iklan banner

✔ Laporan Prak Ekter Struktur Dan Komposisi Makrofauna Tanah Sebagai Bioindikator Keanekaragaman Jenis Tumbuhan


STRUKTUR DAN KOMPOSISI MAKROFAUNA TANAH SEBAGAI BIOINDIKATOR KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN
Aldha Rizki Utami1), Gita Najla Aldila1), Arman Gaffar1), Rima Suciyani1), Azkiya Banata1), Annisa Maulida1), Udi Rafiudin1)

Mardiansyah, M.Si2), Dina Anggraini, S.Si2)
Muhammad Fazri Hikmatyar3)

1)Mahasiswa Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2)Dosen Praktikum Ekologi Terestrial
3)Assisten Praktikum Ekologi Terestrial

17 April 2013

Baca Juga

ABSTRACT
This observation aims to find out how to perform sampling on plant community, identify the type of plant on site sampling, measuring the diversity of plant species in the sampling location, measure the health factors of soil, soil fauna diversity and knowing the relationship between the causal factors of soil health with diversity of fauna. Observations of terrestrial biodiversity community has done to get the results that are presented in the form of tables and the data analyzed with different Diversity Index (H, D, , λ , N1, N2, and E). Based on table 1. Plant species Diversity index value on the observation plot measuring 2 m x 2 m belongs to medium-high. The plant species diversity of medium-high this was likely caused by biotic and abiotic constraints that support plant life itself. Observations of the Bioindicator land plot observations of 30 cm x 30 cm to get the results that have been analyzed with the index Simpson (λ) and the Shannon-Wiener Index (λ) are presented in table 2. Based on table 2. The value of diversity Index of Makrofauna with the Shannon-Wiener was very low because the value of H and λ the value of 0.49 and the dominance of makrofauna was the dominance of most termites high i.e. 0.3. The Simpson index value (λ) based on table 2. belongs to the medium. Observation on the relationship of soil makrofauna with plant species diversity obtained data presented in the form of a histogram can be seen in Picture 3. The relationship H Makrofauna H soil and Plants based on Figure 3. the higher the value of H makrofauna land then the higher was also the curve on the value of H plants. The value of H' plants are top with a value of H’ 1,454 and value of H makrofauna of  0.67. Observations of the galore types of makrofauna to get the results that are presented in the form of histograms, can be seen in Picture 4 based on Picture 4. The family of animals most frequently found is the family of annelids which is an earthworm with an individual quantity of 16. While the fewest are the lice, termites, crustaceae, centipedes and larvæ mollusca with a number of individuals 1. An observation that has been done this conclusions may be drawn that is the diversity of species of plants strongly influenced by bioindikator the ground ( makrofauna soil ). Makrofauna the ground is very influential and can be used as bioindikator health / soil fertility. Factors that affect the health of the land was the texture of land, hara, the availability of aëration, and the ability to bind the ground. Viewed as the living space, land where factors, in addition to physical and chemical life jasad-jasad makro and micro in the ground should be able to support plant life. All the components interact and interconnected form their own ecosystem terrestrial good for living things.

Keywords: community terrestrial, biodiversity, bioindicator land, the diversity of species, land macrofauna

ABSTRAK

Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui cara melaksanakan sampling pada komunitas tumbuhan, mengidentifikasi jenis flora di lokasi sampling, mengukur keanekaragaman jenis flora di lokasi sampling, mengukur faktor-faktor kesehatan tanah, mengetahui keanekaragaman fauna tanah dan mengetahui relasi lantaran akhir antara faktor kesehatan tanah dengan keanekaragaman fauna. Pengamatan biodiversitas komunitas terestrial yang sudah dilakukan mendapat hasil yang disajikan dalam bentuk tabel dan data dianalisis dengan Indeks Keanekaragaman yang berbeda-beda (H’, D, λ, N1, N2 dan E). Berdasarkan tabel 1. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Tumbuhan pada plot pengamatan yang berukuran 2 m x 2 m tergolong sedang-tinggi. Keanekaragaman jenis flora yang sedang-tinggi ini kemungkinan disebabkan oleh faktor biotik dan abiotik yang mendukung kehidupan flora itu sendiri. Pengamatan Bioindikator tanah pada plot pengamatan 30 cm x 30 cm mendapat hasil yang telah dianalisis dengan Indeks Simpson (λ) dan Indeks Shannon-Wiener (H’) yang disajikan dalam bentuk tabel 2. Berdasarkan tabel 2. Nilai keanekaragaman jenis Makrofauna dengan Indeks Shannon-Wiener tergolong sangat rendah lantaran nilai H’ < 1 yaitu 0,49 dan nilai dominansi jenis makrofauna yakni rayap dengan nilai dominansi paling tinggi yaitu 0,3. Nilai Indeks Simpson (λ) berdasarkan tabel 2. tergolong sedang. Pada pengamatan relasi makrofauna tanah dengan keanekaragaman jenis flora didapatkan data yang disajikan dalam bentuk histogram yang sanggup dilihat pada Gambar 3. Hubungan H’ Makrofauna Tanah dan H’ Tumbuhan berdasarkan Gambar 3. semakin tinggi nilai H’ makrofauna tanah maka semakin tinggi juga kurva pada nilai H’ tumbuhan. Nilai H’ flora berada paling atas dengan nilai sebesar 1,454 dan nilai H’ makrofauna sebesar 0,67. Pengamatan kelimpahan jenis makrofauna mendapat hasil yang disajikan dalam bentuk histogram, sanggup dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4. Famili binatang yang paling banyak ditemukan yakni Famili Annelida yaitu cacing tanah dengan jumlah individu 16. Sedangkan yang paling sedikit yakni kutu, rayap, crustaceae, larva kelabang dan mollusca dengan jumlah individu 1. Pengamatan yang telah dilakukan ini sanggup ditarik kesimpulan yaitu keanekaragaman jenis flora sangat dipengaruhi oleh bioindikator tanah (makrofauna tanah). Makrofauna tanah sangat kuat dan sanggup dijadikan sebagai bioindikator kesehatan/ kesuburan tanah. Faktor yang mensugesti kesehatan tanah yakni tekstur tanah, ketersediaan hara, aerasi, dan kemampuan mengikat tanah.  Tanah dipandang sebagai tempat kehidupan, dimana selain faktor fisik dan kimia, kehidupan jasad-jasad makro dan mikro di dalam tanah harus bisa mendukung kehidupan tanaman. Semua komponen tersebut berinteraksi dan saling berkaitan membentuk ekosistem terestrial yang baik bagi makhluk hidup.

Kata kunci : Komunitas terestrial, biodiversitas, biondikator tanah, keanekaragaman jenis, makrofauna tanah

PENDAHULUAN


Komunitas terestrial yakni kelompok organisme yang terdapat di pekarangan, di hutan, di padang rumput, di padang pasir, dan lain-lain. Biodiversitas pada komunitas terestrial sanggup dijadikan sebagai tolak ukur mengenai kondisi suatu ekosistem terestrial. Pada komunitas terestrial juga terdapat bioindikator tanah yaitu makrofauna tanah. Makrofauna tanah disini berperan penting dalam menciptakan kondisi tanah layak untuk tumbuhan. Contohnya menyuburkan tanah, menggemburkan tanah dan sebagai detrivor atau organisme pengurai. Komponen makrofauna ini bila dilihat dari kiprahnya berperan sangat penting bagi ekosistem terestrial. Bila salah satu komponen ini terganggu maka akan mensugesti keberadaan komponen lainnya.  Hal ini ditegaskan oleh Berryman (1986), yang menyebutkan bahwa makrofauna berperan penting dalam proses suksesi dan menjaga kestabilan ekosistem terestrial.
Ekosistem terestrial dilarang rusak lantaran ekosistem ini yang akan menunjang kehidupan manusia, menyerupai tempat penyimpan air dan juga sebagai habitat banyak makhluk hidup. Maka sudah sewajarnyalah fungsi itu tetap kita pertahankan setinggi mungkin. (Cox, 1972)
Makrofauna tanah merupakan belahan dari keanekaragaman hayati yang diduga mengalami penurunan yang tajam sebagai akhir dari pencemaran lingkungan pada tanah. Oleh lantaran itu adanya pencemaran mensugesti keadaan lingkungan pada umumnya dan keanekaragaman makrofauna tanah pada khususnya. Makrofauna tanah mempunyai arti penting pada ekosistem terestrial. Pada ekosistem pertanian, makrofauna tanah berperan dalam pemeliharaan sifat fisika, kimia dan biologi tanah, terutama sebagai dekomposer dan ‘soil engineer’ sehingga sanggup meningkatkan produktivitas suatu tumbuhan. (Makalew, 2001).


Penurunan keanekaragaman makrofauna tanah mngakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan komunitas sehingga sanggup mengakibatkan dominansi spesies-spesies tertentu yang umumnya berpotensi sebagai hama tumbuhan (Fragoso et al., 1997; Baker, 1998). 
           
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui cara melaksanakan sampling pada komunitas tumbuhan, mengidentifikasi jenis flora di lokasi sampling, mengukur keanekaragaman jenis flora di lokasi sampling, mengukur faktor-faktor kesehatan tanah, mengetahui keanekaragaman fauna tanah dan mengetahui relasi lantaran akhir antara faktor kesehatan tanah dengan keanekaragaman fauna.

 MATERI DAN METODE
            Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 10 April 2013 mulai pukul 13.00 – 16.00 WIB di Semanggi, Ciputat dan analisis data dilakukan di PLT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Metode yang dipakai yakni analisis vegetasi pada pengamatan biodiversitas komunitas terstrial  dan metode hand sorting pada pengamatan bioindikator tanah.

Alat dan Bahan
            Alat yang dipakai dalam praktikum ini yakni tali rafia, patok, label, alat ukur/ meteran, pH indikator, soil tester, termometer tanah, luxmeter, sekop atau cangkul, pisau, plastik atau botol sampel dan pinset.           Bahan yang dipakai mencakup faktor biotik (suhu, intensitas cahaya, tanah) dan abiotik yang akan diukur (fauna tanah dan tumbuhan)

Prosedur Kerja
Biodiversitas Komunitas Terestrial
            Pertama yang dilakukan yakni ditentukan lokasi sampling, kemudian dibentuk plot dengan ukuran 2 m x 2 m pada tali rafia kemudian dibentuk menyilang. Tali rafia diikatkan pada patok. Dibuat plot kecil dalam plot besar dengan ukuran 30 cm x 30 cm. Ditandai tiap plot kemudian dihitung flora apa saja yang terdapat pada plot, kemudian dicatat jenis tumbuhan, jumlah individu flora dan diidentifikasi flora tersebut. Setelah semua jenis flora dihitung dan diidentifikasi, diukur faktor fisik pada plot mencakup intensitas cahaya, suhu udara, suhu tanah, pH tanah dan kelembaban tanah. Setelah data didapatkan kemudian dianalisis dengan indeks Shannon-Wiener, Simpsons, Hill’s 1 dan 2 dan Margalef.

Biondikator Tanah
            Pada pengmatan bioindikator tanah dibentuk lubang dengan kedalaman 30 cm pada plot kecil yang berukuran 30 cm x 30 cm. Lubang dibentuk memakai cangkul atau sekop. Setiap organisme/ binatang tanah yang terlihat dicatat dan diidentifikasi. Data yang didapatkan kemudian dianalisis dengan rumus Indeks Shannon-Wiener dan Indeks Simpson.

Analisis Data
            Pada praktikum ini data yang didapatkan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel. Analisis data yang dipakai untuk menghitung indeks Keanekaragaman Jenis pada Biodiversitas Komunitas Terestrial yakni dengan Indeks Margalef (D), Indeks Shannon-Wiener (H’), Indeks Mc Artur (N1), Indeks Hill’s (N2), Indeks Evennes (E).

D = (S -1)/ ln N
H’ = (S – 1)/ln N
N1 = eH’
N2 = 1/ λ

Keterangan : ni   =  Jumlah jenis ke-i
S    = Jumlah jenis
N   = Jumlah individu seluruh jenis
Pi = Proporsi antara jumlah individu jenis ke-i dengan jumlah individu seluruh jenis.

Pada bioindikator tanah analisis data dilakukan dengan Indeks Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Simpson (S).

H’ = - ∑ (Pi) (log Pi)
S = 1 - ∑ ni (ni-1)/ N(N-1)

Keterangan :    D = Dominansi
n = Jumlah individu dari masing- masing spesies
N = Jumlah total individu dari semua spesies
           
HASIL
            Pengamatan struktur dan komposisi makrofauna tanah sebagai bioindikator keanekaragaman jenis flora ini mendapat hasil yang disajikan dalam bentuk grafik dan tabel sebagai berikut.

Tabel 1. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan
Famili
Jumlah individu
Indeks
Nilai
Araceae
2
H'
1,198263
Cucurbitaceae
52
D
0,800446
Poaceae
55
E
0,744
Amarantaceae
37
N1
3,28
Asteraceae
2
N2
1,44
Total :
148
Λ
0,689

            Berdasarkan Indeks Keanekaragaman Jenis Tumbuhan yang terdapat pada Tabel 1. Keanekaragaman jenis pada banyak sekali Indeks Keanekaragaman Jenis Tumbuhan tergolong sedang-tinggi.

Tabel 2. Keanekaragaman Jenis Makrofauna

            Berdasarkan Tabel 2. Keanekaragaman jenis makrofauna yang ditemukan tergolong rendah lantaran nilai H’ < 1 dan nilai dominansi jenis makrofauna yakni rayap dengan nilai dominansi paling tinggi yaitu 0,3. Nilai Indeks Simpson (λ) berdasarkan tabel 2. tergolong sedang.


Gambar 3. Hubungan H’ Makrofauna dan H’ Tumbuhan
            Berdasarkan Gambar 3. Semakin tinggi nilai H’ makrofauna tanah maka semakin tinggi juga kurva pada nilai H’ tumbuhan. Nilai H’ flora berada paling atas dengan nilai sebesar 1,454 dan nilai H’ makrofauna sebesar 0,67.

Gambar 4. Kelimpahan Jenis Makrofauna Tanah
            Berdasarkan Gambar 4. Famili binatang yang paling banyak ditemukan yakni Famili Lumbricidae yaitu cacing tanah dengan jumlah individu 16. Sedangkan yang paling sedikit yakni Aphididae, Achatinidae, crustaceae, larva, dan Lucanidae dengan jumlah individu 1.

PEMBAHASAN
            Praktikum kali ini mengamati struktur dan komposisi makrofauna tanah sebagai bioindikator keanekaragaman jenis tumbuhan. Makrofauna sangat berkaitan dengan biodiversitas komunitas terestrial yang dilihat disini yakni tumbuhan. Berdasarkan Gambar 3. Dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai H’ makrofauna maka nilai H’ flora juga semakin naik.
            Makrofauna tanah yakni fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah. peranan terpenting dari makrofauna tanah di dalam ekosistemnya yakni sebagai perombak materi organik yang tersedia bagi flora hijau. makrofauna tanah juga sanggup dijadikan sebagai indikator kesuburan tanah. Semakin subur suatu tanah maka semakin banyak flora yang hidup dan akan semakin banyak pula jenisnya (biodiversitas komunitas terestrial) (Foth, 1994).
            Peran makrofauna tanah lainnya yakni dalam perombakan materi flora dan binatang yang mati, pengangkutan materi organik dari permukaan ke dalam tanah, perbaikan struktur tanah, dan proses pembentukan tanah. Dengan demikian makrofauna tanah berperan aktif untuk menjaga kesuburan tanah atau kesehatan tanah (Adianto, 1993; Foth, 1994).
            Salah satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan kesuburan tanah yakni fauna tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan bisa berjalan dengan cepat bila tidak ditunjang oleh aktivitas makrofauna
tanah. Makrofauna tanah mempunyai peranan penting dalam dekomposisi materi organik tanah dalam penyediaan unsur hara. Makrofauna akan merombak substansi nabati yang mati, kemudian materi tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Secara umum, keberadaan aneka macam fauna tanah pada tanah yang tidak terganggu menyerupai padang rumput, lantaran siklus hara berlangsung secara kontinyu. Arief (2001), menyebutkan, terdapat suatu peningkatan kasatmata pada siklus hara, terutama nitrogen pada lahan-lahan yang ditambahkan mesofauna tanah sebesar 20%-50%. Mesofauna tanah akan merombak materi dan mencampurkan dengan sisa-sisa materi organik lainnya, sehingga menjadi fragmen berukuran kecil yang siap untuk didekomposisi oleh mikrobio tanah (Arief, 2001).
            Makrofauna yakni binatang yang mempunyai ukuran tubuhnya berkisar antara 2 – 20 mm, yang terdiri dari hebivora (pemakan tanaman), dan karnivor (pemakanhewan kecil). Contohnya Arthropoda yaitu Crustacea seperti kepiting, Chilopoda seperti kelabang, Diplopoda kaki seribu, Arachnida seperti labalaba, kalajengking, dan serangga (Insecta), menyerupai kelabang, kumbang, rayap, lalat, jangkrik, lebah, semut, serta hewan-hewan kecil lain yang bersarang dalam tanah (Hanafiah, 2006).
            Berdasarkan Tabel 2 Keanekaragaman jenis makrofauna yang terdapat pada plot mempunyai nilai H’ yang tergolong keanekaragaman jenis rendah yaitu 0,493. Nilai H’ bertujuan untuk mengetahui derajat keanekaragaman suatu ekosistem dalam suatu ekosistem. Parameter yang memilih nilai indeks keanekaragaman (H’) pada suatu ekosistem ditentukan oleh jumlah spesies dan kelimpahan relatif pada suatu komunitas (Sugiyarto, 2003). Rendahnya nilai keanekargaman jenis makrofauna yang rendah ini kemungkinan diakibatkan pencemaran dan faktor abiotik pada tanah itu sendiri yang tidak mendukung untuk hidup makrofauna itu sendiri. Keanekaragaman fauna berperan penting dalam menjaga kestabilan ekosistem, hal ini di pengaruhi oleh faktor lingkungan, faktor biotik mencakup (tumbuhan dan hewan), faktor abiotik (antara lain air, tanah, udara, cahaya, dan keasaman tanah) (Dindal, 1990).
Faktor lingkungan berperan sangat penting dalam memilih banyak sekali contoh penyebaran fauna tanah. Faktor biotik dan abiotik bekerja secara gotong royong dalam suatu ekosistem, memilih kehadiran, kelimpahan, dan penampilan organisme.(Purwanti, 2003)
Besarnya indeks dominansi jenis makrofauna pada lokasi pengamatan tersaji pada Tabel 2. Besarnya indeks dominansi memperlihatkan tingkat dominansi suatu jenis pada suatu tempat. Dominansi jenis makrofauna yang tertinggi yakni rayap dengan nilai dominansi 0,3, sedangkan nilai dominansi terendah yakni kelabang dan larva. Rayap yakni serangga sosial anggota bangsa Isoptera yang dikenal luas sebagai hama penting kehidupan manusia, meskipun begitu dalam ekosistem terestrial rayap sangat berperan dalam kesuburan tanah. Rayap bersarang di dan memakan kayu perabotan atau kerangka rumah sehingga mengakibatkan banyak kerugian secara ekonomi. Rayap masih berkerabat dengan semut, yang juga serangga sosial. Dalam bahasa Inggris, rayap disebut juga “semut putih” (white ant) lantaran kemiripan perilakunya (Elzinga, 1979) Sedikitnya nilai dominansi larva dan kelabang kemungkinan lantaran hewan-hewan tersebut hidup pada kedalaman > 30 cm dan adanya faktor pembatas yaitu air, sehingga jumlah yang ditemukan pada lokasi pengamatan tergolong sedikit. Nilai Indeks Simpson (λ) berdasarkan tabel 2. sebesar 0,6 dan tergolong sedang menurut  Odum, (1975).

            STRUKTUR DAN KOMPOSISI MAKROFAUNA TANAH SEBAGAI BIOINDIKATOR KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN ✔ LAPORAN PRAK EKTER STRUKTUR DAN KOMPOSISI MAKROFAUNA TANAH SEBAGAI BIOINDIKATOR KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN
Gambar 5. Rayap
(Sumer : antirayap-ravthor.com)

            Berdasarkan Gambar 4. Kelimpahan jenis makrofauna yang tertinggi oleh binatang Famili Lumbricidae yaitu cacing tanah dengan jumlah individu 16. Selain rayap, cacing (Annelida) juga sangat berperan dalam menyuburkan tanah. Morfologi cacing tanah yakni cacing yang tubuhnya beruas-ruas dengan seta di belahan luar tubuhnya. Keunikan ruas pada cacing ini yakni setiap ruas mempunyai morfologi dan anatomi yang sama  sehingga disebut dengan istilah metameri. Cacing disini berperan sebagai penggembur tanah. Jumlah cacing tanah yang banyak ini disebabkan cacing tanah hidup di habitat alami, cacing tanah hidup dan berkembang biak dalam tanah. Faktor-faktor yang mensugesti kehidupan cacing tanah dihabitat alami yakni suhu atau temperatur tanah yang ideal untuk pertumbuhan cacing tanah dan penetasankokonnya berkisar antara 15 ºC – 25 ºC. Suhu tanah yang lebih tinggi dari 25 ºC masih cocok untuk cacing tanah, tetapi harus diimbangi dengan kelembapan yang memadai dan naungan yang cukup. Oleh lantaran itu, cacing tanah biasanya ditemukan hidup dibawah pepohonan atau tumpukan materi organik. Data faktor fisik yang kami dapatkan yaitu suhu tanah yakni 23ºC, suhu ini masih baik untuk pertumbuhan cacing tanah. Kelembapan tanah mensugesti pertumbuhan dan daya reproduksi cacing tanah. Kelembapan tanah yang terlalu tinggi atau terlalu berair sanggup mengakibatkan cacing tanah berwarna pucat dan kemudian mati. Sebaliknya bila kelembapan tanah tarlalu kering, cacing tanah akan segera masuk kedalam tanah dan berhenti makan serta karenanya akan mati. Cacing tanah tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada tanah yang bereaksi sedikit asam hingga netral. Keasaman tanah (pH) yang ideal untuk cacing tanah yakni pH 6 – 7,2. Tanah yang pH-nya asam sanggup mengganggu pertumbuhan dan daya berkembang biak cacing tanah, lantaran ketersediaan materi organik dan unsur hara (pakan) cacing tanah relatif terbatas. Di samping itu, tanah yang ber pH asam kurang mendukung proses pembusukan (fermentasi) bahan-bahan organik. Bahan organik umumnya mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral, sehingga merupakan pakan utama cacing tanah. Bahan organik tanah sanggup berupa kotoran ternak, serasah atau daun-daun yang gugur dan melapuk, dan tumbuhan atau binatang yang mati. Makin kaya kandungan materi organik dalam tanah, makin banyak dihuni oleh mikroorganisme tanah, termasuk cacing tanah. Cacing tanah sanggup mencerna materi organik seberat badannya, bahkan bisa memusnahkan materi organik seberat 2 kali lipat berat badannya selama 24 jam. Oleh lantaran itu, cacing tanah yang hidup dalam tanah yang kaya materi organik sanggup berfungsi sebagai pemusnah materi organik (dekomposer), dan kascingnya mempunyai kegunaan untuk pupuk organik penyubur tanah (Elzinga, 1979)

STRUKTUR DAN KOMPOSISI MAKROFAUNA TANAH SEBAGAI BIOINDIKATOR KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN ✔ LAPORAN PRAK EKTER STRUKTUR DAN KOMPOSISI MAKROFAUNA TANAH SEBAGAI BIOINDIKATOR KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN
Gambar 6. Cacing tanah
(Sumber : gurungeblog.wordpress.com)

            Gambar 4. memperlihatkan Famili binatang yang paling banyak ditemukan yakni Famili Lumbricidae yaitu cacing tanah dengan jumlah individu 16. Sedangkan yang paling sedikit yakni Aphididae, Achatinidae, crustaceae, larva, dan Lucanidae dengan jumlah individu 1. Sedikitnya jumlah makrofauna dengan jumlah individu 1 ini kemungkinan disebabkan adanya faktor pemabatas. Faktor pembatas disini berupa air, setiap digali tanah pada plot selalu keluar air. Ini disebabkan lantaran lokasi pengamatan terletak akrab dengan sungai yang hanya berjarak beberapa meter saja dari plot pengamatan.
Berdasarkan Tabel 1. Keanekaragaman jenis tumbuhan, nilai keanekaragamannya tergolong sedang dengan nilai H’ sebesar 1,19. Data hasil biodiversitas komunitas terestrial yang dilakukan maka indeks kemerataan jenis (E) pada banyak sekali jenis pertumbuhan di lokasi pengamatan disajikan dalam Tabel 1. Menurut Indeks keanekaragaman Shannon Wienner dijelaskan dengan pendekatan indeks kemerataan Evenness (E) yang besarnya antara 0–1 (Ludwig & Reynold, 1988). Indeks kemerataan menggambarkan tingkat kemerataan populasi suatu jenis flora yang diperoleh dengan membagi nilai keanekaragaman dengan jumlah jenis yang ditemukan. Indeks kemerataan jenis flora di lokasi pengamatan tergolong cukup merata dengan nilai E sebesar 0,744. Bila nilai indeks kemerataan tinggi, membuktikan kandungan setiap taxon (jenis) tidak mengalami perbedaan.
            Data hasil biodiversitas komunitas terestrial yang dilakukan maka indeks keanekaragaman jenis flora / Margallef (D) pada banyak sekali jenis flora di lokasi pengamatan disajikan dalam Tabel 1. Dilihat dari nilai D maka keanekaragaman jenis flora pada lokasi pengamatan tergolong rendah dengan nilai D sebesar 0,8. Menurut Jorgensen (2005), nilai D > 2,5 memperlihatkan keanekaragaman jenis flora pada plot pengamatan tergolong rendah.
            Indeks Mc Artur dan Indeks Hill’s (N1 dan N2) berdasarkan Tabel 1. Masing-masing mempunyai nilai sebesar 3,28 dan 1,44. N2 yakni jumlah species yang paling melimpah dan N1 yakni jumlah species yang melimpah (N1 selalu diantara N0 dan N2). Nilai N2 yang > 1 ini memperlihatkan bahwa melimpahnya/ keanekaragaman jenis flora di lokasi pengamatan tergolong melimpah. Nilai N1 umumnya memang lebih besar dari N2 dan ini memperlihatkan hal yang sama menyerupai halnya N2, yaitu keanekaragaman jenis flora di tempat tersebut tergolong melimpah.
            Indeks Simpson (λ) pada tabel 1. Mempunyai nilai 0,68. Berdasarkan kriteria untuk tumbuhan, apabila indeks keanekaragaman Simpson lebih kecil dari 0,6, memperlihatkan bahwa telah terjadi perturbasi (gangguan) terhadap kehidupan flora (Odum, 1995). Faktor utama yang mensugesti jumlah organisme, keragaman jenis dan dominansi antara lain adanya perusakan habitat alami menyerupai pengkonversian lahan, pecemaran kimia dan organik, serta perubahan iklim (Sari, 2003). Nilai Indeks Simpson (λ) tersebut memperlihatkan bahwa keanekaragaman flora di lokasi pengamatan tergolong sedang.
            Menurut Indeks Keanekaragaman yang sudah dianalisis, semua Indeks memperlihatkan bahwa keanekaragaman jenis flora di lokasi pengamatan yaitu Semanggi tergolong rendah-tinggi. Keanekaragaman jenis flora yang tergolong sedang-tinggi ini didukung oleh faktor biotik dan abiotik yang ada, menyerupai intensitas cahaya, kelembaban tanah, suhu udara, suhu tanah, pH tanah dan makrofauna sebagai organisme pengurai yang sanggup menyuburkan tanah. Faktor yang sangat kuat pada kesehatan dan kesuburan tanah yakni tekstur tanah, ketersediaan hara, aerasi, dan kemampuan mengikat tanah.  Sedangkan ditinjau dari sudut kesehatan  tanah, tanah dipandang sebagai tempat kehidupan, dimana selain faktor fisik dan kimia menyerupai tersebut di atas, kehidupan jasad-jasad makro dan mikro di dalam tanah harus bisa mendukung kehidupan tanaman.
Kesimpulan dari pengamatan ini yakni keanekaragaman jenis flora sangat dipengaruhi oleh bioindikator tanah (makrofauna tanah). Makrofauna tanah sangat kuat dan sanggup dijadikan sebagai bioindikator kesehatan/ kesuburan tanah. Faktor yang mensugesti kesehatan tanah yakni tekstur tanah, ketersediaan hara, aerasi, dan kemampuan mengikat tanah.  Tanah dipandang sebagai tempat kehidupan, dimana selain faktor fisik dan kimia, kehidupan jasad-jasad makro dan mikro di dalam tanah harus bisa mendukung kehidupan tanaman. Semua komponen tersebut berinteraksi dan saling berkaitan membentuk ekosistem terestrial yang baik bagi makhluk hidup.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT yang telah memperlihatkan kesempatan kepada saya untuk melaksanakan praktikum ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Mardiansyah, M.Si dan Dina Anggraini, S.Si selaku dosen yang telah membimbing saya dalam praktikum ini, serta Muhammad Fazri Hikmatyar selaku assisten dan kepada Azkiya, Rima, Annisa, Gita, Arman dan Udi yang telah membantu praktikum ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adianto, 1992. Biologi Pertanian. Alumni. Bandung.
Arief, A. 2001. Hutan Dan Kehutanan. Kanisius. Jakarta. 179 hal.
Baker GH. 1998. Recognising and responding to the influences of agriculture and other land use practices on soil fauna in Australia. App.Soil Ecol. 9,303-310.
Berryman, Alan A. 1986. Population Problems a General Introduction. Plenus Press. New York. Giller, K. E, Handayanto, E. Cadisch, G. and. 1997. Regulating And Mineralization from Plant Residues by Manipulation of Quality. In: Driven by Nature: Plant Litter Quality and Decomposition. K.E. Giller and G. Cadisch (eds). CAB International, Walingford, Oxon, UK. pp 175-185.
Cox, G.W. 1972. Laboratory Mannual of General Ecology. Iowa: WMC Brown Company Publishers.
Dindal, D.L. (Ed.) 1990. Soil Biology Guide. New York: John Wiley & Sons.
Elzinga, R.J. 1978. Fundamentals of Entomology. New Delhi: Prentice Hall of India.
Foth, 1994. Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Erlangga, Jakarta. 368 Hal.
Fragoso, C., G.G. Brown, J.C. Patron, E. Blanchart, P. Lavelle, B. Pashanasi, B. Senopati, and T. Kumar. 1997. Agricultural. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Giller KE, Beare MH, Lavelle P, Izac AMN, Swift MJ. 1997. Biology of Springtails. New York (US): Oxford University. Press.
Hanafiah. A, Napoleon. A. dan Ghosfar. N. 2003. Biologi Tanah. Ekologi dan Makrobiologi Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Ludwig, J. A., and J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology A Primer on Methods and Camputing, John Wiley & Sons, New York.
Maftu’ah, E., E. Arisoesiloningsih dan E. Handayanto. 2002. Studi potensi diversitas makrofauna sebagai bioindikator kualitas tanah pada beberapa penggunaan lahan. Biosain 2: 34-47.
Makalew, A.D.N. 2001. Keanekaragaman Biota Tanah pada Agroekosistem Tanpa Olah Tanah.
Odum, Eugene P. 1995. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Purwanti. 2003. Diversitas Makrofauna Tanah pada Berbagai Jenis dan Kombinasi Tanaman Sela di Bawah Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) di RPH Jatirejo, Kediri. [Skripsi]. Surakarta: Jurusan Biologi, FMIPA UNS
Sari, S.G., E.A. Soesiloningsih dan A.S. Leksono. 2003. Peningkatan diversitas fauna tanah kritis berkapur di lahan jagung melalui sistem tumpangsari DAS Brantas Kabupaten Malang. Prosiding Lokakarya Nassional Pertanian Organik, Malang 7-9 Oktober 2002.
Sugiyarto, Y. Sugito, E. Handayanto, dan L. Agustina. 2003. Pengaruh sistem penggunaan lahan hutan terhadap diversitas makroinvertebrata tanah di RPH Jatirejo, Kediri, Jawa Timur. BioSMART 4(2): 66-69.

Sumber Gambar : antirayap-ravthor.com
gurungeblog.wordpress.com

LAMPIRAN
Tabel 1. Makrofauna pada semua plot pengamatan

Tabel 2. Makrofauna pada plot pengamatan seluruh plot pengamatan

Tabel 3. Faktor Fisik


Tabel 4. Jumlah Seluruh Jenis Tumbuhan pada seluruh plot


Tabel 5. Keanekaragaman jenis tumbuhan










Sumber http://uniquely-biology.blogspot.com

Related Posts

0 Response to "✔ Laporan Prak Ekter Struktur Dan Komposisi Makrofauna Tanah Sebagai Bioindikator Keanekaragaman Jenis Tumbuhan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel