Khalaf dan Khallad perawinya, perantaraan Salim meriwayatkannya.
d.      Ibnu amir al- yahuby (w. 118 H.) di Syam
Nama lengkapnya yaitu Abdullah al-Yahshshuby seorang qadhi di Damaskus pada masa pemerintahan Walid ibnu Abdul Malik. Pannggilannya yaitu Abu Imran. Dia yaitu seorang tabi’in, mencar ilmu qira’at dari Al-Mughirah ibnu Abi Syihab al-Mahzumy dari Utsman bin Affan dari Rasulullah SAW. Beliau Wafat di Damaskus pada tahun 118 H. Orang yang menjadi murid, dalam qira’atnya yaitu Hisyam dan Ibnu Dzakwan.
Dalam hal ini pengarang Asy-Syathiby mengatakan: “Damaskus tempat tinggal Ibnu ‘Amir, di sanalah tempat yang megah buat Abdullah. Hisyam yaitu sebagai penerus Abdullah. Dzakwan juga mengambil dari sanadnya.
e.       Abdullah Ibnu Katsir (w. 130 H.) di Makkah
Nama lengkapnya yaitu Abu Muhammad Abdullah Ibnu Katsir ad-Dary al-Makky, ia yaitu imam dalam hal qira’at di Makkah, ia yaitu seorang tabi’in yang pernah hidup bersama shahabat Abdullah ibnu Jubair. Abu Ayyub al-Anshari dan Anas ibnu Malik, beliau wafat di Makkah pada tahun 130 H. Perawinya dan penerusnya yaitu al-Bazy wafat pada tahun 250 H. dan Qunbul wafat pada tahun 291 H.
Asy-Syathiby mengemukakan: “Makkah tempat tinggal Abdullah. Ibnu Katsir panggilan kaumnya. Ahmad al-Bazy sebagai penerusnya. Juga….. Muhammad yang disebut Qumbul namanya.
f.       Abu Amr Ibnul Ala (w. 154 H) di Basrah
Nama lengkapnya yaitu Abu ‘Amr Zabban ibnul ‘Ala’ ibnu Ammar al-Bashry, sorang guru besar pada rawi. Disebut juga sebagai namanya dengan Yahya, berdasarkan sebagian orang nama Abu Amr itu nama panggilannya. Beliau wafat di Kufah pada tahun 154 H. Kedua perawinya yaitu ad-Dury wafat pada tahun 246 H. dan as-Susy wafat pada tahun 261 H.
Asy-Syathiby mengatakan: “Imam Maziny dipanggil orang-orang dengan nama Abu ‘Amr al-Bashry, ayahnya berjulukan ‘Ala, Menurunkan ilmunya pada Yahya al-Yazidy. Namanya populer bagaikan sungai Evfrat. Orang yang paling shaleh diantara mereka, Abu Syua’ib atau as-Susy berguru padanya.
g.      Abu Ali Al- Kisa’i (w. 189 H) di Kufah
Nama lengkapnya yaitu Ali Ibnu Hamzah, seorang imam nahwu golongan Kufah. Dipanggil dengan nama Abul Hasan, berdasarkan sebagiam orang disebut dengan nama Kisaiy alasannya yaitu menggunakan kisa pada waktu ihram. Beliau wafat di Ranbawiyyah yaitu sebuah desa di Negeri Roy ketika ia dalam perjalanan ke Khurasan bersama ar-Rasyid pada tahun 189 H. Perawinya yaitu Abul Harits wafat pada tahun 424 H, dan ad-Dury wafat tahun 246 H.[3]
2.      Qiroa’at Masyhur, yaitu qiro’ah yang mempunyai sanad sohih, tetapi tidak hingga pada kualitas mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan goresan pena mushaf Usmani, masyhur di kalangan hebat qiro’ah dan tidak termasuk qiro’ah yang keliru dan menyimpang. Misalnya qiro’at dari imam yang tujuh yang disampaikan melalui jalur berbeda-beda. Sebagian perawi contohnya meriwayatkan dari Imam Tujuh, sementara yang lainnya tidak. Qiro’at semacam ini banyak di jumpai kitab-kitab Qiro’ah contohnya At-taisir karya Ad-dani, Qashidah karya As-Syatibi, Au’iyyah Annasr Fi Qiro’ah Al-Asyr dan Taqrib An-Nasyr, keduanya karya Ibnu Al-Jaziri. Menurut AlZarqani dan Subhi Al-Sholih kedua tingkatan Muttawatir dan Masyhur sah Bacaannya dan wajib meyakininya serta tidak mengingkari sedikitpun dari padanya.
3.      Qiroat Ahad, yaitu qiro’at yang sanadnya sohih tetapi tulisannya tidak cocok dengan goresan pena mushaf usmani yang juga tidak selaras dengan kaidah bahasa arab. Qiro’at ini dihentikan untuk membaca al-qur’an.
4.      Qiro’at Syadz, yaitu yaitu qiro’ah yang sanadnya tidak sohih. Contoh:ملك يوم الدين  (di baca malaka yauma)
5.      Qira’ah maudlu’ (palsu), Qira’ah ini tdak boleh untuk membaca Al-Qur’an.
6.      Qira’ah mudraj yaitu qira’at yang didalamnya terdapat kata atau kalimat perhiasan yang biasanya dijadikan penafsiran bagi ayat Al-quran .
Kedua qira’at diatas (maudlu dan mudraj)  tidak sanggup dijadikan pegangan dalam baca’an Al-Qur’an.[4]
Jika ditinjau dari segi para pembacanya ( Qurro ) Qira’ah dibagi atas :
1.      Qiro’ah Sab’ah : yang di sandarkan pada Imam Tujuh hebat qira’a, yaitu qira’ah yang telah disebutkan diatas. Ada dua alasan kenapa di sebut qira’ah sab’ah:
Pertama : ketika kholifah Utsman menirim ke banyak sekali tempat itu berjumlah tujuh buah yang masing-masing disertai dengan hebat qira’ah yang mengajarkan. Nama Sab’ah berasal dari jumlah qurro’ yang mengajarkan yaitu Sab’ah (tujuh).
Kedua : tujuh qira’ah itu yaitu qira’at yang sama dengan tujuh cara (dialek) bacaan diturunkannya Al-qur’an. Dua pendapat diatas di sampaikan oleh Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A. yang mengutip dari pendapat Imam Al-Maliki.
2.      Qir’ah Asyrah : qira’ah yang di sandarkan kepada sepuluh orang hebat qra’ah, yaitu tujuh orang yang sudah tersebut dalam qira’ah sab’ah di tambah dengan tiga orang, yaitu:
a.         Abu Ja’far Yazid Ibnul Qa’qa Al-qari (w. 130 H.) di Madinah
b.         Abu Muhammad Ya’ Qub bin Ishaal-Hadhary (w. 205 H.) di Basrah
c.         Abu Muhammad Kholf bin Hisyam Al-A’masyy (w. 229 H.)
Menurut sebagian ulama’, pembatasan terhadap tujuh hebat qira’at kurang tepat, karna masih banyak orang (ulama’) lain yang juga mamahami dan terpelajar wacana qira’at.
3.      Qira’ah Arba’a Asyrata : yaitu qira’ah yang di sandarkan kepada 14 hebat qira’ah yang megajarkannya, sepuluh hebat qira’ah yang telah di tulis di tambah dengan empat orang, yaitu:
a.       Hasan Al-Bashri (w. 110 H.) di Basrah
b.      Ibnu Muhaish (w. 123 H.)
c.       Yahya Ibnu Mubarok Al- Yazidy (w. 202 H.) di Baghdad
d.      Abu Faroj Ibnul Ahmad Asy-Syambudzy (w. 388 H.) di Baghdad. [5]
E.     HIKMAH MEMPELAJARI QIRA’AT
Dengan bervariasinya Qira’at, maka banyak sekali manfaat atau faedahnya, diantaranya:
             1.          Menunjukkan betapa terpelihara dan terjaganya kitab Allah dari perubahan dan penyimpangan.
             2.          Meringankan umat Islam dan memudahkan mereka untuk membaca al-Qur’an.
             3.          Untuk mempersatukan umat islam diatas dasr bahasa yang satu.
             4.          Bukti kemukjizatan al-Qur’an dari segi kepadatan makna, alasannya yaitu setiap qira’at memperlihatkan sesuatu aturan syara tertentu tanpa perlu pengulangan lafadz.
             5.          Untuk menjelaskan suatu aturan dari beberapa hukum.
             6.          Untuk menjelaskan sebagian lafad yang mubham (samar).
             7.          Memperbesar pahala.[6]
 
BAB III
PENUTUP
Demikian makalah yang sanggup kami buat. Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini sanggup memperlihatkan sedikit manfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya. Aamiin.
KESIMPULAN
Jadi dari uraian diatas memperlihatkan bersarnya dampak qira’at dalam proses tetapkan hukum. Sebagian qira’at sanggup berfungsi sebagai klarifikasi kepada ayat yang mujmal (bersifat global) berdasarkan qira’at yang  lain atau penafsiran dan klarifikasi pada maknanya.
Selain itu kita juga sanggup mengetahui macam-amcam qira’at dan Imam-imamnya, dan pengetahuan wacana banyak sekali qira’at sangat perlu bagi seorang yang hendak mengistinbat aturan dari ayat-ayat Al-qur’an pada khususnya dan mentafsirkannya pada umumnya, serta sanggup mengetahui hikmah dari adanya  qira’at.
DAFTAR PUSTAKA
Chalik, Abdul, Chaerudji. Ulumul Al-Qur’an. Diadit Media. Jakarta Pusat. 2007
Syadali Ahmad, Rofi’i Ahmad. Ulumul Qur’an I. Pustaka Seyia. Bandung. 2000


[1] A. Chaerudji Abdul Chalik, Ulumul Al-Qur’an, Jakarta : Diadit Media, 2007. Hal. 177-178
[2] Ahmad Syadali dan ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an I, Bandung : Pustka Setia, 2000. hal. 228
[3] A. Chaerudji Abdul Chalik, Op.cit., Hal. 173-175
[4] Ahmad Syadali dan ahmad Rofi’i, Op.cit., hal. 228-230
[5] Ibid., Hal. 227
[6] A. Chaerudji Abdul Chalik, Op. Cit., Hal. 179-183

Sumber http://defantri.blogspot.com

0 Response to "Makalah Ulumul Qur’An Qira’Ah Sab’Ah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel